Resume Materi 1 Sapn
Resume Materi 1 Sapn
RESUME
DI NEGARA LAIN”
Disusun oleh :
NIM :1602123134
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2019
GAMBARAN UMUM PERBENDAHARAAN DAN PRAKTEK DI
NEGARA LAIN
ANGGARAN NEGARA
Anggaran yang dimiliki oleh suatu negara mengandung tiga fungsi fiskal
utama yaitu:
1. Fungsi Alokasi
Pemerintah mengadakan alokasi terhadap sumber-sumber dana untuk
mengadakan barang-barang kebutuhan perseorangan dan sarana yang dibutuhkan
untuk kepentingan umum. Semuanya itu diarahkan agar terjadi keseimbangan
antara uang beredar dan barang serta jasa dalam masyarakat.
2. Fungsi Distribusi
Pemerintah melakukan penyeimbangan, menyesuaikan pembagian
pendapatan dan mensejahterahkan masyarakat.
3. Fungsi Stabilitas
Pemerintah meningkatkan kesempatan kerja serta stabilitas harga barang-
barang kebutuhan masyarakat dan menjamin selalu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang mantap.
Siklus Anggaran (Budget Cycle) adalah masa atau jangka waktu mulai saat
anggaran (APBN) disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan
dengan undang-undang. Siklus anggaran terdiri atas penyusunan anggaran,
pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran, dan pelaporan dan
pertanggungjawaban anggaran.
Penyusunan Anggaran
Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat menyampaikan
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun
anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selambat-
lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan
anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL
disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai dengan perkiraan
belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Hasil
pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan
penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
Penyusunan rencana kerja mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor
20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL. Penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga untuk periode satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. Untuk
selanjutnya, petunjuk teknis penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun
melalui Keputusan Menteri Keuangan.
Reformasi di bidang penyusunan anggaran juga diamanatkan
dalam Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memuat
berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran.
Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan
penganggaran dengan prospektif jangka menengah (medium term expenditure
framework), penerapan penganggaran secara terpadu (unified budget), dan
penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance budget).
Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU)
tentang APBN tahun berikutnya disertai dengan nota keuangan dan dokumen-
dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus. Dalam pembahasan ini
DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan
dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan
keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
APBN yang disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit
organisasi, fungsi, subfungsi, program,kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR
tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan
pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.
Selanjutnya, Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan
lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-
masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun
dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya, berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan
Presiden tentang Rincian APBN.
Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan
anggaran oleh Menteri Keuangan. Terhadap dokumen anggaran yang telah
disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan
lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur Jenderal
Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait,
dan Kuasa Pengguna Anggaran. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan
anggaran adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain
yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangkan dokumen pembayaran antara lain
terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP),Surat Perintah Membayar (SPM),
dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Lebih lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur
dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.
Pedoman untuk pelaksanaan belanja negara terdiri atas:
1. Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara, yaitu yang memuat bagaimana
prosedur pengelolaan keuangan negara mulai dari ketersediaan dana,
pengajuan tagihan kepada negara, penata usahaan dan pertanggung
jawaban pengelolaan keuangan negara:
1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang
Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
2) Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011.
2. Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan kementerian
negara/lembaga sebagaimana tercantum dalam DIPA dan Petunjuk
Operasional Kegiatanditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Pengawasan Anggaran
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara
nyata dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Namun, Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 jo Keputusan Presiden
Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN pada Bab IX
memuat hal-hal yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini
pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan/kepala
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga dalam lingkungannya. Atasan
langsung bendahara melakukan pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya
tiga bulan sekali. (Yang berlaku sekarang sesuai dengan Peraturan Dirjen
Perbendaharaan Nomor 47/PB/2009 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.05/2008 bahwa pemeriksaan kas bendahara tersebut dilaksanakan
sekurang-kurangnya satu bulan sekali.)
Inspektur Jenderal masing-masing kementerian negara/lembaga dan unit
pengawasan pada lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN di
lingkungan kementerian negara/lembaga bersangkutan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Inspektur Jenderal kementerian negara/lembaga dan pimpinan unit
pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai hal-
hal yang terkait dengan pelaksanaan APBN.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula
pengawasan yang dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun
tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui mekanisme
monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR selambat-
lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang
bersangkutan.
Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk semester II dengan
maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada atau tidaknya APBN
Perubahan untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan semester I dan
prognosa semester II tersebut dibahas dalam rapat kerja antara Panitia Anggaran
DPR dan Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil
pemeriksaan BPK atas pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yang
dilakukan BPK menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan
APBN.
Pelaporan dan Pertanggung jawaban Anggaran
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang menyusun pertanggung jawaban pelaksanaan APBN di lingkungan
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berupa Laporan Keuangan yang
meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) yang dilampiri Laporan Keuangan Badan Layanan
Umum (BLU) pada kementerian negara/lembaga masing-masing. Laporan
Keuangan kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga
disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi
laporan keuangan seluruh instansi kementerian negara. Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara juga menyusun Laporan Arus Kas. Selain itu,
Menteri Keuangan sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku
pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan
kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Presiden menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat kepada BPK paling
lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan
pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan
keuangan tersebut diterima oleh BPK dari Pemerintah.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal
30 menyebutkan bahwa Presiden menyampaikan Rancangan Undang-
undang tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, serta
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun
dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
Struktur APBN
Penerimaan Negara
Penerimaan negara baik dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri
sangat penting bagi proses keberhasilan proses pembangunan nasional, terutama
penerimaan pemerintah dari dalam negeri yaitu berupa penerimaan pajak dan
bukan pajak serta penerimaan migas dan non migas. Penerimaan ini digunakan
untuk menutupi pengeluaran rutin pemerintah dan sisanya akan menjadi tabungan
pemerintah. Kelebihan dana tersebut yang kemudian akan menjadi sumber
pembangunan apabila tidak tersedia, maka pembangunan harus dibiayai dengan
pinjaman luar negeri.
Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan Negara
dibedakan menjadi (Soetrisno, 1982:97) :
a. Sumber-sumber penerimaan rutin
b. Sumber-sumber penerimaan pembangunan
Pengeluaran Negara
Utang Negara
Utang luar negeri adalah pinjaman yang berasal dari orang-orang atau
lembaga-lembaga negara lain, yaitu mencakup pemindahan kekayaan (dana) dari
negara yang meminjamkan (kreditur) ke Negara peminjam (debitur) pada saat
terjadinya pinjaman (Basri dan Subri, 2005:27). Utang luar negeri yang harus di
penuhi oleh pemerintah melalui anggaran rutin setiap tahunnya adalah berupa
pembayaran bunga utang beserta cicilan pokok utang. Pemerintah menggunakan
utang luar negeri adalah sebagai alat pelengkap dalam memenuhi kekurangan dari
sumber dana pembangunan.
Klasifikasi Utang Luar Negeri
Bentuk-bentuk utang luar negeri dapat dibedakan atas:
1. Pinjaman/Kredit Bilateral/Multilateral
a. Pinjaman/Kredit Bilateral: misalnya bantuan/kredit yang diperoleh dari
negara CGI.
b. Pinjaman/Kredit Multilateral: misalnya bantuan/kredit dari peserta
IBRD, IDA, UNDP, ADB, dan lain-lain.
2. Pinjaman/Bantuan menurut kategori ekonomi, barang/jasa
a. Bantuan Program: yaitu berupa pangan, misalnya dalam rangka PL
480 atau dalam bentuk devisa kredit.
b. Bantuan Proyek: yaitu bantuan yang diperoleh untuk pembiayaan dan
pengadaan barang/jasa pada proyek-proyek pembangunan.
c. Bantuan Teknik: yaitu berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri
atau tenaga-tenaga Indonesia yang dilatih diluar negeri.
Negara dan Lembaga Donor Utama Indonesia
Adapun negara-negara atau lembaga pendonor utama Indonesia (Tulus,
2008:269) antara lain :
1. Lembaga-Lembaga Donor
a. Internasional Bank of Reconstruction and Development (IBRD)
b. Asian Development Bank
c. Japan Bank for Internasional Cooperation (JBIC)
2. Negara-Negara Donor
a. Pemerintah Jepang
Pemerintah Jepang memprioritaskan pendanaan oleh pinjaman yen pada
pembangunan infrastuktur ekonomi untuk menciptakan iklim investasi
yang nyaman dan didukung oleh reformasi pada setiap sektor, dua
diantaranya adalah tenaga listrik dan transportasi.
b. Pemerintah Jerman
Pemerintah Federal Jerman menyalurkan bantuan atau pinjaman luar
negerinya ke negara berkembang seperti Indonesia melalui German
Technical Cooperation (GTZ) dengan tujuan mendukung pelaksanaan
proyek-proyek kerja sama teknik yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi.
c. Pemerintah Perancis
Pinjaman luar negeri pemerintah Perancis disalurkan lewat France
Protocol Loan yang membiayai proyek-proyek di 16 negara berkembang
termasuk Indonesia. Sejak tahun1960-an hingga tahun1995 Indonesia
penerima kedua terbesar yaitu US$ 150 juta namun pada masa krisis
ekonomi hingga tahun 2001 pinjaman dari pemerintah Perancis terhenti
akibat situasi politik yang tidak menentu di Indonesia.
d. Pemerintah Korea Selatan
Seperti pemerintah Jepang, pemerintah Korea Selatan juga memberikan
pinjaman kepada Indonesia dalam kerangka ODA yang disalurkan melalui
the Economic Development Cooperation Fund (EDCF) yang dibentuk
pada tahun 1987. Bantuan yang diberikan terutama untuk pembangunan
industry dan stabilitas ekonomi di negara-negara peminjam.
Pertumbuhan Utang Luar Negeri Indonesia
Pada masa pemerintahan Soekarno jumlah keseluruhan utang luar negeri
Indonesia sebesar US$ 6,3 miliar, jumlah tersebut merupakan kumulatif dari utang
luar negeri masa penjajahan sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto utang luar negeri Indonesia
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh dua hal pendorong utama yaitu:
a. Pemerintahan Orde Baru pada saat itu menganggap utang luar negri
sebagai salah satu langkah tepat untuk memutuskan lingkaran setan
kemiskinan melalui pembangunan yang sebagian besar dibiayai oleh
utang luar negeri.
b. Pada masa pemerintahan Orde Baru banyak perusahaan swasta yang
melakukan peminjaman dana dari luar negeri selain pemerintah.
c. Pertumbuhan negatif utang luar negeri Indonesia baru terjadi tahun
1999 yakni 0,2% pemicunya adalah sejak terjadinya krisis ekonomi
tahun1998. Pada saat itu perekonomian Indonesia mencapai titik
terburuk. Para konglomerat di zaman Orde Baru dituduh sebagai salah
satu penyebab jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat
itu.
Pembayaran cicilan utang luar negeri beserta bunganya atas pinjaman luar
negeri merupakan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
memberatkan tahun-tahun fiskal mendatang, karena semakin besarnya jumlah
pinjaman luar negeri setiap tahunnya dan semakin berakumulasi.
Sampai sekarang kemungkinan untuk menghentikan pinjaman luar negeri dalam
pemeliharaan daya gerak pembangunan belum terlihat pasti. Pinjaman yang
diperoleh Indonesia masih berperan dominan dalam beberapa hal dan sepanjang
anggaran masih tetap defisit bila tanpa bantuan dari luar negeri.
Semakin besar jumlah pengeluaran pembangunan yang harus dipenuhi oleh
pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka
penyediaan dana untuk pengeluaran rutin akan semakin membengkak.
Pembengkakan yang terjadi salah satunya berupa pembayaran bunga utang beserta
cicilan pokok utang luar negeri. Sedangkan jumlah bunga utang luar negeri yang
harus dibayar pemerintah cenderung lebih besar dari cicilan pokok utang itu
sendiri, bahkan penyediaan dana untuk kewajiban utang luar negeri termasuk
komponen terbesar dalam anggaran. Keseluruhan hal tersebut akan semakin
memperberat pengeluaran rutin pemerintah. Sehingga pemerintah harus
memperkuat komponen lainnya seperti penerimaan dalam negeri dan
mengefisiensikan jumlah pengeluaran rutin, agar jumlah kewajiban utang tidak
perlu diperberat melalui pembentukan utang yang baru. Anggaran yang semakin
ketergantungan akan kemampuan utang luar negeri akan semakin mempersulit
perekonomian negara yang bersangkutan untuk memulihkan pembangunan.