Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3 Epidemiologi
Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara
pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes untuk bayi
yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8% untuk pria dan 38,5%
untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes
dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1
dalam 400. DM tipe 1 tidak memiliki variasi musiman dan perbedaan jenis
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2006 dalam dilihat dalam
tabel 2.1 dibawah ini :
c. DM tipe lain
Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe
lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas yang
merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; (b) sindrom
hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti
akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang
menggangu sekresi insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin
(estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti
kelainan pada reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic (Arisman, 2011).
2.1.5 Patofisiologi
Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mg/dl, setelah
makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mg/dl dan akan menjadi
normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan sebagai glikogen
dalam hati dan sel-sel otot (glicogenesis) yang diatur oleh hormon insulin yang
bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan
puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh (glycogenolisisi)
oleh hormon glucagon yang bersifat katabolik (Arisman, 2011)
Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan satu-
satunya hormon yang menurunkan glukosa darah (PERKENI, 2006).
Insulin adalah hormon protein dibuat dari dua rantai peptida (rantai A dan
rantai B) dihubungkan pada dua lokasi melalui jembatan disulfida. Dalam bentuk
ini lah insulin dilepaskan ke dalam darah dan beraksi pada sel target. Insulin
disintesa di dalam sel β di reticulum endoplasmik, sebagai rantai peptida lebih
besar yang disebut proinsulin (Mardiati, 2000).
Pada diabetes melitus defisiensi atau resistensi hormon insulin
menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi karena menurunnya ambilan
glukosa oleh jaringan otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa
oleh hati, akibatnya otot tidak mendapatkan energi dari glukosa dan membuat
alternatif dengan membakar lemak dan protein (Mardiati, 2000). Dampak lebih
jauh terjadi komplikasi-komplikasi yang secara biokimia menyebabkan kerusakan
jaringan atau komplikasi tersebut akibat terdapatnya : (1) Glikosilasi, kadar gula
yang tinggi memudahkan ikatan glukosa pada berbagai protein yang dapat
ireversibel yang sering mengganggu fungsi protein; (2) Jalur poliol (peningkatan
aktifitas aldose reductase), jaringan mengandung aldose reductase (saraf, ginjal,
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Belum pasti
Bukan DM DM
DM
Kadar glukosa darah Plasma vena < 100 100-199 ≥200
sewaktu (mg/dl) Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa darah Plasma vena < 100 100-125 ≥126
Puasa (mg/dl) Darah kapiler <90 90-99 ≥100
Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2006
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI
(2006) adalah meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti :
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan (PERKENI, 2006).
d. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat
Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan, antara lain (Soegondo,2007) :
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
b. Pankreas
Sekresi insulin kedalam darah diatur oleh berbagai faktor yaitu :
• Jumlah makanan yang masuk
• Hormon saluran cerna
2. Total Lemak.
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih
10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70%
total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan karbohidrat. Distribusi energi dari
lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda setiap individu berdasarkan pengkajia
gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari lemak tergantung dari
hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.
Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat
mempertahankan berat badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari
30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energi dari lemak jenuh. Dalam
hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 – 25% energi.
Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti
anjuran diet dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak
lebih dari 30% energi dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.
Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama,
pendekatan yang mungkin menguntungkan selain menurunkan berat badan dan
peningkatan aktivitas adalah peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh
tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi masing-masing dari lemak
5. Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu
dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa
harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya
dengan menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan substitusi
6. Pemanis
a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa
dan kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal
ini fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis
pada diet diabetes. Namun demikian, karena pengaruh penggunaan
dalam jumlah besar (20% energi) yang potensial merugikan pada
kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan
sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita
dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam
jumlah besar, namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengnadung fruktosa alami ataupun
konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung pemanis
fruktosa.
b. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols)
yang menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa
dan karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan
dapat mempunyai pengaruh laxatif.
c. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat
diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM.
7. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan
untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 g serat
8. Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa
yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan
sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari.