Anda di halaman 1dari 25

AUDIT SIKLUS PENDAPATAN

A. PENDAPATAN DAERAH
Pengertian Pendapatan Daerah
Di dalam keuangan daerah terdapat hak-hak daerah yang dapat dinilai dengan
uang yang tercermin dalam pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang dipungut
oleh Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk membiayai berbagai pengeluaran
pemerintah yang berhubungan dengan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik
(public service). Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah
dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan. Untuk mendapatkan pengertian yang
lebih jelas dan tepat mengenai pendapatan, di bawah ini dikemukakan beberapa
definisi mengenai pendapatan daerah.
1. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) No. 2 tentang Laporan Realisasi
Anggaran, mendefinisikan : “pendapatan sebagai semua penerimaan rekening
Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode
tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah“.
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan
pendapatan daerah adalah “Hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.“

Berdasarkan beberapa definisi mengenai pendapatan daerah di atas dapat


ditarik kesimpulan bahwa pendapatan daerah memiliki beberapa karakteristik, yaitu
sebagai berikut :
1. Pendapatan merupakan arus kas masuk atau penerimaan kas daerah yang
menambah ekuitas dana lancar.
2. Pendapatan yang diterima daerah berdampak pada peningkatan aktiva atau
penurunan utang daerah.
3. Dalam periode tahun anggaran tertentu.
4. Tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

Sumber Pendapatan daerah


Penyelenggaraan otonomi daerah membawa dampak dalam pengelolaan
keuangan daerah dimana daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus

Audit Siklus Pendapatan Page 1


keuangannya sendiri. Agar pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dapat berjalan
dengan lancar maka pemerintah mengaturnya dalam pasal 155 Undang-Undang No.
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerintah di
daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.
3. Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan
penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat (2).

Selain itu, dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah diberikan


sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan berbagai tugas dan tanggung jawabnya.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang RI
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang RI No 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
sumber-sumber pendapatan bagi daerah terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah (PAD) bagi Pemerintah Daerah sangatlah penting karena
PAD menunjukan kemampuan daerah dalam menggali sumber keuangannya
sendiri yang kemudian menjadi sebuah ukuran kinerja bagi Pemerintah Daerah
dalam proses pengembangan ekonomi daerah. Pengertian pendapatan asli daerah
menurut Ketentuan Umum UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah sebagai
berikut : “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan
yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.“Berdasarkan pengertian di atas, PAD
dipungut/diperoleh berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan. Pasal 6 UU
RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah mengungkapkan bahwa :
1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
a. Hasil pajak daerah;
b. Hasil retribusi daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain PAD yang sah.
2. Lain-lain pendapatan daerah yang sah yang dimaksud adalah, seperti :
a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;

Audit Siklus Pendapatan Page 2


b. Jasa giro;
c. Pendapatan bunga;
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
2. Dana Perimbangan
Menurut pasal 1 UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah “Dana Perimbangan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.“
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang tersebut, dana perimbangan terdiri atas :
a. Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana hasil dari pengelolaan sumber daya
alam dan pemungutan pajak, yang dibagi berdasarkan persentase tertentu
antara pusat dan daerah. Dana ini tidak bersifat hibah murni. Dana Bagi Hasil
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Selanjutnya dana bagi hasil (DBH) ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Dana bagi hasil berasal dari pajak, terdiri dari :
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pedesaan, perkotaan,
perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor
pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
2. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumberdaya alam, berasal dari :
a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan
hutan (IHPH), provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana
reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
b. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan
iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksploitasi (royalty)
yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
c. Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang
dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan
penerimaan pungutan hasil perikanan;
d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan;
e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan;

Audit Siklus Pendapatan Page 3


f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari
penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran
produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.
3. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21

(UU RI No. 32 tahun 2004 pasal 160) DBH dari penerimaan PBB sebesar 90%
dibagikan kepada Daerah dengan rincian sebagai berikut :
1. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi
yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
provinsi;
2. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke
Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan 3. 9% (sembilan
persen) untuk biaya pemungutan.

Sedangkan sisanya 10% dari penerimaan PBB merupakan bagian Pemerintah


dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas
realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan 6,5%
(enam lima persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah
kabupaten dan kota; dan 3,5% (tiga lima persepuluh persen) dibagikan sebagai
insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya
mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.

DBH dari penerimaan BPHTB sebesar 80% disalurkan dengan rincian sebagai
berikut :
1. 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan
disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; dan
2. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota
penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
kabupaten/kota.

Sisa dana bagi hasil dari penerimaan BPHTB sebesar 20% merupakan bagian
pemerintah dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten
dan kota.

Audit Siklus Pendapatan Page 4


DBH dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan milik daerah adalah 20% dua
puluh persen, yang dibagi dengan rincian sebagai berikut :
1. 8% (delapan persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan
2. 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang
bersangkutan

DBH dari penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH) dan Propinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dibagi dengan
imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah. DBH dari
penerimaan kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan
perimbangan 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah. Bagian
pemerintah digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional,
sedangkan dana rebiosasi bagian daerah digunakan untuk kegiatan rahabilitasi
hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.

DBH dari Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah


daerah yang bersangkutan dibagi dengan perimbangan 20% untuk pemerintah
dan 80% untuk daerah. Dana bagi hasil dari Penerimaan Pertambangan Umum
yang berasal dari Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian
daerah dibagi dengan rincian 16% untuk propinsi yang bersangkutan dan 64%
untuk kabupaten/kota penghasil. Sedangakan Penerimaan Pertambangan
Umum yang berasal dari Iuran Eksploitasi (Royalty) yang menjadi bagian
daerah dibagi dengan imbangan 16% untuk propinsi, 32% untuk
kabupaten/kota penghasil dan 32% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya
dalam propinsi yang bersangkutan.

DBH dari Penerimaan Perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk


pemerintah dan 80% untuk seluruh kabupaten/kota. DBH dari Pertambangan
Minyak Bumi setelah dikurangi pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dibagi dengan imbangan 84,5% untuk
pemerintah dan 15,5% untuk daerah. dana bagi hasil yang menjadi bagian
daerah dibagi dengan imbangan 3% untuk provinsi, 6% untuk kabupaten/kota
penghasil dan 6% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi
yang bersangkutan.

Audit Siklus Pendapatan Page 5


DBH dari Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan oleh daerah
yang bersangkutan setelah dikurangi pajak dan pungutan lainnya dibagi
dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah dan 30,5% untuk daerah.
Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang menjadi bagian daerah dibagi
dengan rincian 6% dibagikan untuk propinsi, 12% dibagikan untuk
kabupaten/kota penghasil dan 12% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya
dalam propinsi bersangkutan.

DBH dari Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang
menjadi bagian daerah 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran
pendidikan dasar dengan imbangan 0,1% dibagikan untuk propinsi yang
bersangkutan; 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil dan 0,2%
dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan.

DBH dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan oleh daerah
yang bersangkutan dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang
bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk seluruh
kabupaten/kota lainnya dalam privinsi yang bersangkutan.
b. Dana Alokasi Umum
Kebijakan perimbangan keuangan membawa dampak terhadap semakin
besarnya kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah, khususnya karena
setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan daerah yang berbeda-beda.
Dengan kata lain daerah yang mempunyai potensi PBB, BPHTB dan SDA
yang besar akan memperoleh penerimaan yang besar, daerah yang potensinya
kecil tentunya akan mendapatkan pendapatan yang kecil juga. Pengaturan
Dana Alokasi Umum (DAU) diarahkan untuk mengurangi kesenjangan
tersebut, yang berarti daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang relatif
besar akan memperoleh DAU yang relaif kecil demikian pula sebaliknya.
Pasal 1 UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : “Dana
Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi”.

Audit Siklus Pendapatan Page 6


Berdasarkan Undang-Undang tersebut Dana Alokasi Umum ditetapkan
sekurang-kurangnya 26% yang kemudian disalurkan kepada provinsi sebesar
10% dan kabupaten atau kota sebesar 90% dari total DAU. Hal ini sesuai
dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 37 yaitu:
1. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua
puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.
2. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari
perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.
3. Dalam hal penentuan proporsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi
dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen)
dan 90% (sembilan puluh persen).
4. Jumlah keseluruhan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dalam APBN.

Selanjutnya dari jumlah DAU 90%, yang ditujukan untuk kabupaten dan kota,
maka setiap kabupaten dan kota akan mendapatkan DAU sesuai dengan hasil
perhitungan “Formula DAU” yang ditetapkan berdasarkan Celah Fiskal dan
Alokasi Dasar. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 40 yaitu:
1. DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang
terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.
2. Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih
antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.
3. Kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dengan
menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks
Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita,
dan Indeks Pembangunan Manusia.
4. Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur
berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH.
5. Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Ketentuan perolehan DAU untuk Kabupaten/Kota menurut PP No.55 tahun


2005 pasal 45 yaitu :
1. Daerah yang memiliki celah fiskal lebih dari 0 (nol), menerima DAU
sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.

Audit Siklus Pendapatan Page 7


2. Daerah yang memiliki celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima
DAU sebesar alokasi dasar.
3. Daerah yang memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut
lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar
setelah diperhitungkan nilai celah fiskal.
4. Daerah yang memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut
sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU.
c. Dana Alokasi Khusus
Pasal 1 UU RI No. 33tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : “Dana
Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah
sesuai dengan prioritas nasional”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa Pemerintah Pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus dari APBN
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk :
1. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar
prioritas nasional,
2. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Daerah
penerima Dana Alokasi Khusus wajib menyediakan Dana Pendamping
sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK yang dianggarkan dalam
APBD.
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Menurut Pasal 164 UU RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan bahwa lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan ”Seluruh
pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana
darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah“. Hibah merupakan
bantuan berupa uang, barang dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah,
masyarakat dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri. Dana darurat
merupakan bantuan pemerintah dari APBN kepada Pemerintah Daerah untuk
mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak
dapat ditanggulangi daerah dengan menggunakan sumber APBD. Dana darurat
diberikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional atau kejadian luar
biasa.
4. Piutang Pajak dan Retribusi

Audit Siklus Pendapatan Page 8


Piutang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak termasuk
sanksi administrasi berupa kenaikan Pajak dan atau Bunga yang tercantum dalam
Surat Ketetapan Pajak Daerah atau Surat sejenis berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. Sedangkan piutang retribusi daerah
adalah sisa utang retribusi atas nama wajib retribusi yang tercantum pada surat
ketetapan retribusi daerah, surat tagihan retribusi daerah, surat ketetapan retribusi
daerah kurang bayar dan surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar tambahan
yang belum kedaluwarsa dan retribusi lainnya yang masih terutang.
Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, Kepala
Daerah dapat menghapuskan piutang pajak dan/atau retribusi apabila sudah
kadaluwarsa. Kondisi kadaluarsa menyebabkan piutang pajak dan/atau retribusi
tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena:
1. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan
dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak ditemukan;
2. Wajib Pajak tidak memiliki kekayaan lagi;
3. Hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa; atau
4. Sebab lain sesuai dengan hasil penelitian.
B. SIKLUS PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, tata cara pemungutan pajak dilakukan dengan :
a. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan kepala
daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang
dipersamakan (official assessement).
b. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan
menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT (self assessement).

Wajiib pajak melakukan pembayaran pajak pada bank persepsi atau kantor pos yang
telah ditunjuk dan ditujukan kepada Rekening Kas Daerah.

Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil
a. DBH Pajak (PBB, BPHTB, PPh WPOPDN, dan PPh pasal 21)
DBH PBB dan BPHTB disalurkan dengan cara pemindahbukukan dari
Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah secara
mingguan. Penyaluran tersebut dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan
tahun anggaran berjalan.
b. DBH Sumber Daya Alam

Audit Siklus Pendapatan Page 9


Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA
tahun anggaran berjalan. Penyaluran tersebut dilaksanakan secara triwulanan
dengan cara pemindahbukukan dari Rekening Kas Umum Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah.
2. Dana Alokasi Umum
DAU disalurkan dengan cara pemindahbukukan dari Rekening Kas Umum
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah secara bulanan sebesar 1/12 dari alokasi
DAU daerah yang bersangkutan.
3. Dana Alokasi Khusus
DAK disalurkan dengan cara pemindahbukukan dari Rekening Kas Umum
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Berdasarkan PMK No 21 tahun 2009
tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah, penyaluran
DAK adalah :
a. Tahap 1 sebesar 30% dari alokasi DAK, paling cepat pada bulan Februari,
setelah peraturan daerah mengenai APBD, laporan penyerapan penggunaan
DAK tahun sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping
diterima DJPK.
b. Tahap 2 sebesar 45% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambatnya 15 hari
setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap 1 diterima oleh DJPK.
c. Tahap sebesar 25% dari alokasi DAK, dilaksanakan selambatnya 15 hari
setelah laporan penyerapan penggunaan DAK tahap 2 diterima oleh DJPK.
Lain-lain Pendapatan yang Sah
1. Hibah
Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat yang dituangkan
dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi hibah dan
digunakan sesuai dengan naskah perjanjian tersebut.
2. Dana Darurat
Dana darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa
luar biasa yang tidak ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan APBD.
Pemerintah juga dapat mengalokasikan dana darurat pada daerah yang dinyatakan
mengalami krisis solvabilitas.

C. PEMERIKSAAN SIKLUS PENDAPATAN DAERAH


Tujuan Audit Siklus Pendapatan
Tujuan adanya audit siklus pendapatan adalah mengungkapkan ada atau tidaknya
salah saji material dalam Pos Pendapatan Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain
Pendapatan yang sah.
Pemahaman Atas Pengendalian Internal Pendapatan

Audit Siklus Pendapatan Page 10


Pemahaman atas struktur pengendalian siklus pendapatan daerah meliputi
pertimbangan lingkungan pengendalian,system akuntansi,dan prosedur pengendalian.
Pemahaman atas komponen-komponen ini diperlukan baik menurut strategi audit
substantive yang utama maupun pendekatan penilaian tingkat risiko pengendalian
yang lebih rendah. Pemahaman atas aspek-aspek yang berlaku pada pengendalian
internal diperoleh melalui review pengalaman sebelumnya dengan klien,mengajukan
pertanyaan kepada manajemen atau personil lainnya, memeriksa bagian yang relevan
dari buku pedoman, catatan, dan dokumen lainnya, serta mengobservasi aktivitas
siklus pendapatan.
Pemahaman ini didokumentasikan dalam formulir kuesioner yang lengkap,bagan
arus,dan atau memorandum naratif.
 Lingkungan Pengendalian
Dalam lingkungan pengendalian ,auditor harus memahami struktur Organisasi
klien (pemerintah daerah) atas kegiatan penerimaan. Pengajuan pertanyaan
mengenai dan penelaahan terhadap bagan Organisasi sangat membantu
pemahaman terhadap struktur pengendalian internal.
 Sistem Akuntansi
Sistem akuntansi adalah metode pengolahan data dokumen dan catatan. Sistem
akuntansi pendapatan daerah yang terdiri atas pendapatan asli daerah dan
penerimaan pembiayaan harus dapat menyediakan adanya jejak audit yang
lengkap atas setiap transaksi. Pemahaman atas system akuntansi diperoleh
dengan menelaah manual akuntanasi dan diagram alur system. Di samping itu
auditor dapat mengajukan pertanyaan atau melakukan wawancara pada pihak-
pihak yang terkait diantaranya PPKD dan PA selaku BUD.
Apabila suatu penugasan audit merupakan penugasan dari klien lama,maka
auditor dapat menlaah kembali pengalaman terdahulu dengan klien
tersebut,yaitu dengan melihat kembali kertas kerja tahun sebelumnya.
Pemahaman system akuntasni juga dapat diperoleh dengan menilik
pengalaman terdahulu dengan klien.
 Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian terdiri atas :
1. Otorisasi yang memadai
2. Adanya pemisahan tugas
3. Dokumen dan catatan
Kuesioner Pengendalian Internal-Pendapatan

No Pertanyaan Ya Tidak Keterangan


1 Apakah terdapat pengawasan yang

Audit Siklus Pendapatan Page 11


memadai untuk semua surat masuk?
2 Apakah petugas penerima surat juga
melakukan pencatatan?
3 Apakah telah dilakukan rekonsiliasi
secara independen antara catatan
penerimaan dan tanda terima uang
dengan laporan bank?
4 Apakah terdapat daftar tahunan berisi
tarif pajak,bea masuk,bea lainnya dan
tari-tarif layanan tersedia untuk
umum?
5 Apakah semua penerimaan kas disetor
ke bank?
6 Apakah terdapat suatu ikhtisar rutin
berisi semua penerimaan (dengan
perbandingan angka-angka tahun
sebelumnya) dengan SPT yang
penerimaannya belum masuk kas
negara tersedia bagi unit akuntansi
pemerintah atau auditor?

Proses Pemeriksaan
Proses pemeriksaan atas siklus pendapatan mencakup pemeriksaan atas:
1. Pendapatan Daerah, meliputi : pos pajak daerah, retribusi laba, bagian laba usaha
daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah.
2. Dana Perimbangan, mencakup : bagi hasil pajak, bukan pajak, DAU, DAK, dana
perimbangan dari pusat.
3. Lain-lain pendapatan yang sah
Materialitas Dan Risiko Audit
Transaksi-transaksi dalam siklus pendapatan sangat berpengaruh terhadap laporan
keuangan. Kesalahan dalam membedakan antara pendapatan yang diterima secara
tunai dengan pendapatan yang diterima secara kredit (piutang) akan menimbulkan
salah saji dalam laporan keuangan. Risiko bawaan dari sikus bawaan dapat
disebabkan oleh tingkat volume transaksi. Tingginya volume transaksi akan
memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji. Semakin tinggi volume transaksi
maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan
transaksi tersebut.
Jenis Koreksi Atas Pembukuan Pendapatan

Audit Siklus Pendapatan Page 12


1. Kesalahan pembukuan/penyajian saldo awal tahun anggaran/sisa perhitungan
anggaran tahun lalu.
2. Kesalahan pembukuan/ penyajian pendapatan daerah.
3. Kesalahan pembukuan/penyajian saldo akhir tahun anggaran/sisa perhitungan
anggaran tahun anggaran perhitungan.
4. Kesalahan penyajian dalam daftar lampiran perhitungan anggaran Tahun
Anggaran Perhitungan.
5. Kesalahan yang wajib dikoreksi oleh auditor, yang terdiri atas:
a. Kesalahan pembukuan.
b. Kesalahan pembebanan.
c. Kesalahan penjumlahan dan pengurangan angka.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menyusun Koreksi Pembukuan
Pendapatan
1. Bahwa system pembukuan keuangan daerah sebagai mana diatur dalam
Kepmendagri No 29 Tahun 2003 (yang belum mengikuti perubahan sesuai dengan
Permendagri No 13 Tahun 2006) adalah pembukuan yang menggunakan system
pencatatan tunggal.
2. Perbedaan antara perkiraan dengan penerimaan yang sebenarnya, serta perbedaan
antara perkiraan dengan pengeluaran yang sebenarnya, dengan menyebutkan
selisih kurang atau lebih.
Petunjuk Pemeriksaan Pos Per Pos
1. Pemeriksaan atas pos pendapatan asli daerah.
a. Lakukan pengujian untuk menentukan apakah nilai realisasi pos pendapatan
pajak daerah dan pos retribusi daerah yang dibukukan telah mencakup seluruh
hak daerah yang telah diterima oleh kas daerah pada tahun anggaran
perhitungan. Untuk itu, salinan rekening Koran kas daerah yang diperoleh
kemudian diteliti untuk menentukan apakah terdapat setoran melalui transfer
atas pajak dan retribusi daerah yang dilakukan pada tahun anggaran
perhitungan dan telah diterima oleh kas daerah, tercantum pada sisi kredit
rekening Koran kas daerah dan telah dibukukan pada sisi debit, tetapi belum
dibukukan pada ayat bersangkutan dan belum disajikan dalam lampiran
perhitungan anggaran pendapatan. Apabila terjadi hal demikian, lakukan
koreksi tambah sejumlah storan yang belum dibukukan dan belum disajikan
dalam lampiran tersebut. Lakukan koreksi kurang apabila terjadi hal yang
sebaliknya.
b. Lakukan verifikasi atas bukti-bukti penerimaan berupa surat tanda setoran
untuk menentukan apakah posting atas penerimaan pajak dan retribusi daerah
telah sesuai dengan ayat pendapatan yang bersangkutan dan telah disajikan

Audit Siklus Pendapatan Page 13


sesuai dengan ayat tersebut. Apabila terjadi kesalahan pembebanan, lakukan
koreksi tambah dan koreksi kurang pada masing-masing ayat jurnal tersebut.
c. Lakukan konfirmasi kepada instansi yang terkait dengan pemungutan pajak
daerah, seperti PT. PLN atas pemungutan PPJU.
d. Dari hasil konfirmasi tersebut, apabila terjadi kesalahan, lakukan koreksi
tambah/kurang
e. Lakukan pengujian untuk menentukan apakah pengembalian pajak daerah
kepada wajib pajak yang dilakukan dengan penerbitan SPMU pada tahun
anggaran perhitungan telah diperhitungkan dengan mengurangi nilai realisasi
penerimaan pajak daerah yang disajikan dalam lampiran pada ayat yang
bersangkutan. Bila belum dikurangkan, lakukan koreksi kurang sebesar
pengembalian pajak tersebut.

2. Pemeriksaan atas pos dana perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.


a. Lakukan pengujian untuk menentukan apakah neilai realisasi pendapatan pos
bagi hasil pajak telah mencakup seluruh hak daerah yang telah diterima oleh
kas daerah pada tahun anggaran perhitungan. Untuk itu, salinan rekening
Koran kas daerah yang diperoleh kemudian diteliti untuk menentukan apakah

Audit Siklus Pendapatan Page 14


terdapat transfer atas bagi hasil, DAU, DAK, dan Dana darurat yang dilakukan
pada tahun anggaran perhitungan dan telah diterima kas daerah, tercantum
pada sisi kredit rekening Koran kas daerah, serta telah dibukukan pada sisi
debit, tetapi belum dibukukan pada ayat bersangkutan dan belum disajikan
dalam lampiran perhitungan anggaran pendapatan. Apbila terjadi hal
demikian, lakukan koreksi tambah sejumlah transfer yang belum dibukukan
dan belum disajikan dalam lampiran tersebut. Lakukan koreksi kurang apabila
terjadi hal yang sebaliknya.
b. Lakukan verifikasi atas bukti-bukti penerimaan bagi hasil, DAU, DAK, dan
Dana Darurat berupa bukti transfer untuk menentukan apakah posting atas
penerimaan transfer tersebut telah sesuai dengan ayat pendapatan yang
bersangkutan. Apabila terjadi kesalahan pembebanan, lakukan koreksi tambah
dan koreksi kurang pada masing-masing ayat dimaksud.
c. Lakukan konfirmasi pada instansi yang terkait dengan penyaluran bagi hasil
PBB, seperti KPP, dan kantor cabang BI setempat, untuk menentukan apakah
jumlah bagi hasil PBB yang diterima oleh kas daerah dan dibukukan pada ayat
pendapatan bagi hasil PBB yang adalah pendapatan bruto, termasuk upah
pungut PBB yang menjadi hak daerah. Apabila pendapatan tersebut disajikan
neto, maka lakukan koreksi tambah pada ayat pendapatan bagi hasil PBB
sebesar upah pungut PBB sekaligus lakukan juga koreksi tambah pada pasal
belanja lain-lain biaya upah pungut PBB.
d. Apabila terjadi penyaluran bagi hasil PBB yang bukan haknya, dan apabila
sampai akhir tahuan anggaran bagi hasil tersebut belum dikembalikan dan
tidak disajikan sebagai pendapatan dalam perhitungan UKP tahun anggaran
perhitungan pemerintah daerah yang bersangkutan, lakukan koreksi kurang
pada lampiran ayat pendapatan bagi hasil PBB sebesar pendapatan bagi hasil
PBB yang bukan haknya dan lakukan pula koreksi tambah pada pendapatan
UKP sebesar bagi hasil PBB yang bukan haknya.
e. Berdasarkan kasus pada poin D, dan oleh pemerintah penerima bagi hasil PBB
yang tidak semestinya, pada tahun anggaran perhitungan bagi hasil PBB
tersebut telah dikembalikan kepada pemda yang seharusnya, tetapi nilainya
lebih dari jumlah yang menjadi haknya, dan ternyata kelebihan pengeluaran
tersebut tidak dimuat dalam belanja, maka lakukan koreksi tambah sebesar
kelebihan tersebut atas belanja dan lakukan pula koreksi pada sisi pendapatan

Audit Siklus Pendapatan Page 15


sejumlah bagi hasil PBB yang menjadi hak pemda yang semestinya dan pada
sisi belanja sejumlah yang dikembalikan (termasuk kelebihannya).

3. Pemeriksaan piutang pajak dan retribusi


a. Meminta atau membuat daftar umur piutang pada akhir tahun berjalan.
b. Memeriksa kebenaran penjumlahan dan menelusuri ke neraca saldo.
c. Menelusuri saldo piutang individual ke kartu piutang.
d. Melakukan pengujian terhadap umur piutang.
e. Melakukan konfirmasi positif untuk semua piutang yang bersaldo diatas
10.000.000 dan mengirimkan konfirmasi negative untuk semua piutang yang
bersaldo 10.000.000 ke bawah.
f. Memeriksa surat konfirmasi yang dikembalikan oleh kantor pos.
g. Memeriksa semua pengecualian yang dilaporkan dalam jawaban konfirmasi.
h. Jika terdapat konfirmasi positif yang tidak dijawab, tempuhlah prosedur
alternative.
i. Periksalah transaksi penjualan dan pengiriman barang untuk beberapa hari
sebelum dan setelah tanggal neraca untuk menentukan ketepatan batas waktu
penjualan
j. Tentukan apakah terdapat penjaminan dan penjualan piutang untuk memenuhi
kebutuhan kas

Audit Siklus Pendapatan Page 16


k. Periksalah apakah tercatat piutang kepada pejabat, karyawan atau pihak lain.
Jika ada, hatus diungkapkan dalam laporan keuangan
l. Periksa apakah terdapat piutang bersaldi kredit untuk mempertimbangkan
perlu atau tidaknya reklasifikasi
4. Pemeriksaan cadangan kerugian piutang
a. Minta atau buatkan suatu analisis tentang beban kerugian piutang dan
cadangan kerugian piutang untuk tahun berjalan
b. Temukan apakah penghapusan piutang telah dilakukan dengan tepat
c. Periksalah persetujuan penghapusan piutang
d. Periksalah jumlah penghapusan piutang
e. Tentukan kelayakan saldo cadangan kerugian piutang pada akhir tahun
berjalan

Audit Siklus Pendapatan Page 17


Audit Siklus Pendapatan Page 18
SIMPULAN
1. Pendapatan daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk
membiayai berbagai pengeluaran pemerintah yang berhubungan dengan tanggung
jawabnya sebagai pelayan publik (public service). Pendapatan daerah pada dasarnya
merupakan penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan
utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) No. 2 tentang Laporan
Realisasi Anggaran, mendefinisikan : “pendapatan sebagai semua penerimaan
rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah“. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang
dimaksud dengan pendapatan daerah adalah “Hak Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.“
2. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang RI
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang RI No 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
sumber-sumber pendapatan bagi daerah terdiri atas:(1) Pendapatan Asli Daerah
(PAD);(2)Dana Perimbangan;(3)Lain-Lain Pendapatan yang sah:(4)Piutang Pajak dan
Retribusi.
3. Tujuan adanya audit siklus pendapatan adalah mengungkapkan ada atau tidaknya
salah saji material dalam Pos Pendapatan Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain
Pendapatan yang sah.
4. Pemahaman atas struktur pengendalian siklus pendapatan daerah meliputi
pertimbangan lingkungan pengendalian,system akuntansi,dan prosedur
pengendalian.Pemahaman atas aspek-aspek yang berlaku pada pengendalian internal
diperoleh melalui review pengalaman sebelumnya dengan klien,mengajukan
pertanyaan kepada manajemen atau personil lainnya, memeriksa bagian yang relevan
dari buku pedoman, catatan, dan dokumen lainnya, serta mengobservasi aktivitas
siklus pendapatan.Pemahaman ini didokumentasikan dalam formulir kuesioner yang
lengkap,bagan arus,dan atau memorandum naratif.
5. Risiko bawaan dari sikus bawaan dapat disebabkan oleh tingkat volume transaksi.
Tingginya volume transaksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji.

Audit Siklus Pendapatan Page 19


Semakin tinggi volume transaksi maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pencatatan transaksi tersebut.
6. Jenis Koreksi Atas Pembukuan Pendapatan adalah kesalahan pembukuan/penyajian
saldo awal tahun anggaran/sisa perhitungan anggaran tahun lalu,esalahan pembukuan/
penyajian pendapatan daerah,kesalahan pembukuan/penyajian saldo akhir tahun
anggaran/sisa perhitungan anggaran tahun anggaran perhitungan,esalahan penyajian
dalam daftar lampiran perhitungan anggaran Tahun Anggaran Perhitungan.Kesalahan
yang wajib dikoreksi oleh auditor, yang terdiri atas kesalahan pembukuan,kesalahan
pembebanan,dan kesalahan penjumlahan dan pengurangan angka.
7. Petunjuk pemeriksaan pos per pos
 Pemeriksaan atas pos Pendapatan Asli Daerah
a. Verifikasi atas bukti-bukti penerimaan
b. Konfirmasi kepada instansi terkait
c. Dari hasil konfirmasi tersebut, dapat diketahui adanya kesalahan
penyetoran atas pendapatan
d. Koreksi tambah sebesar kelebihan
e. pengujian untuk menentukan apakah pengembalian pajak daerah
kepada wajib pajak yang dilakukan dengan penerbitan SPMU pada
tahun anggaran perhitungan telah diperhitungkan dengan mengurangi
nilai realisasi penerimaan pajak daerah yang disajikan dalam lampiran
pada ayat yang bersangkutan
 Pemeriksaan atas pos Dana Perimbangan
a. Verifikasi atas bukti-bukti penerimaan
b. Konfirmasi kepada instansi terkait
c. Dari hasil konfirmasi tersebut, dapat diketahui adanya kesalahan
penyaluran
d. Koreksi tambah sebesar kelebihan

HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENDAPATAN DAERAH


TAHUN ANGGARAN 2004 DAN 2005
PADA KABUPATEN SIDOARJO DI SIDOARJO
Semester II Tahun 2005
GAMBARAN UMUM

Audit Siklus Pendapatan Page 20


1. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan Pemeriksaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2004 dan 2005 adalah untuk
mengetahui, menguji, dan menilai apakah :
a. Pendapatan Daerah Kabupaten yang seharusnya menjadi hak daerah yang
bersangkutan telah diterima tepat waktu, dan dalam jumlah yang menjadi haknya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pengelolaan Anggaran Pendapatan Daerah telah ditatausahakan atau dicatat secara
tertib, dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. Sistem pengendalian menajemen pengelolaan anggaran pendapatan daerah telah
cukup memadai.
2. Sasaran Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan terhadap pendapatan daerah yang berasal dari :
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Hasil/Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
e. Dana Perimbangan.
3. Metodologi Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan secara uji petik atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pendapatan daerah, melakukan konfirmasi dengan pejabat satuan kerja dan pelaksana
pendapatan yang terkait serta pengecekan di lapangan.
4. Jangka Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan dilaksanakan dari Tanggal 7 September 2005 sampai dengan 1 Oktober
2005.
5. Obyek yang diperiksa
a. Pemeriksaan dilakukan atas Pendapatan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran
2004 dan 2005.
b. Anggaran dan realisasi
c. Anggaran dan realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran
2004 dan 2005 (s.d. Juli) adalah sebagai berikut:

Audit Siklus Pendapatan Page 21


Audit Siklus Pendapatan Page 22
HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan ketentuan pasal 23E Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973, Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) telah melakukan pemeriksaan atas
Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2004 dan 2005 pada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo di
Sidoarjo. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Standar Audit
Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan oleh BPK-RI.
Pendapatan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2004 dan 2005 terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Realisasi Pendapatan
Asli Daerah pada tahun 2004 melebihi target yang ditetapkan, yaitu pada tahun 2004
dianggarkan sebesar Rp115.924.633.310,00 dan terealisasi sebesar Rp128.834.195.079,68
atau 111,14% dan tahun 2005 dianggarkan sebesar Rp125.251.789.300,00 realisasinya
sampai dengan Juli 2005 sebesar Rp69.675.219.280,80 atau baru mencapai 55,63% dari
anggaran. Bagian Dana Perimbangan Tahun 2004 dianggarkan sebesar
Rp466.486.041.000,00 dan terealisasi sebesar Rp504.497.383.005,00 atau 108,15%.
Sedangkan tahun 2005 (s.d Juli) dianggarkan sebesar Rp491.477.399.000,00 dan terealisasi
sebesar Rp278.148.260.786,00 atau baru mencapai 56,59%. Lain-lain Pendapatan yang Sah
Tahun 2004 dianggarkan sebesar Rp20.180.000.000,00 terealisir sebesar
Rp25.180.000.000,00 atau 125%, sedangkan tahun 2005 dianggarkan sebesar
Rp18.320.000.000,00 namun sampai dengan pemeriksaan berakhir belum teralisir.
Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern menunjukkan bahwa sistem
pengendalian intern telah dirancang dan diterapkan secara memadai. Pengendalian intern
memberikan keyakinan memadai kepada manajemen bahwa penerimaan pendapatan telah
dilaksanakan dengan otorisasi manajemen dan dicatat semestinya. Karena adanya
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern, kekeliruan atau ketidakberesan dapat
saja terjadi dan tidak terdeteksi. Hal tersebut tercermin dalam temuan-temuan pemeriksaan.
Tanpa mengurangi keberhasilan yang telah dicapai, hasil pemeriksaan menunjukkan ada
kelemahan, sehingga menghasilkan temuan sebagai berikut:
1. Penerimaan daerah dari sumber daya alam berupa gas alam kurang diterima sebesar
Rp23.489.026.528,00.
2. Pengelolaan Terminal Bungurasih dilaksanakan tidak sesuai perjanjian kerjasama.
3. Penetapan target Retribusi Parkir di Jalan Umum tidak didasarkan potensi yang
sebenarnya (riil).
4. Ketetapan Pajak Parkir tidak sesuai ketentuan sebesar Rp89.370.300,00.

Audit Siklus Pendapatan Page 23


5. Penerimaan Retribusi Pasar Krian tidak dapat direalisasikan sebesar
Rp615.572.500,00.
6. Sebanyak 14 pasar belum ditingkatkan menjadi pasar kelas I.
7. Pemberian keringanan ketetapan pajak dan retribusi belum diatur dengan ketentuan.
8. Pendapatan Puskesmas Tarik yang berasal dari pelayanan unit kamar operasi belum
diatur dengan Peraturan Daerah.

REFERENSI

Audit Siklus Pendapatan Page 24


1. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan.
5. Bastian, Indra. Audit Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. 2007.
6. Mahmudi. Manajemen Keuangan Daerah. Erlangga. Jakarta. 2010
7. Murwanto, Rahmadi; Adi Budiarso; Fajar Hasri Ramadhana. Audit Sektor Publik :
Suatu Pengantar Bagi Pembangunan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Lembaga
Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntabilitas Pemerintah.Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan RI.2008.
8. Boynton,William.C dkk.Modern Auditing.Erlangga.Jakarta.2003.
9. Badan Pemeriksa Keuangan.Hasil Pemeriksaan Atas Pendapatan Asli Daerah Tahun
Anggaran 2004 dan 2005 Pada Kabupaten Sidoarjo di Sidoarjo.[online]
(http://www.bpk.go.id/doc/hapsem/2005ii/apbd/137.pdf,diakses tanggal 25 Maret
2013)

Audit Siklus Pendapatan Page 25

Anda mungkin juga menyukai