A. PENDAPATAN DAERAH
Pengertian Pendapatan Daerah
Di dalam keuangan daerah terdapat hak-hak daerah yang dapat dinilai dengan
uang yang tercermin dalam pendapatan daerah. Pendapatan daerah yang dipungut
oleh Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk membiayai berbagai pengeluaran
pemerintah yang berhubungan dengan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik
(public service). Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah
dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan. Untuk mendapatkan pengertian yang
lebih jelas dan tepat mengenai pendapatan, di bawah ini dikemukakan beberapa
definisi mengenai pendapatan daerah.
1. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) No. 2 tentang Laporan Realisasi
Anggaran, mendefinisikan : “pendapatan sebagai semua penerimaan rekening
Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode
tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah“.
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan
pendapatan daerah adalah “Hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.“
(UU RI No. 32 tahun 2004 pasal 160) DBH dari penerimaan PBB sebesar 90%
dibagikan kepada Daerah dengan rincian sebagai berikut :
1. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi
yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
provinsi;
2. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke
Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; dan 3. 9% (sembilan
persen) untuk biaya pemungutan.
DBH dari penerimaan BPHTB sebesar 80% disalurkan dengan rincian sebagai
berikut :
1. 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan
disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; dan
2. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota
penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
kabupaten/kota.
Sisa dana bagi hasil dari penerimaan BPHTB sebesar 20% merupakan bagian
pemerintah dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten
dan kota.
DBH dari penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH) dan Propinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dibagi dengan
imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah. DBH dari
penerimaan kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan
perimbangan 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah. Bagian
pemerintah digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional,
sedangkan dana rebiosasi bagian daerah digunakan untuk kegiatan rahabilitasi
hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.
DBH dari Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang
menjadi bagian daerah 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran
pendidikan dasar dengan imbangan 0,1% dibagikan untuk propinsi yang
bersangkutan; 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil dan 0,2%
dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan.
DBH dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan oleh daerah
yang bersangkutan dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang
bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk seluruh
kabupaten/kota lainnya dalam privinsi yang bersangkutan.
b. Dana Alokasi Umum
Kebijakan perimbangan keuangan membawa dampak terhadap semakin
besarnya kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah, khususnya karena
setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan daerah yang berbeda-beda.
Dengan kata lain daerah yang mempunyai potensi PBB, BPHTB dan SDA
yang besar akan memperoleh penerimaan yang besar, daerah yang potensinya
kecil tentunya akan mendapatkan pendapatan yang kecil juga. Pengaturan
Dana Alokasi Umum (DAU) diarahkan untuk mengurangi kesenjangan
tersebut, yang berarti daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang relatif
besar akan memperoleh DAU yang relaif kecil demikian pula sebaliknya.
Pasal 1 UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : “Dana
Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi”.
Selanjutnya dari jumlah DAU 90%, yang ditujukan untuk kabupaten dan kota,
maka setiap kabupaten dan kota akan mendapatkan DAU sesuai dengan hasil
perhitungan “Formula DAU” yang ditetapkan berdasarkan Celah Fiskal dan
Alokasi Dasar. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 40 yaitu:
1. DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang
terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.
2. Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih
antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.
3. Kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dengan
menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks
Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita,
dan Indeks Pembangunan Manusia.
4. Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur
berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH.
5. Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Wajiib pajak melakukan pembayaran pajak pada bank persepsi atau kantor pos yang
telah ditunjuk dan ditujukan kepada Rekening Kas Daerah.
Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil
a. DBH Pajak (PBB, BPHTB, PPh WPOPDN, dan PPh pasal 21)
DBH PBB dan BPHTB disalurkan dengan cara pemindahbukukan dari
Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah secara
mingguan. Penyaluran tersebut dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan
tahun anggaran berjalan.
b. DBH Sumber Daya Alam
Proses Pemeriksaan
Proses pemeriksaan atas siklus pendapatan mencakup pemeriksaan atas:
1. Pendapatan Daerah, meliputi : pos pajak daerah, retribusi laba, bagian laba usaha
daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah.
2. Dana Perimbangan, mencakup : bagi hasil pajak, bukan pajak, DAU, DAK, dana
perimbangan dari pusat.
3. Lain-lain pendapatan yang sah
Materialitas Dan Risiko Audit
Transaksi-transaksi dalam siklus pendapatan sangat berpengaruh terhadap laporan
keuangan. Kesalahan dalam membedakan antara pendapatan yang diterima secara
tunai dengan pendapatan yang diterima secara kredit (piutang) akan menimbulkan
salah saji dalam laporan keuangan. Risiko bawaan dari sikus bawaan dapat
disebabkan oleh tingkat volume transaksi. Tingginya volume transaksi akan
memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji. Semakin tinggi volume transaksi
maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pencatatan
transaksi tersebut.
Jenis Koreksi Atas Pembukuan Pendapatan
REFERENSI