Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah
digunakan secara luas di deluruh dunia untuk pengolahan air limbah. Proses ini secara prinsip
merupakan proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2, H2O, NH4, dan
sel biomassa baru. Suplai oksigen biasanya dengan menghembuskan udara secara mekanik.
Sistem pengolahan air limbah dengan biakan tersuspensi yang paling umum dan telah
digunakan secara luas yakni proses pengolahan dengan sistem lumpur aktif (activated sludge
process).
Lumpur aktif merupakan massa biologik kompleks yang dihasilkan bila limbah organik
diberi penanganan secara aerobik. Lumpur akan mengandung berbagai ragam mikroorganisme
heterotrof termasuk bakteri, protozoa, dan bentuk kehidupan yang lebih tinggi (Laksmi dkk.,
1993). Dengan kata lain, lumpur aktif merupakan campuran antara lumpur dan mikroorganisme
yang memiliki kemampuan untuk mengolah limbah

Gambar 2.1 Sistem Lumpur Aktif Konvensional (Sumber: Teknologi Pengolahan Limbah
Tekstil Dengan Sistem Lumpur Aktif)

Pada tangki aerasi terjadi oksidasi aerobic material organic. Effluent pertama masuk
dan tercampur dengan lumpur aktif balik (Return Activated Sludge) membentuk lumpur
campuran yang mengandung padatan tersuspensi sekitar 1500-2500 mg/L. Aerasi dilakukan
secara mekanik. Karaktersitik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa.
Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama dibanding
waktu tinggal hidrauliknya (Sterrit dan Lester, 1988). Keadaan tersebut membuat sejumlah
besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organic dalam waktu yang singkat. Waktu
tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4-8 jam.
Tangki sedimentasi (clarifier) digunakan untuk mengendapkan flok mikroba (lumpur)
yang dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa
sebagian dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk lumpur aktif
balik kedalam tangki aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara
makanan dan mikroorganisme (F/M).

Dalam reactor mikroorganisme mendegradasi bahan-bahan organik dengan persamaan


stoikiometri pada reaksi di bawah ini (Metcalf dan Eddy,1991):

Nutrisi yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah dalam lumpur aktif
konvensioanal diberikan sesuai dengan perbandingan BOD:N:P = 100:5:1. Glukosa digunakan
sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen, KH2PO4 sebagai sumber phospor.
Dalam percobaan ini nutrisi yang diberikan bagi mikroba berupa limbah air sintetis. Hal ini
dimaksudkan agar penentuan efisiensi pengolahan limbah dalam lumpur aktif konvensional
dapat dihitung dengan lebih akurat.

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam liter sampel air, dimana pengoksidasi
K2Cr2O7digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Dengan mengukur nilai COD
diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi
terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap
senyawa yang sukar/ tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).
Variabel perencanaan yang umum digunakan dalam proses pengolahan air limbah
dengan sistem lumpur aktif adalah sebagai berikut:
a. Beban BOD
Beban BOD adalah jumlah massa BOD didalam air limbah yang masuk dibagi dengan
volume reaktor. Untuk proses lumpur aktif standar beban BOD umumnya berkisar
antara 0,3 – 0,8 kg/m3 hari (JSWA,1979).
b. Mixed-Liquor Suspended Solids (MLSS)
Isi di dalam bak aerasi pada proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif
disebut sebagai mixed liqour yang merupakan campuran antara air limbah dengan
biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah jumlah total
dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di
dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur
campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur
105o C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.

c. Mixed-Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)


Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik
bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence,
1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada
600 – 650oC, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS. Konsentrasi biomassa atau
organisma dinyatakan dalam mg/L VSS (Volatile Suspended Solid). Prinsip
pengukuran berdasarkan gravimetri, yaitu analisa berdasarkan penimbanganberat dan
dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan dan penimbangan.

d. Food to Mass Ratio (F/M)


Parameter ini menujukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi dengan
jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor. Besarnya nilai F/M
umumnya ditunjukkan dalam kilogram BOD per kilogram MLLSS per hari. Rasio F/M
dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif dari bak pengendapan
akhir yang disirkulasi ke bak aerasi. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi
pula rasio F/M-nya. Untuk pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif
konvensional atau standar, rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 kg BOD5 per kg MLSS per hari,
tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986).
Rasio F/M yang rendah menujukkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam
kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien.

e. Hidraulic Retention Time (HRT)


Waktu tinggal hidrolik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh air limbah
masuk dalam bak atau tangki aerasi. Untuk proses lumpur aktif, nilainya berbanding
terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D).
f. Rasio Sirkulasi Lumpur
Ratio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan
ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi.

g. Umur Lumpur
Umur lumpur sering disebut waktu tinggal rata-rata sel (mean cell residence time).
Parameter ini menujukkan waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem
lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba
dalam bak aerasi dapat dalam hitungan hari. Parameter ini berbanding terbalik dengan
laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5-15 hari untuk sistem
lumpur aktif konvensional. Pada musim dingin dapat menjadi lebih lama dibandingkan
pada musim panas. Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah
beban organik atau beban BOD, suplai oksigen, dan pengendalian dan operasi bak
pengendapan akhir. Bak pengendapan akhir ini mempunyai dua fungsi yakni untuk
penjernihan (clarification) dan pemekatan lumpur (thickening).

Budiastuti, Herawati. 2011. Lumpur Aktif Konvensional. Bandung : Politeknik Negeri


Bandung.

Hammer, M.J.,. 1986. Water and Wastewater Technology. Wiley, New York.

Herlambang, Arie. 2009. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif.
Dalam : http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html

Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disporal, Reuse. McGraw-Hill
Book Company. New Delhi
Said, Nusa Idaman. 2007. Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Proses Lumpur Aktif
Yang Diisi Oleh Media Bioball. BPPT

Anda mungkin juga menyukai