Anda di halaman 1dari 32

PERSALINAN PATOLOGIS

1. Definisi Persalinan Patologis.


Persalinan patologis disebut juga dengan dystocia berasal dari
bahasa Yunani. Dys atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya
persalinan. Persalinan patologis adalah persalinan yang membawa satu
akibat buruk bagi ibu dan anak. (Departemen of Gynekologi, 1999).
Sementara persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang
dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap
selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam persentase
belakang kepala usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, setelah
persalinan ibu dan bayi dalam kondisi sehat. (Depkes, 2002).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Wikjiosastro, 2002).
Sementara menurut Irene dan Margaret (2002) persalinan adalah proses
bergeraknya janin, plasenta dan membrane keluar dari uterus yang tidak
disadari yang menghasilkan affacement dan dilatasi cerviks yang
menghasilkan persalinan.
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang,sulit atau abnormal
yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor
persalinan
a. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif
atau akibat upaya mengedan ibu
b. Perubahan struktur pelvis
c. Sebab-sebab pada janin melalui kelainan presentasi atau kelainan
posisi,bayi besar dan jumlah janin
d. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
e. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman,persiapan,budaya serta sistem pendukung
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi persalinan patologis
a. Power adalah kekuatan oleh adanya His atau Kontraksi rahim.
Kontraksi rahim terjadi sejak awal persalinan yaitu pada kala I. His
yang tidak adekuat dapat mengakibatkan persalinan patologis pada setiap
kala persalinan. Pada awal kala I his masih jarang yaitu satu kali dalam
15 menit dan kekuatan 20 detik, semakin lama makin cepat, yaitu 3 kali
dalam 10 menit dengan kekuatan 60 detik, yang memerlukan waktu
sekitar 8 sampai 12 jam pada primi para dan 12 jam pada multi para.
Bila kontraksi rahim tidak adekuat, dapat mengakibatkan serviks sebagai
jalan lahir tidak terbuka. Oleh karena itu untuk merangsang kontraksi
rahim dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan sintosinon
drip. Apabila kemajuan persalinan juga tidak ada maka biasanya
dilakukan tindakan bedah yaitu dengan seksio sesaria (Sarwono, 2005).
Pada kala II, yaitu sejak pembukaan jalur pertama jalan lahir
lengkap, bila kontraksi rahim tidak adekuat maka dilakukan induksi
persalinan dengan menggunakan sintosinon drip. Apabila ibu kelelahan
dan tidak mampu untuk mengedan untuk menyelamatkan ibu dan janin
dilakukan tindakan pertolongan persalinan dengan menggunakan Vakum
ekstraksi untuk melahirkan kepala. (Sarwono, 20005).
Kala III persalinan adalah kala pengeluaran uri, Uri lahir sekitar 10
sampai 15 menit setelah anak lahir. Jika uri belum lahir lebih dari 30
menit, kemungkinan masalah pada kala III yaitu uri tertahan akibat
kontraksi rahim tidak ada, selain itu uri lengket erat pada dinding rahim,
hal ini dapat mengakibatkan pendarahan. Untuk merangsang rahim
dilakukan manajemen aktif kala III yaitu: Pemberian sintosinon satu
ampul, disuntik dengan intra muskuler. Melakukan message pada rahim,
peregangan pusat terkendali. Apabila uri tidak lahir dilakukan Manual
plasenta yaitu memasukkan tangan kedalam rahim untuk melahirkan uri.
(Pusdiknakes, 2003).
Kala IV persalinan yaitu sejak uri lahir sampai 2 jam pasca
persalinan. Kala IV disebut juga dengan kala pengawasan. Kemungkinan
terjadi pendarahan masih ada akibat kontraksi rahim yang tidak ada,
robekan jalan lahir, Uri tertinggal sebagian dan adanya gangguan
pembekuan darah. Peredaran selama persalinan dianggap patologis
apabila perdarahan lebih dari 500 CC ( Sarwono 2005)
b. Passage ( jalan lahir)
Waktu persalinan anak akan melewati jalan lahir, yang terdiri dari
tulang dan otot. Tulang panggul terdiri dari tiga bidang, yaitu pintu
bawah panggul. Selain itu otot-otot vagina dan perineum apabila kaku
dapat menghalangi lahirnya anak. Bila salah salah satu ukuran panggul
tersebut tidak normal, janin tidak dapat melewati jalan lahir sehingga
harus dilahirkan dengan seksio sesaria, vakum ekstraksi.
c. Passenger (anak)
Berat anak yang normal adalah 2500 sampai 4000 gram. Apabila
ukuran anak melebihi 4000 gram anak tidak bisa melewati jalan lahir.
Untuk mencegah macet persalinan dan robekan jalan lahir yang luas dan
aspeksia pada janin biasanya dilakukan persalinan dengan tindakan
seksio sesaria.
d. Posisi Ibu
Posisi ibu mempengaruhi anatomi dan fisiologi penyesuaian untuk
kelahiran. Posisi yang benar memberi keuntungan . perobahan posisi
sering menghilangkan letih, penambahan kenyamanan dan memperbaiki
sirkulasi. Posisi yang benar termasuk jongkok, berdiri jalan. Dalam posisi
yang benar dapat membantu penurunan janin, kontraksi uterus umumnya
lebih kuat dan kuat dan juga efisien untuk dilatasi servik, menghasilkan
persalinan yang lebih pendek, cepat. Dalam penambahan posisi benar,
mengambil posisi yang benar menurunkan timbulnya tekanan tali
umbilicalis.
3. Peran Karakteristik Ibu dalam Persalinan Patologis
a) Umur
Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum
tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibanya apabila ibu hamil pada
umur ini mungkin mengalami persalinan lama atau macet, karena
ukuran kepala bayi lebih besar sehingga tidak dapat melewati
panggul. Sedangkan pada umur ibu yang lebih dari 35 tahun,
kesehatan ibu sudah mulai menurun, jalan lahir kaku, sehingga
rigiditas tinggi. Selain itu beberapa penelitian yang dilakukan bahwa
komplikasi penelitian yang dilakukan bahwa komplikasi kehamilan
yaitu Preeklamasi, Abortus, partus lama lebih sering terjadi pada usia
dini. Lebih dari 35 tahun akibatnya ibu hamil. Lebih dari 35 tahun.
Pada zaman dahulu akibanya ibu hamil pada usi ini mungkin lebih
besar anak cacat, persalinan lama, yaitu lebih dari 12 jam pada primi
para dan lebih dari 12 jam dan 8 jam pada multi para. Selain itu
dapat mengakibatkan perdarahan karena uterus tidak berkontraksi
(Depkes, 2001).
b) Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu. Sampai
dengan paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil.
Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan
otot-otot rahim selama 9 bulan kehamilan. Akibat regangan tersebut
elastisitas otot-otot rahim tidak kembali seperti sebelum hamil
setelah persalinan. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan,
semakin dekat jarak kehamiilan dan kelahiran, elastisitas uterus
semakin terganggu, akibatnya uterus tidak berkontraksi secara
sempurna dan mengakibatkan perdarahan pasca kehamilan
(Sarwono, 2005).
c) Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi, yang bekerja di sektor
formal mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi tentang
kesehatan, lebih aktif menentukan sikap dan lebih mandiri
mengambil tindakan perawatan. Rendahnya pendidikan ibu,
berdampak terhadap rendahnya pengetahuan ibu. Untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah pengetahuan ibu,
makin sedikit keiinginan memanfaatkan pelayanan kesehatan
(Rukmini, 2005).
d) Perilaku Ibu
Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas
seseorang yang merupakan hasil bersama baik eksternal maupun
internal. Seorang ahli pedidikan membagi perilaku kedalam 3
domain: pengetahuan, sikap dan tindakan. Bila perilaku didasari
rendah pengetahuan akan langgeng dari yang tidak didasari
pengetahuan (Rogers, 1974). Ibu hamil harus berperilaku sehat, agar
kehamilan tidak mempunyai masalah yang dapat mengakibatkan
komplikasi dalam persalinan. Adapun perilaku ibu selama hamil
meliputi: kunjungan, asupan gizi, makan tablet zat besi sejak
kehamilan 20 mg, senam hamil, perawatan jalan lahir, pemanfaatan
layanan kesehatan. (Syaiffudin, 2005).
Untuk memantau kondisi kesehatan ibu, pertumbuhan dan
perkembangan janin, serta mendeteksi dini masalah dan komplikasi
selama kehamilan, ibu dianjurkan memeriksakan kehamilan minimal
4 kali: yaitu 1 kali pada trimester pertama, satu kali selama trimester,
trimester dua dan dua kali pada trimester ketiga. Selain itu untuk
meningkatkan kondisi kesehatan ibu waktu kunjungan diberi
informasi mengenai perawatan kehamilan, bahaya kehamilan.
e) Asupan gizi selama hamil penting untuk uterus, plasenta dan janin.
Oleh karena itu jika asupan gizi kurang dapat menyebabkan
malnutrisi ultra utrin, yang mengakibatkan berat badan bayi lahir
rendah. sebaliknya bila ibu hamil makan berlebihan dapat
menyebabkan bayi besar, yang dapat mengakibatkan anak sulit lahir
melewati jalan lahir. Adapun asupan gizii selama hamil meliputi
karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin.

I. Teori yang mempengaruhi proses persalinan


1) Teori Keregangan
(a) Otot rahim mempunyai kamampuan meregang dalam batas tertentu
(b) Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai
2) Teori Penurunan Progesteron
(a) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana
terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu
(b) Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih
sensitif terhadap oksitocin
(c) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesteron tertentu
3) Teori Oksitocin Internal
(a) Oksitocin dekeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior
(b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah
sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton
Hicks
(c) Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka
oksitocin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat
dimulai
4) Teori Prostaglandin
(a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu yang
dikeluarkan oleh decidua
(b) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan
(c) Prostaglandin dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan
5) Teori hipotalamus – hipofise dan Glandula suprarenalis
(a) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering
terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuknya hipotalamus
(b) Pemberian kortikosteroid yang dapt menyebabkan maturitas janin,
induksi (mulainya) persalinan
(c) Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan

II. Adaptasi fisiologis ibu intranatal dan postnatal


 Perubahan kardiovaskuler
Pada setap kontraksi , 400 mil darah di keluarkan dari uterus dan masuk kedalam
sistem vaskular ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sektiar 10% sampai
15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% samapi 50% pada tahap ke
dua persalinan.
Perawat dapat mengantisipasi perubahan tekanan darah. Ada beberapa faktor yang
mengubah tekanan darah ibu. Aliran darah yang menurun pada arteri uterus
akibat kontraksi, di arahkan kembali ke pembuluh darah ferifer. Timbul tekanan
ferifer tekanan darah meningkat, dan frekwensi denyut nadai melambat. Pada
tahap pertama persalinan kontraksi uterus meningkatkan tekanan sistolik sampai
sekitar 10mmhg. Pada tahap ke dua kontraksi dapat meningkatkan tekanan sistolik
samapai 30mmhg dan tekanan diastolik sampai 20mmhg.selama wanita
melakukan manuver valsalva janin dapat mengalami hipoksia . proses ini pulih
kembali saat wanita menarik nafas.
Ibu memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami hipotensi supine, jika
pembesaran uterus berlebihan akibat kehamilan kembar , hidramion, obesitas atau
dehidrasidan hipovolemia. Selain itu rasa cemas dan nyeri serta penggunaan
analgesik dan anestetik dapat menyebabkan hipotensi.
Sel darah putih (SDR) meningkat, sering kali sampai 25.000/mm. Terjadi
beberapa perubahan pembuluh darahh perifer, kemungkinan sebagi respon
terhadap dolatasi seviks atau kkompresi pembuluh darah ibu oleh janin yang
melalui jalan lahir.pipi jadi merah kaki panas atau dingin, yang terjadi prolaps
hemoroidsistem pernapasan juga beradaptasi. Peningkatan aktifitas fisik dan
peningkatan pemakaian oksigen, terlhat dari peningkatan ferkwensi pernafasan.
Hiper ventilasi dapat meneyebabkan alkalosis respiratorik, ( pH meningkat),
hipoksia dan hipokapnea ( karbon dioksida menurun).
 Perubahan pada ginjal
Pada trimester ke dua,kandung kemih menjadi abdomen. Apabila terisi, kandung
kemih dapat teraba di atas simfisis pubis. Selama persalinan, wanita dapat
mengalami kesulitan untuk berkemih secara spontan akibat berbagai alasan
edema jarinagn akibat tekanan bagian presentasi, rasa tidak nyaman, sedasi , dan
rasa malu. Proteinnuria +1 dapat di katakan normal dan hasil ini merupakan rusak
nya jaringan otot akibat keja fisik selama persalinan.
 Perubahan integumen
Adaptasi integumen jelas terlihat khusus nya pada daya intensibilitas daerah
intoitus vagina ( muara vagina), meskipun daerah itu deapat merengang , namun
dapat terjadi robekan-robekan kecil pada kulit sekitar introitus vagina sekalipun
tidak di lakukan episiotomi atau tidak terjadi laserasi.
 Perubahan muskuloskletal
Sistem muskuloskletal mengalami stres selam persalinan. Diaforesis, keletihan,
proteinuria (+1), dan kemungkinan peningkatan suhu menyertai peningkatan
aktifitas otot yang menyolok.
Nyeri punggung dan nyeri sendi ( tidak berkaitan dengan posisi janin) terjadi
sebagai akibat semakin rengang nya sendi pada masa aterm proses persalinan itu
sendiri dan pergerakan meluruskan jari-jari kaki dapat menimbulkan keram
tungkai.
 Perubahan neurologi
Sistem neurologi menunjukkan bahwa timbul sres dan rasa tidak nyaman selama
persalinan. Perubahan sensoris terjadi saat wanita masuk ke tahap pertama
persalinan dan saat masuk kesetiap tahap berikut nya. Mula-mula ia mungkin
merasa euforia, euforia membuat wanita menjadi srius dean kemudian
mengalami amnesia di antara traksi di tahap ke dua. Akhir nya wanita merasa
sanagt senang atau merasa letih setelah melahirkan,. Endofrin endogen ( senyawa
mirip morfin yang di produksi tubuh secara alami) meningkatkan ambang nyeri
dan menimbulkan sedasi. Selainn itu anestesia fisiologis jaringan perineum, yang
di timbulkan tekanan bagian presentasi, menurunkan persepsi nyeri.
 Perubahan pencernaan
Persalinan mempengaruhi sistem pencernaan wanita. Bibir dan mulut dapat
menjadi kering akibat wanita bernafas melalui mulut, dehidrasi dan sebagai
respon emosi terhadap persalinan. Motilitas dan absorbsi saluran cerna menurun
dan waktu pengososangan lambung menjadi lambat. Wannita seringkali merasa
mual dan memuntahkan makanan yang belum di cerna setelah bersalin,. Mual dan
sendawa juga terjadi sebagai respon refleks terhadap dilatasi sefiks lengakap. Ibu
dapat mengalami diare pada awal persalinan. Petrwat dapat meraba tinja yang
keras dan tertahan pada rektum.
 Perubahan endokrin
Sistim endeokrin aktif selama persalinan. Awitan persalinan dapat di akibatkan
oleh penurunan kadar progesteron dan peningkatan kadar estrogen, prostagladin
dan ositosin. Metabolisme meningkat dan kadar glukos a darah dapat menurun
akibat proses persalinan.

Sistem Reproduksi dan struktur Terkait


 UTERUS
Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut
involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-
otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus kira-kira sama
dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu ( kira-kira sebesar
grapefruit (jeruk masam) dan beratnya kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai lebih 1 cm di atas umbilikus .
Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat.
Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada haari pascapartum
keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis
pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascaprtum.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira0kira 500 gr (1 lb) 1 minggu setelah melahirkan dan 350
g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus
berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu ke enam, beratnya menjadi 50
sampai 60 kg.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
tergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi,
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar
hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yan gterbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil
Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, di
duga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembekuan bekuan. Hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis.
Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi bisa berkurang
dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi
uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intavena atau
intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsnag pelepasan oksitosin.
After pains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa
menimbulkan nyeri yang bertahan sepajang awal puer[erium. Rasa nyeri setelah
melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus teralu teregang
(misalnya, pada bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tembahan biasanya
meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsnag kontraksi uterus.
Tempat Plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan
trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bermodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan
pelepasan jaringan rekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuh luka. Proses penyembuhan yang unik ini
memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan
memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan di masa yang akan
datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca
partum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya
tidak selesai sampai enam mingggu setelah melahirkan.
Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali disebut lokia, mula-mula
berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas
ini dapat mengandung vekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir,
jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang
kelua selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia yang keluar harus
semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desisua serta debris
trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3
sampai 4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri dari darah lama (old blood),
serum, leukosit, dan devris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna
cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung
leukosit , desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan
selama dua sampai enam minggu setelah bayil ahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi perineum sulit dilakukan.
Cara mengukur lokia yang objektif dengan mengkaji jumlah cairan yang
menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap
peningkatan berat sebesar satu gram setara denagn sekitar satu mililiter darah.
Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu tidak
dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum dalam
waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita
yang mengganti tampon setelah 8 jam.
Lokia rubra yang menetap pad aawal periode pascapartum menunjukkan
perdarahan berlanjut sebagai akibat periode pascapartum menunjukkan
perdarahan berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang
tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke-10 pascapartum
menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih.
Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi
atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa menandakan
endometritis.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pascapartum adalah
lokia. Sumber umum ialah laserasi atau serviks yang tidak diperbaiki dan
perdarahan bukan lokia.
Serviks
Serviks menjadi lunak
Serviks menjadi lunk segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas (18) jam
pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Srviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa,
tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian
serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserisasi kecil-
kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks, yang
berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup sacara bertahap. Dua jari
mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai
hari ke-6 pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dpat dimasukkan
pada akhir minggu kedua.
Vagina dan Perineum
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hamil enam samapi 8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat walaupun tidak akan
semenonjol pada wanita nulipara. Pada umunya rugae akan memipih secara
permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya
sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring
pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah
pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak
nyaman saat koitus (dispareunia)menetap samapi fungsi ovarium kembali normal
da n menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas
larut air saat melakukan hubunagn seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada
daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan, atau
pengobatan dini hematoma dan higienea yang baik selama dua minggu pertama
setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dari
itoitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring
dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang
baik diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat jelas. Proses enyembuhan luka
episotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah,
panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tig aminggu.
Hemoroid (varises anus) umunya terlihat. Wanita sering menagalami gejala
terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang
pada waktu defekator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa mingggu
setelah lahir.
Topangan Otot Panggul
Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan
memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali sampai ke tonus semula. Istilah
relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan
permukaan struktur panggul.
SISTEM ENDOKRIN
Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang
diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormone human plasental lactogen
(hPL), estrogen, dan kortisol serta plasental enzyme insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna
pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu
pascapartum. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan
payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama
masa hamil.
Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan
dalam menekan ovulasi. Karena kadar FSH terbukti sama pada wanita menyusui
dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH
ketika kadar prolaktin meningkat. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap
meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum
dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama sekali menyusui, dan banyak
makanan tambahan yang diberikan. Setelah melahirkan, wanita tidak menyusui
mengalami penurunan kadar prolaktin, mencapai rentang sebelum hamil dalam 2
minggu.
ABDOMEN
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan
sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.
Pada keadaan tertentu, dengan atau tanpa ketegangan yang berlebihan, seperti
bayi besar atau hamil kembar, otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan
yang dinamai diastasis rekti abdominis. Apabila menetap, defek ini dapat dirasa
mengganggu pada wanita tetapi seiring perjalanan waktu, defek tersebut menjadi
kurang terlihat.
Sistem Urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira-kira 2 – 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi
ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.
Komponen Urin
Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif
pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang
meningkat selama masa pascapartum merupakan akibat otolisis uterus yang
berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga
menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama 1-2 hari setelah wanita melahirkan.
Asetonuria bias terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan
atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
Dieresis Pascapartum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Diuresis pascapartum, yang disebabkan
oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai
bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan
mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Uretra dan Kandung Kemih
Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali
disertai daerah-daerah kecil hemoragi akibat proses melahirkan. Kombinasi
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir,
dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun.
Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan,
laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex berkemih.
Penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi
kandung kemih.
SISTEM CERNA
Nafsu Makan
Segera setelah melahirkan atau setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,
anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar.
Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
Defekasi
BAB secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema
sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.
Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita
hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun
dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini
untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu
menyusui atau tidak.
SISTEM KARDIOVASKULER
Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya kehilangan
darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler.
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat
tetapi terbatas. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang
diakibatkan kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu bisa mentoleransi
kehilangan darah saat melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan
tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat
diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi
pada hari ketiga sampai kelima post patum.
Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita :
1. hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah
maternal 10%-15%.
2. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi
3. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita
hamil.
Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa
hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan
lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit
uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
v Pascapartum
 SISTEM MUSKULOSKELETAL
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum
antara lain:
1. Nyeri punggung bawah.
2. Sakit kepala dan nyeri leher.
3. Nyeri pelvis posterior.
4. Disfungsi simpisis pubis.
5. Diastasis rekti.
6. Osteoporosis akibat kehamilan.
7. Disfungsi rongga panggul.
 Nyeri punggung bawah.
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
 Sakit kepala dan nyeri leher.
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain
bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada
ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul
akibat setelah pemberian anestasi umum.
 Nyeri pelvis posterior.
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi
simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot
penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur.
Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu
untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat
maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa
nyeri.
 Disfungsi simfisis pubis.
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis
dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah
menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui
pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan
terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya
perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan
lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa
nyeri yang hebat.
 Diastasis rekti.
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada
tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap
linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering
terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen
dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih
ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
 Osteoporosis akibat kehamilan.
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai
dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak
dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal,
berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .
 Disfungsi dasar panggul.
Disfungsi dasar panggul, meliputi :
1. Inkontinensia urin.
2. Inkontinensia alvi.
3. Prolaps.
 SISTEM HEMATOLOGI
Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun
tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis adalah meningkatnya jumlah
sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap
tinggi selama beberapa hari pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih
akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi
patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi
dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah
dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka
pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang
lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah. Jumlah kehilangan darah
selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum
berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
 SISTEM REPRODUKSI
Terjadi perubahan-perubahan seperti:
1. Involusi uterus.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai
berikut:

Involusi Berat Diameter


Uteri Tinggi Fundus Uteri Uterus Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

7 hari Pertengahan pusat dan


(minggu 1) simpisis 500 gram 7,5 cm
14 hari
(minggu 2) Tidak teraba 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

1. Involusi tempat plasenta.


Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol
ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil,
pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas
plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis.
1. Perubahan ligamen.
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen
yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
1. Perubahan serviks.
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri
berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan
2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
1. Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Umumnya
jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas
saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat
berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml
1. Perubahan vulva, vagina dan perineum.
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam
keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak
sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan
selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami
robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan
episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga
tingkat tertentu.
TANDA-TANDA VITAL
Suhu badan.
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius. Pasca melahirkan,
suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat Celcius dari keadaan normal.
Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan
cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum, suhu badan
akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan payudara
membengkak, maupun kemungkinan infeksi pada endometrium,mastitis, traktus
genetalis ataupun sistem lain. Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius,
waspada terhadap infeksi post partum.
Nadi.
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan,
denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang
melebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan
post partum.
Tekanan darah.
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika
darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah
normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg.
Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum
merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum. Namun demikian, hal
tersebut sangat jarang terjadi.
Pernafasan.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit.
Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan
pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu
nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bias terlihat jika wanita dalam keadaan
normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol
maupun distol dapat timbul dan dapat berlangsung selama sekitar empat hari
setelah wanita melahirkan. (bowes,1991). Fungsi pernapasan kembali ke fungsi
saat wanita tidak hamil pada bulan ke enam setelah wanita melahirkan. Setelah
rahim kosong, diagfragma menurun, aksis jantung kembali normal, dan impuls
titik maksimum dan EKG kembali normal.
Tanda vital setelah melahirkan

Deviasi dari nilai normal dan penyebab


Temuan normal yang mungkin

Diagnosis sepsis puerperal baru dipikirkan,


Temperature jika suhu tubuh ibu meningkat sampai 380C
Selama 24 jam pertama dapat (100,40 F) setelah 24jam pertama setelah
meningkat sampai 38 derajat celcius bayi lahir dan terjadi lagi atau menetap
sebagai akibat efek dehidrasi persalinan. selama 2 hari. Kemungkinan lain ialah
Setelah 24jam wanita harus tidak mastitis, endometritis, infeksi saluran
demam kemih, dan infeksi sistemik

Denyut nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta
curah jantung tetap tinggi selama jam
pertama setelah bayi lahir. Kemudian
mulai menurun dengan frekuensi yang
tidak diketahui. Pada minggu ke-8
sampai ke-10 setelah melahirkan, Frekuensi denyut nadi yang cepat atau
denyut nadi kembali ke frekuensi semakin meningkat dapat menunjukkan
sebelum hamil. hipovolemia akibat perdarahan
Tekanan darah Tekanan darah yang rendah atau menurun
Tekanan darah sedikit berubah atau bias menunjukkan hipovolemia akibat
menetap. Hipotensi ortistatik yang perdarahan. Akan tetapi ini merupakan
diindikasikan oleh rasa pusing dan tanda yang lambat munculnya. Gejala lain
seakan ingin pingsan segera setelah perdarahan biasanya membuat staf
berdiri, dapat timbul dalam 48 jam waspada. Tekanan darah yang semakin
pertama. Hal ini merupakan alkibat meningkat bias disebabkan pemakaian
pembengkakan limpa yang terjadi vasopresor atau obat oksitoksik secara
setelah wanita melahirkan berlebihan.

Pernafasan
Pernapasan harus berada dalamrentang Hipoventilasi bias terjadi setelah blok
normal sebelum melahirkan subarachnoid tinggi yang tidak lazim

Komponen darah
Hematokrit dan hemoglobin
Selam 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sela
darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai
hari ketujuh pascapartum. Tidak ada sel darah merah yang rusak selama masa
pasca partum, tetapi semua kelebihan sel darah merah akan menurun secara
bertahap sesuai dengan usia sel darah merah tersebut. Waktu yang pastikapan
volume sel darah merah kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui, tetapi
volume ini berada dalam batas normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan.
Hitung sel darah putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12000/mm3. Selama 10
sampai 12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20000 dan
25000/mm3 merupakan hal yang umum. Netrofil merupakan sel darah putih yang
paling banyak. Keberadaan leukositosis disertai peningkatan normal laju endap
darah merah dapat membingungkan dalam menegakkan diagnosis infeksi akut
selama waktu ini.
Factor koagulasi.
Factor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selam masa hamil
dan tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi yang bias
diiringi keerusakan pembuluh darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan
risiko tromboembolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria.
Aktivitas fibrinolitik juga meningkat selam beberapa hari setelah bayi baru lahir.
Varises
Varises di tungkai dan disekitar anus (hemoroid) sesring dijumpai pada wanita
hamil. Varises bahkan varises vulva yang jarang dijumpai akan mengecil dengan
cepat setelah bayi lahir. Opersi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil.
Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan.
Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami
wanita saat bersalin dan melahirkan.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah
wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui dieresis setelah bayi lahir
menghilangkan sindrom carpal tunnel dengan mengurangi kompresi saraf median.
Rasa baal dan kesemutan (tingling) periodic pada jari yang dialami 5% wanita
hamil biasanya menghilang setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat dan
memindahkan bayi memperburuk keadaan. Nyeri kepala memerlukan
pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala pasca partum bias disebabkan berbagai
keadaan termasuk hipertensi akibat kehamilan, sters, dan kebocoran cairan
serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural selam jarum epidural diletakkan di
tulang punggung untuk anestesia.
System musculoskeletal
Adaptasi system musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat
pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8
setelah wanita melahirkan. Akan tetapi walaupun semua sendi lain kembali ke
keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah
melahirkan. Wanita yang baru menjadi ibu akan memerlukan sepatu yang
ukurannya lebih besar.
System integument
Kloasama yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan
menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul
mungkin memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya.,
Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan
epulis, biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen
setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita sidernevi menetap.
Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya akan
menghilang setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu
hamil biasanya akan menetap.

KELAINAN PARTUS
1. Konsep Dasar Kelainan Presentasi dan Posisi
a. Presentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan lahir
berada dalam keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu fleksi kepala tersebut tidak
terjadi, sehingga kepala dalam keadaan defleksi. Bergantung pada derajat
defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi a tau
presentasi muka. Presentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi sinsiput,
terjadi apabila derajat defleksinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan
bagian terendah. Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih berat sehingga dahi
merupakan bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila derajat defleksinya
maksimal, sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah.
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan
sementara, yang kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinanya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior
persisten, sehingga keduanya seringkali dikacaukan satu dengan yang lainnya.
Perbedaanya adalah: pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala
yang maksimal, sehingga lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah
simpisis adalahglabela.

b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi jarang terjadi dari pada presentasi muka, terjadi hanya 1 dari
2000 persalinan. Kepala pada pertengahan antara versi dan ekstensi, dengan
diameter mento vertikal 13 cm.

 Diagnosis
Pemeriksaan abdomen kepala sangat tinggi dan diameter sangat besar, teraba
lekukan antara oksiput dengan bagian belakang. Pada pemeriksaan vagina,
presentasi tinggi dan tidak bisa diraba. Jika dahi dapat teraba, orbital berada pada
satu sisi dan fontanel anterior berada pada sisi yang lain. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan radiografik atau dengan USG.
 Manajemen
Bidan harus dengan cepat menghubungi dokter jika ada suspek atau diagnosa
presentasi dahi dalam persalinan, dan seharusnya ibu dirujuk ke RS. Pada semua
malpresentasi seringnya terjadi KPD dan resiko prolapsus tali pusat lebuh besar.
Oleh karena itu pemeriksaan pervaginam dilakukan sesegera mungkin untuk
mendeteksi prolapsus tali pusat. Jika presentasi dahi didiagnosis segera dalam
persalinan dapat mengubah presentasi muka menjadi ekstensi penuh atau fleksi
pada presentasi verteks. Jika presentasi dahi menetap dan fetus dalam ukuran
normal tidak mungkin terjadi kelahiran pervaginam dan SC harus segera
dilakukan. Manuver jarang dilakukan pada presentasi muka, tindakan yang paling
aman untuk ibu dan bayi adalah dengan menggunakan SC.

c. Presentasi Muka
Presentasi Muka jarang terjadi kira-kira 1 dalam 500 kelahiran. Kepala dan
tulang belakang ekstensi tetapi lutut fleksi sehingga letak fetus dalam uterus
dalam bentuk huruf S. Oksiput berlawanan dari bahu dan muka secara langsung
yang berada dibagian os. Internum.

 Penyebab
Pada presentasi muka primer sebelum persalinan berlangsung fetus seringnya
abnormal. Pada anensephalus yang biasa terjadi, vertek tidak ada. Fetus goitre,
kepala tidak dapat versi biasanya tonus otot ekstensor tonus berlebuhan dan
bertahan dalam sikap ekstensi pada beberapa setelah lahir.
Presentasi muka sekunder yang berkembang dalam persalinan sering tidak
diketahui sebabnya. Pada posisi oksipito pesterior defleksi diameter biparietal
mungkin mempunyai kesulitan dalam menjauhi diameter sacro cotyloid dari
pelvis maternal. Diameter bitemporal lebih cepat turun, kepala ekstensi dan muka
terlihat. Uterus yang berada disisi samping (uterus obliq). Kekuatan kontraksi
uterus berjalan kearah kepala bagian frontal supaya kepala ekstensi dan masuk
kerongga pelvis. Presentasi muka juga lebih sering terjadi pada flat pelvis, dalam
rongga pelvis dan pada prematuritas dan dimana terjadi polihidramnion atau
kehamilan ganda.

 Diagnosis
Presentasi muka tidak mudah didiagnosis dalam kehamilan. Hal ini
seharusnya diperhatikan jika ada lekukan yang dalam antara kepala dengan bagian
belakang. Bunyi jantung terdengar melalui dinding dada anterior pada sisi dimana
lutut teraba. Suaranya terdengar jelas pada posisi mento anterior. Pada posisi
mento posterior bunyi jantung janin lebih sulit terdengar karena dada pada
posterior. Ultrasound dalam kehamilan dapat digunakan untuk memastikan
diagnosis presentasi muka.
Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan vagina, dengan palpasi yang
lembut akan teraba orbital dan mulut dengan gusi. Adanya gusi dan mulut dalam
presentasi muka harus dibedakan dari anus pada presentasi bokong. Biasanya
fetus akan membantu diagnosis dengan menghisap jari tangan pemeriksa saat
dilakukan pemeriksaan. Presentasi muka didiagnosa dengan menentukan posisi
dagu apakah anterior atau posterior. Presentasi muka posterior, yang tidak bisa
berputar ke posisi anterior, akan menyebabkan obstruksi persalinan. Kemajuan
persalinan menjadi sangat sulit pada pemeriksaan pervaginam untuk
membedakan muka karena muka menjadi oedemmeriks. Pemeriksaan harus hati-
hatiuntuk menghindari trauma pada mata.

 Manajemen
Pada posisi mento anteerior seringnya proses persalinan berjalan normal. Pada
kala II kelahiran normal diantisipasi dengan menggunakan episiotomi meskipun
diameter sub mento bregmatika 9,5 cm. Sub mento vertikal 11,5 cm yang dapat
merobek perineum saat kelahiran. Jika kelahiran normal terjadi ekstensi
dipertahankan dengan menekan sinsiput hingga dagu berada di bawah simpisis
pubis, kepala difleksikan sehingga memungkinkan verteks dan oksiput melewati
perineum. Posisi mento lateral dan mento posterior lebih berbahaya. Kelahiran
spontan tidak akan terjadi, kemungkinan persalinan obstruksi dan dibutuhkan
penatalaksanaan dengan segera.

 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi;
1. Prolapsus tali pusat.
2. Obstruksi persalinan, karena;
· Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat ditangani.
· Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi persalinan
3. Kelahiran operasi mungkin dibutuhkan.
4. Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun diameter sub mento
bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan memperlebar
vagina dan perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal disebabkan
perdarahan intrakranial.
5. Muka memar dan oedem.

d. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten


Keadaan dimana ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, sehingga tetap
dibelakang. Keadaan ini dinamakan posisi oksiput posterior persisten.

 Etiologi
Salah satu sebab terjadinya posisi oksipitalis oksiput posterior persisten ialah
usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Misalnya: apabila
diameter anterior posterior lebih panjang dai diameter transfersa seperti pada
panggul antropoid atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android,
maka ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan. Sebab-sebab
lain adalah otot-otot dasar panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala
janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala
janin, untuk memutar ke depan.
 Mekanisme Persalinan
Bila hubungan antara panggul dengan kepala janin cukup longgar persalianan
pada posisi oksipitalis posterior persisten dapat berlangsung secara spontan tetapi
pada umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah
simpisis dengan mekanisme sebagai berikut.
Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada di bawah
shimpisis dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion, oksiput akan
lahir melalui perineum diikuti bagian kepala yang lain. Kelahiran janin dengan
ubun-ubun kecil di belakang menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan
perineum, hal ini disebabkan karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi
maksimal tidak dapat menambah fleksinya lagi. Selain itu seringkali fleksi kepala
tidak dapat maksimal, sehingga kepala lahir melalui pintu bawah panggul dengan
sirkumferensia frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan
sirkumferensia sub oksipitooksipitalis, kedua keadaan tersebut dapat
menimbulkan kerusakan pada vagina dan erineum yang luas.

 Prognosis
Jalannya pada proses persalinan posisi oksiput posterior sulit diramalkan hal
ini disebabkan karena kemungkinan timbulnya kesulitan selalu ada. Persalinan
pada pada umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir
lebih besar. Sedangkan kematian peeinatal perinatal lebih tinggi bila dibandingkan
dengan keadaan dimana ubun-ubun kecil berada di depan.
 Penanganan
Menghadapi persalinan dengan UUK di belakang sebaiknya dilakuka
pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan
spontan. Tindakan untuk mempercepat jalanya persalinan dilakukan apabila kala
II terlalu lama atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin.
Pada presentasi belakang kepala kadang-kadang kala II mengalami kemacetan
dengan kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi UUK melintang.
Keadaan ini dinamakan posisi lintang tetap rendah (deep tranverse arrest).
2. Konsep Dasar Distosia Kelainan Tenaga Atau His
Etiologi
Menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) penyebab inersia uteri yaitu :
1. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua.
2. Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida.
3. Faktor herediter
4. Faktor emosi dan ketakutan
5. Salah pimpinan persalinan
6. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah
uterus, seperti pada kelainan letak janin atau pada disproporsi
sefalopelvik
7. Kelainan uterus, seperti uterus bikornis unikolis
8. Salah pemberian obat-obatan, oksitosin dan obat penenang
9. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau
hidramnion
10. Kehamilan postmatur

a. His Hipotonik
Kelainan dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang
daripada biasa, keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine
contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama
hal ini dinamakan dengan inersia uteri sekunder.
Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten. Kontraksi uterus yang
disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah
dimulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini diperluakan kenyataan bahwa sebagai
akibat kontraksi terjadi perubahan pada servik yaitu pendataran atau pembukaan
servik
 Penanganan
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik,
presentasi serta posisii janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan
panggul. Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil
keputusan untuk melakukan SC. KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung
kencing serta rectum dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk
ke dalam panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu.
Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin,
5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara
infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat
dinaikan sampai kira-kira 50 tetes. Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan
memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan ketat
dan tidak boleh ditinggalkan. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan
dapat menimbulkan incoordinate uterin action.

b. His Hipertonik (his terlampau kuat)


Walaupun pada golongan koordinate hipertonik uterin contraction bukan
merupakan penyebab distosia namun bisa juga merupakan kelaianan his. His ng
terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan persalinan selessai dalam waktu
yang sangat singkat (partus presipitatus): sifat his normal, tonus otot di luar his
juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi
ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina
dan perineum. Sedangkan pada bayi dapat mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu sangat
singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bagian bawah atau lingkaran retraksi
menjadi sangat jelas dan meninggi. Lingkaran tersebut dinamakan dengan
lingkaran retraksi patologis (lingkaran bandl).

 Penanganan
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya
bayi sudah lahir tanpa ada seseorang yang menolong. Kalau seorang wanita
pernah mengalami partus presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan
berulang pada persalian selanjutnya. Oleh karena itu sebaiknya wanita di rawat
sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik,
danepisiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari ruptur
perineum tingkat III.

c. His yang tidak terkoordinasi


His disini sifatnya berubah-ubah tonus otot uterus meningkat juga di luar his,
dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi
bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dan mengadakan
pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa
nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia
pada janin. His ini disebut sebagai incoordinate hipertonik uterin contraction.

 Penanganan
Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat
yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus.
Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi
ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti
morphin, pethidin. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut
apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dan kalau pembukaan belum lengkap, perlu
dipertimbangkan SC.

 Etiologi dari kelainan tenaga atau His


Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida
tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor
herediter mungkin memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his.
Satu sebab yang penting dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah
bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti
misalnya pada kelainan letak janin atau pada kelainan CPD. Peregangan rahim
yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan
penyebab inersia uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa
embrional misalnya; uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan
his. Tetapi pada sebagian kasus penyebab kelainan inersia uterus tidak diketahui.
Penanganan Partus patologis
Menurut Prf. Dr. Sarwono Prawirohardjo penanganan atau penatalaksanaan
adalah :
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan janin.
2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan.
3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan
misalnya pada letak kepala :
 Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%,
dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-
50 tetes permenit. Tujuan pemberian oksitosin adalah supaya serviks
dapat membuka.
 Pemberian okstisosin tidak usah terus menerus. Bila tidak
memperkuat his setelah pemberian oksitosin beberapa lama hentikan
dulu dan anjurkan ibu untuk istirahat. Pada malam hari berikan obat
penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya diulang lagi
pemberian oksitosin drips.
 Bila inersia uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya
dilakukan seksio sesaria.
 Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder,
ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi
dan 18 jam pada multi tidak ada gunanya memberikan oksitosin
drips. Sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep
dan seksio sesaria).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Anamnesis
(1) Identitas klien
(2) HPHT dan perkiraan persalinan
(3) Sejak kapan mulai sakit perut
(4) Jarak setiap rasa sakit
(5) Lamanya rasa sakit
(6) Apakah sudah mengeluarkan: lendir campur darah, darah, cairan
(7) Bagaimana rasa / kesan perut bagian bawah
(8) Bagaimana gerak janin dalam perut
2) Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan umum Ibu, Tanda tanda vital, pemeriksaan Leopold, DJJ,
his. Pemeriksaan dalam (vagina toucher) meliputi portio, efficement, dilatasi
serviks, ketuban apakan sudah pecah atau belum, letak kepala, keadaan
panggul apakah ada kelainan atau tidak, dataran, keadaan rektum apakah
berisi feses atau tidak.
3) Riwayat sakit dan kesehatan
Meliputi penyakit yang pernah diderita, riwayat penyakit keluarga, riwayat
alergi makanan dan obat-obatan.
4) Psikososial spiritual
Pengkajian mekanisme koping digunakan untuk menilai respon klien
terhadap kondisi saat ini dan pengaruhnya terhadap keluarga.
B. Diagnosa
III. Ansietas
(1) Orientasikan klien pada ruangan staff dan rposedur
R : Pendidikan kepada klien dapat menurunkan stress dan ansietas dan
meningkatkan kemajuan persalinan
(2) Kaji tingkat ansietas dan penyebab ansietas, kesiapan melahirkan anak,
latar belakang budaya
R : Ansietas memperberat persepsi nyeri, mempengaruhi teknik koping
(3) Observasi tekanan darah, nadi sesuai dengan indikasi
R : Stress memacu sistem adrenokortikal yang pada akhirnya dapat
meningkatakan kerja jantung
(4) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut
R : Stress, rasa takut, ansietas mempunyai efek pada persalinan sering
memperlama fase pertama. Ungkapan perasaan dan rasa takut dapat
menurunkan tingakat ansietas yang dirasakan
1) Resiko tinggi infeksi terhadap maternal
(1) Lakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi pada kontraksi yang
menunjukkan kemajuan
R : pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam insiden infeksi saluran
asenden
(2) Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan tepat sebalum
melakukan tindakan
R : Menurunkan resiko yang memerlukan atau menyebarkan infeksi kuman
penyakit
(3) Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina
R : Membantu mencegah pertumbuhan bakteri, membatasi kontaminan dari
pencapaian ke vagina
(4) Observasi temperatur dan nadi klien
R : Dalam 4 jam setelah membran ruptur, insiden korioamnionitis meningkat
secara progesif sesuai waktu ditunjukkan dengan peningkatan tanda – tanda
vital
(5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik jika diperlukan
R : Antibiotik melindungi perkembangan korioamninitis pada klien yang
beresiko
1) Nyeri
(1) Bantu dalam penggunaan teknik pernafasan/ relaksasi yang tepat dan
pada massase abdomen.
R: Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks serebral melalui respons
kondisi dan stimulasi kutan. Memudahkan kemajuan persalinan normal.
(2) Bantu tindakan kenyamanan misalnya mengubah posisi.
R: Meningkkatkan relaksasi dan perasaan sejahtera, selain itu posisi
miring kiri menurunkan tekanan uterus pada vena kava, tetapi perubahan
posisi secara periodik mencegah iskemia jaringan dan/ atau kekakuan
otot sehingga meningkatkan kenyamanan.
(3) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam.
R: Mempertahankan kandung kemih bebas distensi, yang dapat
meningkatkan ketidaknyamanan, mengurangi kemungkinan terjadi
trauma, mempengaruhi penurunan janin dan memperlambat proses
persalinan.
(4) Berikan informasi tentang ketersediaan analgesic, respons/ efek
samping pada klien dan janin dan durasi efek analgesic.
R: Memungkinkan klien membuat pilihan persetujuan tentang cara
pengontrolan nyeri. Hal ini dilakukan bila tindakan konservatif tidak
efektif dan meningkatkan ketegangan otot, menghalangi kemajuan
persalinan. Penggunaan medikasi yang minimal dapat meningkatkan
relaksasi, memperpendek persalinan, membatasi keletihan dan mencegah
komplikasi.
(5) Hitung waktu dan catat frekuensi, intensitas dan durasi pola kontraksi
uterus setiap 30 menit.
R: Memantau kemajuan persalinan dan memberikan informasi untuk
klien.
(6) Berikan tindakan pengamanan (pertahankan penghalang tempat tidur).
R: Analgesik yang diberikan dapat dapat mengubah persepsi dan klien
dapat jatuh karena mencoba turun tempat tidur.
(7) Ajarkan cara mengedan yang benar jika pembukaan sudah lengkap
R : Mengurangi kelelahan dan mempercepat proses persalinan.
(8) Anjurkan klien untuk istirahat miring kiri jika tidak sedang kontraksi
R : Mengurangi penekanan vena cava, meminimalkan hipoksia jaringan.
(9) Berikan analgesik bila diperlukan
R: Memberikan kelegaan bila persalinan aktif dilakukan.
(10) Kaji derajat kenyamanan dan pola pernafasan serta nadi.
R: Tindakan dan reaksi nyeri adalah individual dan berdasarkan
pengalaman masa lalu, pemahaman perubahan fisologis dan latar
belakang budaya. Gangguan fungsi pernafasan terjadi bila analgesic
terlalu tinggi sehingga menimbulkan paralisis diafragma.

DAFTAR PUSTAKA
Bobak,lowdermilk, Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Departemen Kesehatan RI. (2002). Pelatihan Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: EGC
Mansjoer, dkk. (2005). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius
Saifuddin, Abdul Bari. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
4. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, Sulaiman, dkk. (2005). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Weller, Barbara F. (2005). Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai