Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HIV/AIDS
HIV atau ’​Human Immunodeficiency Virus’​, HIV adalah virus yang
menyerang dan merusak kekebalan tubuh pada manusia, sehingga tubuh
tidak bisa melawan infeksi-infeksi yang masuk ke tubuh.
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal
dengan dengan AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
HIV yaitu: H = Human (manusia), I = Immuno deficiency (berkurangnya
kekebalan), V = Virus.
Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak
sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan
mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll.
Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut
AIDS, yaitu:
A = Acquired (didapat), I = Immune (kekebalan tubuh),D = Deficiency
(kekurangan), S = Syndrome (gejala). Maka, selama bertahun-tahun orang
dapat terinfeksi HIV sebelum akhirnya mengidap AIDS. Namun penyakit
yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah sejenis radang
paru-paru yang langka, yang dikenal dengan nama ​pneumocystis carinii
pneumonia ​(PCP), dan sejenis kanker kulit yang langka yaitu ​kaposi’s
sarcoma ​(KS).
Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan
sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir dan disebabkan
oleh HIV atau ​Human Immunodeficiency Virus​. AIDS bukan penyakit
turunan, oleh sebab itu dapat menulari siapa saja. Virusnya sendiri
bernama ​Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat ​HIV​) yaitu virus
yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap ​infeksi oportunistik ataupun mudah

6
7

terkena ​tumor​. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat


laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.
Penyakit ini kadang disebut “infeksi oportunistik”, karena penyakit ini
menyerang dengan cara memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan
tubuh menurun sehingga kanker dan infeksi oportunistik inilah yang dapat
menyebabkan kematian. Biasanya penyakit ini baru muncul dua sampai
tiga tahun setelah penderita didiagnosis mengidap AIDS. Orang yang
mengidap KS mempunyai kesempatan hidup lebih lama dibandingkan
orang yang terkena infeksi oportunistik. Akan tetapi belum ada seorang
pun yang diketahui benar-benar sembuh dari AIDS. Seseorang yang telah
terinfeksi HIV belum tentu terlihat sakit. Secara fisik dia akan sama
dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Apakah seseorang sudah tertular
HIV atau tidak hanya bisa diketahui melalui tes darah. Oleh karena itu
90% dari pengidap AIDS tidak menyadari bahwa mereka telah tertular
virus AIDS, yaitu HIV karena masa inkubasi penyakit ini termasuk lama
dan itulah sebabnya mengapa penyakit ini sangat cepat tertular dari satu
orang ke orang lain. Masa inkubasi adalah periode atau masa dari saat
penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh (saat penularan) sampai
timbulnya penyakit.

B. Perbedaannya HIV Dan AIDS


Fase HIV adalah fase dimana virus masuk ke dalam tubuh dan tubuh
mulai melakukan perlawanan dengan menciptakan antibodi. Pada fase ini,
sebagian besar orang tidak merasakan gejalanya sehingga disebut fase
tanpa gejala.
Fase AIDS, adalah saat tubuh sudah tidak mampu melawan
penyakit-penyakit yang masuk dan menginfeksi tubuh. Biasanya dikatakan
fase AIDS setalah muncul 2 atau lebih gejala. Misal flu yang sulit sembuh
8

diiringi mencret dan menurunnya berat badan hingga >10%.Untuk


memudahkan penjelasannya.
Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) dibagi dalam 4 Stadium
perkembangan, yaitu:
1. Stadium awal infeksi HIV, menunjukkan gejala – gejala seperti
demam, kelelahan, nyeri sendi, pembesaran kelenjar getah bening.
Gejala – gejala ini mempunyai influenza/monokleosis.
2. Stadium tanpa gejala, yaitu stadium dimana ODHA nampak sehat,
namun dapat merupakan sumber penularan infeksi HIV. Masa ini bisa
mencapai 5 hingga 10 tahun, bergantung dengan kekebalan tubuh dan
kesehatan seseorang.
3. Stadium ARC (AIDS Related Complex), memperlihatkan gejala-gejala
seperti demam lebih dari 38​o​C secara berkala/terus-menerus,
menurunnya berat badan lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan,
pembesaran kelenjar getah bening, diare/mencret secara
berkala/terus-menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas,
kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik, berkeringat pada
waktu malam hari.
4. Stadium AIDS, akan menunjukkan gejala-gejala seperti terdapatnya
kanker kulit yang disebut sarkoma kaposi, kanker kelenjar getah
bening, infeksi penyakit penyerta misalnya : pneumonia yang
disebabkan oleh pneumocytis carinii, TBC, peradangan otak/selaput
otak.

C. Penyebab HIV/AIDS
Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan
sepenuhnya. Tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit
penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor – faktor lain yang berperan
disini. Penggunan alcohol dan obat bius, kurang gizi, tingkat stress yang
tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat
9

alat kelamin merupakan faktor – faktor yang mungkin berperan


diantaranya adalah waktu.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa HIV secara terus menerus
memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan
menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel
T-helper. Normalnya sel ​T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan
suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi,
sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian
sistem kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya,
tubuh memproduksi antibodi yang menyerang dan menghancurkan
bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya.
Selain mengerahkan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi,
sel ​T-helper juga memberi tanda bagi sekelompok sel-sel darah putih
lainnya yang disebut sel ​T-suppressor atau T8, ketika tiba saatnya bagi
sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan serangannya. Biasanya kita
memiliki lebih banyak sel-sel ​T-helper dalam darah daripada sel-sel
T-suppressor, ​dan ketika sistem kekebalan sedang bekerja dengan baik,
perbandingannya kira-kira dua banding satu. Jika orang menderita
penyakit AIDS, perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel ​T-suppressor
melebihi jumlah sel-sel ​T-helper. Akibatnya, penderita AIDS tidak hanya
mempunyai lebih sedikit sel-sel penolong yaitu sel ​T-helper untuk
mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel penyerang yang menyerbu
sel-sel penolong yang sedang bekerja.
Selain mengetahui bahwa virus HIV membunuh sel-sel ​T-helper, kita
juga perlu tahu bahwa tidak seperti virus-virus yang lain, virus HIV ini
mengubah struktur sel yang diserangnya. Virus ini menyerang dengan cara
menggabungkan kode genetiknya dengan bahan genetik sel yang
menularinya. Hasilnya, sel yang ditulari berubah menjadi pabrik pengasil
virus HIV yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan dapat menulari
10

sel-sel ​T-helper yang lain. Proses ini akan terjadi berulang-ulang. Virus
yang bekerja seperti ini disebut ​retrovirus​.
HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa virus ini juga merusask otak dan sistem saraf pusat.
Otopsi yang dilakukan pada otak pengidap AIDS yang telah meniggal
mengungkapkan bahwa virus ini juga menyebabkan hilangnya banyak
sekali jaringan otak. Pada waktu yang bersamaan, peneliti lain telah
berusaha untuk mengisolasi HIV dengan cairan ​cerebrospinal dari orang
yang tidak menunjukkan gejala-gejala terjangkit AIDS. Penemuan ini
benar-benar membuat risau. Sementara para peneliti masih berpikir bahwa
HIV hanya menyerang sistem kekebalan, semua orang yang terinfeksi
virus ini tetapi tidak menunjukkan gejala terjangkit AIDS atau penyakit
yang berhubungan dengan HIV dapat dianggap bisa terbebas dari
kerusakan jaringan otak. Saat ini hal yang cukup mengerikan adalah
bahwa mereka yang telah terinfeksi virus HIV pada akhirnya mungkin
menderita kerusakan otak dan sistem saraf pusat.
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV yang menyerang sel-sel
Limfosit (sel T helper) yang berfungsi melindungi tubuh terhadap
terjadinya infeksi sehingga daya tahan tubuh penderita berkurang dan
mudah terinfeksi oleh berbagai penyakit.

D. Penularan HIV/AIDS
1. Cara penularan HIV/AIDS
a. Melakukan hubungan seks dengan seorang ODHA
b. Melakukan hubungan seks (homo/hetero seksual)
c. Melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa kondom
d. Menggunakan satu jarum suntik secara bergantian atau
menggunakan jarum bekas
e. Dari Wanita ODHA melalui kelahiran
f. Dari Wanita ODHA melalui Air Susu Ibu.
11

2. Cara pencegahan HIV/AIDS


Pencegahan tentu saja harus dikaitkan dengan cara – cara penularan
HIV seperti yang sudah dikemukakan. Ada bebeapa cara pencegahan
HIV/AIDS yaitu :
a. Pencegahan menularan melalui hubungan seksual, infeksi HIV
terutama terjai melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan
AID perlu difokuskan pada hubungan seksual. Untuk ini perlu
penyuluhan agar orangberperilaku seksual yang aman dan
bertanggungjawab, yakni : hanya mengadakan hubungan seksual
dengan pasangan sendiri (suami/isteri sendiri), kalau salah seorang
pasangan anda sudah terinfeksi HIV, maka dalam melakukan
hubungan seksual perlu dipergunakan kondom secara benar,
mempertebal iman agar tidak terjerumus ke dalam
hubungan-hubungan seksual di luar nikah.
b. Pencegahan Penularan Melalui Darah dapat berupa : pencegahan
dengan cara memastikan bahwa darah dan produk-produknya yang
dipakai untuk transfusi tidak tercemar virus HIV, jangan menerima
donor darah dari orang yang berisiko tinggi tertular AIDS, gunakan
alat-alat kesehatan seperti jarum suntik, alat cukur, alat tusuk untuk
tindik yang bersih dan suci hama.
c. Pencegahan penularan dari Ibu-Anak (Perinatal). Ibu-ibu yang
ternyata mengidap virus HIV/AIDS disarankan untuk tidak hamil.
d. Mencegah Penularan Lewat. Alat-Alat Yang Tercemar Bila hendak
menggunakan alat-alat yang menembus kulit dan darah (jarum
suntik, jarum tato, pisau cukur dan lain-lainnya), pastikan bahwa
alat-alat tersebut benar-benar steril. Cara mensterilkan alat-alat
tersebut dapat dengan mencucinya dengan benar. Anda dapat
memakai ethanol 70% atau pun pemutih. Caranya, sedot ethanol
dengan jarum suntik tersebut, lalu semprotkan keluar. Hal ini
12

dilakukan dua kali. Manifestasi AIDS rata-rata timbul 10 tahun


sesudah infeksi.
3. HIV/AIDS tidak menular
Virus HIV/AIDS tidak akan menular melalui beberapa hal berikut
ini yaitu :
a. Keringat dan air liur
b. Makanan dan influenaza
c. Berpelukan
d. Makan dengan perabotan yang sama
e. Bersalaman
f. Mandi bersama
g. Digigit nyamuk
h. Memakai toilet bersama
i. Berhubungan seks dengan menggunakan kondom yang baik.
4. HIV/AIDS dan tubuh manusia
a. HIV masuk langsung ke aliran darah untuk dapat hidup dalam
tubuh manusia.
b. Di luar tubuh manusia HIV sangat cepat mati, HIV mati oleh air
panas, sabun, bahan pencuci hama lain.
c. HIV tidak dpt menular lewat udara seperti virus lainnya.
d. Ditubuh manusia HIV bersarang dalam sel darah putih tertentu
yang disebut sel T4 (CD4 = Sel Thelper). Sel T4 terdapat pd cairan
tubuh maka HIV ditemukan terutama dalam: darah, air mani,
cairan vagina.
e. HIV tidak terdapat dalam: urine, faeces, muntahan.
f. HIV tidak dapat menembus kulit utuh.

E. Tanda – Tanda Seseorang Tertular HIV/AIDS


Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah
seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri
13

membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga


mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam
darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan
ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama
kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka
dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV
di dalam darah. Hal ini disebabkan kaena tubuh kita membutuhkan waktu
sekitar 3 - 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan
dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode
jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai
virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes
darah), ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan di
atas tadi
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi
tersebut akibat infeksi oleh ​bakteri​, ​virus​, ​fungi dan ​parasit​, yang biasanya
dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS HIV
mempengaruhi hampir semua ​organ tubuh​. Penderita AIDS juga berisiko
lebih besar menderita kanker seperti ​sarkoma Kaposi​, ​kanker leher rahim​,
dan kanker sistem kekebalan yang disebut ​limfoma​.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti
demam​, ​berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar,
kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.​[8][9] Infeksi
oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada
tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat
hidup pasien.

F. Pencegahan HIV/AIDS
14

Sampai detik ini belum ada vaksin yang sanggup mencegah atau
mengobati ​HIV AIDS​. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil untuk
melakukan pencegahan HIV terhadap diri sendiri dan orang lain. Oleh
karena itu, pemahaman terhadap proses penularan merupakan kunci dari
pencegahannya. Disini saya sampaikan tindakan-tindakan untuk mencegah
penularan HIV AIDS jika anda belum terinfeksi HIV AIDS.
Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika anda
belum terinfeksi HIV AIDS. Yaitu :
1. Pahami HIV/AIDS dan ajarkan pada orang lain. Memahami
HIV/AIDS dan bagaimana virus ini ditularkan merupakan dasar untuk
melakukan tindakan pencegahan
2. Ketahui status HIV AIDS patner seks anda. Berhubungan seks dengan
sembarang orang menjadikan pelaku seks bebas ini sangat riskan
terinfeksi HIV, oleh karena itu mengetahui status HIV AIDS patner
seks sangatlah penting.
3. Gunakan jarum suntik yang baru dan steril. Penyebaran paling cepat
HIV AIDS adalah melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian
dengan orang yang memiliki status HIV positif, penularan melalui
jarum suntik sering terjadi pada IDU ( injection drug user).
4. Gunakan Kondom Berkualitas. Selain membuat ejakulasi lebih lambat,
penggunaan kondom saat berhubungan seks ​cukup efektif mencegah
penularan HIV AIDS melalui seks.
5. Lakukan sirkumsisi / khitan. Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh
National Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang
melakukan khitan memiliki resiko 53 % lebih kecil daripada mereka
yang tidak melakukan sirkumsisi.
6. Lakukan tes HIV secara berkala. Jika anda tergolong orang dengan
resiko tinggi, sebaiknya melakukan tes HIV secara teratur, minimal 1
tahun sekali.
15

G. Periode Penularan HIV Pada Ibu Hamil


1. Periode prenatal
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada
awal mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas
pada uji prenatal pertama bukan jaminan untuk titer negative yang
berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang
mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil
tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum
antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang.
Tes western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada
trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi
wanita yang terinfeksi HIV (Foster,2016; Kaplan et al,2016; Minkoff,
2017; Rhoads et al,2017).
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat
(Minkoff, 2017). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium
harus merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan bayinya
menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam
kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:
a. Wanita dana tau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis
dimana HIV merupakan sesuatu yang umum
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan
yang disuntikkan melalui pembuluh darah
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV
2. Periode intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara
substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,2017).
Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena
virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn
16

penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku


perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran
vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika
EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam
neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi
dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping
itu, seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular
virus HIV.
3. Periode postpartum
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama
periode postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi
HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan
(Minkoff,2017), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap
frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya
menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 2017).
Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi,
seperti yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya
diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS
dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi
dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta,
darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi
terinfeksi ataupun tidak.
Selama itu antibody yang melalui palang plasenta mungkin tidak
terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika
infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai
pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai
infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli,
Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system)
Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan
Lhympaclenophaty.
17

H. Penanganan HIV/AIDS
1. Penanganan umum
a. Setelah dilakukan diagnose HIV, pengobatan dilakukakan untuk
memperlambat tingkat replica virus. Berbagai macam obat
diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan berbagai macam
kombinasi obat – obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat
penyembuhnya.
b. Pengobatan-pengobatan ini tentu saja memiliki efek samping,
namun demikian ternyata mereka benar-benar mampu
memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
c. Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat
khusus yang dapat menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan
dosis tinggi dan obat-obatan anti virus seringkali diberikan secara
rutin untuk mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi
semakin parah.
2. Penanganan khusus
a. Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian
dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses konseling
risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan
memandang perlu pemeriksaan tersebut.
b. Upayakan ketersediaan uji serologic.
c. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang
berkiatan dengan kehamilan da risiko yang dihadapi.
d. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan
konseling untuk upaya preventif (penggunaan kondom).
e. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi
oportunistik.
18

f. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi


virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara
dratis.
g. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang
dihadapi (pervaginanm atau perabdominam, perhatikan prinsip
pencegahan infeksi).

I. Penatalaksanaan Persalinan Pada Ibu Hamil Dengan HIV


Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi pada
saat intrapartum, beberapa peneliti mencoba membandingkan tranmisi
antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan partus pervaginam.
Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi
dengan cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil
memilih persalinan seksio sesarea maka resiko semakin rendah yaitu
dibawah 1%.
Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV dari ibu
ke anak Cara Persalinan Rekomendasi
1. Odha hamil yang datang pada kehamilan diatas 36 minggu, belum
mendapatART, dan sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV
dan CD4* yang diperkirakan ada sebelum persalinan.
2. O
​ dha hamil yang datang pada kehamilan awal, sedang mendapat

kombinasi ART dan kadar HIV tetap diatas 1000 kopi/mL pada
minggu ke-36 kehamilan.
3. Odha hamil yangmendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak
terdeteksi pada minggu ke-36 kehamilan.
4. O
​ dha hamil yang sudah direncanakan seksio sesarea efektif, namun

datang pada awal persalinan atau setelah ketuban pecah


5. A
​ da beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha

harus mendapat terapi ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan


konseling tentang seksio sesarea untuk mengurangi resiko tranmisi dan
19

resiko komplikasi pasca operasi, anestesi dan resiko operasi lain


padanya. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada
minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT
intravena yang dimulai 3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat AZT
sirup selama 6 minggu. Keputusan akan meneruskan AZTsetelah
melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemeriksaan kadar virus
CD4*
6. Regimen ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat
konseling bahwa kadar HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang
1000 kopi/mL ssebelum persalinan, sehingga dianjurkan untuk
melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko komplikasi
seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan, anastesi dan
operasi. Jia diputuskan seksio sesarea, seksioo direncanakan pada
minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapatAZT
intravena yang dimulai minimal 3 jamsebelumnya. ARAT lain dapt
diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat AZT sirup
selama 6 minggu.
7. Odha hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV
tidak terdeteksi mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan
pervaginam. Pemilihan cara persalinan harus memeperimbangkan
keuntungan resiko komplikasi seksio.
8. AZT intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha
ditawarkan untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi ervik
minimal dan diduga persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih
AZT intravena dan melakukan seksio sesarea atau pitosin untuk
memepercepat persalianan. Jika odhadiputuskan untuk menjalani
persalinan pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan alat
bantu lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup
selama 6 minggu.
J. Pengobatan AIDS
20

Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam


mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada
obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan
manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan
pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu
memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka
yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka
kelahiran dan kematian.
Antibiotik adalah pengobatan untuk gonore. Pasangan seksual juga
harus diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila terdiagnosis gonore. Hal
ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2 bulan terakhir, atau pasangan
seksual terakhir bila selama 2 bulan ini tidak ada aktivitas seksual. Banyak
antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati gonorrhea, membasmi
N.gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan, mengurangi gejala, dan
mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa.
Pilihan utama adalah penisilin + probenesid. Antibiotik yang dapat
digunakan untuk pengobatan gonore, antara lain:
1. Amoksisilin 2 gram + probebesid 1 gram/oral
2. Ampisilin 2 - 3 gram + probenesid 1 gram/oral
3. Azitromisin 2 gram/oral
4. Cefotaxim 500 mg, suntikan Intra Muskular
5. Ciprofloxacin 500 mg/oral
6. Ofloxacin 400 mg/oral
7. Spectinomisin 2 gram, suntikan Intra Muskular
Obat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal. Periode pasca
persalinan adalah kesempatan terbaik untuk melakukan konseling,
pasangan & keluarganya untuk melakukan tes HIV apabila pemeriksaan
ini tidak di lakukan selama kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai