Pendahuluan
Dewasa ini, ketika pendidikan lebih diarahkan sebagai wahana untuk menempa
peserta didik agar mampu hidup mandiri dan memiliki kemampuan tertentu,
peran kurikulum menjadi sangat sentral. Hal itu karena kurikulum menentukan
hal-hal yang dipelajari peserta didik di lembaga-lembaga pendidikan masing-
masing. Di samping itu, tingkat ekspektasi masyakarat terhadap kualitas hasil
pendidikan juga semakin tinggi.
Page | 1
semakin hari semakin ditinggalkan, karena terbukti bahwa pengaruh dari kolusi
dan nepotisme dalam pemenuhan sumber daya manusia membuat sebuah
lembaga menjadi tidak kompetitif. Walhasil, dunia pendidikan dituntut untuk
melahirkan lulusan yang berkualitas yang bukan hanya mampu bersaing di
dunia kerja, tetapi juga memiliki pribadi yang unggul dan bahkan menjadi
pioner di berbagai bidang. Ungkapan bahwa banyaknya sarjana menganggur,
atau pengangguran terdidik, sering berkonotasi pada rendahnya kualitas
pendidikan.
Kedua hal tersebut di atas, yaitu tuntutan masyarakat dan dunia kerja,
mendesak dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, untuk
menyelenggarakan pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang unggul
dan kompeten. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu merumuskan
sebuah proses pendidikan yang dapat menjamin kualitas lulusan, bukan sekedar
meluluskan. Salah satu hal yang berperan penting dalam menjamin kualitas
lulusan adalah kurikulum.
Page | 2
mengidentifikasi beragam definisi kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli
pendidikan dan membuat kategorisasi terhadap definisi-definisi yang berbeda
itu. Kategorisasinya itu disebut sebagai “the images of curriculum”, yang meliputi:
Kurikulum bermakna mata pelajaran (content or subject matter), kurikulum
bermakna program atau aktivitas terencana (program or planned activities),
kurikulum bermakna hasil belajar yang diharapkan (intended learning outcomes),
kurikulum bermakna reproduksi budaya (cultural reproduction), kurikulum
bermakna pengalaman (experience), kurikulum bermakna tugas dan konsep
tertentu (discrete task and concept), and kurikulum bermakna agenda rekonstruksi
social (agenda for social reconstruction), dan kurikulum bermakna track yang
dilalui (curere) (Schubert, 1986: 26-33).
Dari beragam makna tersebut, makna kurikulum yang paling banyak digunakan
dewasa ini adalah kurikulum bermakna program atau aktivitas terencana. Hal
ini antara lain bisa dilihat dari makna kurikulum yang digunakan oleh undang-
undang pendidikan di Indonesia. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa kurikulum adalah “seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.” (UU No 20 tahun 2003, pasal 1).
Mengapa Kompetensi
Page | 3
keberhasilan proses pendidikan, yaitu akuntabilitas dan individualitas (Urch,
1975: 34)
Akuntabilitas
Pengelolaan keuangan yang baik menjadi tidak berarti ketika sebuah lembaga
pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Yang menjadi
pertanyaan kemudian adalah, apa ukuran sebuah lembaga pendidikan dianggap
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Apakah sekedar nilai? IPK? Atau
kemampuan khusus?
Nilai atau IPK tentu tidak bisa menjadi ukuran kualitas, karena seorang
mahasiswa yang memperoleh IPK yang tinggi di sebuah perguruan tinggi,
belum tentu akan memperoleh nilai yang sama jika dia berada di perguruan
tinggi lain. Hal ini karena nilai, atau IPK, apalagi untuk ilmu-ilmu sosial
seringkali dipengaruhi oleh subyektivitas dosen dan standar kualitas yang
dimiliki oleh masing-masing perguruan tinggi.
Jika IPK lulusan tidak mencerminkan kualitas pendidikan tinggi, lalu apa yang
bisa menjadi ukuran. Di sinilah kompetensi dianggap penting sebagai sebuah
ukuran kualitas. Kompetensi dipandang sebagai sebuah kerangka obyektif yang
dapat mengukur kemampuan seseorang sesuai dengan disiplin ilmu yang
dimilikinya. Sebagaimana akan dijelaskan nanti, kompetensi dapat dirumuskan
untuk menjadi tujuan pendidikan dan menjadi ukuran keberhasilan sebuah
lembaga pendidikan.
Page | 4
Dengan demikian, makna akuntabilitas sebuah lembaga pendidikan tidak hanya
pada manajemen keuangannya saja, tetapi lebih penting dari itu adalah
kemampuan mengelola segala sumberdaya pendidikan (educational resources)
sehingga mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Akuntabilitas
pengelolaan sumber daya pendidikan ini jauh lebih bermakna bagi para
stakeholders dibandingkan dengan akuntabilitas keuangan semata-mata.
Individualitas
Sisi lain dari pengelompokkan ini adalah mahasiswa sering tidak lagi dianggap
sebagai individu, melainkan sebagai kelompok. Sehingga pendidik sering
mengabaikan kemampuan individu masing-masing mahasiswa. Padahal ketika
mendaftarkan diri sebagai peserta didik, mereka adalah individu-individu yang
ingin belajar. Di samping itu, pengajaran sistem kelompok ini seringkali
menyesuaikan target hasil yang ingin dicapai dengan kualitas rata-rata peserta
didik. Walhasil, meskipun materi yang diajarkan sama, tetapi boleh jadi standar
hasilnya berbeda antara kelompok mahasiswa yang berbeda. Di sinilah
kompetensi sekali lagi dipandang sebagai ukuran yang obyektif.
Page | 5
program dinilai semakin efektif. Tingginya tingkat pencapaian bukan hanya
keberhasilan sekelompok orang dalam group, tetapi juga keberhasilan setiap
individu dalam group untuk mencapai tujuan. Sementara efisiensi bisa
dilakukan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya secara maksimal.
Page | 6
(5) Program pembelajaran fokus pada tercapainya kompetensi yang
diharapkan.
(Wilson dan Stansberry, 1975: 128)
Page | 7
Gambar: Hubungan antara berbagai elemen kompetensi dengan tugas utama
profesional (kouwenhoven, 2009: 6)
Page | 8
kompetensi lain yang melengkapi lulusan sebuah program studi dirumuskan
dalam kurikulum di luar kurikulum inti.
Penutup
Page | 9
Page | 10
Daftar Pustaka
Schubert, W.H. (1986) Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility. New York:
MacMillan.
Spencer, H. (1955) Education: Intellectual, Moral, and Physical. New York: Appleton
Page | 11