Anda di halaman 1dari 32

KEPEMIMPINAN SEORANG WANITA, WANITA MENJADI IMAM DAN

WANITA KARIR YANG MELALAIKAN KEWAJIBAN TERHADAP


SUAMI DAN AKAN-ANAKNYA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu:
Dr. H. Hasbiyallah, M.Ag.

Disusun oleh kelompok: 7


PAI-VI B

Jurusan/Prodi Pendidikan Agama Islam


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Gunung Djati
Bandung
2018
2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
Makalah kelompok mata kuliah Masail Fiqhiyah dapat selesai seperti waktu yang
telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan moril, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Orang tua kami semua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada
kami sehingga tugas ini dapat terselesaikan
2. Dosen kami Bapak Dr. H. Hasbiyallah, M.Ag. pada mata kuliah Masail
Fiqhiyah
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar
makalah ini dapat diselesaikan.
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami, makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Masail Fiqhiyah. Kami
menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan tugas-tugas
selanjutnya.

Bandung, 03 Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Nash- Nash yang Berkaitan dengan kepemimpinan seorang wanita, wanita
menjadi imam dan wanita karir yang melalaikan kewajiban terhadap suami dan
akan-anaknya........................................................................................................2
B. Tafsiran Ayat.................................................................................................4
C. Kepemimpinan seorang wanita.....................................................................6
D. Wanita menjadi imam.................................................................................15
E. Wacana imam shalat perempuan dalam berbagai perspektif dan
kontekstualitasinya.............................................................................................20
F. Wanita karir yang melalaikan kewajiban terhadap suami dan akan-anaknya
22
G. Pendapat mengenai wanita karier yang meninggalkan kewajibannya........25
BAB III..................................................................................................................27
PENUTUP..............................................................................................................27
Simpulan.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran kepemimpinan wanita dalam islam merupakan sesuatu yang penting
untung dipelajari. Hal ini karena berawal dari sebuah kepemimpinan yang baik
akan membawa pengaruh yang baik bagi lingkungan sekitarnya. Sejak 14 abad
yang lau, Al-Quran telah menghilangkan segala bentuk yang berkesan adanya
deskriminasi bagi laki-laki dan perempuan. Serta memberikan hak-hak kepada
wanita sebagaimana yang telah diberikan kepada laki-laki.
Namun yang menjadi poin penting adalah apakah semua hak-haknya sama
seperti laki-laki. Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas berbagai hal
yang berkaitan dengan peran wanita baik dalam kepemimpinan dan yang
berkaitan dengannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa dalil naqli mengenai kepemimpinan seorang wanita, wanita menjadi
imam dan wanita karir yang melalaikan kewajiban terhadap suami dan akan-
anaknya???
2. Bagaimana ketentuan islam mengenai kepemimpinan seorang wanita, wanita
menjadi imam dan wanita karir yang melalaikan kewajiban terhadap suami
dan akan-anaknya???

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dalil naqli mengenai kepemimpinan seorang wanita, wanita
menjadi imam dan wanita karir yang melalaikan kewajiban terhadap suami
dan akan-anaknya.
2. Mengetahui ketentuan islam mengenai kepemimpinan seorang wanita, wanita
menjadi imam dan wanita karir yang melalaikan kewajiban terhadap suami
dan akan-anaknya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nash- Nash yang Berkaitan dengan kepemimpinan seorang wanita,


wanita menjadi imam dan wanita karir yang melalaikan kewajiban
terhadap suami dan akan-anaknya
Di dalam Al- Quran terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang
kepemimpinan seorang wanita, wanita menjadi imam dan wanita karir yang
melalaikan kewajiban terhadap suami dan akan-anaknya . Berikut ayat dan
tafsirannya:
Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa: 34:

‫ض فوبمفممماَ فأنَففققمموُاا ممممنن‬


‫ضممهق نم فعلفممىى بفنعمم ض‬ ‫ضممفل ٱللقمم بفنع ف‬‫ٱلنرفجاَقل قفىلوُقموُفن فعفلى ٱلننفساَمء بمفممماَ فف ل‬
‫ف لل ى‬ ‫ت ىفحفم ى ف‬‫ت ىقفنم ىتفمم ت‬
‫لقمم فوٱللتممميِ تففخمماَقفوُفن نَققشمموُفزهقلن‬ ‫ب بمفممماَ فحفمممظ ٱ‬‫ظممتت لنلفغنيمم م‬ ‫أفنمممىفوُلممه لنم ففٱَل ى ل‬
‫صمملمىفح ق‬
‫ضمممرقبوُهقنلن ففممإ منن أفطفنعنفقكمم نم فففل تفنبقغمموُاا فعلفنيمهمملن‬‫ضمماَمجمع فوٱ ن‬‫ظوُهقلن فوٱنهقجقروهقلن فممميِ ٱنلفم ف‬ ‫ففمع ق‬
‫فسمبي ل ل‬
.‫ل إملن ٱللف فكاَفن فعلمريياَ فكمبيررا‬
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(Q.S. Al-Nisa: 34) 1

1
http://lianurmachmuda.blogspot.co.id/2014/06/makalah-masail-fiqhiyah.html. Diakses tanggal
25 April 2017 pukul 19:45 wib.

2
Arti Hadis diatas adalah :

“...Rasulullah saw. biasa berkunjung ke ruhamnya .....wahai Rasulullah izinkan


saya bersama engkau di pertempuran untuk merawatprajurit-prajurit yang sakit
barang kali Allah menganugerahkan aku mati syahid. Beliau bersabda tetaplah di
rumahmu, maka Allah akan menganugerahkan kamu mati syahid. Oleh karena itu,
ia disebut syahidah (kata Abdurrahman) Dan dia adalah ahli membaca al-Qur’an.
Dia mohon izin kepada Nabi Muhammad saw. agar di rumahnya diperbolehkan
mengangkat seorang muazzin yang menyerukan azan untuk dia. Dia membuat
kedua budaknya laki-laki dan perempuan itu sebagai mudabbar. maka pada suatu
malam, kedua budaknya itu bangtun dan pergi kepadanya terus menyelubungkan
sehelai kain tutup mukanya kepada wajahnya sampai perempuan itu tewas
karenanya. Sehubungan dengan kasus ini, maka keesokan harinya Umar berdiri
dan berpidato di tengah orang banyak antara lain ia berkata Barangsiapa yang
mengetahui atau melihat kedua budak ini, hendaklah dibawa kemari, setelah
diketahui maka disuruhnya untuk ditangkap lalu diperintah untuk disalib. Maka
dengan demikian kedua budak ini merupakan orang pertama kali di salib di
Madinah.

Ummu Waraqah beliau mengangkat muazzin untuk dia dan menyuruhnya untuk
menjadi imam keluarga rumahnya. Abdurrahman berkata muazzinnya adalah
seorang pria yang lebih senior..”

3
‫‪QS An-Nisa ayat 32‬‬

‫ب مملماَ ااكتففسابفن ل‬ ‫ب مملماَ ااكتففسقبوُا ن فومللننفساَمء نَف م‬


‫صي ت‬ ‫ضقكام فعلفىى بفاع ض‬
‫ض ل مللنرفجاَمل نَف م‬
‫صي ت‬ ‫ضفل ل‬
‫اق بممه بفاع ف‬ ‫فوفل تفتففمنلاوُا فماَ فف ل‬
‫ضلممه ل إملن ل‬
‫اف فكاَفن بمقكنل فشايِضء فعمليلماَ‪.‬‬ ‫فوااسأ فقلوُا ل‬
‫اف ممان فف ا‬
‫‪Artinya : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah‬‬
‫‪kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi‬‬
‫‪orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para‬‬
‫‪wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada‬‬
‫‪Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala‬‬
‫‪sesuatu.‬‬

‫‪B. Tafsiran Ayat‬‬

‫)‪Tafsir Jalalain (QS An-Nisa 34‬‬


‫امم‬ ‫طوُفن }فعفلى الننفساَء{ يِقفؤندقبوُنَفهقلن فويِفأاقخقذوفن فعفلى أفايِمديِهلن }بمفممماَ فف ل‬
‫ضممفل ل‬ ‫}النرفجاَل قفلوُاقموُفن{ قمفسلل ق‬
‫ك }فوبمفممماَ أفانَففققمموُا{‬
‫ضيلممه لفهقام فعلفايمهلن مباَالمعالمم فواالفعاقل فواالموُفلفيِةَ فوفغاير فذلم ف‬ ‫بفاعضهام فعفلى بفاعض{ أف ا‬
‫ي بمتفاف م‬
‫ب{ أف ا‬
‫ي‬ ‫ظاَت لمالفغاي م‬
‫صاَلمفحاَت{ ممانهقلن }فقاَنَمفتاَت{ قممطيفعاَت ملفازفوامجمهلن }فحاَفم ف‬
‫فعلفايمهلن }ممان أفامفوُالهام ففاَل ل‬
‫صممى فعلفايمهمملن االفازفواج‬
‫ث أفاو ف‬ ‫امم{ فحايمم ق‬‫ظ{ لفهقمملن } ل‬‫لمفققرومجمهلن فوفغايرفهاَ مفيِ فغايفبةَ أفازفواجهلن }بمفماَ فحفم ف‬
‫ت أففممماَفرته }ففمعظقمموُهقلن{ فففخنوُفقمموُهقلن ل‬
‫امم‬ ‫صفياَنَهلن لفقكام بمممأ فان ظفهفممفر ا‬
‫}فوفالللمتيِ تففخاَقفوُفن نَققشوُزهلن{ مع ا‬
‫ضمماَمجع{ ااعتفمزقلموُا إلفممى فمممفراش آفخمر إان أف ا‬
‫ظهفممارفن الننقشمموُز }فوا ا‬
‫ضممرقبوُهقلن{‬ ‫}فوااهقجقروهقلن مفيِ االفم ف‬
‫ضارلباَ فغاير قمابنرحِّ إان لفام يِفارمجاعفن مباَالمهاجفرامن }ففإ مان أفطفاعنفقكام{ مفيفماَ يِقفراد ممانهقلن }فففل تفابقغمموُا{ تف ا‬
‫طلقبقمموُا‬ ‫ف‬
‫ا فكمماَفن فعلمييلمماَ فكبميمملرا{ ففاَاحممفذقروهق أفان يِقفعمماَمقبقكام إان‬
‫ضاربهلن ظقاللماَ }إلن ل‬
‫طمريِلقاَ إفلى ف‬
‫}فعلفايمهلن فسمبيلل{ ف‬
‫ف‬
‫ظلفامتققموُهقلن‬

‫‪(Kaum lelaki menjadi pemimpin) artinya mempunyai kekuasaan (terhadap kaum‬‬


‫‪wanita) dan berkewajiban mendidik dan membimbing mereka (oleh karena Allah‬‬
‫‪telah melebihkan sebagian kamu atas lainnya) yaitu kekuasaan dan sebagainya‬‬
‫‪(dan juga karena mereka telah menafkahkan) atas mereka (harta mereka. Maka‬‬
‫‪wanita-wanita yang saleh ialah yang taat) kepada suami mereka (lagi memelihara‬‬
‫‪diri di balik belakang)) artinya menjaga kehormatan mereka dan lain-lain‬‬
‫‪sepeninggal suami (karena Allah telah memelihara mereka) sebagaimana‬‬

‫‪4‬‬
dipesankan-Nya kepada pihak suami itu. (Dan wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyus) artinya pembangkangan mereka terhadap kamu misalnya
dengan adanya ciri-ciri atau gejala-gejalanya (maka nasihatilah mereka itu) dan
ingatkan supaya mereka takut kepada Allah (dan berpisahlah dengan mereka di
atas tempat tidur) maksudnya memisahkan kamu tidur ke ranjang lain jika mereka
memperlihatkan pembangkangan (dan pukullah mereka) yakni pukullah yang
tidak melukai jika mereka masih belum sadar (kemudian jika mereka telah
menaatimu) mengenai apa yang kamu kehendaki (maka janganlah kamu mencari
gara-gara atas mereka) maksudnya mencari-cari jalan untuk memukul mereka
secara aniaya. (Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar) karena itu
takutlah kamu akan hukuman-Nya jika kamu menganiaya mereka.

Tafsir Jalalain (QS An-Nisa 32)


‫ا بممممه بفاعضممقكام فعلفممى بفاعممض{ ممممان مجهفممةَ الممندانَفياَ أفاو الممنديِن لمئفلل يِقممفؤندي إلفممى‬
‫ضفل ل‬
‫}فوفل تفتففمنلاوُا فماَ فف ل‬
‫ب فممماَ فعمملقمموُا ممممان االمجهفمماَد‬
‫صمميب{ ثفممفوُاب }مملممماَ ااكتففسممقبوُا{ بمفسممبف م‬
‫التلفحاَقسد فوالتلفباَقغض }مللنرفجمماَمل نَف م‬
‫ت أقيم‬ ‫طاَفعةَ أفازفواجهلن فومحافظ فققروجهلن نَففزلف ا‬
‫ت لفلماَ فقمماَلف ا‬ ‫صيب مملماَ ااكتففسابفن{ ممان ف‬ ‫فوفغايره }فومللننفساَمء نَف م‬
‫فسلففمةَ لفايتففناَ قكلناَ مرفجاَلل فففجاَهفادفنَاَ فوفكاَفن لناَ مثل أجر الرجاَل }واسممألوُا{ بمهفامممفزضة فوقدونَهفمماَ } ل‬
‫امم ممممان‬
‫ا فكاَفن بمقكنل فشايِء فعمليلماَ{ فوممانهق فمفحيل االفف ا‬
.‫ضل فوقسفؤالقكام‬ ‫ضله{ فماَ ااحتفاجتقام إلفايمه يِقاعمطقكام }إلن ل‬
‫فف ا‬
(Dan janganlah kamu mengangan-angankan karunia yang dilebihkan Allah
kepada sebagian kamu dari sebagian lainnya) baik dari segi keduniaan maupun
pada soal keagamaan agar hal itu tidak menimbulkan saling membenci dan
mendengki. (Bagi laki-laki ada bagian) atau pahala (dari apa yang mereka
usahakan) disebabkan perjuangan yang mereka lakukan dan lain-lain (dan bagi
wanita ada bagian pula dari apa yang mereka usahakan) misalnya mematuhi suami
dan memelihara kehormatan mereka. Ayat ini turun ketika Umu Salamah
mengatakan, "Wahai! Kenapa kita tidak menjadi laki-laki saja, hingga kita dapat
berjihad dan beroleh pahala seperti pahala laki-laki," (dan mohonlah olehmu) ada
yang memakai hamzah dan ada pula yang tidak (kepada Allah karunia-Nya) yang
kamu butuhkan niscaya akan dikabulkan-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha

5
Mengetahui segala sesuatu) di antaranya siapa seharusnya yang beroleh karunia,
begitu pula permohonan kamu kepada-Nya.

C. Kepemimpinan seorang wanita

Sejarah mencatat sebelum datangnya Islam, terdapat dua peradaban yang


sangat membawa pengaruh besar yaitu Bangsa Yunani dan Romawi dan dua
agama besar yaitu Agama Yahudi dan Nasrani. Keadaan dan kondisi perempuan
saat itu sangatlah dipandang rendah. Mereka seolah tidak memiliki hak dalam
aktivitas apapun.Mereka menganggap perempuan sebagai sumber masalah. Dalam
peradaban Yunani, perempuan sangat dilecehkan dan dihinakan. Sementara dalam
peradaban Romawi, perempuan berada dalam kekuasaan ayahnya. Dan kalau
sudah menikah maka kekuasaannya pun jatuh ke tangan suaminya dan kondisi ini
berlangsung sampai abad keenam masehi.
Ajaran agama Yahudi menempatkan perempuan seperti harta warisan yang
bisa diberikan kepada orang lain. Mereka menempatkan martabat perempuan
sebagai budak, sehingga ayahnya berhak untuk menjualnya. Ajaran agama
Nasrani memiliki sebuah persamaan dengan lingkungan Masyarakat. Bahkan
lebih kejam lagi, dimana mereka memandang perempuan sebagai pangkal dari
segala aib dan kesalahan. Mereka mengajarkan bahwa hadirnya perempuan di
muka bumi ini hanya sebagai pemuas nafsu belaka. Namun pada saat perempuan
haidh, mereka menganggap perempuan itu sebagai najis yang harus dijauhi.
Begitupun dengan bangsa Arab pada masa Jahiliyah, menempatkan wanita
dengan rendah. Hal tersebut dijelaskan dalam sejarah bahwa zaman jahiliyyah
orang Arab merasa malu apabila istrinya mempunyai anak perempuan karena itu
dianggap aib yang sangat besar bagi keluarga. Oleh karena itu, bayi perempuan
langsung dikubur hidup-hidup. Ini pernah pula dilakukan oleh sahabat Umar Bin
Khatab di masa Jahiliyah. Saat itu para suami tidak lagi memperdulikan jerit
tangis sang bayi dan ibunya. Demikianlah keadaan perempuan masa lalu sebelum

6
datangnya Islam. Posisi perempuan hanya sebagai makhluk tanpa harga diri.
Posisinya teramat rendah dan hina. 2
Bila kita kembali membuka sejarah khususnya di Indonesia, sesungguhnya
kondisi kesetaraan kaum perempuan dengan kaum laki-laki terjadi jauh sebelum
R.A. Kartini di Jawa tengah dan Raden Dewi Sartika di Jawa barat
mengumandangkan emansipasi perempuan yang menuntut persamaan hak bagi
laki-laki dan perempuan dalam segala bidang terutama di bidang pendidikan.
Karena beberapa abad yang lalu, dengan datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhamad Saw. berkat perjuangan beliau, kaum perempuan tidak lagi direndahkan
dan dihinakan. Islam telah mampu mengangkat derajat kaum perempuan menjadi
sejajar dengan kaum laki-laki. Islam memberikan derajat yang sama antara laki-
laki dan perempuan dalam hal pahala dan derajat mereka di sisi Allah SWT
sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an dalam surat An-Nahl ayat 97:
‫ن‬
‫صملمرحاَ نمممن فذفكممضر أفنو قأنَثفممىى فوهقممفوُ قمممنؤممتن ففلفنقنحيميفنلهقمۥُ فحيفممىوُرة طفينبفممرةَ فولفنفنجمزيِفنلهقمم نم‬
‫فمنن فعممفل ى ف‬
٩٧ ‫أفنجفرقهم بمأ فنحفسمن فماَ فكاَقنَوُاا يِفنعفمقلوُفن‬
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (Q.S. Al-Nahl: 97)
Islam telah mengangkat harkat martaba perempuan dari suatu kehinaan
dan keburukan, menyelamatkan dari kekejaman orang-orang jahiliyah. Bahkan
Islam telah memberikan penghormatan yang tinggi kepada kaum perempuan.
Sebuah kedudukan yang teramat mulia dan luhur. Hal ini tercantum dalam sebuah
hadist Rasulullah Saw yang artinya :
“Bahwa pada suatu ketika Rasulullah Saw ditanya oleh seorang sahabat: “Ya
Rasululullah, kepada siapa aku harus berbakti selain kepada Allah swt?”. Rasul
menjawab: “Ibumu”, sahabat bertanya lagi: “ Ya Rasulullah kepada siapa lagi
aku harus berbakti?”. Rasulullah menjawab: “Ibumu”. Sahabat itu bertanya
2
http://www.kompasiana.com/abi_eyza/nasib-perempuan-dari-masa-ke-masa Diakses pada
tanggal 24 April 2017 pukul 19.08 wib.

7
lagi: “Ya Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”. Rasul Saw masih
menjawab : “Ibumu”. Ke-empat kalinya sahabat tersebut bertanya lagi: “Ya
Rasulullah kepada siapa lagi aku harus berbakti?”, Rasulullah Saw baru
menjawab: “Bapakmu”.
Sampai tiga kali Rasul menyebutkan bahwa kita harus berbakti dan
menghormati ibu. Sementara bapak, Rasul Saw. hanya menyebutkan satu kali. Hal
ini menunjukkan begitu pentingnya berbakti dan menghormati ibu –seorang
perempuan- yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita. Secara
logika, hal ini memang bisa dipahami, mengapa seorang ibu harus lebih dihormati
dari seorang bapak?. Jawabannya adalah karena ada Tiga hal kelebihan (kodrat)
ibu yang tidak bisa dilakukan oleh bapak, yaitu: (1) Mengandung, (2) Melahirkan,
dan (3) Menyusui. Ketiga kodrati kaum perempuan inilah yang menjadikan
kedudukan perempuan (ibu) menjadi teramat mulia dan luhur. Namun adanya
ketiga kodrat tersebut, tidak menghalangi kaum perempuan untuk berkarya
(karier) di luar rumah. Sehingga saat ini telah susah dihitung dengan jari, seorang
perempuan yang berani mengungkapkan sesuatu, baik melalui suara, gerak,
ekpresi, serta keterlibatan mereka dalam segala bidang. Keberadaan mereka tidak
saja diakui komunitas internal tapi juga mendapat acungan jempol dari komunitas
eksternal yang selama ini sering menyangsikan potensi mereka. Penyangsian akan
ilmu, kemampuan dan keberanian, kekuatan fisik yang terbatas, kelemahan pada
mental, hingga kecerdasan otak dalam menganalisa sesuatu. Sesungguhnya
potensi kaum perempuan sebagai salah satu unsur dalam menunjang
pembangunan Nasional di Indonesia tidak disangsikan lagi, karena separuh dari
penduduknya adalah perempuan. Apalagi angka-angka statistik tentang populasi
rakyat Indonesia menggambarkan bahwa perempuan Indonesia merupakan suatu
potensi sumber daya manusia yang cukup besar. Kalau potensi yang besar ini
tidak didorong dan didukung serta dimanfaatkan secara optimal dalam
pembangunan nasional, maka kemungkinan bangsa dan negara ini akan
mengalami kelambanan atau bahkan kemunduran. Ini berarti kaum perempuan
mempunyai peluang besar untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional.
Terbukti saat ini keberadaan mereka bermunculan ibarat jamur di musim hujan,

8
karena memang sudah saatnya kaum perempuan berani untuk tampil menjadi
yang terdepan dalam mengasah ketajaman intelektual dan mengerahkan
kemampuan yang mereka miliki. Dan pada akhirnya, tindakan mereka ini juga
mendapat respon yang positif dari kaum laki-laki.
Pada dasarnya wanita dan laki-laki dalam pandangan Islam didudukan
secara sama dalam hukum. Uraian ini sangat jelas dalam surah An-Nisa Ayat 1:

‫ث ممننهقفممماَ مرفجمماَرل‬
‫ق ممننهفمماَ فزنوفجهفمماَ فوبفمم ل‬ ‫ن‬
‫س ٱتلققوُاا فربلقكقم ٱللمذي فخلفقفقكم نمن نَلفمم ض‬
‫س ىفومحممفدضة فوفخلفمم ف‬ ‫ىيِيفأ فنيِفهاَ ٱللناَ ق‬
١ َ‫فكمثيررا فونَمفساَ رلء فوٱتلققوُاا ٱللف ٱللمذي تففساَفءقلوُفن بممهۦِ فوٱنلفنرفحاَلفم إملن ٱللف فكاَفن فعلفنيقك نم فرمقي ربا‬
Artinya : “Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri dan daripadanya Alloh menciptakan istrinya dan
daripada keduanya lahir menyebarlah banyak pria dan wanita.”
Dan juga sabda Rasulullah SAW “Semua manusia adalah sama, bagaikan
gigi-gigi sisir. Tidak ada tuntutan kemuliaan seorang Arab atas seorang ‘Ajam
(bukan Arab), atau seorang kulit putih atas kulit hitam atau seorang pria atas
seorang wanita, Hanya ketaqwaan seseorang yang menjadi pilihan Alloh.”
Akan tetapi dalam perspektif yang lain wanita didudukan sebagai obyek yang
harus dipimpin laki-laki, Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa: 34:
‫صلمىفح ق‬
‫ت‬ ‫ض فوبمفماَ فأنَففققوُاا ممنن أفنمىفوُلممه لنم ففٱَل ى ل‬ ‫ضهق نم فعلفىى بفنع ض‬‫ضفل ٱللق بفنع ف‬ ‫ٱلنرفجاَقل قفىلوُقموُفن فعفلى ٱلننفساَمء بمفماَ فف ل‬
‫ظوُهقلن فوٱنهقجقروهقلن فممميِ ٱنلفم ف‬
‫ضمماَمجمع‬ ‫لق فوٱ ىللمتيِ تففخاَقفوُفن نَققشوُفزهقلن ففمع ق‬
‫ظ ٱ لل‬
‫ب بمفماَ فحفم ف‬‫ظتت لنلفغني م‬ ‫ت ىفحفم ى ف‬
‫ىقفنم ىتف ت‬

.‫طنعنفقك نم فففل تفنبقغوُاا فعلفنيمهلن فسمبي ل لل إملن ٱللف فكاَفن فعلمريياَ فكمبيررا‬‫ضمرقبوُهقنلن ففإ منن أف ف‬ ‫فوٱ ن‬
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan

9
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(Q.S. Al-Nisa: 34) 3
Menurut ayat tersebut laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan.
Kewajiban pemimpin adalah membimbing, membina dan mengarahkan yang
dipimpinnya. Kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan dalam konteks ayat
tersebut lebih berkaitan dengan kehidupan dalam rumah tangga (keluarga). Laki-
laki menjadi pemimpin perempuan dalam rumah tangga karena berbagai
kelebihan yang dimilikinya. Selain itu laki-laki memiliki kewajiban memberi
nafkah kepada istri dan anaknya. Ketika suami menjadi pemimpin, maka ada
kewajiban istri untuk taat kepada suami. Pengabaian dan pengingkaran ketaatan
istri kepada suami merupakan salah satu perbuatan dosa. Dan ketika itu terjadi,
maka harus dilakukan tindakan-tindakan tertentu yang secara teologis dibenarkan
oleh Allah Swt. yaitu menasihati, berpisah tempat tidur, sampai memukul, dengan
catatan itu semua dilakukan sebagai bentuk mendidik kepada istri dan tidak
menimbulkan kecelakaan serta kedukaan yang mendalam baik secara fisik
maupun psikis.
Muhammad Ali Al-Shabuni yang dikutip Cecep Anwar menafsirkan
potongan ayat:
‫الرجاَل قيوُاموُن على الينساَء‬
Bahwa laki-laki (suami) memiliki kedudukan dan kewenangan untuk
memerintah dan melarang kaum perempuan layaknya pemimpin kepada rakyat.
Potongan ayat selanjutnya:
‫بماَ ف ي‬
‫ضل ا بعضهم على بعض وبماَ انَفقوُا من اموُلهم‬
Pada kalimat diatas, huruf ba-nya adalah ba sababiyah yang berkaitan
erat dengan kata qawwamun. Dengan begitu dapat dipahami, bahwa
kepemimpinan kaum pria atas wanita adalah karena kelebihan yang telah Allah
berikan kepada mereka (kaum pria) atas kaum wanita. 4 Ibn Katsir dalam tafsirnya,
menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin, penguasa, kepala, dan guru
3
http://lianurmachmuda.blogspot.co.id/2014/06/makalah-masail-fiqhiyah.html. Diakses tanggal
05 April 2018 pukul 19:45 wib.
4
Shihâbuddîn Mahmûd al-Alûsy, Rûh al-Ma‘ânî Fi Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm wa Sab’a alMatsâni,
(Beirût: Dâr al-Fikr, ), vol. I, h. 23.

10
pendidik bagi kaum wanita. Ini disebabkan karena berbagai kelebihan laki-laki itu
sendiri atas wanita, sesuai dengan firman Allah: Li ar-rijâl ‘alaihinna darajah (bagi
laki-laki ada kelebihan satu tingkat dari wanita) (Q.S. al-Baqarah: 228). Selain itu,
karena laki-laki berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya.5
Dalam kurun yang amat panjang, dari mulai Ibn ‘Abbas, at-Thabari,
bahkan hingga Imam ‘Ali al-Shabuni, tafsir tersebut tidak banyak digugat, kecuali
belakangan manakala pemikiran-pemikiran Islam mulai bersinggungan dengan
wacana pemikiran Barat dan juga fakta yang memang menunjukkan tidak
sejalannya lagi penafsiran tersebut dengan realitas kontemporer.
Ibn ‘Abbas, misalnya, mengartikan kata qawwâmûn sebagai pihak yang
memiliki kekuasaan atau wewenang untuk mendidik wanita. Dengan nada yang
sama, at-Thabari menegaskan, bahwa kata qawwâmûn bermakna penanggung
jawab, dalam arti, pria bertanggung jawab dalam mendidik dan membimbing
wanita dalam konteks ketaatannya kepada Allah.6
Sementara itu, menurut Imam al-Qurthubi, pria adalah pemimpin wanita
karena kelebihan mereka dalam hal memberikan mahar dan nafkah; karena pria
diberi kelebihan akal dan pengaturan sehingga mereka berhak menjadi pemimpin
atas wanita; juga karena pria memiliki kelebihan dalam hal kekuatan jiwa dan
watak. Surah an-Nisa’ ayat 34 ini juga menunjukkan kewajiban pria untuk
mendidik wanita.7
Imam al-Syaukani, ketika menafsirkan ayat di atas, menyatakan bahwa
pria adalah pemimpin wanita yang harus ditaati dalam hal-hal yang memang
diperintahkan Allah. Ketaatan seorang istri kepada suaminya dibuktikan,
misalnya, dengan berperilaku baik terhadap keluarga suaminya serta menjaga dan
memelihara harta suaminya. Ini karena Allah telah memberikan kelebihan atas
suami dari sisi keharusannya memberi nafkah dan berusaha.10 8
Sedangkan menurut Al-Shabuni menafsirkan karena Allah telah
memberikan anugerah kepada laki-laki berupa kemampuan berpikir (al-‘aql) dan
5
Abû al-Fidâ’ Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, (Beirût: Dâr al-Fikr, 1401), vol. I, h. 596.
6
Fajri Chairawati. Emansipasi Wanita Menurut Perspektif Al-Qur’an Dan Hadits. UIN Ar-Raniry
Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh.
7
Ibid.
8
Ibid.

11
pengaturan (al-tadbir). Allah juga menugaskan mereka untuk berusaha (al-kasb)
dan memberi nafkah (al-infaq). Kaum laki-laki berkewajiban terhadap perempuan
dalam hal menjaga (al-hifzh), merawat (al-ri’ayat), memberi nafkah (al-infaq),
dan mendidik (al-ta’dib).9
Ayat al-Quran diatas oleh sebagian ulama tekstualis dan tradisional sering
dijadikan alasan penolakan terhadap kaum perempuan menjadi pemimpin,
termasuk menjadi pemimpin negara. Argumentasi yang dikemukakan ialah bahwa
dalam rumah tangga saja yang ruanglingkupnya kecil dan terbatas yang harus
menjadi pemimpin adalah laki-laki, apalagi dalam memimpin masyarakat atau
negara. Maka tidak boleh perempuan menjadi kepala negara (presiden).
Sementara itu, kelompok yang membolehkan perempuan menjadi pemimpin
(biasanya disebut kelompok modern, feminis, dan memperjuangkan kesetaraan
gender) berpendapat bahwa ayat diatas khusus berkaitan dengan kehidupan rumah
tangga (domestik). Dalam kehidupan rumah tangga laki-laki memang menjadi
pemimpin karenanya disebut kepala keluarga. Tapi diluar rumah tangga
perempuan bisa dan boleh menjalankan peran lain termasuk menjadi pemimpin
atau kepala negara. Alasannya kata al-rijal yang terdapat pada Q.S. al-Nisa: 34
tidak merujuk kepada laki-laki dalam arti jenis kelamin, namun berkaitan dengan
sifat atau karakter. Selama perempuan memiliki sifat kelaki-lakian maka boleh-
boleh saja perempuan menjadi pemimpin. Untuk menjadi pemimpin diperlukan
sejumlah kecakapan yang memadai, dari mulai aspek fisik yang kuat, pikiran yang
cerdas dan bijak,ilmu yang luas, wawasan yang mendunia, dan sebagainya.10
Berkenaan dengan perempuan menjadi kepala Negara Islam Imam
Madzhab berpendapat tentang kepemimpinan wanita:
a. Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita
tidak berhak menjadi pemimpin, meski dalam lingkup yang lebih terbatas.
Sebab, bagaimanapun juga, menjadi pemimpin, baik dengan kekuasaan
luas maupun terbatas, pada hakikatnya sama. Yang membedakan hanyalah

9
Cecep Anwar, Tafsir ayat-ayat kemanusiaan dan kehidupan, (Bandung, . 2015) h. 160
10
Ibid. Cecep Anwar.

12
wilayah kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh jelas-jelas melarang
seorang wanita menjadi pemimpin.
b. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita dapat menjadi
penguasa dalam urusan harta. Beliau berpandangan, ketika wanita
diperbolehkan memberikan kesaksian dalam urusan harta, berarti
memberikan keputusan dalam wilayah tersebut juga sudah semestinya
diperbolehkan. Prinsipnya, menurut beliau, setiap orang yang memiliki
kredibilitas untuk menengahi-nengahi pertikaian atau persengketaan di
antara manusia, (tanpa memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataukah
perempuan) maka keputusan hukumnya legal dan sah-sah saja, kecuali
hal-hal yang memang telah diputuskan oleh ijma, yaitu masalah
kepemimpinan besar (al-imamah al-kubra).
Dengan mempertimbangkan pemahaman normativitas para ulama klasik
dan sebagian modern, kenyataan historisitas munculnya sultanah-sulatanah Islam
dalam sejarah, kemudian kondisi fisik dan psikis kaum wanita di atas, maka
seorang wanita bisa menjadi pemimpin dalam berbagai sektornya. Dalam hal ia
menjadi kepala Negara, maka dibolehkan dalam konteks simbolik untuk
mempersatukan elemen bangsa. Kepemimpinan wanita dapat dibenarkan asalkan
saja tidak melupakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri, karena tugas
tersebut tidak dapat digantikan suami maupun pembantu.11
Dr. Muhammad Sayid Thanthawi, Syaikh Al-Azhar dan Mufti Besar
Mesir, menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam posisi jabatan apapun
tidak bertentangan dengan syariah, baik sebagai kepala negara (al-wilayah al-
udzma) maupun posisi jabatan di bawahnya. Dalam fatwanya yang dikutip
majalah Ad-Din wal Hayat, Tantawi menegaskan:
(Wanita yang menduduki posisi jabatan kepala negara tidaklah bertentangan dengan syariah karena
Al-Quran memuji wanita yang menempati posisi ini dalam sejumlah ayat tentang Ratu Balqis dari
Saba. Dan bahwasanya apabila hal itu bertentangan dengan syariah, maka niscaya Al-Quran akan
menjelaskan hal tersebut dalam kisah ini. Adapun tentang sabda Nabi bahwa “Suatu kaum tidak
akan berjaya apabila diperintah oleh wanita” Tantawi berkata: bahwa hadits ini khusus untuk
peristiwa tertentu yakni kerajaan Farsi dan Nabi tidak menyebutnya secara umum. Oleh karena itu,
11
http://lianurmachmuda.blogspot.co.id/2014/06/makalah-masail-fiqhiyah.html. Diakses pada
tanggal 05 April 2018 pukul 19:05 wib

13
maka wanita boleh menduduki jabatan sebagai kepala negara, hakim, menteri, duta besar, dan
menjadi anggota lembaga legislatif. Hanya saja perempuan tidak boleh menduduki jabatan Syaikh
Al-Azhar karena jabatan ini khusus bagi laki-laki saja karena ia berkewajiban menjadi imam shalat
yang secara syariah tidak boleh bagi wanita).
Pendapat ini disetujui oleh Yusuf Qardhawi. Ia menegaskan bahwa
perempuan berhak menduduki jabatan kepala negara (riasah daulah), mufti,
anggota parlemen, hak memilih dan dipilih atau posisi apapun dalam
pemerintahan ataupun bekerja di sektor swasta karena sikap Islam dalam soal ini
jelas bahwa wanita itu memiliki kemampuan sempurna (tamam al ahliyah).
Menurut Qardawi tidak ada satupun nash Quran dan hadits yang melarang wanita
untuk menduduki jabatan apapun dalam pemerintahan. Namun, ia mengingatkan
bahwa wanita yang bekerja di luar rumah harus mengikuti aturan yang telah
ditentukan syariah seperti: a) tidak boleh ada khalwat (berduaan dalam ruangan
tertutup) dengan lawan jenis bukan mahram, 2) tidak boleh melupakan tugas
utamanya sebagai seorang ibu yang mendidik anak-anaknya, dan 3) harus tetap
menjaga perilaku islami dalam berpakaian, berkata, berperilaku, dan lain-lain.
Ali Jumah Muhammad Abdul Wahab, mufti Mesir saat ini, termasuk di
antara ulama berpengaruh yang membolehkan wanita menjadi kepala negara dan
jabatan tinggi apapun seperti hakim, menteri, anggota DPR, dan lain-lain. Namun,
ia sepakat dengan Yusuf Qardhawi bahwa kedudukan Al-Imamah Al-Udzma yang
membawahi seluruh umat Islam dunia harus dipegang oleh laki-laki karena salah
satu tugasnya adalah menjadi imam shalat.
Ali Jumah menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam berbagai
posisi sudah sering terjadi dalam sejarah Islam. Tak kurang dari 90 perempuan
yang pernah menjabat sebagai hakim dan kepala daerah terutama di era Khilafah
Utsmaniyah. Bagi Jumah, keputusan wanita untuk menempati jabatan publik
adalah keputusan pribadi antara dirinya dan suaminya.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan mengenai kepemimpinan
(kepala negara) perempuan ada yang yang membolehkan dan ada juga yang
melarang semuanya didasarkan alasan mereka masing-masing berdasarkan logika
dan akal mereka.

14
D. Wanita menjadi imam
Kepemimpinan dalam Islam sering disebut dengan imâmah. Dalam kajian
para ulama, imâmah dibagi dalam dua kategori yaitu imâmah kubra dan imâmah
sugra. Imâmah dalam arti pertama merupakan kepemimpinan secara umum,
kepemimpinan seseorang dalam menjalankan roda pemerintahan.

Dalam arti ini masuk istilah khilâfah. Sedangkan pengertian imâmah yang
kedua, imâmah khusus yang berkenaan dengan kepemimpinan di dalam shalat.

Kasus yang mencuat tentang persoalan ini adalah Aminah Wadud, seorsang
asktivis perempuan yang menggelar shalat Jum’at dan sebagai imamnya di sebuah
Gereja Katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street, New York pada
tahun 2005. Ulama banyak memberikan kriteria dan syarat-syarat untuk menjadi
seorang imam shalat. Wahbah al-Zuhaili dalam karyanya al-Fiqh al-Islâmî
setidaknya menyebut 12 syarat. Salah satu persyaratan itu adalah pria jika
makmumnya pria atau banci dan tidak syah jika perempuan atau banci
mengimami pria dalam shalat. Keyakinan seperti ini merupakan pendapat umum
di kalangan umat Islam. Mereka berusaha menunjukkan berbagai dalil untuk
mendukung pemikirannya. Permasalahan akan muncul jika kenyataan tersebut
terbalik, pada suatu saat terjadi seorang perempuan menjadi imam shalat pria.
Akankah hal tersebut dapat dibenarkan dalam kacamata syari’at? Padahal dalam
ibadah berlaku kaidah ‫الصل فيِ العباَدة التحريِم حتى يِدل الدليل على الباَدة‬.

Permasalahan di atas dapat ditemukan jawabannya dalam hadis. Hadis


telah disepakati oleh ulama sebagai dalil hukum. Sebagai sumber kedua setelah al-
Qur’an, hadis memiliki perbedaan dengan al-Qur’an. Salah satu perbedaannya
adalah terletak dari periwayatannya. Al-Qur’an seluruhnya diriwayatkan secara
mutawâtir sedangkan tidak semua hadis diriwayatkan secara mutawâtir. Kecuali
terhadap hadis mutawâtir, terhadap hadis âhâd kritik tidak saja ditujukan kepada
sanad tetapi juga terhadap matan. Di samping itu, dalam perspektif historis
terungkap bahwa tidak seluruh hadis tertulis di zaman Nabi Muhammad saw.,
adanya pemalsuan hadis yang disebabkan adanya perbedaan mazhab dan aliran,

15
proses penghimpunan hadis yang memakan waktu yang lama, jumlah kitab hadis
dan metode penyusunan yang beragam serta adanya periwayatan bi al-ma’na.
Sebab-sebab itulah yang mendorong pentingnya melakukan penelitian hadis.

Tulisan ini akan menjawab persoalan di atas dengan memfokuskan


sinyalemen hadis tentang kepemimpinan perempuan dalam shalat. Dalam hadis
tersebut terdapat kata-kata َ‫ أن تمممؤم أهمممل دارهممما‬secara harfiyah dimungkinkan
perempuan sebagai imam shalat bagi laki-laki. Namun, secara umum, ulama
melarangnya. Bagaimana kualitas hadis tersebut? Dari sini nantinya akan dapat
dijadikan hujjah dan bagaimana pemahaman kontekstual atas matan hadis
tersebut.

Kritik Sanad

Takhrij al-Hadis

Setelah diadakan penelusuran melalui metode takhrîj al-hadîs dalam kitab


Mu’jam Mufahras li Alfâz al-Hadîs, melalui kata taummu (‫)تمممؤم‬, hadis
tersebutdidapati dalam kitab Sunan Abû Dâwûd di bâb shalât dan Musnad Ahmad
ibn Hanbal jilid VI halaman 405. Penelusuran juga dilakukan lewat topik hadis (
‫ ) موُضوُع الحديِث‬dengan tema hadis imâmat mar’at melalui kitab Miftah Kunuz al-
Sunnah. Dari kitab tersebut didapatkan informasi tentang hadis yang sedang
diteliti terdapat pada: Musnad Zaid ibn Ali hadis ke 189.

Adapun bunyi teks hadis selengkapnya adalah :

Sunan Abu Dawud

16
Musnad Ahmad ibn Hanbal.

Berdasarkan penelusuran melalui CD-ROM Maktabah Alfiyah li al-


Sunnah al-Nabawiyah, ditemukan informasi bahwa hadis di atas juga
diriwayatkan oleh al-Hakim, 12 al-Baihaqi, Ibn Khuzaimah, al-Daruqutniy, Abi
Syaibah, dan Ishaq ibn Rawahiyah.

I’tibar

Untuk memudahkan kegiatan i’tibâr18 perhatikan skema sanad periwayat


Abu Dawud dan keseluruhan periwayat di bagian lampiran. Dari skema tersebut

17
dapat diketahui bahwa tidak ada periwayat yang berstatus sebagai syahid, karena
satu-satunya sahabat nabi yang meriwayatkan adalah Ummu Waraqah. Adapun
periwayat yang berstatus sebagai muttabi’ adalah periwayat dalam tingkatan ke-2,
yaitu Laili ibn Malik sebagai mutabi’ dari Abdurrahman ibn Khallad, periwayat
keempat Abu Naim, Muhammad ibn Fudail, dan Abdullah ibn Dawud sebagai
muttabi’ dari Waki’ ibn Jarah. Dengan demikian hadis tersebut termasuk dalam
kategori hadis âhâd yang azîz, karena diriwayatkan oleh terbatas periwayat dan
jumlahnya terbatas antara dua orang saja. Selain itu, hadis tersebut juga
dikeluarkan oleh Ahmad ibn Hanbal dengan tujuh jalur sanad, Abu Dâwud,
Ahmad ibn Hanbal, al-Hakim, al-Baihaki, al-Daruqutni, Ibn Khuzaimah dan Ishaq
ibn Rawahiyah masing-masing sebuah jalur sanad, kecuali Abu Dawud dan
Ahmad ibn Hanbal dua jalur sanad.

Kesimpulan Hadis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan baik dari segi sanad maupun matan
hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Waraqah melalui jalur Abu Dawud, maka
kualitas hadis tentang kepemimpinan perempuan dalam shalat sahih dari segi
sanadnya dan maqbul dari segi matannya.

Syarah Hadis

Penjelasan Istilah Kunci

Ada beberapa kata yang perlu dijelaskan :

Perang Badar. Perang ini terjadi pada 17 Ramadan tahun kedua setelah hijriyah
dan diikuti oleh sejumlah sahabat nabi.

Rasulullah saw. Dimintai izin oleh Ummu Waraqah untuk ikut serta berperang.
Keikutsertaannya berperang hanyalah berperan dalam perawatan prajurit yang
sakit. Keinginan yang hendak dicari Ummu Waraqah adalah menjadi seorang
yang mati syahid di medan perang.

Rasulullah saw. memberi petunjuk kepada sahabat yang meminta ikut perang
tersebut, agar tetap di rumah saja semoga Allah menjadikan seorang syahidah.

18
Sahabat tersebut benar tertusuk oleh budak mereka.

Nabi Muhammad saw. berkunjung ke rumah Ummu Waraqah dan menjadikan


seorang muazin untuk mengumandangkan azan di rumahnya.

Nabi Muhammad saw. memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam bagi
keluarganya.

Arti Hadis diatas adalah :

.....wahai Rasulullah izinkan saya bersama engkau di pertempuran untuk


merawatprajurit-prajurit yang sakit barang kali Allah menganugerahkan aku mati
syahid. Beliau bersabda tetaplah di rumahmu, maka Allah akan menganugerahkan
kamu mati syahid. Oleh karena itu, ia disebut syahidah (kata Abdurrahman) Dan
dia adalah ahli membaca al-Qur’an. Dia mohon izin kepada Nabi Muhammad
saw. agar di rumahnya diperbolehkan mengangkat seorang muazzin yang
menyerukan azan untuk dia. Dia membuat kedua budaknya laki-laki dan
perempuan itu sebagai mudabbar. maka pada suatu malam, kedua budaknya itu
bangtun dan pergi kepadanya terus menyelubungkan sehelai kain tutup mukanya
kepada wajahnya sampai perempuan itu tewas karenanya. Sehubungan dengan
kasus ini, maka keesokan harinya Umar berdiri dan berpidato di tengah orang
banyak antara lain ia berkata Barangsiapa yang mengetahui atau melihat kedua
budak ini, hendaklah dibawa kemari, setelah diketahui maka disuruhnya untuk
ditangkap lalu diperintah untuk disalib. Maka dengan demikian kedua budak ini
merupakan orang pertama kali di salib di Madinah.

“...Rasulullah saw. biasa berkunjung ke ruhamnya Ummu Waraqah beliau


mengangkat muazzin untuk dia dan menyuruhnya untuk menjadi imam keluarga
rumahnya. Abdurrahman berkata muazzinnya adalah seorang pria yang lebih
senior..”

Asbab al-Wurud al-Hadis/Analisis Sosio-Historis

Tampak dari kedua hadis di atas, salah satunya merupakan sebab turunnya
suatu hadis tentang kebolehan menjadi imam shalat bagi perempuan. Sahabat nabi
tersebut memiliki ilmu tentang qira’at dan pengumpul al-Qur’an. Rasulullah saw.

19
memberikan julukan syahidah kepada Ummu Waraqah. 53 Julukan seperti ini
adalah wajar karena beliau adalah seorang yang gigih dalam menjalankan
agamanya. Ia meminta kepada Nabi Muhammad saw. agar dibolehkan untuk
menjadi imam bagi keluarganya. Padahal di dalam keluarganya ada beberapa
orang termasuk seorang pria yang lebih senior, sering mendendangkan alunan
azan ketika shalat mau dilaksanakan. Demikianlah, Rasulullah saw. memebrikan
predikat bagi sahabatnya dan kenyataannya Ummu Waraqah terbunuh sebagai
syahidah oleh kedua budaknya.

E. Wacana imam shalat perempuan dalam berbagai perspektif dan


kontekstualitasinya
Imamah sugra dalam bentuk kepemimpinan seseorang dalam shalat telah
banyak dibahas oleh ulama. Mereka berusaha memberikan interpretasi terhadap
sumber hukum Islam dengan memberikan kriteria macam-macam orang yang
memenuhi syarat menjadi imam shalat. Syarat-syarat tersebut antara lain: Islam,
berakal, baligh, pria, suci dari hadas dan kotoran, bacaannya baik, alim, dan
sebagainya. Secara terperinci Abu Hanifah mendahulukan mereka yang lebih atas
pengetahuan hukum-hukum kemudian terhadap yang paling baik bacaannya,
kemudian mereka yang lebih wara’, Islam, umurnya, mempunyai akhlak mulia,
tampan wajahnya, baik nasabnya, dan paling bersih pakaiannya. Apabila terdapat
sejumlah orang yang sama kriterianya maka diadakan undian untuk memilih salah
seorang yang berhak menjadi imam.

Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Hanafiyah, Malikiyah


memberikan syarat-syarat kepemimpinan shalat agak luas merambah ke arah
imamah kubro dan memperluas beberapa syarat. Adapun persyaratan secara rinci
yang dikemukakan oleh Malikiyah adalah lebih mendahulukan sultan (penguasa)
atau wakilnya, imam masjid, penghuni rumah, paling tahu tentang masalah
pershalatan, yang paling adil, yang paling baik bacaannya, yang lebih dulu
Islamnya dan jika sama maka diadakan undian untuk menetukannya. Sementara
Hanabilah berpendapat bahwa yang berhak menjadi imam adalah yang paling
paham dan paling baik bacaannya, kemudian yang paling baik bacaannya saja,

20
dan jika tidak ada maka baru mereka yang paling paham terhadap permasalahan
shalat. Namun, jika andaikata masih ditemukan ada yang sama maka ditentukan
melalui undian. Sedangkan Syafi’iyah memberikan persyaratan penguasa dan
imam masjid lebih didahukukan daripada mereka yang lebih paham terhadap
masalah shalat dan baru kemudian mereka yang paling baik bacaannya. Berbeda
dengan tradisi Sunni di atas, di kalangan Syi’ah lebih mendahulukan para imam
mereka. Apabila terdapat kesamaan maka yang didahulukan adalah yang lebih
paham terhadap ajaran agama, lebih baik bacaannya, yang lebih tua umurnya.
Dari beberapa pendapat ulama di atas, dapat dikatakan bahwa mereka lebih
banyak mendahulukan aspek-aspek pengetahuan dan bacaan yang terbaik. Di
antara kelima pemikiran di atas, yang dapat dijadikan pedoman adalah pendapat
Hanabilah, yang hanya menyaratkan dari segi bacaan dan pengetahuan saja.
Sementara pendapat lain, banyak berhubungan dengan hal-hal yang tidak terkait
langsung dengan masalah imam shalat secara subtansial, antara lain umur,
kedudukan, akhlak dan sebagainya. Persyaratan di atas merupakan persyaratan
umum dalam imam shalat. Namun, secara khusus, banyak ulama yang
menyaratkan adanya syarat-syarat tertentu mislanya laki-laki. Laki-laki
hendaknya menjadi imam laki-laki atau perempuan atau banci. Tidak syah
shalatnya jika perempuan mengimami laki-laki atau banci. Sebaliknya, perempuan
hanya bisa menjadi imam bagi teman-temannya sesama perempuan saja. Kriteria
demikian berlaku pada shalat wajib maupun sunnah.

Teks-teks hadis di atas adalah berkenaan dengan kebolehan perempuan


sebagai imam pria di dalam shalat. Keniscayaan seperti ini dapat dilihat secara
langsung dalam teks hadis tersebut. Namun, dalam berbagai literatur fiqih banyak
ulama memberikan penilaian lain. Imâmah merupakan martabat yang agung dan
oleh karenanya hanya dapat dilakukan oleh seorang pria saja. Demikian ungkap
Imam Malik dan Abu Hanifah. Hal ini berlaku secara mutlak. Berbeda dengan
keduanya, al-Syafi’iy dan Ahmad ibn Hanbal membolehkan perempuan untuk
mengimami sesama perempuan saja dan menolak imam perempuan atas pria.
Berbeda dari pendapat-pendapat sebelumnya, Abu Tsaur, Mazini dan Tabari
membolehkan imam perempuan atas pria berdasarkan hadis Ummu Waraqah di

21
atas.64 Pendapat terakhir ini jarang sekali didengar oleh masyarakat. Oleh karena,
dalil yang dijadikan hujjah adalah dapat dipertanggungjawabkan, maka
sinyalemen yang diungkap oleh Abu Saur, Mazini dan Tabrani dapat diterima.
Upaya menjembatani kedua pemikiran di atas dapat dilakukan dengan
memberikan modifikasi-modifikasi beberapa pemikiran tersebut. Upaya semacam
ini sering disebut dengan merekonstruksi pemikiran fiqih klasik. Metode yang
dapat digunakan adalah memberikan makna yang baru dan lebih segar atas teks-
teks masa lampau dengan pemaknaan yang sesuai perkembangan zaman. Cara
pemahaman semacam ini dikenal dengan sebutan hermeneutik. Walaupun
keberadaan ilmu ini sudah ada di kalangan Islam terutama dalam wacana
perkembangan ilmu tafsir, fiqih dan kalam, namun keberadaannya lebih dari itu.
Ia dapat memberikan arti yang lebih kaya. Praktek-praktek kehidupan keagamaan
di zaman Rasulullah saw. merupakan contoh yang terbaik dalam menyikapi
masalah peribadatan terutama ibadah mahdah. Salah satu informasi penting
adalah yang berkenaan dengan imam perempuan dalam shalat di mana
makmumnya seorang pria tua renta.

Walaupun dalam sabda nabi tersebut merupakan kasus perkasus, namun


kejadian tersebut dapat dijadikan pegangan umat Islam saat ini dalam menentukan
imam shalat. Berdasarkan hadis riwayat Ummu Waraqah di atas, nampak bahwa
Rasulullah saw. menyuruhnya menjadi imam bagi keluarganya. Hal ini tidaklah
mengherankan karena sahabat beliau tersebut adalah seorang ahli qira’ah dan
bacaan al-Qur’an sangat baik. Oleh karena itu, Rasulullah saw. menyuruhnya
untuk mennjadi imam shalat untuk keluarganya kendati di rumahnya ada beberapa
orang pria yang salah staunya adalah pria yang lebih senior (syaikh kabir)
kapasitasnya dalam segala hal, baik umur, ilmu mapun yang lainnya.

F. Wanita karir yang melalaikan kewajiban terhadap suami dan akan-


anaknya
a. Pengertian Wanita Karir
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “wanita” berarti perempuan dewasa.
Sedangkan “karier” berarti wanita yang berprofesi. Karier merupakan pekerjaan
yang mempunyai harapan untuk maju. Oleh karena itu, karier selalu dikaitkan

22
dengan uang dan kuasa. Namun bagi sebagian yang lain, masalah tentu bukan
sekedar itu, karier juga merupakan karya yang tidak dapat dipisahkan dengan
panggilan hidup. Orang yang hidup sesuai dengan panggilan hidupnya akan
menikmati hidup bahagia.
Menurut Muriah (2011 :32-33) Dewasa ini kesadaran akan kesejajaran jender
semakin meningkat. Wanita telah banyak merambah kehidupan publik, yang
selama ini didominasi pria. Wanita telah banyak bekerja di luar rumah, dan
banyak di antara mereka menjadi wanita karier. Istilah “karier” atau career
(Inggris) berarti “A job or profesion for which one is trained and which one
intends to follow for part or whole of one‟s life.” Atau “a job or profession
especially one withopportunities for progress” sementara itu “wanita karier”
berarti “wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi seperti bidang usaha,
perkantoran dan sebagainya dilandasi pendidikan keahlian seperti keterampilan,
kejujuran, dan sebagainya yang menjanjikan untuk mencapai kemajuan.
Menurut Syuqqah (2001 : 409-410) Dewasa ini jumlah wanita yang menekuni
dunia karier cenderung meningkat. Berbagai faktor yang kondusif bagi
perkembangan yang demikian ini antara lain, sebagaimana dipaparkan, sebagai
berikut.
1. Kemajuan dan keanekaragaman dunia pendidikan meliputi jenjang dan
pemerataan bagi anak wanita dan pria. Gejala gejala tersebut
menumbuhkan kemampuan bagi wanita untuk menggeluti berbagai bidang
profesi.
2. Peningkatan pelayanan dalam berbagai sektor dan kenekaragaman serta
pemerataannya bagi pria wanita berperan melahirkan kebutuhan baru bagi
masyarakat, meliputi masalah perlunya wanita memasuki berbagai bidang
dan spesialisasi seperti pendidikan, pengobatan, dan perawatan dan
sebagaimana.
3. Kemajuan dalam bidang sarana transprtasi-dunia penerbangan khususnya
membutuhkan adanya tenaga-tenaga wanita seperti pramugari dan
semisalnya.
4. Kemajuan dan keaneragaman perlengkapan dan pakaian wanita, menuntut
adanya tenaga-tenaga wanita yang menangani urusan jual beli.

23
5. Lamanya rentang waktu antara sampainya seseorang ke tahap kematangan
seksual dan antara kemampuan seseorang untuk hidup mandiri dari segi
finansial untuk memasuki jenjang perkawinan, telah menimbulkan
problem kejiwaan yang cukup berat di kalangan para suami, sehingga ia
membutuhkan bantuan istrinya untuk membantu ekonomi.
6. Terjadinya diskriminasi dalam keluarga yang melibatkan sebagian pria,
meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Dalam kondisi
seperti ini para wanita baik karena dicerai atau faktor lain hingga akhirnya
terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan atau tanpa
anak-anaknya dan sebagainya
Syuqqah melihat adanya faktor eksternal dan internal yang membuat wanita
sulit menghindarkan diri dari dunia karier. Namun demikian sebenarnya faktor
internal, seperti kesadaran akan kemitrasejajaran dan kesadaran akan potensi yang
dimiliki lebih menentukan dari pada faktor eksternal. Kecenderungan ini berpadu
dengan perkembangan zaman mengakibatkan problematika yang dihadapi wanita
karier juga semakin kompleks. Beberapa problema yang terpenting antara lain:
1. Pengasuhan anak
Salah satu tugas terpenting dan tanggung jawab terberat bagi orang tua, adalah
mengasuh anak. Anak merupakn amanat Allāh swt yang dibebankan kepada orang
tua untuk membesarkan dan mengasuhnya serta mendidiknya menjadi manusia
dewasa yang mandiri. Keberhasilan anak dalam meniti kehidupannya sangat
ditentukan oleh pendidikan yang diperolehnya, dan pendidikan merupakan
tanggung jawab orang tua. Oleh karena itu pendidikan keluarga sangatlah penting
dalam membina anak supaya menjadi generasi yang berkualitas.
2. Rumah Tangga
Istri lebih sibuk dalam pekerjaannya sehingga kewajiban seorang istri sering
terbengkalai baik memenuhi kebutuhan suami atau pendidikan anak.

24
G. Pendapat mengenai wanita karier yang meninggalkan kewajibannya
Menurut Muriah (2011 :35-36) Para ulama yang berpendapat bahwa hukum
wanita karier yang meninggalkan kewajibannya dilarang, karena dengan bekerja
diluar rumah maka akan ada banyak kewajiban dia yang harus ditinggalkan.
Misalnya melayani keperluan suami, mengurusi dan mendidik anak serta hal
lainnya yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu. Padahal semua
kewajiban ini sangat melelahkan yang membutuhkan perhatian khusus. Semua
kewajiban ini tidak mungkin terpenuhi kecuali kalau seorang wanita tersebut
memberi perhatian khusus padanya.
Larangan ini didasarkan bahwa suami diwajibkan untuk membimbing istrinya
pada jalan kebaikan sedang istri diwajibkan mentaatinya. Begitu pula dengan hal
dunia laki-laki dan wanita, maka islam menjadikan laki-laki diluar rumah untuk
mencari nafkah bagi keluarganya, sebagaimana sabda Rasululloh :
‫ولهن عليكم رزقهن و كسوُتهن باَلمعروف‬
Artinya: “Dan hak para istri atas kalian (suami) agar kalian memberi mereka
nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.”
Larangan ini didasarkan bahwa suami diwajibkan untuk membimbing istrinya
pada jalan kebaikan sedang istri diwajibkan mentaatinya. Begitu pula dengan hal
dunia laki-laki dan wanita, maka islam menjadikan laki-laki diluar rumah untuk
mencari nafkah bagi keluarganya, sebagaimana sabda Rasululloh :
َ‫والمرأة راعيةَ فيِ بيت زوجهاَ ومسؤولةَ عن رعيتها‬
Artinya: “Dan wanita adalah pemimpin dirumah suaminya dan dia akan dimintai
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.”
Selain itu wanita karier memiliki berbagai efek negatif, diantaranya:
1) Pengaruhnya terhadap harga diri dan kepribadian wanita
Banyak perkerjaan saat ini yang apabila ditekuni oleh kaum wanita akan
mengeluarkanya dari kodrat kewanitaannya, menghilangkan rasa malunya.
2) Pengaruhnya pada anak
a. Anak tidak atau kurang menerima kasih sayang, lembut belaian dari sang
ibu, padahal anak sangat membutuhkannya untuk pengembangan
kejiwaannya.

25
b. Seringnya wanita karier tidak bisa menyusui anaknya secara sempurna,
dan ini juga berbahaya bagi si anak
c. Membiarkan anak dirumah tanpa ada yang mengawasi atau hanya diawasi
oleh pembantu akan berakibat buruk.
3) Pengaruhnya ada hak suami
Seorang istri yang pagi pergi kerja lalu sore pulang, maka sampai rumah ia
akan tinggal melepas lelah. Lalu tatkala suaminya pulang dari kerja maka dia
tidak akan bisa memenuhi tugasnya sebagai seorang istri. Jarang atau bahkan
tidak ada orang yang mampu memenuhi tugas tersebut sekaligus.
4) Pengaruhnya pada masyarakat dan perekonomian nasional
Masuknya wanita dalam lapangan pekerjaan banyak mengambil bagian laki-
laki yang seharusnya bisa mendapatkan pekerjaan, namun terpaksa tidak
menemukannya karena sudah diambil alih oleh kaum wanita. Hal ini akan
meningkatkan jumlah pengangguran yang akan berakibat pada tindak kriminalitas.

26
BAB III

PENUTUP

Simpulan
Manusia diciptakan oleh Allah membawa segala manfaat. Pun demikian
baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kewajiban. Kewajiban
yang paling penting adalah senantiasa bertawa kepada Allah SWT dan bisa
menjalankan perannya masing-masing sesuai bimbingan syariat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abû al-Fidâ’ Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, (Beirût: Dâr al-Fikr,
1401), vol. I, h. 596.
Cecep Anwar, Tafsir ayat-ayat kemanusiaan dan kehidupan, (Bandung, .
2015) h. 160
Fajri Chairawati. Emansipasi Wanita Menurut Perspektif Al-Qur’an Dan
Hadits. UIN Ar-Raniry Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh.

Muri‟ah, Siti. 2011 “Nilai-nilai Pendidikan Islam dan Wanita


Karier”.Semarang: Rasail Media Group.
Syuqqah, Abu, Halim, Abdul . 2000 “Tahriri al-Mar‟ah fī Asral-Risalah”
.Jakarta: Gema Insani Press.
http://lianurmachmuda.blogspot.co.id/2014/06/makalah-masail-
fiqhiyah.html. Diakses tanggal 25 April 2017 pukul 19:45 wib.

http://lianurmachmuda.blogspot.co.id/2014/06/makalah-masail-
fiqhiyah.html. Diakses pada tanggal 05 April 2018 pukul 19:05 wib

28

Anda mungkin juga menyukai