Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADIS TENTANG JABATAN

Makalah diajukan untuk memenuhi

Tugas mata kuliah Hadis Siyasah

Dosen Pengampu:

Ali Darta, MA.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

KHAIRIL IHSAN (0404192034)

NOVI KARTIKA (0404192046)

PRODI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN 2021.2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya
kepada kita,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas HADIS SIYASAH yang berjudul ‘’Hadis
Tentang Jabatan”. Adapun makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Hadis
Siyasah yang diberikan kepada bapak dosen dan sebagai salah satu sarana untuk memperdalam
wawasan dan pengetahuan dalam mata kuliah tersebut khususnya dalam pembahasan materi ini.

Makalah ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
beberapa pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan maupun segi lainnya. Oleh karna itu kami meminta saran dan
kritik kepada semua pihak, sehingga kami dapat memperbaiki makalah Hadis Siyasah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya, terima
kasih.

Kisaran, 1 Mei 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................2

Daftar Isi...................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah..................................................................................4


B. Rumusan masalah...........................................................................................4
C. Tujuan Masalah..............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jabatan..........................................................................................5
B. Hadist tentang tidak Meminta-minta dalam Jabatan......................................5
C. Hadist tentang tidak melakukan Penyuapan ….............................................7
D. Hadist tentang Larangan Berambisi Menduduki Jabatan...............................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA…….. ………………………………………………………12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan manusia, tidak terlepas dari kepemimpinan dan jabatan. Di dalam sistem
pemerintahan Islam kita telah banyak menjumpai bentuk-bentuk pimpinan yang bertindak
sewenang-wenang, harus di lawan. Oleh karena itu sebagai umat muslim yang baik kita wajib
dan harus mengetahui cara tahu cara kepemimpinan di dalam pemerintahan yang mana yang
benar dan mana yang salah di dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin.

Maka dari itu, sebagai pemimpin yang baik kita harus memiliki sifat-sifat yang adil, arif
dan bijaksana, bertanggung jawab, beriman sekaligus bertakwa kepada Allah SWT. Dalam
makalah ini, akan di jelaskan bahwa seorang pemimpin merupakan pengayom dan pedoman
bagi masyarakat atau rakyat yang dipimpinnya.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jabatan?
2. Apa saja Hadist tentang tidak meminta-meminta dalam jabatan?
3. Apa saja hadist tentang tidak melakukan penyuapan?
4. Apa saja hadist tentang larangan berambisi menduduki jabatan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Jabatan.
2. Untuk Mengetahui Hadist tentang tidak meminta-minta dalam jabatan.
3. Untuk Mengatahui Hadist tentang tidak melakukan Penyuapan.
4. Apa Saja Hadist tentang Larangan Berambisi menduduki Jabatan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jabatan

Secara etimologi jabatan berasal dari kata “jabat” yang menurut KBBI dapat diartikan
sebagai pekerjaan atau tugas dalam pemerintahan atau organisasi yang berkenaan dengan
kedudukan dan pangkat. Jabatan juga dapat diartikan kedudukan yang menunjukan tugas,
wewenang, tanggung jawab dan hak seorang pegawai negeri sipil atau karyawan pada sebuah
lembaga atau perusahaan.

Setiap kita adalah pemimpin, paling tidak kita menjadi pemimpin terhadap diri kita
sendiri. Jika Aalah menghendaki seseorang menjadi pemimpin bagi yang lainnya, itu adalah
“amanah” yang akan diminta pertanggungjawabannya di hari kemudian. Memimpin orang
lain itu tugas tambahan dari Allah SWT. Untuk itu pertanggung jawaban atas kepemimpinan
tersebut juga merupakan beban tambahan yang harus dipikul di hari pembalasan. Al-Quran
dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana
seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Menurut Shihab (2002) ada dua hal
yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan. 1) Pertama, kepemimpinan dalam
pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan
masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt. Lihat Q. S.
Al-Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah
berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim
bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji
(amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim”.

B. Hadist tentang tidak Meminta-minta dalam Jabatan

Terhormat dan disegani adalah keinginan banyak orang. Keduanya sangat identik dengan
penguasa. Mungkin karena faktor ini, sehingga banyak orang berlomba dan melakukan
berbagai macam cara untuk meraih kekuasaan, tanpa peduli dengan banyaknya pengorbanan
materi yang harus dikeluarkan bahkan ada yang nekat melanggar norma agama, dengan

5
melakukan ritual tertentu di kuburan atau tempat-tempat yang dianggap keramat. Terjebak
dalam perbuatan bid’ah atau syirik, demi meraih kursi jabatan. Tidakkah mereka khawatir
akan beban berat yang akan mereka pikul di dunia ini? Yang lebih berat lagi adalah
pertanggungjawaban di hadapan Allah Azza wa Jalla ! Terlebih meminta jabatan itu sendiri
adalah hal terlarang dalam Islam. Jika meminta suatu jabatan saja sudah terlarang, lalu
bagaimana dengan orang-orang yang berusaha meraih suatu jabatan dengan cara-cara yang
melanggar norma-norma agama. Semoga Allah Azza wa Jalla memelihara kita dan seluruh
kaum Muslimin dari jebakan-jebakan syaitan yang terus berusaha menyeret manusia dalam
berbagai perbuatan maksiat.

ْ‫أَل‬I ‫ ُم َرةَ اَل ت َْس‬I ‫ يَا َع ْب َد الرَّحْ َم ِن ْبنَ َس‬: ‫ال لِ ْي َرسُو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ َ َ‫ ق‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫ع َْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن َس ُم َرةَ َر‬
‫ا‬Iَ‫ َرأَيْتَ َغي َْره‬Iَ‫ين ف‬ ٍ ‫ا َوإِ َذا َحلَ ْفتَ َعلَى يَ ِم‬IIَ‫ارةَ فَإِنَّكَ إِ ْن أُوتِيتَهَا ع َْن َمسْأَلَ ٍة ُو ِك ْلتَ إِلَ ْيهَا َوإِ ْن أُوتِيتَهَا ِم ْن َغي ِْر َمسْأَلَ ٍة أُ ِع ْنتَ َعلَ ْيه‬َ ‫اإْل ِ َم‬
‫ت الَّ ِذي ه َُو خَ ْي ٌر‬ ِ ‫ك َو ْأ‬
Iَ ِ‫خَ ْيرًا ِم ْنهَا فَ َكفِّرْ ع َْن يَ ِمين‬

Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta
jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab
permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan
dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu
akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu. Dan apabila kamu
bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya (dan
kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffârah (tebusan) dari sumpahmu itu
dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)”. Hadits shahih. Telah dikeluarkan oleh al-Bukhâri
(6622, 6722, 7146, & 7147) dan Muslim (1652) dan Abu Dâwud (2929 dan 3277 diringkas
hanya dengan sumpah atau bagian kedua dari hadits) dan Tirmidzi (1529) dan an-Nasâ-i
(5384 dan 3782, 3783, 3784 diringkas hanya berkaitan dengan sumpah atau bagian kedua
dari hadits) dan yang selai mereka.

Kemudian… Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah ketika mensyarahkan (menjelaskan)


hadits ini dalam kitab beliau Fat-hul Bâri’, Syarah Shahîh al-Bukhâri di bagian Kitâbul
Ahkâm, bab ke-5 dan 6 (no: 7146 dan 7147), beliau mengatakan bahwa zhahir hadits ini

6
bertentangan dengan hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dâwud dari jalan Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu secara marfû’:

َ َ‫هُ ْال َجنَّةُ َو َم ْن َغل‬IIIIَ‫ وْ َرهُ فَل‬IIII‫هُ َج‬IIIIُ‫ب َع ْدل‬


‫هُ النَّا ُر‬IIIIَ‫هُ فَل‬IIIIَ‫ وْ ُرهُ َع ْدل‬IIII‫ب َج‬ َ َ‫هُ ثُ َّم َغل‬IIIIَ‫لِ ِم ْينَ َحتَّى يَنَال‬IIII‫ا َء ْال ُم ْس‬IIII‫ض‬ َ ‫َم ْن‬
َ َ‫طل‬
َ َ‫ب ق‬

arangsiapa meminta menjadi qadhi (hakim) bagi kaum Muslimin sampai dia memperoleh
jabatannya itu, kemudian keadilannya (dalam memutuskan hukum) mengalahkan
kecurangannya, maka baginya adalah surga. Dan barangsiapa kecurangannya (dalam
memutuskan hukum) mengalahkan keadilannya, maka baginya adalah neraka.

C. Hadist Tentang tidak Melakukan Penyuapan

‫ة إال‬II‫ي )) رواه الخمس‬II‫ي والمرتش‬II‫ة هللا على الش‬II‫ لعن‬: ‫لم‬II‫ه وس‬II‫ه وآل‬II‫ (( قال رسول هللا صلى هللا علي‬: ‫وعن عبدهللا بن عمرو قال‬
.‫النسائي وصححه الترمذى‬

.‫ ( لعن رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم الراشي والمرتشي والرائش ) يعني الذي يمشي بينهما رواه أحمد‬: ‫ عن ثوبان قال‬-

2887 – Dari abdullah bin amar berkata : (( Rasulullah saw bersabda : sesungguhnya Allah
melaknat orang yang menyogok dan disogok )) HR. Kelimanya keculi An-Nasa’i dan At-
Tirmidzi mensahihkannya.

2888 – Dari tsauban berkata : (( Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, yang disuap,
dan perantara suapan )) yakni orang yang memberikan jalan atas keduanya, HR. Ahmad.

Islam sebagai agama yang sempurna sangat mengharamkan suap menyuap, bahkan rasulullah
saw melaknat terhadap para pelakunya hingga penghung antara suap menyuap sebagaimana
hadis nabi di atas tadi. Jadi ar-Risywah ialah pemberian apa saja (berupa uang atau lainnya)
terhadap penguasa, hakin, dan lain sebagainya. Dan islam sangat mengharamkan hal tersebut
dengan cara bathil, sehingga sebuah ketentuan berubah, sehingga menyakiti banyak orang dan

7
wajarlah apabila rasulullah melaknat terhadap para pelakunya. Sebagaimana hadis yang
tercantum diatas.
Rasulullah saw melaknat para pelaku dan penghubung diantara keduanya, dari beberapa dalil
hadis yang tercantum di atas. Dan setelah mengetahui beberapa dalil al-Qur’an dan as-Sunnah
yang menegaskan mengenai keharaman praktik suap menyuap, maka hal tersebut dapat
dipastikan bahwa pelaku, penerima dan orang yang terlibat diantara keduanya akan mendapatkan
kecelakaan yang akan diberikan terhadapnya.
Para ulama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap permasalahan ini, diantaranya
ialah Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughniy, beliau berkata. Yaitu “adapun suap menyuap
dalam masalah hukum dan pekerjaan (apa saja) maka hukumnya haram”.

Imam asy-Syukani dalam kitab nailul authar berkata bahwa “ibnu ruslan berkata dalam syarhus
sunan, termasuk kemutlawan suap-menyuap bagi seorang hakim dan para pekerja yang
mengambil shadaqh tersebut menerangkan keharamannya sesuai ijma”. Ash-Shan’aniy dalam
Subulussalam berpendapat “dan suap menyuap hal tersebut haram sesuai ijma’, baik bagi
seorang Qadhi / hakim”.

َ‫اإلث ِم َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬


ْ ِ‫اس ب‬ ِ ‫َوال تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوا بِهَا إِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَأْ ُكلُوا فَ ِريقًا ِم ْن أَ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬ .a
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (al-Baqarah, 188).

D. Hadist tentang Larangan Berambisi Menduduki Jabatan

Terhormat dan disegani adalah keinginan banyak orang. Keduanya sangat identik dengan
penguasa. Mungkin karena faktor ini, sehingga banyak orang berlomba dan melakukan berbagai
macam cara untuk meraih kekuasaan, tanpa peduli dengan banyaknya pengorbanan materi yang
harus dikeluarkan bahkan ada yang nekat melanggar norma agama, dengan melakukan ritual
tertentu di kuburan atau tempat-tempat yang dianggap keramat. Terjebak dalam perbuatan bid’ah

8
atau syirik, demi meraih kursi jabatan. Tidakkah mereka khawatir akan beban berat yang akan
mereka pikul di dunia ini? Yang lebih berat lagi adalah pertanggungjawaban di hadapan Allah
Azza wa Jalla ! Terlebih meminta jabatan itu sendiri adalah hal terlarang dalam Islam. Jika
meminta suatu jabatan saja sudah terlarang, lalu bagaimana dengan orang-orang yang berusaha
meraih suatu jabatan dengan cara-cara yang melanggar norma-norma agama. Semoga Allah
Azza wa Jalla memelihara kita dan seluruh kaum Muslimin dari jebakan-jebakan syaitan yang
terus berusaha menyeret manusia dalam berbagai perbuatan maksiat. Marilah kita perhatikan
penjelasan tentang hadits “Larangan Meminta Jabatan” tulisan al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir
Abdat dibawah ini, -red ‫ يَا َع ْب َد‬: ‫ قَا َل لِ ْي َرسُو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫ع َْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن َس ُم َرةَ َر‬
‫ارةَ فَإِنَّكَ إِ ْن أُوتِيتَهَا ع َْن َمسْأَلَ ٍة ُو ِك ْلتَ إِلَ ْيهَا َوإِ ْن أُوتِيتَهَا ِم ْن َغي ِْر َمسْأَلَ ٍة أُ ِع ْنتَ َعلَ ْيهَا َوإِ َذا َحلَ ْفتَ َعلَى‬
َ ‫الرَّحْ َم ِن ْبنَ َس ُم َرةَ اَل تَسْأَلْ اإْل ِ َم‬
ِ ‫ يَ ِمي ٍن فَ َرأَيْتَ َغ ْي َرهَا خَ ْيرًا ِم ْنهَا فَ َكفِّرْ ع َْن يَ ِمينِكَ َو ْأ‬Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata:
‫ت الَّ ِذي ه َُو خَ ْي ٌر‬
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin
Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu
kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu
(tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan
permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan
itu. Dan apabila kamu bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih
baik darinya (dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffârah (tebusan) dari
sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)”. Hadits shahih. Telah dikeluarkan oleh
al-Bukhâri (6622, 6722, 7146, & 7147) dan Muslim (1652) dan Abu Dâwud (2929 dan 3277
diringkas hanya dengan sumpah atau bagian kedua dari hadits) dan Tirmidzi (1529) dan an-
Nasâ-i (5384 dan 3782, 3783, 3784 diringkas hanya berkaitan dengan sumpah atau bagian kedua
dari hadits) dan yang selai mereka. Diantara Fiqih Dari Hadits Yang Mulia Ini Ialah: Larangan
meminta jabatan. Jika larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia ini tidak
dilanggar, maka akan menghasilkan kemaslahatan yang sangat besar, baik bagi yang memimpin
yaitu pejabat itu sendiri maupun yang dipimpin yaitu rakyat. Karena dia akan selalu mendapat
pertolongan dari Rabbul ‘alamin dalam melaksanakan tugasnya. Bentuk pertolongan dari Allah
Azza wa Jalla itu bermacam-macam, misalnya:

Beban yang berat menjadi terasa ringan 2. Hal yang sulit menjadi mudah 3. Kesempitan akan
menjadi lapang 4. Teguran, koreksi dan perbaikan dari kesalahan yang dia lakukan, sehingga dia

9
tetap berada di jalan yang benar dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin, baik sebagai
pemimpin tertinggi, wakil, sebagai menteri, sebagai gubernur dan seterusnya. Namun, apabila
larangan Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dilanggar, pasti akan menimbulkan
bahaya dan beban yang sangat besar bagi pemimpin dan yang dipimpin. Perhatikanlah!
Sesungguhnya sabda yang agung ini keluar dari mata air nabawiyyah yang merupakan salah satu
asas kepemimpinan dan kerakyatan, yang semuanya berujung kepada kemashlahatan bersama.
Kemudian… Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah ketika mensyarahkan (menjelaskan) hadits ini
dalam kitab beliau Fat-hul Bâri’, Syarah Shahîh al-Bukhâri di bagian Kitâbul Ahkâm, bab ke-5
dan 6 (no: 7146 dan 7147), beliau mengatakan bahwa zhahir hadits ini bertentangan dengan
hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dâwud dari jalan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu secara
َ َ‫ب َع ْدلُهُ َجوْ َرهُ فَلَهُ ْال َجنَّةُ َو َم ْن َغل‬
marfû’: ‫هُ النَّا ُر‬Iَ‫هُ فَل‬Iَ‫ وْ ُرهُ َع ْدل‬I‫ب َج‬ َ َ‫ضا َء ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َحتَّى يَنَالَهُ ثُ َّم َغل‬ َ ‫ َم ْن‬Barangsiapa
َ َ‫طل‬
َ َ‫ب ق‬
meminta menjadi qadhi (hakim) bagi kaum Muslimin sampai dia memperoleh jabatannya itu,
kemudian keadilannya (dalam memutuskan hukum) mengalahkan kecurangannya, maka baginya
adalah surga. Dan barangsiapa kecurangannya (dalam memutuskan hukum) mengalahkan
keadilannya, maka baginya adalah neraka. Kemudian al-hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah
mencoba untuk menjama’ (memadukan) di antara kedua hadits di atas yakni hadits Abdurrahman
bin Samurah Radhiyallahuanhu dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan
mengatakan, “Tidak mesti orang yang meminta jabatan sampai kemudian berhasil meraihnya
tidak bisa berlaku adil dengan sebab dia meminta jabatan…” Menjama’ (memadukan) adalah
salah satu cara untuk menyelesaikan (permasalahan yang muncul) di antara dua buah hadits yang
BABhadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang zahirnya membolehkan meminta jabatan telah
dicoba untuk dijama’ dengan hadits Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu anhu yang
zhahirnya melarang meminta jabatan, apakah keduanya telah shah atau salah satunya dha’if?

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di dalam kehidupan manusia, tidak terlepas dari kepemimpinan dan jabatan. Di dalam sistem
pemerintahan Islam kita telah banyak menjumpai bentuk-bentuk pimpinan yang bertindak
sewenang-wenang, harus di lawan. Oleh karena itu sebagai umat muslim yang baik kita wajib
dan harus mengetahui cara tahu cara kepemimpinan di dalam pemerintahan yang mana yang
benar dan mana yang salah di dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin.

1. Bahwa yang mengangkat seorang sebagai pejabat adalah pemimpin tertinggi atau orang
yang diizinkan dan diwakilkan oleh pemimpin tertinggi. Bukan orang banyak atau
masyarakat yang beramai-ramai memilih pemimpin!!! 2. Bahwa pemimpin tidak mengangkat
orang seseorang yang meminta jabatan dan tamak akan jabatan dan kekuasaan. Wabillahit
taufiq

11
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/4144-larangan-meminta-jabatan.html

https://almanhaj.or.id/4144-larangan-meminta-jabatan.html

12

Anda mungkin juga menyukai