Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

“Wanita dalam perspektif islam”

DI SUSUN OLEH :

RADEN S. YOGA LAUDA


C1D322014

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI JURNALISTIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad ‫ ﷺ‬yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi
seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama dengan judul memahami zakat dan perhitungannya. Di samping itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik
dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu
mendatang.

Kendari, 27 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................

1.1. Latar belakang.................................................................................................................


.......................................................................................................................................................

1.2. Rumusan masalah...........................................................................................................

1.3. Tujuan dan manfaat penulisan........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................

2.1. Eksistensi Wanita dalam masyarakat..............................................................................

2.2. Peran Wanita antara harapan dan kenyataan...................................................................

2.3. Beberapa catatan tentang Wanita mesir..........................................................................

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................

3.2. Saran...............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Seorang pengamat wanita bernama Simon de Beavior mengatakan bahawa kaum wanita
adalah makhluk lemah yang senantiasa membutuhkan perlindungan dan bantuan. Kaum wanita
sepanjang usianya, selalu berusaha membuktikan eksistensinya dalam masyarakat, tapi pada
akhirnya mereka juga tidak mampu berbuat sesuatu yang berarti. Proses pendidikan sosial cukup
berperan aktif dalam menciptakan pandangan seperti ini.

Oleh karena itu, muncul beberapa karakteristik yang dirasakan oleh seorang anak yaitu
perbedaan antara pria dan wanita. Sebagai makhluk sosial yang jumlahnya lebih dari separoh
penduduk dunia, tidak sedikit wanita yang merasa galau dan takut, seandainya nanti mereka
tidak mendapat pasangan hidup, sehingga sebagian mereka terkesan selalu berusaha
memamerkan lekuk tubuhnya supaya menarik untuk dipandang lawan jenis. Dalam berpakaian
misalnya, secara mayoritas penampilan pria jauh lebih sopan dibandingkan wanita. Inilah
salahsatu penyebab wanita tidak mampu membuktikan eksistensinya di tengah masyarakat
sebagai makhluk sosial yang bermartabat mulia. Meskipun telah banyak memberikan kontribusi
dalam membangun peradaban dunia, masih dianggap sebagai faktor pelengkap.

1.2. Rumusan masalah

1. Bagaimana eksistensi Wanita dalam perspektif islam?

2. Apa peran wanita dalam harapan dan kenyataan?

3. Seperti apa wanita dalam catatan Mesir?

1.3. Tujuan dan manfaat penulisan

Tujuan sekaligus manfaat dalam penulisan makalah ini adalah agar pembaca tahu
bahwasanya kedudukan wanita dalam islam itu sangat istimewa. Selain itu, islam yang norma-
normanya berasal dari wahyu Ilahi, telah menempatkan perempuan pada posisi yang sangat
terhormat dan mulia sesuai dengan kodratdan tabiatnya, setara dengan kaum laki-laki dalam
masalah kemanusiaan dan hak-haknya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Eksistensi Wanita dalam masyarakat
1.Wanita Sebagai Anggota Masyarakat
Ketika Islam datang di semenanjung Arab, negara-negara Barat didominasi oleh pandangan
Romawi, Yunani dan Kristen yang masih memandang negatif terhadap wanita. Kemudian Islam
muncul, merombak total pandangan tersebut dan merekonstruksinya sedemikian rupa sehingga
wanita tidak lagi dipandang sebagai sosok tubuh yang hina, tetapi diposisikan pada tempat yang
mulia dan dapatmelindungi jati diri kaum wanita, berikut hak dan kewajiban wanita dalam al-
Qur’an:
a. Islam tidak membedakan edudukan antara pria dan wanita karena diciptakan dari unsur yang
sama. Allah berfirman dalam beberapa ayat berikut:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.“
(QS. Al-Hujurat [49]: 13).
b. Islam menganggap wanita adalah patner kaum pria dalam berbuat kebaikan, peran dan
tanggungjawab wanita sama dengan pria, sebagaimana Allah berfirman: "Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taatpada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-
Taubah [9]: 71)
c. Islam memberikan kesempatan yang sama antara wanita dan pria dalam mendapatkan
pendidikan untuk bekal masa depan, sebagaimana ditegaskan dalam dua ayat di bawah ini:
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. Al-Taubah [9]: 122)
2.Wanita Sebagai Istri Dan Ibu
Peranan wanita sebagai istri dan ibu mendapat perhatian khusus dalam Islam. Menurut
konsep Islam, kedua peranan itu sangat vital bagi kelangsungan hidup yang sejahtera. Status istri
dapat memperkuat lembaga (institusi) keluarga, memperkokoh sendi-sendi masyarakat dan
kestabilannya. Keberadaan ibu menjamin kesinambungan umat, peran ibu sebagai pendidik anak
dianggap tugas utama dan suci. Keadaan wanita disuatu bangsa menjadi tolak ukur keberhasilan
generasinya, mengingat eratnya hubungan ibu dan anak sejak dalam kandungan.
Islam sangat menghormati peran seorang ibu sebagaimana yang tertera dalam al-Qur’an:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau
dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaf [46]: 15)

3.Wanita sebagai akademisi dan politisi


Menjadi masyarakat yang berperadaban maju, pendidikan adalah pilar yang menentukan,
tanpa pendidikan suatu masyarakat akan tetap dalam kebodohan dan akan senantiasaberada
dalam kunkungan keterbelakangan, karena pendidikan dipercaya mampu membawa perubahan
serta memacu perkembangan kewajiban bagi setiap umat, baik kaum pria maupun kaum wanita.
Banyak ayat al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan tentang kewajiban menuntut ilmu atau
belajar, antara lain surat yang pertama turun: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-'Alaq [96]: 1-5). Dan Rasulullah saw bersabda:
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimah” (Hadits Bukhari dan Muslim).

Pendidikan bagi wanita tidak hanya hak asasi yang mendasar dan mendapat jaminan
dalam Islam akan tetapi adalah kewajiban. Prinsip Islam tidak membedakan antara pria dan
wanita dalam hal taklif syar’i (beban hukum), huquq (hak-hak), wajibat (kewajiban) dan adab.
Berangkat dari sinilah, tidak adanya perbedaan antara pria dan wanita dalam mempelajari ilmu
pengetahuan. Belajar dan mengajar bagi wanita telah diterapkan sejak masa hidupnya Rasulullah
saw dan dilanjutkan pada masa khulafaurrasyidin. Kondisi tersebut masyarakat telah menjadikan
‘Aisyah, ra wanita berpengaruh pada masanya.

4. Wanita Sebagai Karyawati

Melalui al Qur’an, Allah swt memerintahkan umat Islam secara umum tidak
membedakan antara laki- laki dan perempuan untuk selalu berusaha mencari nafkah atau
karuniaNya di muka bumi ini. Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (QS. Al-Jumu'ah [62]: 10). Beberapa tahun terakhir ini, telah muncul beberapa studi
yang menjelaskan secara gamblang tentang peranan jenis kelamin (gender roles) yang amat
berbeda antara satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya, juga antara satu budaya
dengan budaya lainnya yang dominan dalam masyarakat.

Walaupun kajian dan dialog tentang masalah gender ini masih terus berlangsung, namun
Freeman D. Margaret Mead dan Samoa berpendapat: “bahwa memang ada pemahaman dominan
tentang gender ini yang berangkat dari asumsi bahwa cara bertindak dan berperilaku (wanita dan
pria) sebenarnya lebih merupakan bagian atau hasil proses udara ketimbang sebagai bagian dari
hasil proses biologis”. Perbedaan struktur tubuh dan tabiat (kodrat) tidak bisa dijadikan pijakan
untuk melihat perbedaan perilaku dan peranan sosial antara wanita dan pria. Sebab setiap Wanita
dan pria dilahirkan ke dunia ini tanpa menyadari apakah ia seorang Wanita atau pria, juga setiap
anak yang lahir tidak mengetahui bagaimana ia akan berperilaku dan berperan setelah iabesar.
Kesadaran terhadap jenis kelamin justru muncul berbarengan dengan perkembangan biologis dan
lingkungan. Singkatnya perkembangan biologis (kodrat) dan pengaruh lingkungan inilah yang
menciptakan perbedaan peranan dan status sosial antara wanita dan pria.
2.2. Peran Wanita Antara Harapan Dan Kenyataan

Kemajuan teknologi dan modernisasi telah merubah sebagian nilai-nilai sosial termasuk
konsep jatidiri wanita dan peranannya dalam masyarakat. Kalau dulu wanita selalu disibukkan
oleh kerja rumahtangga di sektor domestik yang menghabiskan waktunya berjam-jam memasak,
mencuci, dan lain-lain. Dengan bantuan teknologi mesin cuci, kompor gas, alat masak listrik dan
seperangkat alat dapur moderen lainnya meringankan dan mempersingkat tugas wanita di sektor
tersebut. Waktu yang longgar telah mendorong wanita bekerja di luar rumah. Disisi lain,
kemajuan pendidikan dan ekonomi telah mengembangkan fungsi wanita dalam berbagai jabatan,
baik di sector pemerintahan maupun swasta telah menciptakan ajang kompetisi bagi wanita.
Peran wanita semakin bervariasi, kodratnya tidak lagi dianggap menjadi kendala dalam
menduduki posisi-posisi tertentu yang sebelumnya didominasi kaum pria. Wanita karir dan
wanita berperan ganda menjadi istilah yang populer di masyarakat.

Berdasarkan survei yang dilakukan majalah Femina, Mei 1993 menunjukkan bahwa
sektor public nampaknya telah dianggap sebagai bagian dari kehidupan wanita. Motivasi kerja
bagi wanita bervariasi, tidak lagi disebabkan oleh faktor kebutuhan ekonomi semata, akan tetapi
ada Wanita yang bekerja karena merasa kerja adalah kewajiban, ada yang motivasinya demi
menambah wawasan dan pergaulan bahkan ada yang terdorong oleh kepuasan diri dan
sebagainya. Komitmen pada wanita berperan ganda dinilai cukup tinggi, baik pada wanita yang
bekerja dengan motivasi ekonomi maupun pada wanita yang mencari kepuasan diri, bahkan ada
wanita yang berusaha sekuat tenaga untuk dapat menjadi Wanita berperan ganda walaupun tidak
mendapat dukungan suami. Penelitian yang pernah diadakan di Jawa Timur menyebutkan bahwa
60 % dari 352 responden yang diwawancarai menjawab akan tetap bekerja sekalipun sudah ada
rezeki yang memungkinkan kehidupan keluarganya berkecukupan.Kiprah memiliki peran ganda
dalam mengarungi kehidupan telah banyak dilakoni oleh Wanita Indonesia.

Kebijaksanaan pemerintah memberi peluang pada wanita untuk ikut mengisi dinamika
pembangunan. Pemerintah menyadari pentingnya partisipasi wanita dalam menyukseskan
pembangunan di negeri yang mana lebih dari separoh penduduknya adalah wanita.
Kebijaksanaan pemerintah ini dipertegas melalui Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusional yang menetapkan kesamaan hak antara pria dan wanita. Pada landasan operasional
yaitu GBHN juga telah memperjelas posisi Wanita sebagai warga negara dan sebagai sumber
insani bagi pembangunan yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kaum pria
disegala sector kehidupan. Mengikut sertakan wanita dalam dinamika pembangunan adalah suatu
hal yang positif, terutama bagi Wanita yang bekerja dengan motivasi ekonomi.

Kerelaan wanita berperan ganda telah meningkatkan jumlah keluarga yang tadinya
berstatus kekurangan menjadi berkecukupan. Ibarat mata uang, disatu sisi peran wanita disektor
publik dibutuhkan, demi kelancaran pembangunan dan demi meningkatkan kesejahteraan
keluarga. Sementara disisi lain, dibalik gemuruhnya wanita berbondong- bondong memasuki
lapangan pekerjaan, terdengar nada-nada sumbang sebagai ekses peran ganda wanita, mulai dari
perlakuan tidak senonoh dari atasannya dikantor atau majikan di pabrik-pabrik yang lebih
dikenal dengan istilah pelecehan seksual (sexsual harassment), upah buruh wanita yang masih
diskriminatif, serta menyebabkan terjadinya kenakalan remaja (juvenile del inquency) serta stres
yang melanda sebagian wanita yang berperan ganda.

Pelecehan seksual sering terjadi karena masih banyak pria yang menganggap wanita
hanya sebagai pemuas hawa nafsu seks pria. Rendahnya upah kerja wanita karena kurangnya
keberanian wanita menuntut hak-haknya akibat dari rendahnya pendidikan mereka. Walaupun
negara kita telah merdeka lebih dari 60 tahun, ternyata masih banyak Wanita Indonesia hanya
tamatan SLTP. Dengan bekal kesadaran yang minim akibat pendidikan yang rendah, maka
jumlah pekerja wanita hanya menjadi sekedar pemarak angka-angka statistic angkatan kerja
Wanita Indonesia.Meningkatnya kenakalan remaja, terutama di kota-kota besar akibat kurangnya
perhatian orang tua. Meskipun kita hidup dalam masyarakat macho, pendidikan anak di sebagian
besar keluarga sepenuhnya diserahkan kepada seorang ibu, akibat peran ganda seorang ibu
kurang bahkan tidak lagi punya waktu memperhatikan perkembangan pendidikan anaknya. Peran
ganda bagi wanita seperti buah simalakama.

Berdasarkan penelitian yang dilangsungkan di tiga kecamatan di Jakarta Selatan


menunjukkan indikasi besarnya prosentase gejala serangan jantung pada wanita. Walaupun
survei itu tidak didasarkan pada pemeriksaan intensif, yang dicatat hanya indikasi khususnya
yaitu sakit dada. Dari responden yang mengalami gangguan jantung tersebut ternyata 66 %
adalah wanita berperan ganda. Begitu juga disisi lain, tingkat kematian bayi pada wanita bekerja
jauh lebih tinggi dibandingkan pada Wanita yang tidak bekerja. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian “Sukirman” (peneliti tentang wanita) tahun 1983 di Jawa Tengah yang menunjukkan
bahwa kematian bayi pada wanita ternyata lebih disebabkan oleh sedikitnya kesempatan ibu-ibu
pekerja menyusui bayi sehingga disinyalir bayinya kekurangan nutrisi.

Ditinjau dari lamanya waktu bekerja, jam kerja wanita berperan ganda jauh lebih panjang
dibandingkan jam kerja pria, sementara perolehan yang didapat tidak seimbang dengan beban
dan resiko yang ditanggung. Problem wanita berperan ganda tidak hanya dialami wanita
Indonesia saja, akan tetapi juga wanita di berbagai negara berkembang lainnya. urusan wanita di
Kopenhagen, Denmar pada september 1994 terungkap bahwa wanita pekerja di negara
berkembang yang nota bene adalah negara Islam,menyandang kemiskinan dan menderita
berbagai macam penyakit akibat perbedaan perlakuan antara pria dan wanita. Sisi negatif yang
dipaparkan diatas merupakan kendala yang menghalangi kiprah wanita dalam pembangunan,
pada hal peranan Wanita membenahi problema yang ada ditengah masyarakat sangat urgen
sekali.Mengabaikan peranan wanita dalam kehidupan akan menimbulkan dampak negatif yang
jelas tidak kita inginkan, contohnya:

Kemajuan ekonomi akibat industrilisasi harus di bayar mahal berupa goncangan sosial
dan budaya,dalam tahun 2007 saja tingkatperceraian di negara kita naik sebesar50%, begitu juga
kejahatan para remaja naik 45%, generasi muda kita banyak menghabiskan waktunya hanya
untuk santai, berpoya-poya sehingga menyebabkan terjadinya krisis identitas Problem wanita
berperan ganda yang paling memprihatinkan adalah masih adanya upah yang diskriminatif antara
pekerja wanita dan pria. Hal ini mengisyaratkan adanya ketidak adilanDalam konfrensi PBB
yang membahassosial dan struktural sebagai akibat dari perubahan tata nilai sosial di era
industrilisasi dan modernisasi. Negara kita menganut sistem ekonomi terbuka atau yang disebut
dengan sistem kapitalis, sehingga sistem ekonomi kita telah menjadi bagian dari ekonomi
dunia (ekonomi global) dengan segala akibatnya yang baik maupun yang buruk.
2.3. Beberapa Catatan Tentang Wanita Mesir

Gagasan klasik di Mesir mencabut hak dan kesempatan kerja wanita kembali diangkat
dengan argumentasi atau dalih yang mengacu pada pemikiran ekonomi, sosial dan politik. Ada
yang berpendapat bahwa secara tinjauan sosial misalnya, karakter dan kodrat kewanitaan, adat
dan tradisi serta banyaknya pengangguran dikalangan kaum pria adalah faktor yang
mengharuskan untuk membatasi pekerjaan Wanita hanya sebatas rumah tangga saja.Tugas pokok
kaum wanita adalah membentuk dan mendidik generasi masa depan (anak-anaknya). Selain
itu,tabi’at dan kodrat kaum Wanita memang tidak memungkinkan mereka bekerja diluar rumah,
sebab beberapa kemungkinan halangan akan terjadi seperti: hamil, melahirkan, menyusui dan
lain-lain.

Hal ini bisa menyebabkan ketegangan atau stres yang muncul bagi wanita berperan
ganda.Di pihak lain, para cendekiawan Muslim Mesir berpendapat, bahwa prinsip dasar yang
mesti dijadikan pijakan utama dalam masalah ini adalah persamaan hak dan kewajiban antara
wanita dan pria, kecuali persoalan yang sudah ditentukan secara final oleh hukum Islam. Apalagi
realitas sosial, ekonomi dan politik saat ini di Mesir memaksa wanita untuk berkerja di luar
rumah, sehingga hal ini dapat menambah in come keluarga secara khusus dan nasional secara
umum.

Selain itu, persamaan hak dan kewajiban antara wanita dan pria mengharuskan semua
pihak untuk memberikan kesempatan kerja yang layak kepada kaum wanita, selama mereka
memiliki kemampuan bekerja dan berkarya dalam bidang tertentu. Kalau seandainya kaum
wanita tidak diberi kesempatan, maka kaum pria lah yang akan mendominasi jabatan tersebut,
pada hal keduanya memiliki kemampuan yang sama, maka konsekwensinya adalah terjadinya
persamaan hak dan kewajiban yang pincang antara wanita dan pria.Begitu juga, partisipasi
wanita yang melakukan pekerjaan di luar rumah akan mendorong mereka mengikuti
perkembangan yang terjadi, baik di bidang politik maupun bidang lainnya.

Kalau mereka mampu mengikuti perkembangan yang ada, suatu saat mereka akan
menyumbangkan gagasan dan pemikiran terhadap segala persoalan kenegaraan yang merupakan
“rumah besarnya” sebagaimana mereka mampu berbuat dan berkarya di “rumah kecilnya”
bersama keluarga. Undang-undang nasional Mesir telah berusaha menciptakan perimbangan
antara kedua pandangan diatas, sehingga wanita Mesir memiliki hak bekerja di luar rumah dan
mendapatkan persamaan hak dengan kaum pria di berbagai aspek kehidupan, baik politik, sosial,
budaya, maupun ekonomi. Walaupun adanya ketetapan undang-undang negara yang memberikan
hak kepada wanita bekerja di luar rumah, kaum wanita yang berperan ganda juga harus mampu
menciptakan keseimbangan antara kewajiban sebagai ibu rumah tangga dan tuntutan pekerjaan
di tengah masyarakat. Kalau diperhatikan secara seksama, inti persoalan sebenarnya bukan
terletak pada apakah kaum wanita di berikan hak bekerja di luar rumah atau tidak ? akan tetapi
terletak pada perkembangan dan perubahan sikap masyarakat yang biasanya menciptakan nilai-
nilai baru.

Dengan kata lain, pemberian hak kepada kaum wanita tidak hanya cukup ditentukan
melalui perumusan konstitusi saja, justru lebih di tentukan apakah masyarakat mampu
memberikan atau setidaknya menciptakan suasana yang memungkinkan kaum Wanita menikmati
hak-hak tersebut.Dalam mengaktifkan peran wanita dimasyarakat salahsatu usaha yang, adanya
seruan yang menghimbau agar kaum Wanita kembali ke rumah. Hal ini akan menyebabkan
sebagian besar kaum wanita berkeyakinan bahwa mereka memang tidak mampu mengemban
profesi apapun di luar rumah, bahkan juga akan membuat kaum Wanita kehilangan rasa percaya
diri, pada akhirnya mereka hanya terbatas pada melahirkan, menyuisui anak dan mengurus
rumah tangga. Mengakui hak-hak Wanita melalui pasal-pasal konstitusi atau undang-undang saja
tidak banyak memberikan kontribusi apabila tidak dibarengi usaha serius menciptakan suasana
yang memungkinkan mereka melakukan hak-haknya.

Karenanya pengakuan secara teoritis terhadap hak- hak wanita harus beriringan dengan
usaha wanita sendiri menterjemahkan teori tersebut kedalam dunia nyata. Apabila mereka tidak
mampu melakukannya, maka semua imbauan memperjuangkan hak-hak wanita tak lebih dari
sekedar hitam di atas putih dan akan menjadi sebuah keaiban. Gerakan emansipasi wanita di
Mesir terus bergulir menuntut hak kebebasan dalam berkarya, bekerja, berpendidikan dan lain-
lain. Gerakan ini telah dimulai sejak masa Muhammad Abduh dan diteruskan oleh Qosim Amin.
Puncaknya, pada tahun 1899 Qosim Amin mempublikasikan bukunya yang berjudul:”Tahrir al
Mar’ah” (emansipasi wanita) menginginkan adanya perbaikan kedudukan wanita di Mesir.
Perbaikan kedudukan wanita yang ia maksudkan adalah membebaskan mereka dari belenggu
adat istiadat yang sudah berlangsung selama berabad-abad.
Dalam bukunya dia menuntut agar kaum wanita mendapat pendidikan dan pengajaran
yang layak dan sejajar dengan kaum pria, supaya mereka dapat dengan baik masyarakat dan
keluarganya. Selain itu, dia juga menuntut perubahan dalam praktek poligami dan perceraian
yang dianggap merugikan kaum wanita. Disamping banyaknya pihak yang mendukung dan
menyetujui pendapat nya, juga tidak sedikit tanggapan yang mengecam dan menentang. Dan
untuk menjawab kecaman dan kritikan itu, Qosim Amin menulis buku keduanya:”al-Mar’ah al-
Jadidah”. Dalam buku ini dikemukakannya contoh-contoh perbandingan antara wanita Mesir dan
wanita Eropa dan Amerika.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Disini penulis menyimpulkan beberapa alternatif untuk mengurangi ekses peran ganda
wanita, sebagai upaya memantapkan keberadaan wanita di tengah masyarakat:

Pertama: Merelokasikan kembali fungsi wanita, dengan kata lain menyerahkan


sepenuhnya kepada wanita itu sendiri, apakah akan menjadi wanita berperan ganda atau hanya
berperan di sector domestik saja, sebab tidak semua Wanita mampu berperan ganda. Seorang
Wanita yang pungsinya sebagai ibu rumah tangga tidak perlu merasa rendah diri, karena pungsi
sentral mereka adalah sebagai ibu sesuai dengan fitrahnya.

Kedua : Bagi wanita yang terpaksa harus berperan ganda karena faktor ekonomi,
partisipasi dan toleransi suami sangat dibutuhkan pada sektor domestik karena kesuksesan
Wanita menjalankan perannya tidak terlepas dari kontribusi suami menciptakan stuasi dan
kondisi kondusif di dalam rumah tangga. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya wanita
berperan ganda tergantung kepada kerjasama antara suami dan istri mengembangkan hubungan
yang takamul di antara keduanya.

Ketiga : Meningkatkan pendidikan kaum wanita agar mereka memiliki kwalitas dan siap
berperan sebagai pendidik yang mutlak dibutuhkan keluarganya. Kalau sekarang para orangtua
sudah menyadari, bahwa menyekolahkan anak di sekolah yang bermutu itu perlu, bahkan untuk
hal itu mereka rela mengeluarkan uang puluhan juta. Akan tetapi masyarakat kita lupa, bahwa
ibu yang berwawasan luas dan punya kemampuan mendidik dengan baik, sama mahalnya
dengan keberadaan sekolah yang bermutu, sebab di era zaman industri dan globalisasi ini, sosok
seorang ibu sebagai pendidik dihadapkan pada kompleksitas tantangan, sehingga upaya
mempersiapkan generasi handal di masa depan bukanlah suatu hal yang mudah.

Keempat: Pemerintah mesti memiliki perangkat hukum yang tegas dan mampu
melindungi hak-hak wanita. Hal ini akan dapat mengantisipasi diskriminasi, pelecehan seksual
serta penjualan Wanita yang marak saat ini.
Kelima : Meningkatkan kegiatan da’wah di kalangan wanita sebagai upaya pembinaan
ke rohanian agar para wanita memiliki wawasan ke Islaman yang cukup dan dapat meningkatkan
ketaatan menjalankan ajaran agama.

3.2. Saran

Setelah mengulas terkait “Wanita dalam perspektif islam”, maka penulis menyarankan
kepada pembaca agar selalu mengingatkan keluarganya atau kerabat dan orang orang
terdekatnya untuk rutin lebih memperhatikan keberadaan dirinya. Dengan demikian, harapannya
para pembaca dapat lebih bertambah lagi edukasinya seputar keberadaan Wanita dalam
perspektif islam.
DAFTAR ISI

Amin, Qasim, 1970, Tahrir al-Mar’ah, Cairo: Darel Ma’arif.

Beavior, Simon de, 1995, The second Sex, translated by Suher Abdul Aziz Muhammad
Yusuf, Cairo: Al-Azhar Library

Garaudy, Roger, 1986, “Mencari Agama Pada Abad 20” Diterjemahkan HM. Rasyidi,
Jakarta: Bulan Bintang

Hamshi, Muhammad Hasan al-, 1996,“Tafsir wa Bayan ma’a Asbab al- Nuzul li al-
Suyuthi,” Beirut

Ilahi, Kurnia, 2002, “Emansipasi Wanita menurut Qosim Amin” Jurnal


Marwah (PSW IAIN Susqo Pekanbaru) Vol.1 No.2 Desember 2002

Ruslan, Nabilah, 1995, “al-Markaz al- Qanuni li al-Mar’ah fi Tasyri’at al’Amal”.


Konfrensi wanita dan pembangunan, ditaja oleh: Al-Azhar University bekerjasama dengan
Majlis A’la li al-Syu’uni al- Islamiyah.

Saefudin, A.M., Tata Nilai dan Kehidupan Spritual Di Abad 21, Jakarta: Bulan Bintang
Sya’rawi, Syeikh Mutawalli, 1995, al- Mar’ah fi al-Qur’an, Maktabah Sya’rawi Islamiah, wa
Akhbar al- yaum.

Syukri, Elya, 1988, al-Mar’ah fi al-raif wa al-Hadhar, Dirasah li hayatiha al’Amal wa


Usrah, Kairo: Dar al-

Ma.arif al-Jami'iyah al-Iskandariah. Wahab, Laila Wahab, 1991, “Ibda’iyyat al-Mar’ah


al-Maghurah” Majalah Ibda’ No.11 Nopember.

Yusuf, Suher Abdul Aziz Muhammad, 1995,”al-Mar’ah wa Shira’ al- Hadharah” Jurnal
OASE, Media ICMI Cairo – EGYPT Edisi 08 Sep 1995

Anda mungkin juga menyukai