Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

UNSUR-UNSUR DALAM SEBUAH NEGARA DI DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah Sistem Politik di Dunia Islam
Dosen Pengampu : Frandy Argadinata, M.H.

Disusun oleh :
Kelompok 4

1. Widiya Aprilia S. ( 126103201044 )


2. Hamidah Suci W. ( 126103201048 )
3. Fitratul Azizah ( 126103201063 )
4. Frenty Oktasari ( 126103201066 )
5. Ida Rosita A. ( 126103201067 )
6. Fransisca Bella L. S. ( 126103201080 )

HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Alhamdulilah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
taufiq serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Sistem Politik di Dunia
Islam ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari makalah yang berjudul “Unsur-unsur dalam
sebuah Negara di dalam Islam” ini guna memenuhi tugas dari mata kuliah Sistem Politik di
Dunia Islam yang diampu oleh Bapak Frandy Argadinata, M.H.

Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan dan kepercayaan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.

2. Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum.

3. Bapak Frandy Argadinata, M.H. Selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Politik di
Dunia Islam.

4. Kedua orang tua yang telah memberikan semangat serta dukungan.

5. Serta, semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu kita dalam pembelajaran
mata kuliah Sistem Politik di Dunia Islam.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Tulungagung, 10 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2

A. Kedudukan wanita dalam Islam .............................................................................. 2


B. Perbudakan dalam Islam ......................................................................................... 5
C. Peperangan dan perdamaian dalam Islam ............................................................... 7
D. Gagasan Negara Internasional dalam Islam ............................................................ 12

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebuah negara memiliki eksistensi yang kemungkinan tidak terlepas dari
keberadaan unsur-unsur di dalamnya. Tanpa adanya unsur-unsur maka sebuah wilayah
negara tidak dapat dikatakan sebagai sebuah negara yang berkedaulat dimana hak-
haknya terpelihara dan terjamin secara hukum internasional1. Ada beberapa komponen
dalam unsur-unsur sebuah negara di dalam Islam. Kedudukan seorang wanita dalam
Islam setara dengan laki-laki dalam tanggungjawab pelaksanaan kewajiban agama dan
takdir.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan wanita dalam Islam?
2. Bagaimana definisi dari perbudakan dalam Islam?
3. Bagaimana peperangan dan perdamaian dalam Islam?
4. Bagaimana gagasan Negara Internasional dalam Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami dari kedudukan wanita dalam Islam
2. Mengetahui dan memahami maksud perbudakan dalam Islam
3. Mengetahui dan memahami peperangan dan perdamaian dalam Islam
4. Mengetahui dan memahami gagasan Negara Internasional dalam Islam

1
Rapung, Alauddin Andi, Abidin Zainal, Unsur-unsur negara perspektif al-siyasah al-syari’iyyah, ( Al-Ahkam:
Jurnal Hukum Pidana vol.4, no. 1, 2022), hal 32

1
BAB II

ISI/PEMBAHASAN

A. Kedudukan Wanita dalam Islam


Salah satu kemuliaan yang diberikan Allah swt kepada kaum wanita adalah
dengan diturunkannya satu surat dalam Alquran yang menyajikan khusus perkara
wanita dengan nama surat wanita (An-Nisa’). Surat An-Nisa’/4: 1;

ۚ ‫س ۤا اء‬
َ ِ‫ث مِ ْن ُه َما ِر َج ااًل َكثِي اْرا َّون‬ ْ ‫اس اتَّقُ ْوا َربَّكُ ُم الَّ ِذ‬
َّ ‫ي َخلَقَكُ ْم ِم ْن نَّ ْف ٍس َّواحِ دَةٍ َّو َخلَقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َو َب‬ ُ َّ‫يٰٓاَيُّ َها الن‬
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu (Adam), dan dari padanya Allah menciptakan isterinya
(Hawa) dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak”.

Dari maksud ayat tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa Alquran
menegaskan akan kejadian manusia, baik laki-laki maupun wanita diciptakan oleh
Tuhan dari jenis yang sama, dan yang membedakan di antara keduanya adalah nilai
ketakwaan mereka. Tak dapat dipungkiri bahwa secara kodrati terdapat perbedaan
antara laki-laki dan perempuan, namun perbedaan tersebut tidak dapat dijadikan
sebagai alasan untuk melakukan tindakan kesewenangan antar yang satu dengan
yang lain, atau pun sekedar memandang rendah pihak lain (perempuan).

a. Asal Kejadian Perempuan


Untuk membahas tentang kedudukan wanita, terlebih dahulu perlu dilihat
pandangan Al-Qur’an tentang asal kejadian perempuan. Salah satu ayat yang
berbicara hal tersebut adalah surat al-Hujurat:13;
َ ‫ّٰللا اَتْقىكُ ْم ۗاِ َّن ه‬
‫ّٰللا‬ َ ‫اس اِنَّا َخلَ ْقنكُ ْم م ِْن ذَك ٍَر َّوا ُ ْنثى َو َج َع ْلنكُ ْم شُعُ ْوباا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل ِلت َ َع‬
ِ ‫ارفُ ْوا ۚ اِ َّن ا َ ْك َر َمكُ ْم ِع ْندَ ه‬ ُ َّ‫يٰٓاَيُّ َها الن‬
‫ع ِل ْي ٌم َخ ِبي ٌْر‬
َ
Artinya:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia

2
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui, Mahateliti”.
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari
seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya
berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk
saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. Allah
tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan
keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara
manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya
dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang
yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya.2

b. Hak-hak Perempuan
1. Hak-hak perempuan di luar rumah Pembahasan mengenai hal ini dapat
bermula dari surat al-Ahzab ayat 33, yang artinya: ”Dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahiliyah terdahulu...” Al-Qurthubi (w 671 H) menyatakan
bahwa makna ayat di atas adalah perintah untuk menetap di rumah.
Walaupun redaksi ayat ini ditujukan kepada isteri-isteri Nabi, tetapi selain
dari mereka juga tercakup dalam perintah tersebut. Dalam pandangan
ulama’ ini wanita hanya boleh keluar rumah dalam keadaan darurat.
Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan bahwa perempuan tidak boleh keluar
rumah tanpa kebutuhan yang dibenarkan agama, dengan syarat dapat
memelihara kesucian dan kehormatannya.3
2. Hak-Hak Perempuan di dalam Rumah Berbicara tentang posisi perempuan
dalam keluarga, maka argumen yang umumnya dijadikan sebagai dasar
adalah surat al-Nisa’:34,
yang artinya : ”Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi perempuan
(isteri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka telah menafkahkan

2
M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 298
3
Ibid., 306

3
sebagian dari harta mereka...” Rasulullah menegaskan bahwa seorang istri
memimpin rumah tangga dan bertanggung jawab atas keuangan suaminya.
Pertanggungjawaban tersebut terlihat dalam tugas-tugas yang harus
dipenuhi serta peran yang diembannya saat memelihara rumah tangga.
Dapat disimpulkan bahwa peran istri sebagai ibu rumah tangga adalah untuk
menjadikan rumah itu sebagai sakan, yakni tempat yang menenangkan dan
menenteramkan anggota keluarga.4

Sedangkan dalam Hadis riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa


Umar Ibn Khattab Ra. Berkata:
“Demi Allah, seandainya kami masih dalam tradisi Jahiliyah niscaya kami
tidak memperhitungkan satu urusan pun bagi wanita sehingga Allah
menurunkan suatu ayat tentang mereka dan menetapkan bagian bagi
mereka”.5
Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ra. Bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
“Barangsiapa mengurus suatu urusan anak-anak perempuan ini lalu berbuat
baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya
siksaan neraka”.
Hadis tersebut menerangkan bahwa Nabi Muhammad Saw. sangat
menganjurkan untuk mendidik anak-anak perempuan, dan kelak mereka
menjadi penghalang dari siksaan api neraka.6
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata: “Seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah Saw kemudian bertanya, siapakah orang yang
paling berhak mendapat perlakuan baik? Beliau menjawab: Ibumu. Ia
bertanya lagi, kemudian siapa? Beliau menjawab: Ibumu. Ia bertanya lagi,
kemudian siapa? Beliau menjawab Ibumu. Ia bertanya lagi, kemudian
siapa? Beliau menjawab: Kemudian Bapakmu”.
Dari maksud Hadis tersebut dapat diketahui bahwa sesungguhnya
wanita (ibu) lebih utama dihormati dan dimuliakan daripada laki-laki
(ayah).

4
Shihab, “Wawasan”, 168.
5
Imam Muslim, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyah, Juz XI, tt.), p. 55-6.
6
Al-‘Asqalani, Fath al-Bari…, Kitab: al-Adab, Bab: Rahmat al-walad… Hadis No. 5536. Lihat juga, Muslim,
alJami’ al-Shahih…,kitab: al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab, Bab: Fadhl al-Ihsan…, Hadis No. 4763.

4
B. Perbudakan dalam Islam
Perbudakan telah ada sebelum Rasulullah lahir dan berlaku di Romawi, Persia
Babilonia, Yunani dan di tempat lainnya. Al-Qur’an mengisahkan perbudakan telah
ada pada zaman nabi Musa as yang dilakukan oleh Firaun. Perbudakan dalam masa
pra Islam sangat tidak manusiawi. Salah satu contohnya adalah kedokteran Persia
yang sering melakukan percobaan dan penelitian dengan menggunakan tubuh
budak.
Bukti yang menyatakan budak telah ada sebelum manusia mengenal peradaban
tulis-menulis adalah kuburan prasejarah di Mesir yang menunjukkan sejak 8000
SM. Menurut ahli prasejarah perbudakan mulai sejak pengembangan pertanian
sekitar 10.000 tahun lalu. Para budak terdiri dari penjahat atau orang-orang yang
tidak dapat membayar hutang dan kelompok yang kalah perang.
Pertama kali ada perbudakan yaitu di daerah Mesopotamia wilayah Sumeria,
Babilonia, Asiria, Chaldea, yaitu kota-kota yang perekonomiannya dilandaskan
pada pertanian.

Menggauli budak tanpa menikahi


Pemilik budak Wanita boleh menggauli budak wanitanya, dan jika budak
wanitanya tersebutmelahirkan anak, maka dia menjadi ibu dari anaknya tersebut.
Berdasarkan firman Allah SWT.

َ‫اج ِهم أَو َما َملَكَت أَي َمانُ ُهم فَإِنَّ ُهم غَي ُر َملُو ِمين‬
ِ ‫علَى أَز َو‬
َ ‫َوالَّذِينَ هُم ِلفُ ُرو ِج ِهم َحافِظُونَ إِ َّّل‬

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri


mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam
hal ini tiada tercela” (Al-Ma’arij/70 : 29-30)’.

Rasulullah SAW juga menggauli budak perempuannya Mariyah Al-Qitbhiyah,


kemudian dia melahirkan Ibrahim, seraya beliau bersabda, “Mariyah dimerdekakan
oleh anaknya”. Juga Nabi Ibrahim As menggauli Hajar, kemudian dia melahirkan
Nabi Ismail As.

Beberapa Ketentuan Hukum Tentang Ummu Walad

Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan Ummu Walad adalah sebagai


berikut.

5
- Ummu Walad sama seperti budak Wanita lainnya dalam hal pelayanannya,
hubungan seksualnya, kemerdekaan dia, batasan auratnya dan pernikahannya.
Akan tetapi Ummu Walad tidak boleh dijual, karena Rasullulah SAW telah
melarang penjualan Ummu Walad (HR Imam Malik). Hal itu dikarenakan,
bahwa penjualan Ummu Walad bertentangan dengan kemerdekaan dirinya
kelak sepeninggal pemiliknya,
- Ummu Walad dimerdekakan dengan kematian pemiliknya, berdasarkan sabda
Rasulullah SAW.
‫عن دُبُر ِم‬
َ ‫ي ُح َّر ة‬ َ ‫أَيُّ َما أ َ َمة َولَدَت مِ ن‬
َ ‫سيِ ِد هَا فَ ِه‬
“Budak Wanita manapun yang melahirkan dari anak pemiliknya (tuannya),
maka ia dimerdekakan setelah kematian pemiliknya (tuannya)”. (HR Ibnu
Majah no. 2516).
- Budak Wanita tetap dihukumi Ummu Walad meskipun ia mengalami
keguguran
- Tidak ada perbedaan dalam memerdekakan Ummu Walad, apakah ia Muslimah
atau kafir.
- Jika Ummu Walad itu dimerdekakan setelah kemarian pemiliknya, maka harta
milik Ummu Walad menjadi milik ahli waris pemiliknya.
- Jika pemilik Ummu Walad meninggal dunia, maka Ummu Walad harus
menunggu satu kali haid, karena ia keluar dari kepemilikan pemiliknya dan
berubah menjadi Wanita merdeka.

Adapun pernyataan bahwa Islam mengenal model perbudakan pembayaran atau


pelunasan hutang, sejarah terlah mencatat seperti yang telah dikemukakan dengan
cerkan oleh Khalil Abdul Karim (2003: 87-90) bahwa sebelum turunnya ayat-ayat
riba, sebetulnya Muhammad pernah memvonis perbudakan seseorang bernama
Surraq yang tidak mampu melunasi hutang-hutangnya kepada kreditor. Sunah Nabi,
dengan demikian pernah melegalkan model perbudakan pelunasan hutang. Hanya
saja ketentuan ini selanjutnya di naskh oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang masyhur
dengan istilah ‘ayat-ayat riba’.

“Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa Islam tidak pernah mengenal model
perbudakan ini secara mutlak sama sekali tidak benar. Yang benar adalah Islam pernah
mengenalnya, tetapi dalam perkembangannya, ia kemudian menghapusnya”.

6
C. Peperangan dan Perdamaian dalam Islam
Peperangan dalam Islam adalah suatu hal yang wajar untuk melindungi dan
mempertahankan diri, karena sesuai dengan kebiasaan masyarakat Arab pada saat
itu, mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau
solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku
sehingga terbentuk kepribadian mereka yang sangat suka berperang, oleh karena itu
peperangan antar suku sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi
tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab, situasi seperti ini terus
berlangsung sampai agama Islam lahir.
Ketika kaum Quraisy mulai menentang dan menghalang-halangi Nabi
Muhammad Saw serta para sahabatnya untuk menjalankan perintah agamanya,
bahkan mengobarkan perang untuk memusnahkan mereka. Nabi tidak punya
pilihan lain kecuali harus mempertahankan keyakinan dan nyawanya dengan semua
kekuatan yang dapat dikumpulkannya7. Dalam keadaan seperti ini, mereka diberi
izin untuk melakukan perlawanan juga mempertahankan diri dari ancaman pihak
musuh. Sebagaimana yang terkandung dalam: QS. Al-Hajj Ayat 39-40.
Yang artinya :
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka dizalimi. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami
hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia
dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-
gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya
banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang
menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha
perkasa.”8
Pada hakekatnya, kemungkaran akan mengancam perdamaian, kedamaian,
menghancurkan kehidupan moral, rohani, dan ekonomi umat manusia. Ada
beberapa kategori perang dalam Islam, Pertama, untuk mengakhiri teror dan
penindasan menjadi situasi damai, untuk dapat menjalankan kepercayaan tanpa

7
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, (Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2006)
hal. 17
8
M.Abdurrahman, Al-Quran danTerjemahan. (Jakarta, Oasis Terrace Recident) hal. 337

7
campur tangan dan rintangan dari siapapun juga. Kedua, diharuskan untuk
menegakkan hukum dan keadilan sehingga semua orang kaya dan miskin, kuat dan
lemah, dapat memperoleh perlindungan hukum dan hak-hak mereka atas dasar yang
sama tanpa ada perbedaan.
Bermula ketika Nabi Saw menjaga kedaulatan wilayahnya, sehingga muncul
sejumlah pertikaian yang banyak terjadi antara pihak kaum Muslimin dan
Musyrikin Quraisy9. Banyak dari suku Quraisy menentang keras terhadap dakwah
Nabi Saw, karena mereka inginmempertahankan tradisi lamanya; mereka khawatir
jika struktur masyarakat dan kepentingan-kepentingan dagang mereka akan
terancam oleh ajaran Nabi Muhammad Saw yang menekankan keadilan dan
persamaan sosial. Bermacam tindakan yang dilakukan kaum Quraisy untuk
menghentikan dakwah Nabi Saw, namun usaha itu sering mengalami kegagalan dan
justru semakin bertambah jumlah kekuatan Islam ini. Bahkan di tengah
meningkatnya kekejaman itu dua orang kuat Quraisy masuk Islam, yakni Hamzah
bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab10.
Islam melakukan perlawanan ketika nyawa dan kepercayaannya diancam dan
tidak punya pilihan lain kecuali mempertahankannya dengan kekuatan maupun
senjata. Perlawananya adalah suatu strategi mempertahankan diri yang dipaksakan
kepadanya oleh musuh-musuhnya. Kemudian Islam berjuang dengan penuh
semangat dan mengalahkan musuh-musuhnya di segala lini. Keadaan seperti itu
membuat kaum Quraisy semakin meningkatkan tekanannya, Abu Jahal telah
menerapkan boikot terhadap klan atau keturunan Hasyim dan Al-Muthalib dalam
bentuk larangan-larangan yang diantaranya adalah: tidak boleh seorang pun
menikah dengan anggota klan mereka atau berdagang dengan mereka bahkan tidak
boleh menjual makanan kepada mereka11.
Ketika Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah, Nabi Saw melakukan
beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun
tidak, guna untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan masyarakat yang
dibentuknya. Sampai kemudian terjadi beberapa perang antar kaum Muslimin
dengan kaum Quraisy, seperti Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq.

9
Bisri M Djaelani, 25 Tokoh Kunci Sukses Dakwah Rasulullah Saw ( Yogyakarta : Warta Pustaka, 2005 ) hal.
36
10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Rajawali Pers, 2008) hal. 22
11
Jalaluddin Rakhmat, Muhammad Prophet For Our Time ( Bandung, Mizan Pustaka, 2007) hal. 144

8
Namun setibanya di Madinah, peranan Nabi tidak hanya sebagai penyeru maupun
ekspedisi semata, tetapi juga sebagai seorang pemimpin masyarakat dan kepala
Negara. Karena itu dalam fungsi sebagai Rasul Allah, Nabi tidak lagi menyeru
secara perorangan tetapisudah mengarah kepada kaum. Sasaran yang hendak
dicapai ketika di Madinah ialah terbentuknya satu masyarakat bernegara dan
berdaulat. Ada tiga langkah awalYang diambil oleh Nabi Saw untuk mencapai
sasarannya ketika di Madinah. Pertama,mendirikan sebuah Masjid. Kedua,
mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Ketiga, membangun
sebuah masyarakat bernegara12.
Di saat Nabi Saw mulai menjaga kedaulatan wilayahnya, beberapa peperangan
tidak dapat dihindari untuk menegakkan berdirinya kedaulatan masyarakat di
Madinah, beberapa pertikaian terjadi antara Muslimin Madinah dengan Musyrikin,
perang ini berkobar setelah berbagai upaya damai yang dilaksanakan Nabi
Muhammad Saw mengalami kegagalan13. Sehingga terjadi puncak peperangan
antara kaum Muslimin dengan musyrikin Quraisy pada tanggal 17 Ramadhan tahun
ke-2 H/ 624 M.11 Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara
Islam ini adalah perang Badar, di mana dalam peperangan ini meskipun kekuatan
tentara muslim Madinah ini hanya terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan yang
sederhana, sedangkan pasukan Quraisy berjumlah sekitar 900-1000 orang.
Komposisi pasukan yang tidak seimbang, namun berkat kesetiaan pasukan kepada
kepemimpinan Nabi Saw serta iman yang kuat dan semangat yang membaja, kaum
Muslimin keluar sebagai pemenang.
Kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar mempunyai pengaruh yang
kuat bagi bergabungnya kabilah-kabilah kaum Quraisy yang bertujuan
membalaskan dendam dengan pasukan Muslim. Perang Uhud pun terjadi pada
tahun ke-3 H/625 pasukan berangkat menuju Madinah membawa 3000 pasukan
unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid Ibn Walid, 700 orang di
antara mereka memakai baju besi. Peperangan kedua ini dinamakan perang Uhud,
perang ini dimulai dengan adu tanding yang awalnya dimenangkan pasukan Islam,
namun kemenangan tersebut dapat digagalkan oleh godaan harta, yakni pasukan
pemanah Islam yang berada di tempat yang strategis itu turun dan sibuk memungut

12
Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-Jeram Peradaban Muslim (Yogyakarta : PustakaPelajar, 1996) hal. 84-85
13
Bisri M Djaelani, Op.cit, hal. 36

9
harta rampasan pasukan Quraisy karena pasukan muslim menganggap bahwa
mereka sudah menjadi pemenang. Namun pasukan kuda yang dikomandani Khalid
Ibn Walid ini memanfaatkan keadaan itu dan menyerang balik pasukan Islam,
hingga pada akhirnya berkat kecerdikan Khalid Ibn Walid pasukan Islam ini
menjadi terjepit dan porak poranda, sehingga kemenangan yang bermula
dimenangkan pasukan Islam justru berbalik menjadi kekalahan.
Damai memiliki banyak arti, arti kedamaian berubah sesuai dengan
hubungannya dengan kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan
mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana
sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh. Damai dapat juga berarti
sebuah keadaan tenang, seperti yang umum di tempat-tempat yang terpencil,
mengijinkan untuk tidur atau meditasi. Damai dapat juga menggambarkan keadaan
emosi dalam diri dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-
definisi di atas. Manusia yang telah dianugerahi akal dan nafsu dipercaya oleh
Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya dengan misi menjaga bumi dari kerusakan.
Untuk menjadi keseimbangan antara ke dua kekuatan yang dimiliki manusia
tersebut, Agama adalah jawabannya14. Oleh karennya Allah mengutus rasul-rasul-
Nya guna menyebarkan ajaran-ajaran yang dapat menjadi pelita manusia dalam
mengarungi bahtera kehidupan ini. Islam merupakan penyempurna dari ajaran-
ajaran sebelumnya. Dan ia adalah agama samawi terakhir yang dibawa oleh Rasul
terakhir dan untuk umat terakhir yang hidup di zaman akhir. Dengan berpedoman
pada Al- Qur’an dan As-Sunnah maka Islam mampu menjawab tantangan zaman
semenjak kemunculannya, zaman ini hingga yang akan datang. Islam muncul untuk
menjadi “penyelamat” dunia sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin oleh karenanya setiap
ajaran Islam memiliki nilai kebenaran yang tidak diragukan lagi. Ia berusaha
menciptakan perdamaian di bumi sehingga umat manusia dan seluruh makhluk
Allah dapat hidup sejahtera. Islam dengan pengertian epistimologi memiliki makna
penyerahan diri, pasrah, patuh dan tunduk kepada kehendak Allah, ia adalah agama
yang membawa kemaslahatan bagi pemeluknya baik di dunia maupun di akherat.
Firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 85:
٥٨ 3 ‫نيرسخٱل نم ةرخٱلٱ يف وهو هنم لبقي نلف انيد ملسٱلٱ ريغ غتبي نمو‬

14
Sayyid Qutub, Islam dan Perdamaian Dunia, (PT Temprint: Jakarta, 1987) hal. 34

10
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (Q.S. AliImran: 85) Dalam ajaran Islam bahwa perdamaian
merupakan kunci pokok menjalin hubungan antar umat manusia, sedangkan perang
dan pertikaian adalah sumber malapetaka yang berdampak pada kerusakan sosial.
Islam sebagai agama damai sesungguhnya tidak membenarkan adanya praktek
kekerasan. Cara-cara radikal untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan
apa yang dianggap sakral bukanlah cara-cara yang Islami. Di dalam tradisi
peradaban Islam sendiri juga tidak dikenal adanya label radikalisme. Firman Allah
(QS. Al-Anbiyaa’ : 107)
‫ نيملعلل ةمحر َل كنلسرأ امو‬٧٠١
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” ini, Islam diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi dengan
perantaraan seorang Nabi yang diutus kepada seluruh manusia untuk menjadi
rahmat bagi seluruh alam, dan bukan hanya untuk pengikut Muhammad semata.
Islam pada intinya bertujuan menciptakan perdamaian dan keadilan bagi seluruh
manusia, sesuai dengan nama agama ini: yaitu al-Islām. Islam bukan nama dari
agama tertentu, melainkan nama dari persekutuan agama yang dibawa oleh Nabi-
Nabi dan dinisbatkan kepada seluruh pengikut mereka. Itulah misi dan tujuan
diturunkannya Islam kepada manusia. Karena itu, Islam diturunkan tidak untuk
memelihara permusuhan atau menyebarkan dendam di antara umat manusia.
Konsepsi dan fakta-fakta sejarah Islam menunjukan, bagaimana sikap tasāmuh
(toleran) dan kasih sayang kaum muslim terhadap pemeluk agama lain, baik yang
tergolong ke dalam ahl al-Kitab maupun kaum mushrik, bahkan terhadap seluruh
makhluk, Islam mendahulukan sikap kasih sayang, keharmonisan dan kedamaian.
Di dalam Islam gagasan tentang perdamaian merupakan pemikiran yang sangat
mendasar dan mendalam karena berkait erat dengan watak agama islam, bahkan
merupakan pemikiran universal islam mengenai alam, kehidupan, dan manusia 15.
Yang dimaksud universal disini adalah pemikiran Islam yang sama tujuannya
dengan ajaran-ajaran Nabi-Nabi terdahulu dalam upaya menciptakan kemanusiaan
dan keadilan di muka bumi.

15
Ibid., hal. 7

11
D. Gagasan Negara Internasional dalam Islam
Ajaran Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis sebagai pedoman hidup,
mulai dari masalah ibadah, hubungan dengan Allah SWT hingga hubungan antar
sesama manusia dalam Islam selalu mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadis. Maka
dari itu dapat dipastikan jika negara Internasional yang melibatkan hubungan antar
manusia juga mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadis. Kedua sumber tertulis dan
dasar-dasar yang mengandung unsur normatif yang wajib dipatuhi dikarenakan Al-
Qur’an sendiri merupakan wahyu dari Allah SWT, dan Hadis sebagai bentuk ikap,
ucapan, dan pemikiran Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul utusan Allah SWT.
Islam memberikan ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan, termasuk
memberikan prinsip-prinsip pokok pada hubungan negara Internasional, dan juga
memberikan contoh-contoh konkrit bagaimana prinsip tersebut dapat dilaksanakan,
sejak permulaan sejarah Islam. Didalam hubungan antar negara Internasional yang
didasarkan pada aspek kesetaraan, keadilan, kemanusiaan, perlindungan atas diri
dan properti. Dimana dalam negara Internasional, gagasan yang berkembang
dikalangan umat Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama, negara-negara yang ada di dalam dunia Islam, seluruhnya dianggap
berada didalam satu (Dar Al Islam). Dimana mengacu pada Islam berdomisili
tunduk kepada Tuhan dan menjalankan perintahnya sehingga menimbulkan
kedamaian di dalam wilayah tersebut. Konsep dar al Islam dapat dilihat dalam
negara India dan Indonesia yang meskipun secara tegas menyatakan bahwa
kontitusi negara tidak berdasarkan Islam, akan tetapi karena negara memberikan
kebebaan pada warganya untuk menjalankan ajarannya, maka negara tersebut dapat
dianggap sebagai dar al-Islam16.
Kedua, negara-negara Internasional lain disebut sebagai Darul Kffar/Darul
Harb. Terhadap negara-negara tersebut diperbolehkan mengadakan perjanjian
bertetangga baik, perjanjian perdagangan, ekonomi, perjanjian ilmiah, perjanjian
dalam bidang pertanian dan perjanjian lainnya yang dibolehkan menurut syara.
Bagi negara-negara lain yang tidak memiliki hubungan perjanjian dengan negara
khilafah dianggap sebagai negara-negara musuh (Muharibah Hukman) ditinjau dari
segi hukum. Terhadap mereka diambil langkah-langkah waspada dan siaga penuh

16
Ahmad Muhtadi Anshor, Dar Al-Islam, Dar Al-Harb, Dar Al-Shulh Kajian Fiqih Siyasah, (Episteme, STAIN
Tulungagung, 2013), vol. 8, no. 1, hal. 55-64

12
serta tidak akan diadakan hubungan diplomatik dengan mereka. Dalam realitanya,
konsep dar al-harb dapat dilihat pada kasus negara Persia dan Romawi pada masa
awal perkembangan Islam.
Ketiga, negara-negara musuh yang secara Internasional memerangi umat
(muharibah fi’lan), seperti Israel, maka terhadap institusi diambilah sikap siaga
perang sebagai asas hubungan dengan mereka.
Keempat, negara-negara Internasional yang berbentuk seperti Khalifah. Dimana
tidak diperkenankan mengadakan perjanjian kerjasama militer, minta bantuan
militer, termasuk juga memberikan fasilitas militer terhadap negara lain. 17

17
Eka An Aqumuddin, Islam Sebagai Sumber Hukum Internasional, (Bandung: UNISBA, 2016), Jilid 45, No.
4, Hal 318-325

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Al-quran menegaskan akan kejadian manusia, baik laki-laki maupun wanita
diciptakan oleh Tuhan dari jenis yang sama, dan yang membedakan di antara
keduanya adalah nilai ketakwaan mereka. Tak dapat dipungkiri bahwa secara
kodrati terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan, namun perbedaan
tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk melakukan tindakan
kesewenangan antar yang satu dengan yang lain, atau pun sekedar memandang
rendah pihak lain (perempuan).
2. Perbudakan telah ada sebelum Rasulullah lahir dan berlaku di Romawi, Persia
Babilonia, Yunani dan di tempat lainnya. Al-Qur’an mengisahkan perbudakan telah
ada pada zaman nabi Musa as yang dilakukan oleh Firaun. Perbudakan dalam masa
pra Islam sangat tidak manusiawi. Salah satu contohnya adalah kedokteran Persia
yang sering melakukan percobaan dan penelitian dengan menggunakan tubuh
budak.
3. Peperangan dalam Islam adalah suatu hal yang wajar untuk melindungi dan
mempertahankan diri, karena sesuai dengan kebiasaan masyarakat Arab pada saat
itu, mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau
solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku
sehingga terbentuk kepribadian mereka yang sangat suka berperang, oleh karena
itu peperangan antar suku sering sekali terjadi.
4. Dimana dalam negara Internasional, gagasan yang berkembang dikalangan umat
Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Negara-negara yang ada di dalam dunia Islam, seluruhnya dianggap berada
didalam satu (Dar Al Islam).
b. Negara-negara Internasional lain disebut sebagai Darul Kffar/Darul Harb.
c. Negara-negara musuh yang secara Internasional memerangi umat (muharibah
fi’lan).
d. Negara-negara Internasional yang berbentuk seperti Khalifah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer,


(Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2006)
Ahmad Muhtadi Anshor, Dar Al-Islam, Dar Al-Harb, Dar Al-Shulh Kajian Fiqih Siyasah,
(Episteme, STAIN Tulungagung, 2013), vol. 8, no. 1
Al-‘Asqalani, Fath al-Bari…, Kitab: al-Adab, Bab: Rahmat al-walad… Hadis No. 5536.
Lihat juga, Muslim, alJami’ al-Shahih…,kitab: al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab, Bab:
Fadhl al-Ihsan
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Rajawali Pers, 2008)

Bisri M Djaelani, 25 Tokoh Kunci Sukses Dakwah Rasulullah Saw


(Yogyakarta: Warta Pustaka, 2005)
Imam Muslim, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyah, Juz XI, tt.)

Jalaluddin Rakhmat, Muhammad Prophet For Our Time ( Bandung, Mizan Pustaka, 2007)

M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998)

M.Abdurrahman, Al-Quran danTerjemahan. (Jakarta, Oasis Terrace Recident)

Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-Jeram Peradaban Muslim


(Yogyakarta : PustakaPelajar, 1996)
Rapung, Alauddin Andi, Abidin Zainal, Unsur-unsur negara perspektif al-siyasah al-
syari’iyyah, ( Al-Ahkam: Jurnal Hukum Pidana vol.4, no. 1, 2022)
Sayyid Qutub, Islam dan Perdamaian Dunia, (PT Temprint: Jakarta, 1987)

15

Anda mungkin juga menyukai