Anda di halaman 1dari 15

Naskah Akademik Undang-undang tentang larangan merokok

NASKAH AKADEMIK
TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK
TENTANG LARANGAN MEROKOK

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. IDENTIFIKASI MASALAH

C. TUJUAN, DAN KEGUNAAN

D. METODE

II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

B. KAJIAN TERHADAP ASAS (PRINSIP)

C. KAJIAN TERHADAP KONDISI YANG ADA

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU

III. ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. KONDISI HUKUM YANG ADA

B. KETERKAITAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN DAERAH


IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

C. LANDASAN YURIDIS

V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN

A. JANGKAUAN

B. ARAH PENGATURAN

C. RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

1. Ketentuan Umum (Pengertian istilah, dan frasa)

2. Ketentuan sanksi

3. Ketentuan peralihan

VI. PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konstitusi Indonesia Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyebulkan bahwa Negara indonesia
berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya kehidupan masyarakat di dalamnya terbentuk dalam
bingkai ajaran agama. Secara ideal sebagai negara yang beragama, akan lebih mudah
mengatur masyarakat yang tertib dari ganguan atau penyakit yang di akibatkan karena rokok.
Ajaran setiap agama pasti sepakat bahwa keberadaan rokok dapat dapat mengancam jiwa
manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun kenyataan yang ada, negara kita
sampai sekarang belum dapat membuat payung hukum tentang undang-undang larangan merokok.
Hal ini tidak lepas dari banyaknya kepentinga politik yang ada di dalamnya.
Perlu disadari bahwa adanya tuntutan masyarakat untuk membuat Peraturan
hukum/undang-undang tentang larangan merokok, jangan disalah-artikan bahwa itu adalah
keinginan/kepentingan sebagian umat Islam dalam rangka menerapkan syariat Islam. Tuntutan
dibentuknya UU tentang Larangan merokok lebih dikarenakan bahaya rokok itu sendiri dalam
kehidupan manusia.
World Health Organization (WHO) sehubungan dengan hal ini, telah mencanangkan program
“Kawasan Tanpa Rokok” (KTR) di tempat-tempat umum. Program seperti ini layak diterapkan di
negara-negara seluruh dunia, termaksud ASEAN. Di Malaysia contohnya, orang merokok di
tempat umum didenda 500 ringgit, di Bangkok didenda 2.000 baht. Indonesia mungkin belum
memiliki sanksi tegas tentang merokok di tempat-tempat umum, seperti yang dimiliki Malaysia
atau beberapa negara lainnya, tetapi Indonesia telah mengatur mengenai larangan merokok di
tempat umum pada Undang-udang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Rokok pada hakekatnya dapat membahayakan kesehatan jasmani dan rohani, dapat mendorong
terjadinya gangguan dalam ketertiban masyarakat, serta mengancam kehidupan masa depan
generasi bangsa, yang pada gilirannya akan merusak kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan
bernegara.
2. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan turut campur atau pelibatan daerah
dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai penyelenggara pemerintah yang
berfungsi dalam bidang legislasi nasional, memandang perlu untuk mengajukan usul inisiatif
rancangan undang-undang yang mengatur tentang larangan merokok.
3. Adapun sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan tentang kawasan larangan merokok ini, akan tercermin dalam
batang tubuh rancangan undang-undang ini.

C. TUJUAN, KEGUNAAN, DAN SASARAN


Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, maka
penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1. Bertujuan untuk memberikan latar belakang, arahan dan dukungan dalam perumusan
pengaturan, dan pengendalian rokok dengan segala dimensinya secara menyeluruh, terpadu,
dan berwawasan lingkungan.
2. Berguna sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang
tentang Larangan merokok, dengan memberikan uraian tentang aspek pengaturan pengendalian
penguna rokok dengan segala dimensinya, di masa kini dan masa yang akan dating.

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
Merokok dewasa ini menjadi sala satu gaya hidup atau life style manusia baik pria maupun
wanita tanpa mengenal usia. Mudahnya mengakses rokok menjadi sala satu dampak pesatnya
pertumbuhan penguna rokok , hal ini kemudian berdampak negatif bagi kesahatan tubuh penguna
rokok dan juga lingkuangan sekitar. Efek rokok tidak hanya berdampak pada penguna rokok yang
aktif akan tetapi juga berdampak pada orang yang tidak merokok atau perokok pasif. Suburnya
produksi rokok disebabkan karena banyaknya perusahan-perusahan penghasil rokok yang tersebar
di lingkungan masyarakat dan kuranya pengawasan dari pemerintah.
1. Rokok dan Zat Ediktif
a. Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi
tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat
dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.

b. Zat Adiksi yaitu :

1. ACROLEIN ; zat berbentuk cair tidak berwarna diperoleh dengan mengambil cairan dari
glyceril atau dengan mengeringkannya. Pada dasarnya zat ini pasti sangat mengganggu
kesehatan.
2. KARBON MONOXIDA ; gas yang tidak berbau. Zat ini dihasilkan dari pembakaran yang
tidak sempurna dari unsur zat karbon. Jika karbon monoxida ini masuk ke dalam tubuh dan
dibawa oleh hemoglobin ke dalam otot-otot tubuh. Satu molekul hemoglobin dapat
membawa empat molekul oksigen. Apabila didalam hemoglobin itu terdapat karbon
monoxida, berakibat seseorang akan kekurangan oksigen.
3. NIKOTIN ; cairan berminyak tidak berwarna. Zat ini bisa menghambat rasa lapar. Jadi
menyebabkan seseorang merasa tidak lapar karena mengisap rokok.
4. AMMONIA ; gas yang tidak berwarna, terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Memiliki bau
yang sangat tajam dan merangsang. Zat ini sangat cepat memasuki sel-sel tubuh dan kalau
disuntikkan sedikit saja pada aliran darah akan membuat pingsan atau koma.
5. FORMIC ACID ; cairan tidak berwarna, tajam baunya, bisa bergerak bebas dan dapat
membuat lepuh.
6. HYDROGEN CYANIDE ; gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak ada rasa. Zat ini
paling ringan dan mudah terbakar. Cyanide mengandung racun berbahaya dan jika
dimasukkan langsung ke dalam tubuh akan berakibat kematian.
7. NITROUS OXIDE ; gas tidak berwarna dan jika diisap dapat menyebabkan hilangnya
pertimbangan dan membuat rasa sakit. Zat ini awalnya adalah untuk zat pembius pada saat
operasi.
8. FORMALDEHYDE ; gas tidak berwarna dan berbau tajam. Gas ini bersifat pengawet dan
pembasmi hama.
9. PHENOL ; zat ini terdiri dari campuran kristal yang dihasilkan dari distilasi zat-zat
organik misalnya kayu dan arang. Phenol bisa terikat didalam protein dan menghalangi
kerja enzyme.
10. ACETOL ; zat ini adalah hasil dari pemanasan aldehyde dan menguap dengan alkohol.
11. HYDROGEN SULFIDE ; gas yang mudah terbakar dan berbau keras. Zat ini
menghalangi oxidasi enxym (zat besi berisi pigmen).
12. PYRIDINE ; cairan tidak berwarna dan berbau tajam. Zat ini mampu mengubah alkohol
sebagai pelarut dan pembunuh hama.
13. METHYL CHLORIDE : merupakan campuran zat-zat bervalensa satu atas mana
hidrogen dan karbon sebagai unsur utama. Zat ini merupakan compound organis yang
sangat beracun dan uapnya bersifat sama dengan pembius.
14. METHANOL ; cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar. Jika diminum dan
diisap dapat berakibat pada kebutaan dan kematian.
15. TAR ; cairan kental berwarna coklat tua atau hitam didapatkan dengan cara distilasi kayu
dan arang juga dari getah tembakau. Zat inilah yang menyebabkan kanker paru-paru.

B. PRAKTIK EMPIRIS
merokok dalam kehidupan masyarakat di Indonesia sepertinya sudah tidak asing lagi. Saat
ini, rokok dikonsumsi oleh remaja, orang dewasa, hingga orangtua yang sudah berumur, kesadaran
masyarakat kita tentang bahaya merokok masih sangat minim. Dari segi kehidupan sosial, rokok
sangat mempengaruhi kehidupan social. Biasanya seseorng megonmsumsi rokok di akibatkan
karena pergaulan, keluarga. Masyarakat kita belum sadar bahwa dengan mengonsumsi rokok,
mereka hanya mendapatkan banyak kerugian, untuk itu pemerintah daerah diharapkan dapat
mencari solusi terbaik untuk kasus-kasus yang di akibatkan karena mengosumsi rokok.
C. KAJIAN TERHADAP ASAS YANG TERKAIT DENGAN NORMA
Analisis terhadap penentuan asas-asas ini harus memperhatikan’ berbagai aspek bidang
kehidupan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal
dari hasil penelitian, dalam hal ini yaitu asas-asas yang relevan terhadap larangan merokok,
yaitu asas keseimbangan kesehatan dan kemanfaatan umum, keterpaduan, serta keadilan,
1. Asas Keseimbangan Kesehatan
Sebagaimana diuraikan di Bab Pendahuluan, bahwa Rokok pada dasarnya sebenarnya
adalah suatu bahan yang antara lain mengandung zat adiksi, dimana didalamnya juga berisi
ethanol, yang kalau penggunaannya tidak sesuai dengan aturan yang tercantum dalam UU No.
23/1992 tentang Kesehatan, sangat berbahaya untuk kesehatan manusia. Oleh karena itu, untuk
mengatur kedua komoditi yang bersifat positif dan negatif ini, dipergunakan asas keseimbangan
kesehatan.
2. Asas Kemanfaatan Umum
Pengendalian merokok dilaksanakan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kepentingan kesehatan pribadi maupun umum. Di samping itu pengendalian merokok ini juga
diarahkan untuk tidak merugikan kepentingan daerah kerja, baik di pertanian/perkebunan, maupun
di industri minuman. Oleh sebab itu, didalam rancangan undang-undang ini, salah satunya
memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas kemanfaatan untuk publik (umum) secara
komprehensif.
3. Asas Keadilan
Penyelenggaraan pengendalian penguna rokok, dilakukan merata
kesemua lapisan kegiatan masyarakat di seluruh Indonesia, dan setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh
lapangan pekerjaan, khususnya pada pabrik-pabrik rokok . Pemerintah dapat menarik pajak untuk
kepentingan pembangunan kesehatan, dan hak asasi manusia yang diatur, dan diakui, serta
dilindungi dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang telah dijabarkan dalam undang-undang No. 19 tahun 1992.

D. KAJIAN TERHADAP KONDISI YANG ADA


Pengesumsi rokok pada saat ini sudah menjadi masalah yang kompleks, yang akibatnya
fatal bagi pengunanya msalah yang di akibatkan karena merokok ini untuk sakarng ada yang
menderita kanker tengorokokan, paru-paru dan lain sebagainya. Sudah sering terungkap bahwa
merokok hanya akan memberikan efek negatif bagi pengunanya, bahkan pada beberapa
kasus justru berakibat pada kematian, namun setiap tahun jumlah pecandu rokok bukan berkurang,
justru semakin meningkat.
KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU

Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Rancangan Undang-
Undang tentang Larangan merokok, akan memiliki implikasi, baik terhadap aspek kehidupan
masyarakat, maupun terhadap aspek beban keuangan negara.

Tempat-tempat yang dimaksud pada Rancangan Undang-undang ini adalah sebagai berikut:

a) Tempat umum,

b) Tempat kerja,

c) Tempat proses belajar mengajar,

d) Tempat pelayanan kesehatan,

e) Arena kegiatan anak-anak,

f) Tempat ibadah, dan

g) Angkutan umum.

1. Aspek Kehidupan Masyarakat;

Penggunaan rokok dalam kehidupan masyarakat, seringkali didasari oleh motif-motif sosial,
antara lain seperti untuk meningkatkan prestige, atau adanya pengaruh pergaulan dan perubahan
gaya hidup. Selain itu, aspek sosial lainnya, seperti sistem norma dan nilai (keluarga dan
masyarakat), juga menjadi kunci dalam permasalahan penguna rokok.

Oleh sebab itu, hadirnya suatu peraturan perundang-undangan dalam bentuk Undang-Undang
yang mengatur tentang Larangan merokok ini adalah suatu keniscayaan, karena akan berdampak
sangat positif bagi kehidupan masyarakat.

Peranan negara dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari


penyalahgunaan rokok menjadi sangat vital. Bentuk peraturan dan regulasi tentang
penguna rokok, serta pelaksanaan yang tegas, menjadi kunci utama penanganan masalah rokok
ini.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah, peranan provider kesehatan dalam
mempromosikan kesehatan terkait masalah rokok, baik sosialisasi di tingkat masyarakat, maupun
advokasi pada tingkatan decision maker.
BAB III

ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. KONDISI HUKUM YANG ADA

Dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, masalah mengomsumsi rokok, tidak diatur secara
eksplisit. Dalam Pasal 44 UU No. 23/1992 berbunyi:

1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif,diarahkan agar


tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungannya.

2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif, harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.

3) Ketentuan mengenai pengaman bahan yang mengandung zat adiktif, sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah.

Dalam Penjelasan Pasal 44 tersebut dikatakan bahwa:

1) Bahan yang mengandung zat adiktif adalah bahan yang


penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya atau masyarakat sekelilingnya;

2) Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung oleh bahan tersebut dapat ditekan
dan untuk mencegah beredarnya bahan palsu. Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang mengganggu
atau merugikan kesehatan orang lain;
BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS;

merokok pada dasarnya merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan
masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pembentukan RUU tentang Larangan Merokok,
merupakan bagian dari pemenuhan tujuan provinsi maluku, yaitu melindungi segenap rakyat dan
bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa Indonesia, dikuatkan pula dengan hak setiap orang
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah
kekuasaannya,

serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk berbuat, atau tidak berbuat sesuatu, yang
merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik, dan sehat, serta berhak mernperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28
G, ayat (1), dan Pasal 28 H, ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS;

Pertimbangan sosiologis berkaitan dengan permasalahan empiris, dan kebutuhan yang dialami
oleh masyarakat, yang menyangkut tentang pengaturan dan pengendalian Oleh karena itu, secara
sosiologis, UU tentang Larangan larangan merokok haruslah memberikan jawaban atau solusi
terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penanganan bahaya yang diakibatkan oleh rokok.

Sementara itu, jika kebiasaan dari sebagian masyarakat, atau di daerah-


daerah tertentu mengonsumsi rokok karena dianggap merupakan warisan tradisional (arak, tuak,
Sopi, Lapen, dll), jika dikaitkan dengan sisi agama, dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah
muslim, hukumnya haram, maka hal ini akan sangat bertolakbelakang. Aspek sosiologis lainnya,
adalah bagaimana me-“manage” dampak negatif dari minuman keras dengan cara
pencegahan (preventive), pengurangan resiko (preparedness), daya tanggap (response), serta
upaya pemulihan (recovery), akibat merokok.
C. LANDASAN YURIDIS

Aspek yang berkaitan dengan hukum (yuridis) dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang
tentang Larangan merokok ini, dikaitkan dengan peran hukum baik sebagai pengatur perilaku
(social control), maupun sebagai instrumen untuk penyelesaian suatu masalah (dispute solution).
Aspek yuridis ini sangat diperlukan, karena hukum, atau peraturan perundang-undangan dapat
menjamin adanya kepastian (certainty), dan keadilan (fairness) dalam penanganan akibat
mengkomsumsi rokok ini.

Dalam kaitannya dengan peran dan fungsi hukum tersebut, maka


persoalan hukum yang terkait dengan pengaturan, pengendalian, dan

pengawasan terhadap penggunaan rokok masih bersifat sektoral, dan parsial, sedangkan kebutuhan
yang sangat mendesak adalah adanya undang-undang yang menjadi payung (umbrella), bagi
semua peraturan-perundang-undangan yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah, dan Peraturan
Daerah dibeberapa Propinsi, dan Kabupaten/Kota di Indonesia.

Oleh sebab itu, agar hubungan antar peraturan perundang-undangan yang satu dengan
lainnya dapat terjalin dengan harmonis, baik vertikal, maupun horizontal, maka pertimbangan
yuridis pembentukan suatu peraturan perundang-undangan tentang larangan merokok
dalam bentuk undang-undang, adalah suatu keniscayaan, demi menyelamatkan generasi bangsa
Indonesia kedepan.
BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN,

DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

A. JANGKAUAN PENGATURAN

Lingkup atau Jangkauan pengaturan, dalam Rancangan Undang-Undang tentang Larangan


Merokok ini, mencakup hal-hal sebagai berikut:

Kawasasan Larangan merokok;

Ruang lingkup;

Ketentuan Umum;

Ketentuan penutup

1. Ketentuan Umum

Dalam ketentuan umum ini, memuat rumusan akademik mengenai

pengertian istilah, dan trasa, yaitu;

1. Istilah, adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama/lambang,


yang mengungkapkan makna, konsep, proses, keadaan, atau sitat yang khas dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
2. Frasa, adalah satuan linguistik yang lebih besar dari kata, dan lebih kecil dari klausa, dan
kalimat. Frasa berarti juga kumpulan kata non predikat.

2. Materi Muatan Yang Akan Diatur;

Sebagaimana diuraikan di atas, maka materi muatan atau substansi

yang berkaitan dengan RUU tentang Kawasan Larangan merokok, harus diatur sejak dari hulu
sampai dengan hilir, atau sejak dari produksi rokok sampai dengan penggunaannya (konsumsi),
termasuk ekspor dan impornya. Adapun materi muatan Rancangan Undang-Undang Kawasan
Larangan Merokok, meliputi, antara lain:
1. a. Peran serta masyarakat

Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

1) Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan, dapat melakukan gugatan


publik, atau gugatan perwakilan kelompok (class action), hak gugat LSM (legal standing), dan
gugatan oleh warga negara (citizen law suit), terhadap pelanggaran terhadap UU ini;

3) Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan dapat melakukan laporan dan


pengaduan atas pelanggaran Undang-Undang ini.

4) Masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan dapat memberikan informasi atas


pelanggaran Undang-Undang ini.

f. Penegakkan Hukum dan Ketentuan Sanksi;

Norma-norma yang dapat dibuat antara lain adalah:

a. Sanksi pidana dikenakan kepada setiap orang yang melanggar

ketentuan dalam Undang-Undang ini.

g. Ketentuan Peralihan

1. Ketentuan Peralihan adalah salah satu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan


yang rumusannya dapat didefinisikan “ketika diperlukan atau jika diperlukan”. Definisi ini
berarti bahwa tidak semua peraturan perundang-undangan memiliki Ketentuan Peralihan
(Transitional Provision). Substansinya bahwa Ketentuan Peralihan diperlukan untuk
mencegah kondisi kekosongan hukum akibat perubahan ketentuan dalam perundang-
undangan.
BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang , Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, di Bab Penutup ini, diuraikan juga tentang Sub Bab mengenai Kimpulan
dan Sub Bab Saran.

A. KESIMPULAN

1. Merokok pada hakekatnya dapat membahayakan kesehatan jasmani dan rohani, dapat
mendorong terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mengancam
kehidupan masa depan generasi bangsa, khususnya bangsa Indonesia.

2. Saat ini belum ada peraturan perundang-undangan dalam bentuk Undang-Undang yang khusus
mengatur tentang Larangan Merokok, yang sudah diberlakukan berupa Keppres dan beberapa
Peraturan Daerah, baik di tingkat Propinsi, maupun di tingkat Kabupaten/Kota.

B. SARAN

1. Untuk mencegah terjadinya gangguan dan ketertiban masyarakat, dan meluasnya pemakaian
rokok, dan menyelamatkan generasi bangsa Indonesia, perlu diterbitkan Undang-Undang khusus
yang mengatur tentang Larangan merokok;

2. Untuk melaksanakan amanah Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang
intinya, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, maka RUU tentang Larangan
merokok, hendaknya menjadi Prioritas dalam Program Legislasi Nasional tahun 2013, dan dibahas
serta diundangkan dalam Tahun 2013.

Anda mungkin juga menyukai