Abstrak
1|P age
Abstract
Pendahuluan
Odontologi forensik atau kedokteran gigi forensik merupakan suatu
bentuk aplikasi dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi untuk kepentinga n
peradilan1 . Contoh dari aplikasi kedokteran gigi forensik adalah membantu proses
identifikasi dalam kasus kriminal dan bencana massal2 . Karakteristik gigi- gigi yang
sangat individualistik sering memberikan informasi berharga dalam pengembanga n
post mortem identifikasi personal yang belum diketahui3 .
Di Indonesia, berdasarkan catatan tahunan komisi perlindungan perempuan
terdapat kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 293.220 pada tahun 2014
kemudian jumlah ini meningkat sebesar 321.752 pada tahun 2015 4 . Kasus tindak
kekerasan seksual dapat ditemukan adanya kontak fisik berupa tanda atau luka,
apabila membentuk pola gigi- gigi maka tanda atau luka tersebut dinamakan bite
mark 5 . Berdasarkan data kriminalitas komisi perlindungan perempuan yang terus
meningkat, maka semakin banyak dokter gigi yang dibutuhkan untuk terlibat dalam
identifikasi forensik.
Bite mark merupakan pola luka yang dapat menunjukkan identitas penggigit
dengan membandingkan bentuk dan ukuran gigi-gigi sebuah gigitan dengan orang
yang dicurigai. Bite mark juga berguna untuk keperluan penyidikan, karena dapat
2|P age
membantu merekonstruksi peristiwa yang terjadi dalam proses penggigitan. Dokter
gigi forensik dapat menyisihkan atau menyertakan orang yang diduga
menyebabkan bite mark 6 . Bite mark sebagai tanda yang telah terjadi akibat dari
perubahan fisik yang disebabkan oleh kontak gigi adalah bukti yang sangat penting
selain sidik jari dan identifikasi DNA pada pemeriksaan forensik. Tanda gigita n
manusia mampu bertahan terhadap kondisi ekstrim dari lingkungan dan merupakan
sumber informasi yang dapat diidentifikasi bahkan pada individu yang telah
meninggal dunia7 .
Dokter gigi umum harus memiliki pengetahuan dan keahlian dasar forensik
kedokteran gigi. Mahasiswa profesi sebagai calon dokter gigi harus memenuhi
area kompetensi atau domain dari standar kompetensi dokter gigi. Salah satu area
kompetensi yang harus dipenuhi adalah domain satu, yaitu profesionalisme, poin
etik dan jurisprudensi. Dokter gigi harus memahami masalah- masalah hukum yang
berhubungan dengan praktek kedokteran gigi11 . Salah satu praktek kedokteran gigi
yang berhubungan dengan hukum adalah identifikasi odontologi forensik.
Mahasiswa kedokteran gigi yang sedang dalam pendidikan profesi diharapkan
dapat melakukan salah satu identifikasi odontologi forensik.
3|P age
yang bukan pasangannya. Data yang didapat dipaparkan dalam bentuk tabel
persentase dan diuraikan secara deskriptif.
Hasil
Hasil penelitian diperoleh 21 mahasiswa profesi angkatan 2016 yang telah
melakukan identifikasi bitemark menggunakan metode odontometric triangle.
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, identifikasi dapat dikategorikan dalam
positive identification, possible identification, dan negative identification.
TABEL 1 Data hasil identifikasi tahap pertama antara overlay dan gambar
bite mark yang memang pasangannya oleh mahasiswa profesi angkatan 2016 di
RSGM UMY
Hasil Jumlah Persentase
Identifikasi Mahasiswa
Match 12 57, 1 %
Possible 3 14, 3 %
Non-match 6 28, 6 %
Total 21 100 %
TABEL 2 Data hasil identifikasi tahap kedua antara overlay dan gambar bite
mark yang bukan pasangannya oleh mahasiswa profesi angkatan 2016 di RSGM
UMY
4|P age
Hasil Jumlah Persentase
Identifikasi Mahasiswa
Non-match 2 9, 5 %
Possible 3 14, 3 %
Match 16 76, 2 %
Total 21 100 %
Diskusi
Penelitian persentase keakuratan identifikasi bite mark oleh mahasiswa
profesi RSGM UMY angkatan tahun 2016 dilakukan pada bulan Februari hingga
bulan April di RSGM UMY, data yang dikumpulkan adalah hasil observasi
identifikasi bite mark menggunakan metode odontometric triangle.
5|P age
1. Ketelitian tiap mahasiswa profesi dalam melakukan identifikasi bite
mark berbeda. Persepsi visual mahasiswa profesi dalam melihat suatu
objek juga dapat berbeda dan proses analisis bite mark itu sendiri hampir
sepenuhnya subjektif.
Pembuatan overlay dan gambar bite mark sebisa mungkin telah mengik ut i
prosedur yang ada. Overlay pada penelitian ini menggunakan metode xerografis,
model gigi rahang atas dan bawah diproses sedemikian rupa menggunakan scanner
dan dicetak menggunakan kertas transparan printable. Metode xenografis lebih
akurat dari metode hand-tracing13 . Pembuatan gambar bite mark pada penelitian ini
menggunakan malam sebagai pengganti kulit manusia, Bite mark pada makanan
dapat juga memainkan peran penting dalam penyelidikan forensik karena gigita n
pada makanan cenderung lebih akurat, namun biasanya fokus utama adalah
menganalisis bite mark pada tubuh manusia14 .
Sejak tahun 1950, bukti bite mark dan dokter gigi telah mempunyai peran
dalam sistem peradilan. Dasar ilmiah analisis bite mark berakar pada premis
individualitas gigi manusia, keyakinan bahwa tidak ada dua manusia yang memilik i
gigi identik15 .
Persentase terbesar pada penelitian ini berada pada identifikasi kedua, 76,2
% identifikasi match. Artinya, 16 mahasiswa mengidentifikasi secara tepat pada
overlay dan bite mark yang memang bukan pasangannya Hal ini sejalan dengan
pernyataan bahwa analisis bite mark seharusnya tidak diizinkan untuk mengarah
pada vonis bersalah, tetapi membuka kesempatan untuk mengecualikan seorang
tersangka dari tuduhan kejahatan16 .
Kesimpulan
Pada identifikasi pertama adalah identifikasi antara overlay atau gambar
model gigi dengan gambar bite mark yang memang benar pasangannya, sehingga
positive identification dinyatakan sebagai match, possible identification tetap
dinyatakan sebagai identifikasi yang memungkinkan, dan negative identification
dinyatakan sebagai non-match. Identifikasi kedua adalah identifikasi antara overlay
atau gambar model gigi dengan gambar bite mark yang bukan pasangannya,
6|P age
sehingga positive identification dinyatakan sebagai non-match, possible
identification tetap dinyatakan sebagai identifikasi yang memungkinkan, dan
negative identification dinyatakan sebagai match.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa persentase keakuratan identifikasi bite mark oleh mahasiswa
profesi RSGM UMY angkatan tahun 2016 adalah sebesar 66, 65 %.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang metode identifikasi bite mark dan
penelitian dengan sampel yang lebih banyak.
7|P age
Daftar pustaka
1 Lukman, D. (2006). Ilmu kedokteran gigi forensik (2nd ed.). Jakarta: CV Sagung
Seto.
2 Chairani, S., & Auerkari, E. I. (2008). Pemanfaatan ruga palatal untuk identifika s i
forensik. Indonesian Journal of Dentistry, 15 (3). 261-269.
3 Auerkari, E. (2008). Recent trends in dental forensics. Indonesian Journal of Legal
and Forensic Sciences, 1 (1). 5-12.
4 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. (2016). Lembar fakta
catatan tahunan. Diakses 5 Mei 2016, dari
https://www.ko mnaspere mp ua n. go. id/le mbar- fak ta-catata n-ta huna n-
catahu-2016-7-maret-2016/
5 Sweet, D., & Pretty, I. A. (2001). The role of teeth in the determination of human
identity. British Dental Journal, 190 (7).
6 Al-Ahmad, S. H. (2009). Forensic odontology. Smile Dental Journal, 4 (1).
7 Daniel, M. J., Bhardwaj, N., Srinivasan, S. V., Jimsha, V. K, Marak, F. (2015).
Comprative study of three different methods of overlay generation in bite
mark analysis. J Indian Acad Forensic Med, 37 (1).
8 Hinchliffe, J. (2011). Forensic odontology, part 1 : dental identification. British
Dental Journal, 210 (5). 219-224.
9 Lukman, D. (2006). Ilmu kedokteran gigi forensik (2nd ed.). Jakarta: CV Sagung
Seto.
10 Astuti, N. L. P., Solichin, S., Lutviandari, W. W. (2010). Identifikasi bite mark
sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan [Abstrak}. Pro Justisia, 12
(4).
11 Konsil Kedokteran Indonesia. (2015). Standar kompetensi dokter gigi. Jakarta.
12 Sharma, G., Yadav, M., Singh, H., Aggarwal, A.D., Sandhu, R. (2006). Bite Mark
Analysis - An important tool in crime investigation. Journal of Indian
Academy of Forensic Medicine, 28 (2).
13 Maloth, S., & Ganapathy, K. (2011). Comparison between five commonly used
two-dimensional methods of human bite mark overlay production from the
dental study casts. Indian Journal of Dental Research, 22 (3).
14 Daniel, M. J., Bhardwaj, N., Srinivasan, S. V., Jimsha, V. K, Marak, F. (2015).
Comprative study of three different methods of overlay generation in bite
mark analysis. J Indian Acad Forensic Med, 37 (1).
15 Verma, A. K., Kumar, S., Bhattacharya, S. (2013). Identification of a person with
the help of bite mark analysis. Journal of oral biology and craniofacial
researh, 3. 88-91.
8|P age
16 Valden, A. V. D., Spiessens, M., Willems, G. (2006). Bite mark analysis and
comparison using image perception technology. The journal of Forensic
Odonto-Stomatology, 24 (1).
9|P age