Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FILSAFAT HUKUM ISLAM

PRINSIP DAN ASAS HUKUM ISLAM

Dosen Pengampu :

H. Mahir Amin, M. Fil.I

Oleh :

1. Desty Amalia Ramadhani (C91217055)


2. Mas Abdullah Syarif (C91217061)
3. Mohammad Suffi Ulumudin (C91217067)
4. Naufal Rizqi Muzadi (C91217136)

PRODI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala bentuk puja dan puji syukur kita panjatkan atas
kehadirat Allah SWT, yang karena limpahan rahmat dan karunia yang diberikan
pada kita sehingga dapat menyelesaikan sebuah amanah yang diberikan kepada
kita berupa tugas untuk membuat makalah yang berjudul “Prinsip dan asas hukum
islam”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada suri
tauladan kita yakni Baginda Muhammad SAW yang telah menyampaikan syafaat
kepada kita dan membimbing kita menuju jalan yang benar.

Makalah ini ditulis guna memenuhi salah satu tugas yang diembangkan
kepada pemakalah. Pemakalah menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dan terlibat dalam penulisan makalah ini. Semoga apa
yang tercantum dalam makalah ini menjadi bermanfaat khususnya bagi
pemakalah dan kepada pembaca pada umumnya .

Manusia adalah tempatnya salah dan dosa, maka dari itu tidak menutup
kemungkinan juga dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam
penyampaian kata dan sitematika penulisan. Oleh karena itu, pemakalah dengan
senang hati siap menampung kritikan-kritikan yang membangun guna lebih baik
lagi kedepannya.

Surabaya, 19 September 2019

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari’at Allah yang
terkandung dalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang
yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup
dan kehidupannya berdasarkan syari’at atau hukum islam yang termaktub
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang mengatakan bahwa
hukum Islam itu diciptakan karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan
dari adanya hukum Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan
kebahagian di akhirat. Jadi hukum Islam bukan bertujuan meraih
kebahagaiaan yang fana’ dan pendek di dunia semata, tetapi juga
mengarahkan kepada kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak.
Sebagaimana hukum pada umumnya, hukum islam juga memiliki prinsip
dan asas yang berperan untuk membentuk hukum islam. Dengan adanya
prinsip dan asas yang dimiliki kita dapat memahami terkait bagaimana hukum
islam ini dibentuk dan sepertia apa tujuan dari hukum islam sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Asas dam Prinsip ?
2. Bagaimana Asas Hukum Islam ?
3. Bagaimana Prinsip Hukum Islam ?

ii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asas dan Prinsip


Kata asas berasal dari lafal bahasa Arab, asâsun yang mengandung arti dasar,
basis, dan pondasi. Jika dikaitkan dengan sistem berpikir, yang dimaksud dengan
asas adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) disebutkan, ada tiga pengertian kata asas: (1) hukum dasar, 2)
dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir dan berpendapat, dan (3) dasar cita-
cita, atau cita-cita yang menjadi dasar organisasi atau negara. Seperti halnya
Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia.
Kata asas yang dihubungkan dengan hukum memiliki arti berupa suatu
kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat,
terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum adalah suatu
aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya
melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Peraturan
konkret(seperti Undang-Undang) tidak boleh bertentangan dengan asas hukum,
demikian pula dengan putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum,
karena pada umumnya asas hukum berfungsi sebagai rujukan dan pijakan untuk
mengembalikan segala masalah yang berkaitan dengan hukum.

sedangkan Prinsip adalah asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak, dan sebagainya). Secara umum, pengertian prinsip adalah suatu
pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dapat
dijadikan oleh seseorang atau kelompok sebagai pedoman dalam berpikir atau
bertindak.

Contohnya ketika membangun sebuah rumah, maka terdapat tanah yang perlu
ditentukan untuk pembangun rumah tersebut. Tanah disini adalah sebuah asas.
Yang diartikan sebagai pondasi yang paling awal sebagai cikal bakal lahirnya
sebuah tatanan dalam pondasi untuk membuat rumah. Sedangkan prinsip dalam

1
contoh diatas, adalah pondasinya yang dimana kekuatan dari tanah atau asas itu
sendiri sebagai awal untuk melahirkan pondasi (prinsip yang kuat).

B. Asas Hukum Islam1


Dari pemaparan diatas terkait pengertian asas secara umum dan pengertian
asas hukum yang sudah dijelaskan dapat kita sebutkan beberapa asas hukum
islam, diantaranya :
1. Meniadakan Kesempitan dan kesukaran
Pada dasaarnya manusia tidak suka akan pembebanan, baik secara fisik
maupun secara mental, apalagi dengan pembebanan hukum islam yang berat,
secara otomatis manusia akan menolaknya.
Sebenarnya Allah telah mengisaratkan akan tabiat manusia ini di dalam
Al-Qur’an surat Al- Baqarah : 286:
    
...  
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya...."
Oleh karena itulah Allah menetapkan hukum islam sesuai dengan kadar
kemampuan seseorang, bahkan lebih jauh jika ada yang tidak sanggup dengan
hukum yang telah di tetapkan itu, Allah juga memberikan kelonggaran/
kemudahan (dispensasi) dalam keadaan tertentu. Adapun contoh dari prinsip
ini adalah :
a. Orang yang sedang berpergian, sakit, dalam keadaan hamil, atau
menyusui boleh tidak berpuasa . Hal ini berdasarkan firman Allah dalam
surat Al-Baqarah yang artinya “Bagi siapa yang dalam keadaan
sakitatau kamu dalam perjalanan (lalu ia berbuka ) maka (wajiblah ia
berpuasa) sebanyak hari yang di tinggalkan nya” .

1
Muhammad Syukri Albani Nasution. Filsafat Hukum Islam. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2013). 113

2
b. Orang yang tidak kuat berdiri untuk mendirikan sholat maka ia boleh
melakukannya dengan duduk , bahkan boleh melakukan nya sesuai
dengan kondisi kesehatan seseorang, hal ini sesuai dengan hadis Nabi
Muhammad SAW yang artinya : “shalatlah kamu dengan berdiri, maka
jika kamu tidak mampu berdiri duduklah.”

Adapun landasan hukum bagi prinsip ini adalah firman Allah dalam QS
Al-Baqarah :185, yang artinya : “Allah menghendaki keringanan untukmu dn
bukan pula menhendaki kesukaran”. Dan juga firman Allah dalam QS Al-
Haj:78, yang artinya: “dan allah tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesulitan”.

2. Sedikit Pembebanan

Prinsip ini mengisyaratkan bahwa pembebanan syariat atau manusia itu


memang ada. Akan tetapi syariat yang di turunkan di bebankan itu di terima
apa adanya tanpa mempermasalahkan nya atau mempertanyakan nya yang
dapat menimbulkan kesukaran dan pemberatan atas pundak mukallaf
terhadap kewajiban agama yang di emban nya. Prinsip ini dilandasi oleh
firman Allah dalam surat Al-Maidah :101

“hai orang orang yang beriman jangan lah kamu bertanya tanya tentang
sesuatu yang kalau diterangkan kepadamu akan menyusahkanmu, tetapi
kalau kamu tanyakan (tentang ayat ayat itu) pada waktu turunya, akan
diterangkan kepadamu Allah memaafkan mu dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyabar.

Ayat inilah yang menginstuksikan kepada manusia agar dapat menahan


diri dari pada mempertanyakan masalah yang tidak ada ketetapan hukum nya
, misalnya pada waktu peraturan perundang undangan belum diketahui dan
agar permasalahannya untuk sementara dibiarkan, dan kemudian
permasalahan itu dapat di pecahkan melalui kaidah kaidah umum demi
memberikan kelonggaran kepada manusia.

3
Anjuran diatas sesuai dengan Hadis Nabi Muhammad SAW. Yang
artinya: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka
janganlah kamu melampaui batas batasnya dan ia telah membuat batas
batasnya dan ia telah pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah
kamu melanggarnya. Dan Allah mendiamkan beberapa hal karena rahmat
untuk kamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu membahasnya”.

3. Bertahap dalam menetapkan Hukum

Al quran diturunkan secara berangsur angsur, sebab mengingat potensi


manusia yang sangat terbatas sehingga ketika ada ayat yang di turunkan
kemudian dipahami barulah ayat yang lain di turunkan.

Berkaitan erat dengan hukum Islam, ayat-ayat Al-Qur'an yang


mengandung hukum taklif pun diturunkan secara bertahap. Hal ini terjadi
atas suatu pertimbangan dan kebiasaan manusia yang telah mendarah daging
dalam kehidupannya dan sangat susah untuk dihilangkan.

Secara psikologi manusia tidak akan menerima sesuatu yang baru dan
asing, sehingga harus dipahami setahap demi setahap terlebih dahulu agar
tidak menimbulkan konflik, kesulitan, dan ketegangan batin. Begitulah yang
terjadi pada bangsa Arab dahulu. Ketika Islam datang, adat istiadat mereka
begitu kental sehingga sulit untuk diubah.

Sebagai contoh adalah ditetapkannya hukum keharaman meminum khamar


sampai tiga tahap, yakni: Tahap pertama, diturunkannya QS Al-Baqarah: 219.
Ayat ini tidak secara langsung menyatakan keharaman khamar, dan tidak pula
mengharuskan untuk meninggalkannya, melainkan hanya mengabarkan akan
sedikit manfaat dan banyak mudharat yang pada hakikatnya perbuatan yang
haram adalah yang paling banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.

Tahap kedua, diturunkannya QS An-Nisa': 43, dalam hal ini Allah


melarang orang untuk mendirikan shalat dalam keadaan mabuk. Ayat ini juga

4
belum mengharamkan khamar secara total melainkan hanya mengaitkannya
dengan shalat.

Tahap ketiga, diturunkannya QS Al-Maidah: 90 yang secara


mengharamkan khamar. Ayat ini diturunkan ketika orang-orang Arab pada
waktu itu telah siap mental untuk menerima ketetapan jelas hukum khamar
ini. Begitu juga dengan perbuatan zina. Para wanita vang melakukan praktik
perzinahan pada mulanya hanya diolok-olok , dihina dan di beri tahanan
rumah. Hal ini tercantum dalam QS An-Nisa': 15-16. Barulah setelah itu
turun QS An-Nur: 2 yang menjelaskan hukuman terhadap pelaku zina dengan
dera seratus kali tanpa ada rasa belas kasihan.

4. Memerhatikan Kemaslahatan Manusia


Penetapan hukum Islam atas manusia senantiasa memer- hatikan
kemaslahatan manusia. Hal ini terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi suatu
masyarakat. Oleh karena itu, hukum yang ditetapkan akan dapat diterima
dengan lapang dada, dikarenakan kesesuaian akal dengan kenyataan yang
ada. Maka dalam penetapan hukum itu selalu didasarkan kepada tiga sendi
pokok, yaitu:
a. Hukum ditetapkan setelah masyarakat membutuhkan hukum-hukum itu.
b. Hukum-hukum ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkan
hukum dan memudahkan masyarakat ke bawah ketetapannya.
c. Hukum-hukum ditetapkan menurut kadar kebutuhan masyarakat.

Ibnu Qayyim berkata: "Sesungguhnya syarat itu fondasi dan asasnya


adalah hikmah dan kemaslahatan hamba, baik dalam kehidupan dunia
maupun akhirat.

Sebagai contoh arah kiblat yang pada mulanya di Baitul Maqdis, namun
setelah enam belas bulan lamanya diperintahkan untuk menghadap ke
Masjidil Haram.

Begitu juga mengenai hukum wasiat. Pada mulanya hukum wasiat adalah
wajib. Kemudian dinasakhkan dengan ayat-ayat tentang faraidh yang terdapat

5
dalam QS An-Nisa: 11-12, 176 Juga dinasakhkan oleh hadis Nabi Saw.
"Tiada wasiat bagi ahli waris."

C. Prinsip Hukum Islam

Berangkat dari pengertian diatas Prinsip hukum Islam adalah kebenaran


universal yang inheren di dalam hukum Islam dan menjadi titik tolak
pembinaannya.2 Atau dapat dikatakan bahwa Prinsip hukum islam adalah cita cita
yang menjadi pokok dasar dan landasan/tumpuan hukum islam. Adapun prinsip-
prinsip dalam hukum islam itu antara lain :

1. Tauhid3
Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah suatu
ketetapan yang sama, yaitu, ketetapan tauhid yang ditetapkan dalam kalimat
lâ ilâha illa Allâh (Tiada Tuhan selain Allah). Al-Quran memberikan
ketentuan dengan jelas mengenai prinsip persamaan tauhid antar semua umat-
Nya.
Berdasarkan prinsip tauhid ini, pelaksanaan hukum Islam merupakan
ibadah. Ibadah dalam arti penghambaan manusia dan penyerahan diri kepada
Allah sebagai manifestasi pengakuan atas kemahaesaan-Nya dan menifestasi
syukur kepada-Nya. Prinsip tauhid memberikan konsekuensi logis bahwa
manusia tidak boleh saling menuhankan sesama manusia atau sesama
makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam merupakan suatu proses
penghambaan,ibadah, dan penyerahan diri manusia kepada kehendak Tuhan.
Konsekuensi prinsip tauhid ini mengharuskan setiap manusia untuk
menetapkan hukum sesuai ketentuan dari Allah (al-Quran dan Sunah). Allah
adalah pembuat hukum (syâri’), sehingga siapa pun yang tidak menetapkan
hukum sesuai dengan ketetapan Allah, maka seseorang tersebut dapat
2
Juhaya S Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan LPPM Universitas Islam
Bandung, 1995). 69
3
Rohidin. Pengantar Hukum Islam. (Yogyakarta : Lintang Rasi Aksara Books, 2016). 22

6
dikategorikan sebagai orang yang mengingkari kebenaran, serta zalim karena
membuat hukum mengikuti kehendak pribadi dan hawa nafsu.
Firman Allah surat al-Maidah: 44, 45, dan 47.
    ...
   
 
44. ...Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

    ...


   
 
45. ...Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

    ...


   
 
47. ...Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.

2. Keadilan (Al-‘Adl)
Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan keadilan
dan ihsan. Keadilan yang harus ditegakkan mencakup keadilan terhadap diri
sendiri, pribadi, keadilan hukum, keadilan sosial, dan keadilan dunia.4
Keadilan hukum wajib ditegakkan, hukum diterapkan kepada semua
orang atas dasar kesamaan; tidak dibedakan antara orang kaya dan orang
miskin, antara kulit berwarna dan kulit putih, antara penguasa dan rakyat,

4
Azhar Basyir, Pokok-Pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000). 48

7
antara status sosial tinggi dan rendah, antara ningrat dan jelata. Semua
diperlakukan sama di hadapan hukum
Keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek kehidupan;
hubungan manusia dengan Tuhan; hubungan dengan diri sendiri; hubungan
manusia dengan sesama manusia (masyarakat); dan hubungan manusia
dengan alam sekitar. Hingga akhirnya dari sikap adil tersebut seorang
manusia dapat memperoleh predikat takwa dari Allah swt.5
Prinsip ini didasarkan pada al-Quran surat an-Nisa’:135
  
  
  
   

   
   
   
  
   
   
  
 
135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin,
Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka

5
Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013), 118

8
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan
.
3. Amar Makruf Nahi Munkar
Dua prinsip sebelumnya melahirkan tindakan yang harus berdasarkan
kepada prinsip amar makruf nahi munkar. Suatu tindakan di mana hukum
Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia menuju tujuan yang baik,
benar, dan diridhai oleh Allah swt.
Menurut bahasa, amar makruf nahi munkar adalah menyuruh kepada
kebaikan, mencegah dari kejahatan. Amr: menyuruh, ma’rûf: kebaikan,
nahyi: mencegah, munkar: kejahatan. Abul A’la al-Maududi menjelaskan
bahwa tujuan utama dari syariat ialah membangun kehidupan manusia di atas
dasar ma’rifat (kebaikan-kebaikan) dan membersihkannya dari hal-hal yang
maksiat dan kejahatan-kejahatan.6
Dalam filsafat hukum Islam dikenal istilah amar makruf sebagai fungsi
social engineering, sedang nahi munkar sebagai social control dalam
kehidupan penegakan hukum. Berdasar prinsip inilah di dalam hukum Islam
dikenal adanya istilah perintah dan larangan.
Islam memberikan kebebasan bagi setiap penganutnya baik kebebasan
individu maupun kolektif; kebebasan berpikir, kebebasan berserikat,
kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan
berpolitik, dan lain sebagainya. Kebebasan individual berupa penentuan sikap
atas berbuat sesuatu atau tidak. Namun demikian, Islam tetap memberikan
batasan nilai. Artinya, kebebasan yang diberikan oleh Islam tidaklah bebas
value (nilai) atau liberal apalagi sekuler. Setiap individu berhak menentukan
sendiri sikapnya, namun kebebasan atau kemerdekaan seseorang tersebut
tetaplah dibatasi oleh kebebasan dan kemerdekaan orang lain.7

6
Juhaya S Praja. Op Cit., 75
7
Rohidin. Op Cit., 25

9
4. Persamaan atau Egaliter (al-Musâwah)8
Manusia adalah makhluk yang mulia. Kemuliaan manusia bukanlah
karena ras dan warna kulitnya. Kemuliaan manusia adalah karena zat
manusianya sendiri. Sehingga diperjelas oleh Nabi dalam sabdanya.
Artinya: “Setiap orang berasal dari Adam. Adam berasal dari tanah.
Manusia itu sama halnya dengan gigi sisir. Tidak ada keistimewaan antara
orang Arab dan Non Arab kecuali karena ketakwaannya”.
Sehingga di hadapan Tuhan atau di hadapan penegak hukum, manusia
baik yang miskin atau kaya, pintar atau bodoh sekalipun, semua berhak
mendapat perlakuan yang sama, karena Islam mengenal prinsip persamaan
(egalite) tersebut.

5. Tolong-Menolong (at-Ta’âwun)9
Ta’âwun yang berasal dari akar kata ta’âwana-yata’âwanu atau biasa
diterjemah dengan sikap saling tolong-menolong ini merupakan salah satu
prinsip di dalam Hukum Islam. Bantu membantu ini diarahkan sesuai dengan
prinsip tauhid, terutama dalam upaya meningkatkan kebaikan dan ketakwaan
kepada Allah.
Al-Quran surat al-Mâidah: 2
  ...
   
  
  
    
 
2. ...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

8
Ibid., 27
9
Ibid., 28

10
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-
Nya.

BAB III

KESIMPULAN

Asas adalah hukum dasar, dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir dan
berpendapat, asas hukum adalah suatu aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum
yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan
pelaksanaan hukum. Sedangkan prinsip adalah Prinsip adalah asas (kebenaran
yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya). Atau suatu
pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dapat
dijadikan oleh seseorang atau kelompok sebagai pedoman dalam berpikir atau
bertindak.

Asas Hukum Islam diantaranya :

 Meniadakan Kesempitan dan kesukaran

11
 Sedikit Pembebanan
 Bertahap dalam menetapkan Hukum
 Memerhatikan Kemaslahatan Manusia

Prinsip Hukum Islam

 Tauhid
 Keadilan (Al-‘Adl)
 Amar Makruf Nahi Munkar
 Persamaan atau Egaliter (al-Musâwah)
 Tolong-Menolong (at-Ta’âwun)

DAFTAR PUSTAKA

Basyir Azhar.2000. Pokok-Pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam. Yogyakarta:


UII Press.

Nasution, Muhammad Syukri Albani. 2013. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Praja Juhaya S. 1995. Filsafat Hukum Islam. Bandung: Pusat Penerbitan LPPM
Universitas Islam Bandung.

Rohidin. 2016. Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta : Lintang Rasi Aksara


Books.

12

Anda mungkin juga menyukai