Anda di halaman 1dari 18

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS PANGAN

JURUSAN FARMASI

PRAKTIKUM I

IDENTIFIKASI BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

RODHAMIN B PADA SAMPEL SUKADE, SIRUP, DAN MAKARONI

NAMA MAHASISWA / NIM :

Ade Rahayu Ramdani K PO713251171052

Adryanti Safitri PO713251171053

Nirwana PO7132511710..

NAMA PEMBIMBING : RATNASARI DEWI

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam persaingan untuk mendapatkan konsumen, tentunya sebuah produk

minuman harus mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut ada yang

memang asli, namun ada juga yang sengaja diberi tambahan agar terlihat lebih

menarik.Salah satunya dengan penambahan zat pewarna. Penambahan zat pewarna

bertujuan untuk memperbaiki kenampakan minuman, memperoleh warna yang

seragam dan menarik selera konsumen. Pewarna telah lama digunakan pada bahan

makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya

zat warna yang digunakanan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan.

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat

warna alami semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak

oleh zat warna sintetik. Hal ini disebabkan bahan-bahan pewarna sintetik lebih murah

dan memberikan warna yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami. Penggunaan

pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun

demikian, ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup mahal bagi produsen kecil,

maka produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih murah dan lebih cerah

warnanya (Hidayat dan Saati, 2006).

Bahan pewarna pada dasarnya ada dua jenis yaitu pewarna alami dan sintetis,

zat pewarna alami contohnya Anato dan Klorofil. Sedangkan zat pewarna sintetis

yang diizinkan penggunaannya contohnya Brilliant Blue dan Eritrosin. Dan zat
pewarna yang dilarang penggunaanya contohnya Rhodamin B dan Metanil Yellow.

Bahan pewarna sintetis mmpunyai banyak kelebihan yaitu beraneka ragam warna,

keseragaman warna dan penyimpanannya lebih mudah dan tahan lama (Sudarsono,

1982).

Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna

sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin

keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah,

lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan

dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada

makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh

lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para konsumen pun

hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen yang

terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut (Lee 2005).

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan praktikum analisa zat

pewarna sintetis pada minuman ringan yang beredar dipasaran, yang dilakukan di

ruang laboratorium Pengawasan Mutu Pangan pada tanggal 06 Desember 2013.

B. TUJUAN

1. Agar mahasiswa mengetahui cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis pada

minuman ringan yang dijual dipasaran.

2. Agar mahasiswa mengetahui zat pewarna sintetis yang ditambahkan dalam minuman

ringan yang dijual dipasaran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Minuman ringan termasuk dalam kategori pangan. Adapun pengertian

panagn menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak

diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku tambahan dan bahan lain yang

digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan pembuatan makanan dan

minuman.

Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,

merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan

makanan baik alami maupun sintetis yang dikemas dalam kemasan yang siap untuk

dikonsumsi. Minuman ringan diperoleh tanpa melalui proses fermentasi dengan atau

tanpa pengenceran sebelum diminum tetapi tidak termasuk air, sari

buah,susu,teh,kopi,cokelat dan minuman beralkohol.

Minuman ringan terdiri dari dua jenis yaitu : minuman ringan dengan

karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi

adalah minuman yang dibuat dengan mengabsorpsi karbondioksida ke dalam air

minum, sedangkan minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain

minuman ringan dengan karbonasi. Fungsi minuman ringan yaitu sebagai minuman
untuk melepas dahaga sedangkan dari segi harga, ternyata minuman ringan

berkarbonasi relatif lebih mahal dibandingkan minuman non karbonasi. Hal ini

disebabkan karena teknologi yang digunakan dalam proses kemasan lebih khas.

Industri minuman awalnya menghasilkan produk minuman penghilang rasa

haus kemudian berkembang dan muncul berbagai konsep dan inovasi baru tentang

minuman. Konsep awal minuman dimodifikasi bukan hanya sebagai penghilang rasa

haus namun juga menawarkan fitur lainnya seperti penambah rasa dan warna,

penambah kandungan minuman seperti vitamin, mineral dan sebagainya.

Minuman ringan memiliki komposisi dasar yaitu air sebanyak 90% dan

selebihnya merupakan bahan tambahan seperti zat pewarna, zat pemanis, gas CO2

dan zat pengawet. Adapun rincian minuman ringan berkarbonasi secara umum dpaat

diuraikan sebgai berikut:

a. Air berkarbonasi merupakan kandungan terbesar didalam carbonated soft drink. Air

yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi yaitu jernih, tidak berbau, tidak

berwarna, bebas dari organisme yang hidup didalam air, alkalinitasnya kurang dari

50 ppm, total padatan terlarut kurnag dari 500 ppm dan kandungan logam besi dan

mangan kurang dari 0,1 ppm. Sederet prose dilakuka untuk mendapatkan kualitas air

yang diinginkan, anatara lain klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi,

filtrasi pasir, penyaringan dengan karbonaktif dan demineralisasi dengan ion

exchanger. Karbondioksida yang digunakan juga harus murni dan tidak berbau. Air

berkarbonasi harus dibuat denngan cara melewatkan es kering (dry ice) ke dalam air

es.
b. Bahan pemanis yang digunakan dalam minuman ringan terbagi menjadi dua kategori

yaitu:

1) Bahan pemanis natural (nutritive) yang terdiri dari gula pasir, gula cair, gula invert

cair, sirup jagung dengna kadar fruktosa tinggi dan dekstrosa.

2) Bahan pemanis sintetik (non nutritive) satu-satuna bahan pemanis sintetik yang

direkomendasikan oleh FDA (Food And Drugs Administration Standard, Amerika

Serikat) adalah sakarin.

3) Zat asam (acidulants) biasanya dalam minuman ringan berkarbonasi dengan tujuan

untuk memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula dalam sirup atau

minuman. Zat asam yang digunakan adalah asam sitrat, asam fosfat, asam malat,

asam tartarat, asam fumarat dll.

4) Pemberi aroma disiapkan oleh industri yang berkaitan dengan industri minuman

dengan formula khusus, kadang-kadang telah ditambahn dengan asam dan pewarna

dalam bentuk :

a) Ekstrak alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan alkoholik) misalnya jahe,

anggur, lemon lime dll.

b) Larutan alkoholik (melarutkan bahan dengan larutan air-alkohol) mislalnya

strawberry, cherry, cream soda.

c) Emusi (mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi) misalnya vegetable rum,

citrus flavor, rootbeer dan cola.Fruit juice, misalnya orange, grapefruit, lemon, lime

dan grape.

d) Kafein, sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulant).Ekstrak biji

kola.Sintetik flavor misalnya ethyl acetate, yang memberikan aroma grape.


5) Zat pewarna untuk meningkatkan daya tarik minuman terdiri dari :

a) zat pewarna natural, mislnya dari strawberry,cherry, grape.

b) Zat pewarna semi sintetik misalnya caramel color.

c) Zat pewarnas sintetik, hanya 5 zat pewarna dari 8 jenis pewarna yang diperkenankan

oleh FDA digunakan sebagai pewarna dalam minuman ringan.

B. Uraian Bahan

1. Aqua Destillata ( FI edisi III, hal

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling.

Rumus Molekul : H2O

Pemerian : Cairan Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan : dalam wdah tertutup baik.

Kegunaan : Eluen.

2. Asam asetat ( FI edisi III, hal 41 )

Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM

Nama Lain : Asam asetat, cuka.

Rumus Molekul : C2H4O2

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa

asam, tajam.

Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P

dengan gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Pelarut.

3. Amonia ( FI edisi III, Hal.86 )

Nama Resmi : AMMONIA

Nama Lain : Amonia

Rumus Molekul : NH4OH

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk

kuat.

Kelarutan : mudah larut dalam air.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk.

Kegunaan : pelarut.

4. Etanol ( FI edisi III, hal 65 )

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Etanol, Alkohol.

Rumus Molekul : C2H6O

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan

mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar,

dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan

dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk, jauh dari nyala api.


Kegunaan : Eluen.

5. N-Butanol ( FI edisi III, Hal 663 )

Nama Resmi : n-BUTANOL

Nama Lain : n-Butanol

Rumus Molekul : CH3-CH2-CH2-CH2-OH

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna.

Kelarutan : larut dalam 11 bagian air pada suhu 15,5°, dapat

bercampur dengan etanol (95%) P.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : eluen.

6. Metanol ( FI edisi III, hal 706 )

Nama Resmi : METANOL

Nama Lain : metanol

Rumus Molekul : CH3OH

Pemerian : cairan tidak berwarna, jerih, bau khas.

Kelarutan : dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih

tidak berwarna.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.

Kegunaan : Pelarut.
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan bahan yang digunakan

1. Alat yang digunakan

Alu dan lumpang

Batang pengaduk

Beakerglass

Benang wol

Bunsen

Gelas ukur

Kaki tiga

Lepeng

Penangas air

Pinset

Pipa kapiler

2. Bahan yang digunakan

Sampel

Aqua destillata

Asam asetat

Amonia

Butanol

Metanol
Rodhamin B

C. Cara kerja

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Diukur sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam gelas kimia,

ditambahkan 5 ml asam asetat 10 %.

3. Dipanaskan, lalu dimasukkan 3 helai benang wol di aduk hingga warnanya

meresap.

4. Setelah mendidih tunggu hingga 5 menit.

5. Keluarkan benang wol bilas dengan aqua destillata, kemudian ditambahkan

ammonia 10% sebanyak 5 ml.

6. Dipanaskan diatas penangas air hingga pelarutnya menguap.

7. Ditetesi methanol ± 2 tetes, kemudian di aduk hingga homogeny.

8. Ditotol pada lempeng.

9. Dimasukkan kedalam cember dengan eluen yang telah dijenuhkan.

10. Diukur nilai Rf pada lempeng untuk menyimpulkan hasil.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Nilai Rf
No Sampel Hasil
Sampel Rodhamin

1 Sukade 0,76 0.82

2 Sirup 0,74 0,82

3 Makaroni 0.9 0,94

B. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas tentang identifikasi Rhodamin B dalam

sampel makanan dengan tujuan dapat mengidentifikasi adanya makanan

yang mengandung pewarna berbahaya. Menurut Ariens et al (1986),

senyawa organik atau anorganik pada tekstil atau sintetik lainnya yang

tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus kemudian masuk

ke peredaran darah. Menurut Depkes RI (1990), batas maksimum kandungan

arsen dan timbal pada makanan adalah 0,1-0,5 mg/L. Keracunan logam berat

pada umumnya melalui mulut walaupun bisa juga diserap melalui kulit dan

saluran pernafasan. Senyawa organik atau anorganik dapat mempengaruhi

kerja enzim/ hormon. Enzim dan hormon terdiri dari protein komplek yang
dalam kerjanya perlu adanya aktivator atau kofaktor yang biasanya berupa

vitamin. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat menonaktifkan

aktivator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja atau langsung non

aktif. Apabila kandungan arsen dan timbal lebih dari 0,1-0,5 mg/L dalam

makanan dapat menyebabkan keracunan, kerusakan saraf, kelainan sel dan

kelainan kulit dan kanker usus. Racun masuk dan bereaksi dengan sel

sehingga akan menghambat atau mempengaruhi kerja sel, contohnya gas

CO2 menghambat hemoglobin dalam mengikat atau membawa oksigen.

Kerusakan jaringan menyebabkan diproduksinya histamin dan serotonin,

selain akan menimbulkan reaksi alergi, juga kadang-kadang akan terbentuk

senyawa baru yang lebih beracun. Penyakit yang ditimbulkan dalam jangka

pendek dapat berupa keracunan akut, nyeri pada perut, muntah dan diare.

Pada keracunan sub akut akan timbul gejala seperti sakit kepala, pusing dan

banyak keluar ludah, selain itu dalam jangka panjang jika tertelan akan masuk

ke dalam rongga hati dan merusak hati. Kompensasi dari pemaparan senyawa-

senyawa ini terhadap manusia adalah kanker, terutama kanker paru-paru, hati

dan hepatitis (Slamet, 1994).

Setelah dibuat eluen, maka larutan eluen tersebut dijenuhkan terlebih

dahulu. Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fase gerak

terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan


spot diatas fase diam oleh fase gerak berlangsung optimal, dengan kata lain

penjenuhan digunakan untuk mengoptimalkan naiknya eluen. Kemudian

dilakukan penotolan larutan baku dan sampel menggunakan pipa kapiler.

Tujuannya yaitu supaya diperoleh hasil penotolan yang kecil, karena dalam

kromatografi kertas penotolan yang baik diusahakan sekecil mungkin untuk

menghindari pelebaran spot dan jika sampel yang digunakan terlalu banyak

akan menurunkan resolusi. Lalu plat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam

chamber tertutup yang berisi fase gerak dengan posisi fase gerak berada

dibawah garis. Fase gerak perlahan-lahan bergerak naik, setelah mencapai

jarak tempuh, kertas diangkat dan dibiarkan kering diudara, untuk

menguapkan sisa pelarut.

Dari hasil pengamatan diperoleh sampel Sukade terlihat adanya noda

dengan jarak 3,8 cm dan noda untuk standar Rhodamin B yaitu 4,1 cm.

Dengan jarak migrasi eluen 5 cm, sehingga diperoleh nilai Rf untuk sampel

sukade sebesar 0,76 dan untuk standar rodhamin B adalah 0,82. Pada sampel

makaroni goreng terlihat adanya noda dengan jarak 4,5 cm dan noda untuk

standar Rhodamin B yaitu 4,7 cm. Dengan jarak migrasi eluen 5 cm, sehingga

diperoleh nilai Rf untuk sampel makaroni goreng sebesar 0,9 dan untuk

standar rodhamin B adalah 0,94. Pada sampel Sirup terlihat adanya noda

dengan jarak 3,5 cm dan noda untuk standar Rhodamin B yaitu 3,9 cm.

Dengan jarak migrasi eluen 4,7 cm, sehingga diperoleh nilai Rf untuk sampel

sirup sebesar 0,74 dan untuk standar rodhamin B adalah 0,82.


Berdasarkan perolehan nilai Rf maka sampel makaroni goreng

memiliki nilai Rf yang hampir sama dengan nilai Rf standar Rhodamin B,

sehingga memiliki kemungkinan terbesar positif mengandung Rodhamin B.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan diperoleh sampel Sukade terlihat adanya noda

dengan jarak 3,8 cm dan noda untuk standar Rhodamin B yaitu 4,1 cm.

Dengan jarak migrasi eluen 5 cm, sehingga diperoleh nilai Rf untuk sampel

sukade sebesar 0,76 dan untuk standar rodhamin B adalah 0,82. Pada sampel

makaroni goreng terlihat adanya noda dengan jarak 4,5 cm dan noda untuk

standar Rhodamin B yaitu 4,7 cm. Dengan jarak migrasi eluen 5 cm, sehingga

diperoleh nilai Rf untuk sampel makaroni goreng sebesar 0,9 dan untuk

standar rodhamin B adalah 0,94. Pada sampel Sirup terlihat adanya noda

dengan jarak 3,5 cm dan noda untuk standar Rhodamin B yaitu 3,9 cm.

Dengan jarak migrasi eluen 4,7 cm, sehingga diperoleh nilai Rf untuk sampel

sirup sebesar 0,74 dan untuk standar rodhamin B adalah 0,82

B. Saran

Diharapkan pada seluruh praktikan agar lebih disiplin pada saat

melakukan praktikum.
LAMPIRAN

Gambar 1.1 Lempeng KLT

a. Perhitungan Rf

a. Sampel sukade – rodhamin B


3,8
Sukade (S) : = 0,76
5

4,1
Rodhamin B (R) : = 0,82
5

b. Sampel makaroni – rodhamin B


4,5
Makaroni (M) : = 0,9
5

4,7
Rodhamin B (R) : = 0,94
5

c. Sampel sirup – rodhamin B


3,5
Sirup (SR) : 4,7 = 0,74

3,9
Rodhamin B (R) : 4,7 = 0,82

Anda mungkin juga menyukai