Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami kemajuan
yang sangat pesat, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan
cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas
sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat
jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem
pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan
produktif.
Makalah ini ditulis agar pembaca dapat menambah wawasan
tentang pertumbuhan, perkembangan manusia serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Sehingga Bangsa Indonesia bertambah maju pula
kualitas sumber daya manusianya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan ?
2. Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan manusia ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan menusia
2. Untuk mengetahui proses pertumbuhan dan perkembangan manusia

D. Batasan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya membahas tentang Pertumbuhan,
Perkembangan manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN,PERKEMBANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHINYA

A. Pertumbuhan dan Perkembangan

Para ahli psikologi dan ilmu pendidikan, hingga kini, tidak memiliki
kesatuan pendapat dalam memberikan definisi atau pengertian mengenai
pertumbuhan dan perkembangan. Ada yang menganggap sama, ada pula yang
menyebutnya berbeda. Monks,Knoers, dan Haditono (1984:2), misalnya,
menyatakan, ‘’Perkembangan memiliki kesamaan dengan pertumbuhan’’.
Sementara, Moh.Kasiram berpendapat, istilah pertumbuhan dan perkembangan,
meskipun saling melengkapi, sebenarnya mempunyai arti dan makna yang
berlainan. Menurut Kasiram pertumbuhanmengandung arti adanya perubahan
dalam ukuran atau fungsi-fungsi mental, sedangkan perkembangan mengandung
makna danya pemunculan hal yang baru. Pada peristiwa pertumbuhan dalam
pandangan Kasiram, tampak adanya perubahan jumlah atau ukuran dari hal-hal
yang telah ada, sedangkan dalam peristiwa perkembangan, tampak adanya sifat-
sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya (Kasiram, 1983:23)

Dalam kaitan itu, Moh. Kasiram memberi contoh.pohon mangga kecil


menjadi besar adalah peristiwa pertumbuhan. Anak ayam kecil menjadi anak
ayam besar adalah peristiwa pertumbuhan. Akan tetapi, kata Kasiram, perubahan
dari telur menjadi ank ayam adalah peristiwa perkembangan. Peristiwa
pembuahan sel telur dengan sperma dalam kandungan ibu sampai menjadi anak,
adalah peristiwa perkembangan.

Kalau sebatang pohon dalam musim hujan mulai berdaun, banyak orang
yang menyebut daun-daun ini sebagai pertumbuhan. Kuncup-kuncup dan daun-
daun ini sebenarya bukanlah pertumbuhan,melainkan tanda atau manifestasi dari
pertumbuhan saja, yang dialami oleh pohon tadi sebagai suatu keseluruhan.

2
Pertumbuhan tidak dapat dialokasikan pada sebagian dari pohon atau sebagian
dari individu saja. Pertumbuhan dinyatakan dalam perubahan-perubahan yang
terjadi pada bagian-bagian, tetapi pertumbuhan itu sendiri adalah suatu sifat
umum dari seluruh organisme (Whitherington,1991:156). Tidak bisa kita berkata
bahwa seseorang “cakap’’ tangannya, atau “terdidik” jiwanya. Yang tumbuh atau
terdidik adalah seluruh personalitas atau kepribadian. Inilah sebabnya kata
personalitas atau kepribadian tadi sangat banya dipergunakan. Kata ini
menunjukkan adanya totalitas atau sifat keseluruhan yang terdapat pada seluruh
perbuatan atau sifat seseorang individu, apabila perbuatan dan sifat-sifat itu
dipandang secara social.

Kartono mendefinisikan pertumbuhan sebagai “Pertumbuhan secara


fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik,yang
berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat, dalam passage/perdaran
waktu tertentu”. Ia mengartikan pula pertumbuhan sebagai “Proses transmisi dari
konstitusi fisik (resam tubuh, keadaan jasmaniah) yang herediter/warisan, dalam
bentuk proses aktif yang kontinu” (Kartono, 1982:29). Adapun mengenai
perkembangan dalam arti sempit dikatakan sebagai “Proses pematangan fungsi-
fungsi yang non fisik” (Kartono, 1982:32)

Secara luas, Kartini Kartono mendefinisikan perkembangan sebagai


“Perubahan-perubahan psikofisis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-
fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan
proses belajar dalam passage waktu tertentu, menuju kedewasaan” (Kartono,
1982:33). Perkembangan, olehKartono diartkan pula sebagai “Proses transmisi
daripada konstitusi psiko-fisis (resam psikisdan fisis) yang
herediter,distimulasikan oleh faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan
dalam perwujudan proses aktif menjadi secara kontinu” (Kartono, 1982:33)

J.P Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psychology-nya menyatakan, arti


perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif
dan ini terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa
membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam organism-organisme tersebut.

3
Secara lebih luas, Dictionary of Psychology memerinci pengertian
perkembangan manusia sebagai berikut:

1. The Progressive and continuous change in the organism form birth to


death;
2. Growth;
3. Change in the shape and integration of bodily parts into functional
parts;
4. Maturation pr the appearance of fundamental pattern of unlearned
behavior
1. Perkembangan itu merupakan perubahan yang progresif dan terus-
menerus dalam diri organism sejak lahir hingga mati’
2. Perkembangan itu berarti pertumbuhan;
3. Perkembangan berate pertumbuahan dalam bentuk dan penyatuan
bagian-bagian yang bersifat jasmaniah ke dalam bagian-bagian yang
fungsioanal;
4. Perkembangan adalah kematangan atau kemunculan pola-pla dasar
tingkah laku yang bukan hasil belajar.

Dari berbagai uraian di atas, bias disimpulkan bahwa perkembangan


adalah rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju arah yang lebih
maju dan sempurna. Meskipun demikian, perlu pula dikemukakan bahwa
sementara ahli menganggap perkembangan sebagai proses yang berbeda dari
pertumbuhan, seperti telah disinggung di atas.

Memang, dalam psikologi perkembangan, kata pertumbuhan mengandung


berbagai arti. Ada pertumbuhan dalam arti fisik dan ada pula dalam arti psikis,
seperti yang terlihat pada perubahan dalam bentuk dan ukuran badan, perubahan
dalm bentuk dimensi, dan perubahan dalam dalam sifat-sifat jasmaniah dari
kekuatan dan kapasitas otot pada tubuh. Ada pula pertumbuhan dalam arti proses
pendewasaan, yang menghasilakan perubahan dalam fungsi-fungsi yang bias
dipenuhi oleh seseorang, perubahan dalam kecakapan (abilitas) dan menghasilkan
perluasan dalam daerah kehidupan.

4
Ada lagi pertumbuhan sebagai proses mengadakan reorganisasi secara
terus-menerusterhadap sesuatu yang baru ke dalam sesuatu yang telah lama.
Pertumbuhan semacam ini dapat berlangsung selama masih ada kehidupan. Ada
pula pertumbuhan yang rupa-rupanya, meliuti pula suatu proses kreatif, dalam arti
bahwa apa yang timbul selama berlangsungnya rangkaian pengalaman rupa-
rupanya dilihat dari sudut orang yang sedang tumbuh itu sendiri, tidak hanya
ditentukan oleh sifat lingkungan atau sifat perlengkapan herediter-nya, tetapi turut
pula menentukan jalan kehidupannya, meskipun mungkin perannya kecil saja.

Jadi, perkembangan itu pada dasarnya memiliki kesamaan dengan


pertumbuan. Sekalipun demikian, antara psikolog, malah ada yang tidak
membedakan antara istilah pertumbuhan dan perkembangan. Barangkali hal ini
menunjukkan bahwa seseorang bertambah dalam berbagai kemampuannya yang
bermacam-macam, bahwa ia lebih mengalami diferensiasi dan juga bahwa ia pada
tingkatan yang lebih tinggi, lebih mengalami integrasi.

Menurut banyak psikolog dan penulis sendiri, istilah perkembangan lebih


dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang
tampak. Sementara dalam tulisan ini, istilah pertumbuhan, khusus dimaksudkan
bagi pertumbuhan dalam ukuran badan dan fungsi fisik yang murni.

Memang, pertumbuhan fisik mempengaruhi psikologik. Bertambahnya


fungsi otak, misalnya, memungkinkan anak dapat tersenyum, berjalan,bercakap-
cakap, dan sebagainya. Kemampuan berfungsidalam tingkat yang lebih tinggi ini,
sebagai hasil pertumbahan, dapat disebut kemasakan (Monks,et al.,1984).
Misalnya,seperti dicontohkan Monks dan kawan-kawan, sebelum pendidikan akan
kebersihan dapat dilakukan, urat-uratdaging pembuangan harus sudahselesai
pertumbuhannya, harus sudah masak lebih dahulu. Meskipun dikatakan mengenai
belejar berjalan, harus ada kemasakan fungsi tertentu dahulu agar belajar tadi
mungkin dilaksanakan.

Dalam bukunya, Child Development and Adjustment, Crow & Crow


(1962:38) berpendapat, pertumbuhan pada umumnya dibatasi pada perubahan-
perubahan structural dan fisiologis dalam pembentukan seseorang secara

5
jasmaniah dari saat masih berbentuk konsepsional (janin) melalui periode-periode
prenatal (dalam kandungan), dan postnatal ( setelah lahir) sampai pada
kedewasaannya. Sementara itu, perkembangan berhubungan erat dengan
pertumbuhan dan kemampuan pembawaan tingkah laku yang peka, terhadap
rangsangan- rangsangansekitar.

Dikarenakan alam individu saling campur aduk, sulitlah untuk


membedakan dengan sejelas-jelasnya pengertian kedua istilah tersebut sehingga
Crow & Crow juga menganggap bahwa “Proses pertumbuhan dan perkembangan
individu tidak dapat dipisahkan satu sama lain”.

Selanjutnya, persoalan mana yang lebih tepat antara kedua pendapat di


atas? Dalam hubungan ini, apabila kita perlu membedakan antara istilah-istilah
tersebt, ada baiknyakita berpandangan pada batasan-batasan berikut.

Pertumbuhan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan


kehidupan jasmaniah individu; sedangkan perkembangan merupakan proses
perubahan yang berhubungan dengan hidup kejiwaan individu yang perubahan-
perubahan tersebut biasanya melahirkan tingkah laku yang dapat diamati,
walaupun tidak bias diukur seperti yang terjadi pada perubahan jasmani

Karena itu, berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan akan berlanjut


terus hingga manusia mengakhiri hayatnya; sedangkan pertumbuhan hanya terjadi
sampai mausia mencapai kematangan fisik. Artinya, individu tidak akan
bertambah tinggi atau besar, jika batas pertumbuhan tubuhnya telah mencapai
tingkat kematangan.

B. Fase-Fase dan Tugas Perkembangan


Agar mengerti ihwal manusia, baik sekali mempelajari perkembangan
tugas, dan perubahan-perubahan yang dialami semasa hidupnya.
Dalam psikologi perkembangan, kita mengenal fase atau perkembangan.
Walaupun hakikat perkembangan tampak tidak teratur, ada urutannya. Bias saja
perkembangan tidak maju menurut umur bahkan munkin undur atau
menyimpamng; tetapi, pada dasarnya perkembangan itu tidak meloncat-loncat.
Entah menyangkut dimensi moral atau penemuan diri, satu tahap perkembangan

6
harus dikuasai dulu sebelum menginjak tahap berikutnya. Setiap keberhasilan
tahap dan tugas perkembangan, dibangun atas dasar penyelesaian tahap
perkembangan itu, tahap perkembangan yang satu diikuti oleh tahap
perkembangan lain.
Satu hal yang pasti, setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan
manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Dalam hal ini,
kegiatan belajar tidak berarti kegiatan belajar yang ilmiah. Tugas belajar yang
muncul dalam setiap fase perkembangan, merupakan keharusn universal dan
idealnya berlaku secara otomatis, seperti kegiatan belajar terampil melakukan
suatu pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada manusia normal.
Selain itu, hal-hal lain yang menimbulkan tugas-tugas perkembangan adalah:
1. Adanya kematangan fisiktertentu pada fase perkembangan tertentu;
2. Adanya dorongan cita-cita psikologis manusia yang sedang
berkembnag itu sendiri; dan
3. Adanya tuntutan cultural masyarakat.

Lima fase atau tahapan perkembangan dari Buhler dan empat tahapan
perkembangan dari Hurlock digunakan sebagai kerangka perkembangan,
sekaligus sebangai bandingan. Sementara, delapan tahapan perkembangan dari
Erikson serta enam tahap perkembangan dari Havigurst, bisa dijadikan pedoman,
bukan sebagai sesuatu yang mutlak pasti.

Dalam arti sempit, fase atau tahap itu tampak seperti sewenang-wenang,
sebab anak atau individu yang satu lebih cepat berkembang, sedangkan anak atau
individuyang lain membutuhkan waktu yang lebih lama. Meskipun demikian,
setiap anak atau individu, berkembang melalui setiap tahap perkembangan. Setiap
tahap, terutama tahap perkembangan yang dikemukakan Erikson dan Havigurst,
mempunyai tema yang menggambarkan tugas utama dari masa itu. Setiap tahm
juga memiliki tugas-tugas perkembangan konkret yang penting, yang harus
dicapai si anak atau individu. Beberapa tugas merupakan bagian penting dari
suatu pertumbuhan akan menjadi sangat penting dalam kebudayaan manapun.

7
1. Fase dan Tugas Perkembangan Menurut Buhler

Dalam bukunya The First Tear of Life, Charlotte Buhler (1930) membagi
fase perkembangan sebagai berikut:

a. Fase pertama ( 0-1 tahun )


Fase ini adalah masa menghayati berbagai objek diluar diri sendiri serta
saat melatih fungsi-fungsi, khususnya fungsi motorik, yakni fungsi yang
berhubungan dengan gerakan-gerakan anggita badan.
b. Fase kedua ( 2-4 tahun )
Fase ini merupakan masa pengenalan dunia obyektif di luar diri sendiri,
disertai dengan penghayatan yang bersifat subyektif. Mulai ada
penegnalan pada “aku” sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan
sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasrkan pengamatan yang
obyektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-benda di
luar dirinya. Karena itu, pada masa-masa ini, anak sering bercakap-cakap
dengan bonekanya atau berbincang-bincang den bergurau dengan
kelincinya. Di mata anak, benda permainan dan binatang itu seolah-olah
betul-betul memiliki sifat seperti dirinya.
c. Fase ketiga ( 5-8 tahun )
Fase ini bisa dikatakan sebagai masa sosialisasi anak. Pada masa ini, anak
mulai memasuki masyarakat luas (misalnya, taman kanak-kanak,
pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah dasar). Ia mulai
belajar mengenal arti prestasi, pekerjaan, dan tugas-tugas kewajiban. Jadi,
yang penting diperhatikan pada fase ini adalah berlangsungnya proses
sosialiasasi.
Menurut Soe’oed (dalam Ihromi, ed., 1999:30), “Syarat penting untuk
berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial, karena tanpa
interaksi sosial, sosialisasi tudak mungkin berlangsung”. Dalam
pandangan A. Goslin, sosialisasi adalah proses belajar yang dialami
seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan
norma-norma agar ia dapat berpatisipasi sebagai anggota masyarakat
(Soe’oed, dalam Ihromi,ed 1999:30). Selain keluarga, ada banyak institusi

8
lain yang turut serta dalam proses sosilaisasi anak. Oleh karena itu, orang
tua tidak bisa dengan sempurna menginginkan anaknya menjadi seprti
yang ia inginkan (Ritzer, 1969:114 )
d. Fase keempat ( 9-11 tahun )
Fase ini adalah masa sekolah dasar. Pada periode ini, anak mencapai
objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelidik,
mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan
menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar; masa pemusatan dan
penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksperimen. Pada
akhir fase ini, anak mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak
sadar mulai beerpikir tentang diri pribadi. Pada waktu ini, anak kerap
mengasingkan diri.
e. Fase kelima ( 14-19 tahun )
Fase ini merupakan masa tercapainya synthese, di antara sikap ke dalam
batin sendiri dengan sikap ke luar, pada dunia obyektif. Untuk kedua kali
dalam kehidupannya, anak bersikap subyektif (subyektivitas pertama
terdapat pada fase kedua, yaitu usia 3 tahun). Namun, subyektivitas kali ini
dilakukan dengan sadar. Setelah berusia 16 tahun, anak atau remaja ini
mulai belajar melepas diri dari persoalan tentang diri sendiri, dan lebih
mengarahkan minatnya pad lapangan hidu konkret, yang dahulu
dikenalnya secara subyektif belaka. Lambat laun, terbentuklah persesuaian
di antara pengarahan ke dalam dan pengarahan diri ke luar. Di antara
subyek dan obyek (yang dihayatinya), mulai terbentuk satu synthese.
Dengan tibanya masa ini, tamatlah masa perkembangan anak dan
perkembangan remaja. Lalu individu yang bersangkutan memasuki mas
kedewasaan.
2. Fase dan Tugas Perkembangan Menurut Hurlock
Dalam bukunya Developmental Psychology, Elizabeth B. Hurlock (1978)
mengadakan tahapan perkembangan sebagai berikut:
a. Prenatal (sebelum lahir) atau pralahir
Prenatal ini mulai konsepsi sampai umur 9 bulan dalam kandungan ibu.

9
b. Masa Natal
Masa natal ini, terdiri atas:
1) Infancy atau neonates (dari lahir sampai 14 hari)
Fase ini merupakan fase penyesuaian terhadap lingkungan. Pada masa
ini, bayi mengalami masa tenang dan tidak banyak terjadi perubahan.
2) Masa bayi (antara 2 minggu sampai 2 tahun)
Bayi disini tidak berdaya dan sangat bergantung pada lingkungan.
Dengan adanya perkembangan, lama kelamaan bayi mulai berusaha
melepaskan diri dan mulai belajar berdiri sendiri. Hal ini
dimungkinkan karena tuhuhnya menjadi kebih kuat, dan ia dapat
menguasai gerakan-geakan ototnya; misalnya, jalan sendiri, bicara,
makan, bermain. Jadi, masa ini dimulai pada masa ketika anak sangat
bergantunng pada lingkungan dan kemudian –karena perkembangan-
anak mulai berusaha menjadi lebih independen.
3) Masa anak (2-10/11 tahun)
Pada masa ini, anak masih immature. Tanda-tanda khas: usaha
menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga ia merasa bahwa
dirinya merupakan sebagian dari lingkungan yang ada. Penyesuaian
sosial dilaksanakan dengan pergaulan dan berbagai pertanyaan. Segala
hal mulai ditanyakan, diragukan. Ketika anak mencapai 3 tahun, masa
ini dikenal sebagai masa Sturm und Drang dan periode haus nama.
Usia 6 tahun merupakan masa penting untuk proses sosialisasi.
c. Masa Remaja (11/12-20/21 tahun)
Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari anak menuju
dewasa. Masa remaja terbagi lagi dalam berikut ini.
1) Praremaja (11/12-13/14)
Praremaja ini mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih
hanya satu tahun. Untuk wanita, 11/12-12/13 tahun; untuk laki-laki,
12/13-13/14 tahun. Dikatakan juga sebagai fase negative, terlihat
tingkah laku yang cenderung negative. Fase yang sukar untuk anak dan
orang tua. Perkembagan fungsi-fungsi tubuh, terutama seks, juga
mengganggu.

10
2) Remaja awal (13/14-17 tahun)
Perubahan-perubahan fisik terjadi sangat pesat dan mencapai
puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstbilan dalam
banyak hal terdapat pada masa ini. Ia mencari identitas diri karena
pada masa ini, statusnya tidak jelas. Pola-pola hubungan sosial mulai
berubah
3) Remaja lanjut (17-20/21 tahun )
Dirinya ingin selalu menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan
diri; caranya lain dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita
tinggi, bersemangat dan mempunyai energy yang besar. Ia berusaha
memnatapkan identitas diri, dan ingin mencapai ketidaktergantungan
emosional.
d. Dewasa
Fase dewasa ini terbagi lagi atas sebagi berikut.
1) Dewasa awal (21-40 tahun)
Tahap ini adalah masa penyesuaian terhadap pola-pola hidup baru, dan
harapan mengembangkan sifat-sifat, nilai-nilai yang serbabru. Ia
diharapkan menikah, mempunyai anak, mengurus keluarga, membuka
karier, dan mencapai suatu prestasi.
2) Dewasa menengah (40-60 tahun)
Tahapan dewasa menengah merupakan masa transisi, masa yang
ditakuti karena mendekat masa tua. Wanita di sini kehilangan
kesanggupan reproduksi. Ada yang menyatakan bahwa masa ini adalah
masa bahaya bagi pria dan wanita.
3. Fase dan Tugas Menurut Erikson
Dalam bukunya Childhood and Society, Erik Erikson (1963) membagi
fase dan tugas perkembangan, sebagai berikut.
a. Masa bayi (0-1,5 tahun)
Masa ini merupakan masa ketika berbagai kebutuhan fisik harus
dipenuhi; kebutuhan untuk menghisap harus dipuaskan. Anak biasanya
senang berada dalam gendonagn atau dekapan dan belaian. Masa ini
oleh Erikson disebutnya sebagai masa saat kepercayaan harus

11
ditanamkan, masa si anak harus belajar bahwa dunia merupakan
tempat yang baik baginya, dan masa ia belajar menjadi optimis
mengenai kemungkinan-kemungkian mencapai kepuasan. Masa bayi
merupakan masa ketergantungan, masa ketidakberdayaan dan masa
membutuhkan pertolonga orang lain,suatu masa yang menuntut
kesabaran orang tua.
Sang bayi memperoleh ketentramannya dalam kesatuannya dengan si
ibu; kesatuan itu begitu erat sampai batas-batas kemandiriannya
menjadi kabur. Pada masa ini, ibu mencintai sang bayi tanpa syarat.
Apabila kepercayaan tidak ditanamkan di masa awal ini, seseorang
harus menanam kemudian. Bila si anak menjadi besar dan kepercayaan
yang ditanamkan kepadanya kurang, ia akan menjadi orang yang selalu
curiga serta ragu-ragu dalam menjalin hubungan baru. Tanpa
kepercayaan, tidak aka nada perkembanganyang berarti.
b. Masa toddler (1,5-3 tahun)
Si anak muali memisahkan diri dan bergerak secara bebas. Dalam
kaitan ini, orang tua harus memberikan banyak kebebasan kepada si
anak, namaun sekaligus mulai meletakkan batas-batas ketika si anak
tidak bisa berbuat sesukanya sendiri.
Tanggapan utama dari orang tua terhadap toddler, yaitu membatasi.
Tema pokok masa ini adalah otomosi. Tugas-tugas konkret masa
toddler meliputi masaaspek penting kehidupan, bukan sekedar
berjalan, bercakap,serta latihan buang air besar atau kecil, namun juga
makan sendiri serta penjelajahan yang tiada henti. “Milikku” mungkin
menadi kata pertama yang diucapkan saat si anak memisahkan apa
yang menjadi miliknya dan apa yang tidak. Pada permulaan, agaknya
ia melihat segala sesuatu sebagai miliknya. Seandanya kakak-
kakaknya tidak bisa menerima hal itu, ia akan marah-marah.
Pada masa ini, anak menggunakan kemampuan bergerak sendiri
untuk melaksanakan dua tugas penting. Pertama, memisahkan diri dari
ibu dan lain-lainnya. Kedua, mulai menguasai diri, lingkungan, dan
keterampilan dasar untuk hidup. Walaupun demikian, tanpa

12
pertolongan, hal itu akan berjalan secara liar, dan membuat dia jatuh
tersesat. Oleh karena itu, pembatasan oleh orang tua menjadi penting.
c. Awal masa kanak-kanak (4-7 tahun)
Pada tahapan ini, pusat perhatian anak berubag dari benda kepada
orang. Si anak beralih dari bermain sendiri meuju bermain bersama.
Sosialisasi merupakan tema pokok. Si anak belajar menyesuaikan diri
denganteman sepermainannya. Tugas-tugas yang telah dimulai pada
masa toddler, dikembangkan lebih lanjut. Si anak diharpkan untuk
makan sendiri dan berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain.
Tanggapan orang tua terhadap masa awl kanak-kanak adalah
memberi contoh yang baik. Si anak akan mulai mencontoh orang
tuanya yang sejenis dengan dia. Keterampilan-keterampilan untuk
bergaul paling baik diajarkan lewat contoh orang tua.
d. Akhir masa kanak-kanak (8-11 tahun)
Masa ini adalah masa untuk berkelompok dan berorganisasi.
Penerimaan oleh teman-teman seusia adalah penting. Inilah awktu
yang baik untuk memperkenalkan pekerjaan rumah tangga serta
mengajarkan penggunaan uang dengan tepat. Tak seorangpun
menginginkan pekerjaan yang terlalu berat dan terlalu lama; demikian
juga anak-anak. Tema pada masa ini adalah kerajinan. Energi si anak
dapatdiarahkan pada tugas-tugas sosial yang terorganisasi.
Tanggapan orang tua adalah mengarahkan. Orang tua yang
bijaksana akan memenfaatkan kerajinan anak pada masa iniuntuk
mengarahkan kejadian-kejadian, sehingga hal-hal yang baik dapat
terjadi. Namun, ia menghindari campur tangan dengan perintah-
perintah yang otoriter terhadap inisiatif si anak sendiri.
e. Awal masa remaja (12-15 tahun)
Masa-masa seperti ini memperlihatkan bahwa semua hal yang
dianggap baik telah berkhir. Jika dia nak yang pertama, orang tua
kemungkina berpikir bahwa mereka telah gagal. Tema awal masa
remaja adalah perubahan.

13
Pada masa ini, anak mulai berubah-ubah, terpusat pada diri sendiri,
seks dan tubuhnya. Ia terus berminat pada tugas penguasaan yang
sudah dimulai pada akhir masa kanak-kanak, sekaligus mulai
membuang kegiatan-kegiatan masa kanak-kanaknya. Ini terus berlanjut
sampai dia mengabaikan keluarganya. Tugas-tugas dan latihan atletik
lebih didahulukan daripada kegiatan-kegiatan keluarga, seprti makan
dan pergi bergi bersama. Penyalahgunaan seksualitas dan barag-barang
mungkin mulai menimbulkan masalah.
Pada dasarnya awal masa remaja merupakan suatau masa
transisi.seperti halnya semua masa transisi, masa ini merupakn masa
yang tidak mengenakkan, baik bagi si remaja sendiri maupun bagi
orang tauanya. Tanggapan orang tua yang paling bijaksana adalah
mendukung. Ini bukan saaatnya untuk menunjukkan kesalahn-kesalahn
dalam pemikiran merekaatau ketidakpantasan sifat murung mereka;
atau fakta bahwa kaos yang belubang bukanlah pakaian yang pantas.
Ini saat yang baik untuk membiarkan mereka membeli barang dan
pakaiannya sendiri serta mengatur keuangan mereka sendiri.
Jika awal masa remaja ini dijalani dengan bantuan orang tua yang
mendukungnya, sifat yang berubah-ubah dan keputusasaan pada diri
sendiri akan hilang.
f. Masa remaja yang sejati (16-18 tahun)
Pada tahapan ini, kemenduaan dalam masa transisiakan berkurang. Si
remaja yang merasa cukup aman dalam identitasnya, harus
menghadapi pilihan-pilihan yang kan membentuk sisa hidupnya.
Pemilihan tujuan hidup merupakan tema pokok.
Orang tua dan guru mungki terus-menerus menanyakan, “Mau apa
kamu setelah lulus SMU ?” tanggapan yang paling baik dari orang tua
adalah menyambut dengan senang pilihan si anak; mendorong si anak
untuk menjatuhkan pilihan, dan menghargai kebebesannya.
g. Awal masa dewasa (19-25 tahun)
Pada masa ini, si anak mulai berdikari. Si anak mungkin kuliah di
tempat lain, menikah, hidup sendirian dalam suatu apartemen, atau

14
bekerja pada tempat lain. Sebagaimana tahap pertama perkemangan,
tahun-tahun pertama dalam perkawinan dan pekerjaan, sangatlah
penting. Tema awal masa dewasa adalah kemandirian. Tanggapan
orang tua yang bijaksana adalah tanaggapan yang memperluas
persahabatan dengan anak-anak mereka yang sebelumnya masih
bergantung pada mereka.
h. Kedewasaan dan masa tua (25 tahun ke atas)
Masa dewasa merupakan fase generativitas (menciptakan) yang selalu
dihadapkan pada adanya stagnasi. Masa ini ditandai dengan adanya
perhatian yang tercurah pada anak-anak, keahlian produktif, keluarga,
dan pekerjaan. Sifat mengasuh pada wanita tampak sangat dominan.
Pada masa tua ini adalah kebijaksanaan dan pelepasan.
4. Fase dan Tugas Perkembagan Menurut Havighurst
Robert J. Havighurts (Monks, et al., 1984; Syah, 1995; Andriessen, 1974;
Havighurts,1976) memberikan gambaran dan uraian secara lebih rinci mengenai
fase dan tugas-tugas perkembangan ini.
Menurut Havighurts, perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya
tugas-tugas yang harus dipenuhi. Tugas-tugas ini dalam batas-bats tertentu
bersifat khas untuk masa-masa hidup seseorang. Ia mengemukakan tentang tugas-
tugas perkembangan (development tasks), yaitu tugas-tugas yang harus dilakukan
oleh seseorang dalam masa-masa hidup tertentu, sesuai dengan norma-norma
masyarakat serta norma-norma kebudayaanya. Secara konkret, tugas-tugas
tersebut dapat dilihat pada table menurut pengolahan Havighurts.
Jika kita perhatikan, tugas-tugas tadi menunjukkan adanya
hubungandengan pendidikan dan pelajaran formal yang diterima seseorang.
Pendidikan menentukan tugas-tugas apakah yang dapat dilaksanakan seseorang
pada masa-masa hidup tertentu. Konsep diri dan harga diri seseorang akan turun
kalau tidak melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik. Hal ini karena
orang tersebut akan mendapat kecman dan celaan dari masyarakat sekelilingnya.
Orang akan merasa sedih dan tidak bahagia. Dengan demikian, keberhasilan
dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan akan memberikan perasaan
berhasil dalam hidup, dan akhirnya mendatangkan perasaan bahagia.

15
Apabila, misalnya, dalam masa dewasa muda, seseorang tidak berhasil
menemukan teman hidup, ia akan merasa tidak bahagia. Namun, sebetulnya ini
bergantung juga pada filsafat hidup orang itu sendiri; misalnya, apakah ia
memang memilih untuk hidup sendiri atau tida. Jadi, orang yang hidup sendiri,
belum tent uterus merasakn tidak bahagia. Lain halnya, bila seseorang tidak
memperoleh nafkah untuk hidup, karena hal itu akan memberikan akibat serius
bagi kesejahteraan dan kebahagiaan hidupnya.
Selanjutnya, beberapa catatan yang masih dapat dikemukakan di siniialah,
pertama, pengertian masa dewasa muda menurut Havighurts mengandung
pengertian yang lebih luas dari pada yang biasa diberikan. Di antara apa yang
dimaksudkan oleh Havighurts dengan masa dewasa awal dan masa remaja,
tersisiplah, sekarang di Amerika, Eropa Barat, dan negara-negara Skandinavia,
masa dewasa muda seperti juga dalam masa remaja, yaitu ada dalam masa
stadium interim; artinya ia sudah terlepas dari keadaan menjadi anak, tetapi belum
memperoleh status orang dewsa secara penuh. Seorang remaja belum memperoleh
status tersebut karena ia memamng belummempunyai kedudukan dalam
masyarakat; seorang dewasa muda belum menerima suatu status dewsa, karena
belum dapat menerima peranan dan status yang dikenakan oleh masyarakat
kepadanya.
Sebagai catatan kedua adalah kesejahteraan dan kebahagiaan, hanya
sebagian saja dipengaruhi oleh berhasail tidaknya melakukan tugas-tugas
perkembangan. Setidak-tidaknya, tak semua macam tugas perkembangan sama
pentingnya. Menemukan seorang teman hidup yang baik dan memperoleh
pekerjaan yang memuaskan, munkin lebih penting daipada menjadi terpandang
dalam masyarakat. Namun, kebanyakan orang tidak menemukan pekerjaan yang
memuaskan. Meskipun demikian, mereka tidak perlu hidup menderita; mereka
dapat mencari kebahagiaan hidup di tempat lain, misalnya mencari kesenangan
dalam waktu luangnya.

16
Gambaran mengenai Tugas-Tugas Perkembangan
Menurut Havighurts
Periode bayi dan Anak sekolah Masa muda Masa dewasa Usia tengah baya Masa dewasa
anak kecil (pubertas, muda lanjut
adolesensi)
Belajar berjalan
Berlajar makan,
makanan padat
Belajar berbahasa
Control badan Ketangkasan fisik
Stabilitas Sikap sehat Meneriama keadaan Menerima dan Penyesuaian
psikologik terhadap diri sendiri jasmaniah menyesuaikan diri terhadap kekuatan
sebagai organism terhadap percobaan fisik yang menurun
yang hidup fisik dan fisiologik
Belajar perbedaan Belajar peranan Menerima peranan Memilih jodoh, Pasangan Menyesuaikan
dan aturan-aturan jenis kelamin, jenis persiapan belajar hidup dipandang sebagai dengan kematian
jenis kelamin kontak-kontak menikah dan dengan suami/isteri person menolong teman hidup,
kontak perasaan dengan teman mempunyai mulai membentuk anak-anak muda menemukan relasi
dengan orang tua, sebaya, belajar keluarga, belajar keluarga, mengasuh menjadi dewasa dengan kelompok
keluarga dan orang- sikap terhadap lepas orang tua anak, sebaya
orang lain kelompok dan secara emosional, mengemudikan
lembaga-lembaga belajar bergaul rumah tangga,
dengan kelompok menemukan
anak wanita/anak kelompok sosial
laki-laki
Pembentukan Belajar membaca, Belajar tanggung Menerima Mencapai tanggung Memenuhi
pengertian menulis, berhitung, jawab sebagai tanggunng jawab jawab sosial dan kewajiban-
sederhana: realita belajar pengertian- warga Negara, Negara warga Negara kewajiban sosial
fisik realita sosial pengertian menginginkan dan secara penuh dan warga negara
kehidupan sehari- mencapai tingkah
hari laku yang
bertanggung jawab
sosial
Belajar apa yang Perkembangan Perkembangan
benardan apa yang moralitas skala skalanilai secara
salah, nilai-nilai sadara
perkembangan kata perkembangan
hati gambaran dunia
yang adekwat
Persiapan mandiri Mulai bekerja Mencapai dan Penyesuaian dengan
secara ekonmis mempertahankan gaji yang berkurang
pemilihan dan standar hidup dan keadaan
latihan jabatan ekonomis pensiun
Merealisasikan
kesantaian
Merealisasikan
hidup fisik yang
sesuai

Sumber: Monk, knoers, dan Haditono, 1984

17
Kemudian, catatan ketiga ialah pendidikan banyak ditentukan oleh
kebudayaan suatu bangsa. Hal ini berarti bahwa proses belajar dan proses
sosialisasi dipengaruhi oleh keadaankultur tertentu, pada periode tertentu dalam
sejarah. Sehubungan dengan itu, tugas-tugas perkembangan bagi seorang bangsa
Amerika, misalnya, berbeda dengan seorang bangsa Indonesia. Jadi, bagi orang
Indonesia, tugas-tugas perkembangan yang dikemukakanoleh Havighurts, harus
diuji pada keadaan mesyarakat dan kebudayaan Indonesia.
Akhirnya, catatan keempat berhubungan dengan obyek pembicaran dalam
pasal berikutnya. Havighurts terlalu menitikberatkan pada pengaruh. Sifat yang
ditentukan oleh kebudayaan dan masyarakat ini memang merupakan aspek
penting, namun kurang ditonjolkan bahwa pribadi yang sedang berkembang tadi,
terutama mulai mas remaja, menentukan sendiri tugas-tugas mana yang harus
diterima dan mana yang ditolak. Dalam ketegangan antara keinginan untuk
bergantung dan dorongan untuk bebas dari orang tua, remaja berjuang untuk
mendapatkan tanggung jawab sendiri dalam menentukan pola hidupnya.
C. Prinsip-prinsip Perkembangan

Setiap fase atau periode perkembangan pada dasarnya selalu bertalian erat
dengan periode perkembangan yang mendahuluinya. Hal ini membuktikan bahwa
manusia merupakan kesatuan yang bulat. Dan, tujuan yang terkandung dalam
setiap perkembangan adalah “menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri
sendiri”.

Sesuai dengan “individualitas anak” yang memiliki ciri-ciri atau


karakteristik, perkembangan antara dua individu anak itu tidak mungkin bisa sama
benar. Sekalipun terdapat perbedaan perkembangan yang bersifat individual, kita
dapat melihat adanya “hukum” atau cara tertentu bagi semua perkembangan
individu yang sejenis. Istilah hukum diberi tanda petik, karena segala sesuatu yang
disebut sebagai hukum dalam psikologi sebenarnya merupakan kecenderungan
atau tendensi (Kartono, 1979).

Dalam peristiwa alam, terdapat unsur-unsur kemantapan,konstansi, dan


konsistensi. Dengan ciri-ciri demikian, orang kemudian membuat hukum-hukum
alam. Sebaliknya, beberapa gejala psikis tersebut tidak menunjukkan ulangan

18
peristiwa secara mantap dan identik sama dengan peristiwa-peristiwa yang
mendahului, melainkan hanya menampakkan adanya kecenderungan. Karena itu,
psikologi pada dasarnya menghindari penggunaan istilah “hukum”, dan lebih suka
menggunakan istilah patokan, kaidah, aturan, atau “prinsip”.

Secara spesifik, prinsip perkembangan dapat diartikan sebagai “kaidah


atau patokan yang menyatakan kesamaan sifat dan hakikat dalam perkembangan”.
Bisa pula diartikan prinsip perkembangan adalah “patokan generalisasi mengenai
sebab dan akibat tejadinya peristiwa perkembangan dalam diri manusia”.

Secara garis besar, peristiwa perkembngan mempunyai atau mengikuti


prinsip-prinsip perkembangan sebagai berikut (Atmodiwirjo, 1983;
Simandjuntak & Pasaribu,1979; Syah, 1995; Kartono, 1982; Kasiram 1983;
Shaleh & Soerjadinata, 1971):

1. Perkembangan tidak terbatasdalam arti tumbuh menjadi besar, namun


mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren
dan berkesinambungan. Jadi, antara satu tahap perkembangan dengan
tahap perkembangan berikutnya tidak terlepas, berdiri sendiri-sendiri.
2. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasidan integrasi. Proses
diferensiasi artinya ada prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan
totalitas itu, lambat laun bagian-bagiannya menjadi sangat nyata dan
bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.

Sejak bayi dilahirkan, dia telah mempunyai “gambaran total” dari


dunia ini ; hanya saja gambaran tersebut masih kaburdan samar-samar.
Dan, berkat perkembangannya sepanjang pertumbuhan anak, kesamaran
tersebut berangsur-angsur berkurang. Bagian-bagiannya bertambah nyata,
jelas, dan memperoleh struktur tertentu yang semakin lengkap. Timbullah
kemudian kompleks-kompleks dan unsur-unsur. Umpamanya, unsur gerak,
jarak, bentuk, struktur, warna, dll. Namun, semua itu merupakan bagian
dari satu totalitas atau keseluruhan.

19
Karena manusia merupakan totalitas (kesatuan), ditemui kaitan erat antara
perkembangan aspek fisik-motorik, mental, emosi, dan sosial. Perhatian
yang berlebihan atas satu segi akan mempengaruhi segi lain.

3. Perkembangan dimulai dari respons-respons yang sifatnya umum menuju


yang khusus. Contoh, seorang bayi mula-mula akan bereaksi tersenyum
bisa melihat setiap wajah manusia. Dengan bertambahnya usia bayi, ia
mulai bisa membedakan wajah-wajah tertentu.
4. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung
secara berantai. Walaupun tidak ada garis pemisah yang jelas antara satu
fase dan fase yang lain, tahapan perkembangan ini sifatnya universal.
Sebagai contoh, perkembangan anak yang normal akan tampak berturut-
turut : memiringkan badan, telungkup, mengangkat kepala, duduk,
merangkak, berjalan dengan bantuan, akhirnya berjalan. Contoh lain,
dalam perkembangan bicara, misalnya, sebelum seorang anak fasih
berkata-kata, terlebih dahulu ia akan mengecoh.

Setiap fase perkembangan memiliki ciri dan sifat yang khas,


sehingga ada tingkah laku yang dianggap sebagai tingkah laku buruk atau
kurang sesuai, yang sebenarnya merupakan tingakah laku yang wajar
untuk fase tertentu itu. Para orang tua sering mengomentari perubahan
kelakuan ini sebagai “dulu ia manis, patuh, sekarang jadi bandel dan keras
kepala”. Para ahli mengemukakan bahwa masa tenang atau equilibrium
(ketika anak mudah diatur, penurut) dan masa disequilibrium atau tidak
tenang (ketika anak sukar diatur, mudah tersinggung, gelisah) pada
seorang anak, terjadi silih berganti, sebagaimana alur dari sebuah spiral
yang bergerak keatas. Namun, adanya perubahan perubahan itulah
merupakan ciri terjadinya perkembangan.

Menurut teori equilibrium, setiap individu selalu berusaha


mengatasi kesulitannya berupa iritasi, frustasi, dan berikade-
berikadepemenuhan kebutuhan. Iritasi tadi, antara lain, berupa: rasa lapar,
haus, dingin, sakit dan macam-macam kebutuhan primer lain, yang
kesemuannya mengakibatkan timbulnya disequilibrium atau

20
ketidakseimbangan batin. Iritasi bisa berupa obstruksi/rintangan yang
bersifat fisis; namun juga bisa bersifat psikis, umpamanya, berwujud:
friksi atau gesekan antara anak dan orang tua dan konflikdengan orang-
orang lain dalam lingkungan sosialnya.

Suatu prinsip dari teori perkembangan menyatakan bahwa motif


utama dalam hidup ini ialah: meniadakan dan melepaskan diri dari semua
rintangan, rasa tenggang, dan disequilibrium batin untuk mencapai
kepuasan dan equilibrium batin. Dan keseimbangan akan tercapai jika
setiap kebutuhan sudah dipenuhi, sehingga hilanglah semua ketegangan
dan gangguan batin.

Teori disequilibrium berpendapat sebaliknya. Menurut teori ini,


sehubungan dengan dinamika manusia (dan anak manusia), anak itu
malahan tidak mencari keseimbangan . Bahkan, dengan sengaja ia
mencari dan menentang timbulnya ketidakimbangan, dengan mencobakan
potensinya dalam bentuk macam-macam aktivitas dan eksperimen. Anak
selalu berusaha memasuki dunia luar dengan jalan bereksplorasi dan
berekspansi; didorong oleh rasa ingin tahu dan sekaligus untuk mengetes
kemampuan sendiri.

5. Setiap anak mempunyai tempo kecepatan perkembangan sendiri-sendiri.


Dengan kata lain, ada anak yang perkembangannya cepat, ada yang
sedang, dan ada yang lambat. Jadi, perkembangan anak yang satu berbeda
dengan anak yang lain, baik dalam perkembangan organ atau aspek
kejiwaannya maupun cepat atau lambatnya perkembangan tersebut.

Perkembagan, baik fungsi jasmani maupun fungsi rohani, tidaklah


dapat disamakan waktunya. Misalnya, lamanya perkembangan anak untuk
fungsi merangkak, dan lain-lain. Demikian pula untuk perkembangan
suatu fungsi rohani, seperti lamnya kecepatan waktu untuk mengartikan
suatu kalimat bahasa akan berbeda dengan lamanya kecepatan untuk
fungsi berpikir.

21
Tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam
kategori: cepat, sedang, dan lambat. Tempo perkembangan yang terlalu
cepat atau terlalu lambat, biasanya menunjukkan kelainan yang relatif
sangat jarang terjadi.

Tempo cepat, sedang, dan lambatpada dasarnya tidak menunjukkan


kausalitas proses perkembangan seorang anak yang normal. Si X,
misalnya, mungkin berkembang lebih cepat daripada si Y, dan si Y
berkembang lebih cepat daripada si Z. Padahal, mereka bertiga berasal dari
keluarga yang sama. Jadi, setiap individu itu berbeda, dengan kata lain,
setiap orang itu khas, tidak akan ada dua orang yang tepat sama meskipun
berasal dari orang tua yang sama.

Pada setiap anak, terdapat impuls untuk berkembang dengan


caranya sendiri, untuk melatih semua bakat serta kemampuannya. Segala
sesuatu yang telah dicapai oleh anak, dijadikan persiapan atau titik-tolak
baru bagi pengalaman dan kemampuan berikutnya. Karena itu, setiap
gejala baru dapat dijelaskan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Maka,
terdapatlah apa yang disebut sebagai proses “kematangan”, yaitu matang
untuk berfungsi , sebagai buah dari satu keberhasilan , dan berlalunya satu
fase perkembangan.

6. Di dalam perkembangan, dikenal dengan adanya irama atau naik turunnya


proses perkembangan . Artinya, perkembangan manusia itu tidak tetap,
terkadang naik, terkadang turun. Pada suatu saat seorang anak mengalami
perkembangan yang tenang dan pada saat yang lain, ia mengalami
perkembangan yang menggoncangkan . Jadi, irama perkembangan itu
tidak menetap. Ada kalanya tenang, ada kalanya goncang.

Menurut ahli psikologi, setiap anak biasanya mengalamidua masa


pancaroba atau krisis, yang lazim disebut trotz. Masa trotz ini terjadi
dalam dua periode, yakni :

22
a. Trotz periode ke-1, atau krisis pertama, terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun,
dengan cirri utama anakmenjadi egois, selalu bersikapdan bertingkah laku
mendahulukan kepentingan diri sendiri;
b. Trotz periode ke-2, atau krisis kedua, terjadi pada umur antara 14 sampai
17 tahun, dengan ciri utama sering membantah orang tuanya sendiri dalam
mencapai identitas diri.

Tentang trotz ke-2 di atas, perlu digarisbawahi bahwa batas umur


antara 14-17 tahun, bukanlah “harga mati”. Artinya, rentang usia remaja
yang mengalami krisis kedua ini di sebuah Negara mungkin berbeda
dengan remaja di Negara lainnya; boleh jadi lebih cepat atau lebih lambat.

Berbagai kesukaran pada trotzalter (usia keras kepala) di


atas,timbul pada saat-saat tertentu, dengan tidak ada sebab-musabab dari
luar. Untuk berapa tahun kemudia, gejala gejala tersebut akan hilang
dengan sendirinya. Oleh karena itu, masa menentang tadi dianggap sebagai
masa pancaroba, suatau masa yang penuh badai emosi yang tidak
menentu, dan dorongan impuls yang meledak-ledak. Karena itu, trotzalter
tersebut juga disebut sebagai periode sturm und drang ( periode badai dan
paksaan/desakan batin). Selain itu, trotzalter disebut pula sebagai masa
peralihan ( masa transisi) dalam proses perkembangan.

7. Setiap anak, seperti juga organisme lainnya, memiliki dorongan dan hasrat
mempertahankan diri dari hal-hal yang negatife, seperti rasa sakit, rasa
tidak aman, kematian, dan seterusnya. Utntuk itu, mereka memerlukan
sandang, pangan, papan, dan pendidikan.

Pada setiap orang, terdapat dorongan fisis dan psikis untuk


mempertahankan hidupnya. Pencernaaan dan pernafasan, umpamanya,
ditujukan pada pemeliharaan dan eksistensi diri dibidang jasmaniah;
sedangkan pencapaian ilmu pengetahuan ditujukan untuk pemeliharaan
dibidang rohaniah.

23
Pada anak balita, wujud pertahanan diri itu dapat berupa tangisan
ketika lapar atau teriakan yang disertai pelemparan batu ketika mendapat
gangguan hewan atau orang di sekelilingnya.

Selain dorongan mempertahankan diri itu, ada pula dorongan untuk


mengembangkan diri guna mendapatkan kemajuan baru. Hal I ni mutlak
perlu untuk mencapai keadaban dan mencipta kebudayaan dalam usia
dewasa. Paduan anatara dorongan mempertahankan diri ini merupakan
proses sinthese-integrasi baru,yaitu berwujud impuls realisasi-diri dan
transendensi-diri (pengatasan diri sendiri untutk meningkat pada niveau
hidup lebih tinggi).

8. Dalam perkembangan terdapat masa peka. Masa peka ialah suatu masa
dalam perkembangan anak, saat suatu fungsi jasmani ataupun rohani,
dapat berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan
kontinu. Masa peka diantara anak yang satu dengan yang lainnya ridak
mudah untuk diketahuai, karena hal ini memerlukan penelitian yang
saksama melalui berbagai percobaan. Misalnya, untuk menentukan apakah
seorang anak sudah mengalami masa peka bagi pembuatan kerajinan
tangan tertentu, dan lain-lain. Suatu gejala kepekaan seyogianya diselidiki
dengan percobaan, yaitu apakah anak tersebut sudah tampak terarah
minatnya pada suatu fungsi tersebut atau belum.

Montessori mengemukakan bahwa hanya sekali saja terjadi masa


peka untuk tiap-tiap fungsi seumur hidup. Karena itu, bila lalai
menggunakan masa-masa peka itu kita akan mengalami kerugian.
Montessori, yang dalam pendidikannya lebih diarahkan pada penemuan
masa peka anak, mengadakan metode penyediaan berbagai permainan
anak dan anak harus memilih sendiri permainan yang disukainya. Apabila
minat sang anak terarah pada bentuk permainan tertentu, barulah dicari
dan ditentukan bahwa anak tersebut sudah peka terhadap fungsi tertentu.
Dan mulai saat ini pulalah, anak tersebut mendapat latihan dan bimbingan
yang kontinu dengan sebaik baiknya.

24
Diantara asas-asas pendidikan Montessori yang berkenaan dengan
masa peka adalah :

a. Anak-anak haruslah diberi kebebasan;


b. Karena datangnya masa pekaitu tidak mudah untuk diketahui, tidaklah
mungkin untuk diadakan latihan atau pendidikan secara klasikal;
c. Tata tertib di sekolah hendaknya timbul dari hati sanubari anak itu
sendiri dan bukan merupakan sesuatu yang dipaksakan oleh para
pendidiknya;
d. Karena panca indra merupakan gejala utama dari isi jiwa manusia,
Montessori lebih memperhatikan pancaindra anak.
9. Perkembangan tiap-tiap anak pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan. Anak manusia
dengan bakat pembawaannya itu, hanyalah merupakan bakat-bakat yang
tersedia untuk memberikan kemungkinan-kemungkinan berkembang saja.
Agar bakat yang tersedia itu dapat berkembang dengan sebaik-baiknya,
diperlukan adanya suatu proses menjadi matang, pemberian kesempatan
kemungkinan berkembang dari alam sekitarnya, serta pemeliharaan yang
kontinu dari manusia-manusia dewasa, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa anak yang normal,


menurut bakat dan pembawaannya, memiliki sifat-sifat untuk berbicara.
Namun demikian, untuk berbicara tersebut, mereka mendengar kata-kata
dan kalimat bahasa dalam pergaulan dengan alam sekitarnya. Seorang
anak keturunan Inggris yang lahir dan dibesarkan di Indonesia, serta
dipelihara oleh orang Indonesia dan dalam pemeliharaan sehari-harinya,
menggunakan percakapan bahasa Indonesia, tidak mungkin bisa berbahasa
Inggris, karena pendidikannya, termasuk pergaulan sehari-harinya, tidak
memberikan kesempatan untuk berbicara bahasa inggris.

Seorang anak yang lahir dalam keadaan tuli, walaupun alat-alat


bicaranya cukup baik dan menurut pembawaannya manusia itu adalah
mahluk yang dapat berbicara, karena kesempatan untuk belajar terganggu

25
(alat pendengarannya rusak), ia tidak mungkin dapat berbicara dan
mengenal bahasa.

D. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan

Sebenarnya, sudah beberapa abad lalu para ilmuwan dan para pemikir
memperhatikan seluk-beluk kehidupan anak,khususnya dari sudut
perkembangannya , untuk memengaruhi berbagai proses perkembangan, mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang didambakan. Anak harus tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa yang matang, yang sanggup dan mampu
mengurus dirinya sendiri, dan tidak terlalu bergantung pada orang lain, atau
bahkan menimbulkan masalah bagi keluarga, kelompok, atau masyarakat.

Sejak abad pertengahan, aspek moral dan pendidikan keagamaan, menjadi


pusat perhatian dan menjadi tujuan umum dari pendidikan. Pandangan terhadap
anak sebagai pribadi yang masih murni, jauh dari unsur-unsur yang mendorong
anak pada perbuatan-perbuatan yang tergolong dosa dan tidak bermoral, banyak
dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas keagamaan. Para tokoh agama dan kaum
cendikiawan tentang masalah kemanusiaan, banyak mendorong dan
mempengaruhi orang tua untuk memperlakukan anak secara berbeda dengan
orang dewasa. Para teolog, dokter, filsuf, dan ahli pendidikan memberikan
pandangan mengenai anak dan latar belakang perkembangannya, serta pengaruh-
pengaruh keturunan dan lingkungan hidup terhadap kejiwaan anak.

Memasuki akhir abad ke-17, seorang filsuf Inggris bernama John Locke
mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan merupakan faktor yang paling
menentukan dalam perkembangan kepribadian anak.

Meskipun dewasa ini sudah menjadi keyakinan umum bahwa setiap anak
manusia perlu mendapatkan pendidikan, sekedar untuk menjadi bahan
perbandingan, di sini dikemukakan teori-teori yang memberikan berbagai
pandangan, baik yang menolak maupun yang menerima adanya pengaruh
pendidikan tersebut.

26
Telah sekian lama ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan lain-lain
memikirkan dan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: sebetulnya,
perkembangan manusia itu bergantung pada pembawaan ataukah pada
lingkungan? Atau dengan kata lain, dalam perkembangan anak hingga menjadi
dewasa, faktor-faktor yang menentukan itu, yang dibawa dari keturunan
(pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruh lingkungan? Dalam upaya menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, perlu dikemukakan disini adanya beberapa
pendapat dari berbagai aliran.

1. Aliran Nativisme atau Aliran Pembawaan

Nativisme (nativism) merupakan sebuah dokrin filosofis yang berpengaruh


besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama
Arthur Schopenhauer (1788-1860), seorang filosof Jerman. Aliran filsafat
nativisme konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala
sesuatu dengan “kacamata hitam”. Mengapa begitu? Karena para ahli penganut
aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh
pembawaannya; sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-
apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesimisme
pedagogis” (Syah,1995).

Aliran Nativisme mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan


telah memiliki bakat dan pembawaan, baik karena berasal dari keturunan orang
tuanya, nenek moyangnya maupun karena memang ditakdirkan demikian.
Manakala pembawaannya itu baik, baik pula anak itu kelak. Begitu pula
sebaliknya, andaikata anak itu berpembawaan buruk, buruk pula pada masa
kedewasaannya. Oleh sebab itu, menurut aliran ini, pendidikan tidak dapat diubah
dan senantiasa berkembang dengan sendirinya.

Dicontohkannya, ada seorang ibu yang melahirkan anaknya ditengah


hutan, tetapi si ibu tersebut meninggal dunia seketika. Bayi tersebut kemudian
dipelihara oleh seekor serigala, yang mengurus, memberi makan, dan lain- lain.
Pengurusan itu dapat berarti sebagai suatu pendidikan (lingkungan) yang
berpengaruh pada anak tersebut. Kita tahu bahwa serigala hanya dapat berjalan

27
dengan menggunakan keempat kakinya. Akan tetapi, kemudian sang serigala
induk angkat itu merasa aneh ketika mengenai anak peliharaannya, dapat berjalan
menggunakan dua kakinya saja, padahal ia mengajar atau memberi contoh
kepadanya dengan cara empat kaki. Atas dasar contoh ini pulalah, pendidikan itu
tidak ada gunanya sama sekali. Dengan demikian, menurut aliran ini, anak
manusia itu tidak perlu untuk diberi pendidikan, karena baik atau buruknya anak
tersebut sudah ditentukan oleh pembawaannya sejak lahir.

Meskipun aliran ini dikatakan sebagai teori kuno, pengaruhnya masih


sangat besar sampai abad modern ini. Dan ini, menurut beberapa literatur, ternyata
dimulai dari seorang penulis kurang lebih tahun 1900, Ellen Key, dalam bukunya
De Eeuw van Het Kind (abad anak), yang menulis, antara lain, bahwa “Bapak
ataupun Ibu tidak boleh memberikan peraturan kepada si anak, seperti mereka
juga tidak berhak berkuasa mengubah peredaran bintang”. Sekolah, dikatakannya,
tidak lain daripada pembunuh jiwa anak yang mencekik pelik sekali padasesuatu
yang berharga bagi seorang anak, yaitu kepribadiannya (Shaheh & Soerjadinata,
1971).

Jean Jacques Rousseau (1712-1778), seorang filsuf Prancis, berpendapat


bahwa semua orang ketika dilahirkan mempunyai dasar-dasar moral yang baik.
Rousseau mempergunakan istilah “noble savage” untuk menerangkan segi-segi
moral ini, yakni hal-hal mengenai baik atau buruk, benar atau salah, sebagai
potensi pada anak dari kelahirannya. Pandangan Rosseau menjadi titik tolak dari
pandangan yang menitik beratkan faktor dunia dalam atau faktor keturunan
sebagai faktor yang penting terhadap isi kejiwaan dan gambaran kepribadian
seseorang. Karakteristik yang diperlihatkan seseorang bersifat intrinsik, dank
arena itu, pandangan Rosseau digolongkan pada pandangan yang beraliran
nativisme.

2. Aliran Empirisme atau Aliran Lingkungan


Aliran empirisme merupakan kebalikan dari aliran nativisme, dengan
contoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “ The school
of British Empiricism” (aliran empirisme Inggris). Akan tetapi, aliran ini lebih
berpengaruh pada pemikir Amerika serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran

28
filsafat bernama “environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama
“environmental psychology” (psikologi lingkungan) yang relative masih baru
(Reber, 1988; Syah 1995)
Aliran empirisme mengemukakan bahwa anak yang baru lahir laksana
kertas yang putih bersih atau semacam tabula rasa (tabula = meja, rasa = lilin),
yaitu meja yang bertutup lapisan lilin putih. Kertas putih bersih dapat ditulis
dengan tinta warna apa pun, dan warnaa tulisannya akan sama dengan warna tinta
tersebut. Begitu pula halnya dengan meja yang berlilin, dapat dicat dengan
berwarna-warni, sebelum ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih
yang bersih, sedangkan warna tinta, diumpamakan sebagai lingkungan
(pendidikan) yang akan berpengaruh terhadapnya; sudah pasti tidak mungkin
tidak, pendidikan pun dapat membuat anak menjadi baik atau buruk. Pendidikan
dapat memegang peranan penting dalam perkembangan anak, sedangkan bakat
pembawaannya bisa ditutup dengan serapat-rapatnya oleh pendidikan itu.
Teori tabula rasa ini diperkenalkan oleh John Locke untuk
mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap
perkembangan anak. Ketika dilahirkan, seorang anak adalah pribadi yang masih
bersih dan peka terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan. Orang tua
menjadi tokoh penting yang mengatur rangsangan-rangsangan dalam mengisi
“secarik kertas” yang bersih ini.
Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris terkenal dengan nama
optimisme paedagogis. Kaum behavioris pun sependapat dengan kaum empiris.
Seorang filsus barat, Emmanuel Kant, yang memberikan dukungan
terhadap aliran ini, pernah mengemukakan,”Manusia dapat menjadi manusia
hanya karena pendidikan”. Demikianlah, betapa besar pengaruh teori ini,sehingga
tidak sedikit ahli didik yang menganutnya.
Jadi, kesimpulan aliran empirisme adalah perkembangan anak sepenuhnya
tergantung pada faktor lingkungan; sedangkan faktor bakat, tidak ada
pengaruhnya. Dasar pikiran yang digunakan ialah bahwa pada waktu dilahirkan,
anak dalam keadaan suci, bersih, seperti kertas putih yang belum ditulis, sehingga
bisa ditulisi menurut kehendak penulisnya.
3. Aliran Konvergensi atau Aliran Persesuaian

29
Aliran ini pada intinya merupakan perpaduan antara pandangan nativisme
dan empirisme, yang keduanya dipandang sangat berat sebelah. Aliran ini
menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai
faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama aliran
konvergensi adalah Louis William Stern (1871-1938), seorang filsuf, sekaligus
sebagai psikolog Jerman.
Aliran filsafat yang dipeloporinya disebut “ personalisme”, sebuah
pemikiran filosofis yang sangat berpengaruh terhadap disiplin ilmu yang berkaitan
dengan manusia. Diantara disiplin ilmu yang menggunakan asas personalisme
adalah “personologi”, yang mengembangkan teori yang komprehensif (luas dan
lengkap) mengenai kepribadian manusia (Reber, 1988).
Setern dan para pengikutnya, dalam menetapkan faktor yang memengaruhi
perkembangan manusia, tidak hanya berpegang kepada lingkungan/pengalaman,
juga tidak berpegang pada pembawaan saja, tetapi berpegang pada kesua faktor
yang sama pentingnya itu. Faktor pembawaan tidak berarti apa-apa tanpa faktor
pengalaman. Demikian pula sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor bawaan
tidak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai harapan.
Perkembangan yang sehat akan berkembang jika kombinasi dari fasilitas
yang digunakan oleh lingkungan dan potensialitas kodrati anak bisa mendorong
berfungsinya segenap kemampuan anak. Dan kondisi sosial menjadi sangat tidak
sehat apabila segala pengaruh lingkungan merusak, bahkan melumpuhkan potensi
psiko-fisis anak (Kartono,1982).
Pengaruh yang paling besar selama perkembangan anak pada lima tahun
pertama ialah pengaruh orang tuanya. Pengaruh tersebut lebih mencolok lagi jika
terjadi ”salah bentuk” pada diri anak akibat “salah tindak” orang tuanya.
Banyak penulis menyatakan bahwa semua sumber pangkal dari tindak
kriminal dan asusila di dunia ini adalah perbuatan orang tuayang bururk, terutama
sekali sosok Ibu yang berbuat salah asuh, salah didik, salah rawat, salah santun,
sehingga memprodusir anak-anak yang abnormal, asosial, asusila, dan patologis.
Para teoretisi yang menganut paham “environmentalisme,” berpendapat “tidak ada
anak yang sukar; yang ada ialah orang tua yang sukar; “problem children are the
product of problem parents”.

30
Tentu saja, pendapat itu tidak sepenuhnya benar, karena tidak dilandasi
prinsip-prinsip ilmiah; dan lebih mengekspresikan hukuman moral. Memang
benar, pribadi orang tua merupakan faktor yang besar pengaruhnya pada
pembentukan diri anak. Akan tetapi, orang tua ini tidak mutlak menentukan
keseluruhan nasib anak, sebab kualitas-kualitas kodrati anak dan kemampuan
anak sendiri ikut menentukan proses perkembangannya. Individualitas dan
pembawaan azali anak, menentukan cara respons anak terhadap segenap pengaruh
milieu dan pembawa lingkungan sosial lainnya. Kualitas pembawaan anak sering
memunculkan perkembangan yang berbeda sekali dengan harapan orang tuanya.
Seorang psikologi wanita terkenal dan pernah menjabat sebagai presiden
American Psycological Association, Anne Anastasi, pada tahun 1958,
mengajukan makalah klasik yang dianggap memuaskan semua pihak, setidaknya
meredakan pertentangan antara empirisme dan nativisme, dalam memengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang. Anastasi (dalam Gunarsa, 1983)
mengemukakan bahwa pengaruh pembawaan atau keturunan terhadap tingkah
laku, selalu terjadi secara tidak langsung. Tidak satupun dari fungsi-fungsi psikis
yang secara langsung diturunkan oleh orang tua kepada anak. Pengaruh keturunan
selalu membutuhkan perantara atau perangsang yang terdapat dalam lingkungan,
sekalipun kenyataannya memang ada semacam tingkatan yang lebih dan yang
kurang.
Hal di atas dicontohkan dengan kenyataan-kenyataan berikut :
1. Latar belakang keturunan yang sama mungkin menghasilkan ciri-ciri
kepribadian yang berbeda pada kondisi-kondisi lingkungan yang berbeda
pula.
2. Latar belakang keturunan yang berbeda dan pada lingkungan hidup yang
berbeda pula, dapat dihasilkan pola perkembangan yang sama atau hampir
sama.
3. Lingkungan hidup yang sama menimbulkan perbedaan-perbedaan ciri
kepribadian pada anak-anak yang berlainan latar belakang keturunannya.
4. Lingkungan hidup yang tidak sama bisa menimbulkan perasaan dalam ciri-
ciri kepribadian meskipun latar belakang keturunan tidak sama.

31
Tentang pengaruh lingkungan, Anastasi mengemukakan semacam faktor
segmental, yakni ada kalanya berlangsung dalam waktu yang singkat, ada kalanya
berlangsung dalam waktu yang lama. Ada masa-masa ketika pengaruh lingkungan
sangat kecil dan sebaliknya, ada masa-masa ketika pengaruhnya sangat besar.
Tentang hubungan antara faktor lingkungan dan faktor keturunan
(konstitusi), Anastasi mengemukakan bahwa (Gunarsa, 1983):
1. Faktor lingkungan dan faktor konstitusi menjadi sumber timbulnya setiap
perkembangan tingkah laku.
2. Kedua faktor ini tidak bisa berfungsi secara terpisah, melainkan saling
berhubungan.
3. Bentuk interaksi yang terjadi dapat dikonseptualisasikan sebagai bentuk
hubungan yang majemuk; artinya suatau hubungan yang terjadi
memengaruhi hubungan-hubungan lain yang akan terjadi.

Lantas, sejauh manakah pengaruh pembawaan jika dibandingkan dengan


lingkungan terhadap perkembangan masa depan seseorang? Jawabannya mungkin
tidak seragam atau mungkin berbeda antara orang yang satu dengan orang yang
lain. Sebagian orang berpendapat bahwa hal itu mungkin lebih banyak ditentukan
oleh faktor lingkungannya, namun dalam hal pembawaan yang bersifat jasmaniah,
hampir dapat dipastikan bahwa semua orang berpendapat sama, yakni memiliki
bentuk badan, rambut, dan mata yang sama dengan kedua orang tuanya.***

32
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Kesimpulan

Keberadaan ilmu psikologi dirasakan semakin berkembang pada zaman


modern dengan pergaulan yang kian global dan kompleks karena psikologi
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Pertumbuhan, perkembangan serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya telah dijelaskan dengan mendalam dan
lengkap meski masih bersifat umum.

Penutup

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok bahasan dalam tugas ini, tentu nya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya tugas ini dan
penulisan tugas dikesempatan – kesempatan berikut nya. Semoga tugas ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.

33
DAFTAR RUJUKAN

Shobur,Alex. 2003.Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

34

Anda mungkin juga menyukai