Anda di halaman 1dari 7

"Rebonding" Itu Haram kalau...

Kompas.com - 17/01/2010, 11:59 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Perawatan rambut


lewat cara rebonding dalam beberapa tahun belakangan kian menjadi tren. Namun, beberapa
waktu lalu, Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jawa Timur menetapkan
bahwa rebonding rambut adalah haram. Kontroversi pun merebak. Selain rebonding, Fatwa
haram juga ditujukan untuk pemotretan pre-wedding, bagi pasangan calon mempelai yang
akan menikah dan fotografer yang mengambil gambarnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
angkat suara. Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh menjelaskan, fatwa
haram rebonding harus dipahami lengkap sesuai konteksnya agar tidak meresahkan
masyarakat. Dalam perspektif hukum Islam, rebonding rambut hukumnya mubah, dalam arti
dibolehkan. "Jika tujuan dan dampaknya negatif, maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika
tujuan dan dampaknya positif, maka dibolehkan, bahkan dianjurkan," ujar Asrorun ketika
dihubungi Kompas.com di Jakarta, Minggu (17/1/2010). Sepanjang tidak menyebabkan
bahaya, baik secara fisik, psikis, maupun sosial, rebonding rambut tetap diperbolehkan.
"Dalam perspektif hukum Islam, menjaga kebersihan dan merawat tubuh, apalagi jika
mempermudah dalam pemakaian jilbab, justru dianjurkan," ucap Ni'am yang juga Dosen
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Obat kimia yang digunakan
juga harus dari bahan yang suci dan tidak membahayakan rambut. Nah, rebonding rambut
akan menjadi haram, lanjutnya, jika digunakan sebagai sarana terjadinya kemaksiatan.
"Keharamannya terkait dengan unsur luar, misalnya karena menyebabkan kemaksiatan atau
prosesnya menggunakan obat yang haram," kata dia lagi. Rebonding rambut, menurutnya,
dapat menjadi peluang usaha bagi pelaku usaha perawatan rambut bagi wanita. "Pasarnya
cukup banyak, di sini justru ditangkap sebagai peluang, bukan justru dieksploitasi untuk
kepentingan lain," pungkasnya. Fatwa itu Sekadar mengingatkan, penetapan haram bagi
rebonding atau pelurusan rambut merupakan hasil bahtsul masa'il atau pembahasan masalah
yang digelar Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur di Pondok
Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Ustaz Darul Azka (30), salah seorang perumus
komisi FMP3, meyampaikan pada Kamis (14/1/2010) bahwa fatwa ini ditujukan terutama
bagi wanita berstatus single atau belum berkeluarga. FMP3 berpendapat, berdasarkan syariat
Islam, seluruh aurat wanita seharusnya tertutup. Wanita diharuskan mengenakan jilbab.
Dengan demikian, rebonding bertentangan dengan aturan ini karena umumnya dilakukan
demi penampilan menarik yang sengaja dipertontonkan. Menurut Darul, rebonding
cenderung dilakukan untuk gaya-gayaan. Bukan tidak mungkin, kata dia, aksi gaya-gayaan
itu berujung pada tindakan maksiat. "Sebelum mendatangkan maksiat, lebih baik
diantisipasi," ungkapnya. Lalu, bagaimana dengan wanita yang sudah berkeluarga?
Rebonding tidak haram dilakukan wanita yang sudah berkeluarga sejauh tujuannya adalah
membahagiakan suami.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Rebonding" Itu Haram kalau...",
https://nasional.kompas.com/read/2010/01/17/11591147/.quot.Rebonding.quot..Itu.Haram.kal
au....
MUI: Hukum "Rebonding" Tergantung
Konteks
http://www.nu.or.id/post/read/21148/mui-hukum-quotrebondingquot-tergantung-
konteks

Ahad, 17 Januari 2010 15:10 Warta

Bagikan

Jakarta, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, hukum meluruskan rambut atau rebonding
sangat terkait dengan konteksnya, namun hukum asalnya mubah dalam arti dibolehkan.

"Jika tujuan dan dampaknya negatif maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika tujuan dan
dampaknya positif maka dibolehkan, bahkan dianjurkan," kata Wakil Sekretaris Komisi
Fatwa MUI Dr Asrorun Ni`am Sholeh di Jakarta, Sabtu.<>

Menurutnya, rebonding sebagai sebuah cara untuk berhias diri, hukum asalnya dibolehkan
sepanjang tidak menyebabkan bahaya, baik secara fisik, psikis, maupun sosial.

Dalam perspektif hukum Islam, menurut dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tersebut, menjaga kebersihan dan keindahan sangat dianjurkan.

"Jika rebonding ditempatkan dalam konteks merawat tubuh dan menjaga keindahan, maka
justru dianjurkan. Syarat lainnya, obat yang digunakan harus halal," katanya.

Lebih lanjut Niam menyatakan, kontroversi hukum haram rebonding yang dihasilkan Forum
Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur di Lirboyo, Kediri, beberapa hari lalu
harus dipahami lengkap dengan konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat.

Menurutnya, penetapan haramnya rebonding bagi perempuan yang belum beristri


dimungkinkan jika rebonding sebagai sarana terjadinya kemaksiatan.

"Jika tujuannya baik, misalnya agar rambut mudah dirawat dan dibersihkan, atau lebih mudah
dalam pemakaian jilbab, rebonding justru dianjurkan. Bahkan bisa jadi wajib," kata direktur
Al-Nahdlah Islamic Boarding School Depok itu.

Dikatakannya, pemahaman hukum rebonding secara utuh sangat perlu untuk memberikan
kepastian di tengah masyarakat sehingga tidak menyebabkan keresahan.

"Jangan sampai ini disalahpahami atau diinformasikan secara salah, sehingga membuat
masyarakat resah," katanya. (ant/mad)
Jakarta, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, hukum meluruskan rambut atau rebonding
sangat terkait dengan konteksnya, namun hukum asalnya mubah dalam arti dibolehkan.

"Jika tujuan dan dampaknya negatif maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika tujuan dan
dampaknya positif maka dibolehkan, bahkan dianjurkan," kata Wakil Sekretaris Komisi
Fatwa MUI Dr Asrorun Ni`am Sholeh di Jakarta, Sabtu.<>

Menurutnya, rebonding sebagai sebuah cara untuk berhias diri, hukum asalnya dibolehkan
sepanjang tidak menyebabkan bahaya, baik secara fisik, psikis, maupun sosial.

Dalam perspektif hukum Islam, menurut dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tersebut, menjaga kebersihan dan keindahan sangat dianjurkan.

"Jika rebonding ditempatkan dalam konteks merawat tubuh dan menjaga keindahan, maka
justru dianjurkan. Syarat lainnya, obat yang digunakan harus halal," katanya.

Lebih lanjut Niam menyatakan, kontroversi hukum haram rebonding yang dihasilkan Forum
Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur di Lirboyo, Kediri, beberapa hari lalu
harus dipahami lengkap dengan konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat.

Menurutnya, penetapan haramnya rebonding bagi perempuan yang belum beristri


dimungkinkan jika rebonding sebagai sarana terjadinya kemaksiatan.

"Jika tujuannya baik, misalnya agar rambut mudah dirawat dan dibersihkan, atau lebih mudah
dalam pemakaian jilbab, rebonding justru dianjurkan. Bahkan bisa jadi wajib," kata direktur
Al-Nahdlah Islamic Boarding School Depok itu.

Dikatakannya, pemahaman hukum rebonding secara utuh sangat perlu untuk memberikan
kepastian di tengah masyarakat sehingga tidak menyebabkan keresahan.

"Jangan sampai ini disalahpahami atau diinformasikan secara salah, sehingga membuat
masyarakat resah," katanya. (ant/mad)
Begini Hukum Rebonding dalam Islam

http://nahdlatululama.id/blog/2017/06/05/begini-hukum-rebonding-dalam-islam/

Rebonding seringkali menjadi alternatif wanita untuk membuat rambutnya yang keriting atau
ikal, mengembang menjadi terlihat lurus dan rapi. Wanita yang melakukan rebonding pun
terdongkrak kepercayaan dirinya. Namun, di balik itu muncul pertanyaan yang menghinggapi
sebagian kaum wanita mengenai hukum rebonding dalam Islam itu. Mereka berpikir bahwa
rebonding termasuk mengubah apa yang diberikan Allah. Sebagian lagi menganggap tidak
apa-apa jika bertujuan untuk menyenangkan suami. Sebenarnya bolehkah melakukan
rebonding ? Bagaimana penjelasan mengenai hal ini ? Mari kita simak uraian berikut.

Rebonding adalah salah satu cara meluruskan rambut melalui proses kimiawi agar rambut
jatuh lebih lurus dan lebih indah. Dalam sebagian praktek helai rambut yang terkena
perlakuan rebonding akan terlihat lurus secara permanen dan tidak bisa pulih seperti sedia
kala. Karena sebenarnya bagian rambut tersebut telah rusak. Rambut yang pulih seperti
aslinya adalah rambut baru yang muncul menggantikan yang telah rusak. Metode rebonding
cenderung variatif. Ada yang dengan mengubah struktur ikatan protein rambut melalui
memutuskan ikatan asam amino cystine yang menyebabkan rambut bergelombang atau
mengurangi ikal dan volume saja. Daya tahannyapun bervariasi mulai 2 minggu hingga 10
bulan.

Hukum merebonding dan pengeritingan rambut hukumnya haram kecuali bagi wanita yang
sudah bersuami dengan syarat ada idzn az-zauj (seizin suami). Sedangkan memodifikasi
rambut dengan model punk atau rasta hukumnya haram karena terdapat unsur tasyabbuh bil
fussaq (menyerupai orang-orang fasik).

Naluri alami dalam diri setiap manusia untuk selalu terlihat menarik di hadapan orang lain.
Mungkin inilah latar belakang berkembangnya berbagai macam bentuk perawatan kecantikan
kulit dan rambut. Salah satu yang sedang marak adalah trend gaya rambut. Mulai rambut
punk rasta (gimbal) semir merah kuning dan rebounding mulai disukai kaum remaja. Ada
yang sekedar ingin tampil gaul dan funky, ada yang bertujuan menjaga penampilan dan
bahkan ada yang merebonding dengan maksud agar rambut lurus dan mudah untuk
menggunakan jilbab dan lain-lain

Sedangkan hukum mengenai melakukan rebonding pengeritingan rambut punk dan rasta
adalah :

1. Diperbolehkan sebab hal tersebut termasuk mengubah bentuk dengan tujuan


mendapatkan keindahan (lil jamal)
2. Tidak diperbolehkan karena termasuk mengubah ciptaan Allah (taghyirul khalq)

1. 377 ‫فتح الباري البن حجر الجزء العاشر صحـ‬

‫ ال يجوز للمرأة تغيير شيء من خلقتها التي خلقها هللا عليها بزيادة أو نقص التماس الحسن ال للزوج وال‬: ‫قال الطبري‬
‫ ومن تكون لها سن زائدة فتقلعها أو طويلة‬، ‫لغيره كمن تكون مقرونة الحاجبين فتزيل ما بينهما توهم البلج أو عكسه‬
‫ ومن يكون شعرها قصيرا أو حقيرا فتطوله أو تغزره بشعر‬، ‫فتقطع منها أو لحية أو شارب أو عنفقة فتزيلها بالنتف‬
‫غيرها ‪ ،‬فكل ذلك داخل في النهي ‪ .‬وهو من تغيير خلق هللا تعالى ‪ .‬قال ‪ :‬ويستثنى من ذلك ما يحصل به الضرر واألذية‬
‫كمن يكون لها سن زائدة أو طويلة تعيقها في األكل أو إصبع زائدة تؤذيها أو تؤلمها فيجوز ذلك ‪ ،‬والرجل في هذا األخير‬
‫كالمرأة ‪ ،‬وقال النووي ‪ :‬يستثنى من النماص ما إذا نبت للمرأة لحية أو شارب أو عنفقة فال يحرم عليها إزالتها بل‬
‫يستحب ‪ .‬قلت ‪ :‬وإطالقه مقيد بإذن الزوج وعلمه ‪ ،‬وإال فمتى خال عن ذلك منع للتدليس ‪ .‬وقال بعض الحنابلة ‪ :‬إن كان‬
‫النمص أشهر شعارا للفواجر امتنع وإال فيكون تنزيها ‪ ،‬وفي رواية يجوز بإذن الزوج إال إن وقع به تدليس فيحرم ‪ ،‬قالوا‬
‫ويجوز الحف والتحمير والنقش والتطريف إذا كان بإذن الزوج ألنه من الزينة‬

‫حاشية العدوي الجزء الثانى صـ ‪32. 459‬‬

‫(وينهى) بمعنى ونهي (النساء) نهي تحريم (عن وصل الشعر وعن الوشم) لقوله عليه الصالة والسالم “لعن هللا‬
‫”الواصلة والمستوصلة والواشمة والمستوشمة والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق هللا‬

‫(قوله المغيرات) بكسر التحتية المشددة والغين المعجمة صفة الزمة لمن فعل األشياء المذكورة وهو كالتعليل لوجوب‬
‫اللعن المستدل به على الحرمة إال أن الشهاب القرافي قال لم أر للفقهاء الشافعية والمالكية وغيرهم في تعليل هذا الحديث‬
‫إال أنه تدليس على الزوج لتكثير الصداق ويشكل ذلك إذا كانوا عالمين به وبالوشم فإنه ليس فيه تدليس وما في الحديث‬
‫من تغيير خلق هللا لم أفهم معناه فإن التغيير للجمال غير منكر في الشرع كالختان وقص الظفر والشعر وصبغ الحناء‬
‫‪ .‬وصبغ الشعر وغير ذلك‬

‫‪Wallaahu A’laamu Bis Showaab.‬‬

‫‪Sumber : Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB‬‬


Hukum Rebonding
https://konsultasi.wordpress.com/2010/02/03/hukum-rebonding/

Posted by Farid Ma'ruf pada 3 Februari 2010

Tanya :
Ustadz apa hukumnya rebonding? (Dudung, Majenang)

Jawab :
Rebonding adalah meluruskan rambut agar rambut jatuh lebih lurus dan lebih indah.
Prosesnya dua tahap. Pertama, rambut diberi krim tahap pertama untuk membuka ikatan
protein rambut. Kemudian rambut dicatok, yaitu diberi perlakuan seperti disetrika dengan alat
pelurus rambut bersuhu tinggi. Kedua, rambut diberi krim tahap kedua untuk
mempertahankan pelurusan rambut.

Proses rebonding melibatkan proses kimiawi yang mengubah struktur protein dalam rambut.
Protein pembentuk rambut manusia disebut keratin, yang terdiri dari unsur sistin (cystine)
yaitu senyawa asam amino yang memiliki unsur sulfida. Jembatan disulfida -S-S- dari sistin
inilah yang paling bertanggung jawab atas berbagai bentuk dari rambut kita. Rambut
berbentuk lurus atau keriting dikarenakan keratin mengandung jembatan disulfida yang
membuat molekul mempertahankan bentuk-bentuk tertentu. Pada proses rebonding,
pemberian krim tertentu bertujuan untuk membuka/memutus jembatan disulfida itu, sehingga
bentuk rambut yang keriting menjadi lemas/lurus.

Proses rebonding menghasilkan perubahan permanen pada rambut yang terkena aplikasi.
Namun rambut baru yang tumbuh dari akar rambut akan tetap mempunyai bentuk rambut
yang asli. Jadi, rebonding bukan pelurusan rambut biasa yang hanya menggunakan perlakuan
fisik, tapi juga menggunakan perlakuan kimiawi yang mengubah struktur protein dalam
rambut secara permanen. Inilah fakta (manath) rebonding.

Menurut kami, rebonding hukumnya haram, karena termasuk dalam proses mengubah ciptaan
Allah (taghyir khalqillah) yang telah diharamkan oleh nash-nash syara’. Dalil keharamannya
adalah keumuman firman Allah (artinya), “Dan aku (syaithan) akan menyuruh mereka
(mengubah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar mengubahnya”. (QS An-Nisaa` [4] :
119). Ayat ini menunjukkan haramnya mengubah ciptaan Allah, karena syaitan tidak
menyuruh manusia kecuali kepada perbuatan dosa.

Mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah) didefinisikan sebagai proses mengubah sifat
sesuatu sehingga seakan-akan ia menjadi sesuatu yang lain (tahawwul al-syai` ‘an shifatihi
hatta yakuna ka`annahu syaiun akhar), atau dapat berarti menghilangkan sesuatu itu sendiri
(al-izalah). (Hani bin Abdullah al-Jubair, Al-Dhawabit al-Syar’iyah li al-‘Amaliyat al-
Tajmiliyyah, hlm.9).

Dari definisi tersebut, berarti rebonding termasuk dalam mengubah ciptaan Allah (taghyir
khalqillah), karena rebonding telah mengubah struktur protein dalam rambut secara
permanen sehingga mengubah sifat atau bentuk rambut asli menjadi sifat atau bentuk rambut
yang lain. Dengan demikian, rebonding hukumnya haram.

Selain dalil di atas, keharaman rebonding juga didasarkan pada dalil Qiyas. Dalam hadis Nabi
SAW, diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA, dia berkata,“Allah melaknat wanita yang mentato
dan yang minta ditato, yang mencabut bulu alis dan yang minta dicabutkan bulu alisnya,
serta wanita yang merenggangkan giginya untuk kecantikan, mereka telah mengubah ciptaan
Allah.” (HR Bukhari).

Hadis ini telah mengharamkan beberapa perbuatan yang disebut di dalam nash, yaitu
mentato, minta ditato, mencabut atau minta dicabutkan bulu alis, dan merenggangkan gigi.
Keharaman perbuatan-perbuatan itu sesungguhnya didasarkan pada suatu illat (alasan
penetapan hukum), yaitu mencari kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah (thalabul husni
bi taghyir khalqillah) (Walid bin Rasyid Sa’idan, Al-Ifadah al-Syar’iyyah fi Ba’dh al-Masa`il
al-Thibbiyyah, hlm. 62). Dengan demikian, rebonding hukumnya juga haram, karena dapat
diqiyaskan dengan perbuatan-perbuatan haram tersebut, karena ada kesamaan illat, yaitu
mencari kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.

Sebagian ulama telah menyimpulkan adanya illat dalam hadis tersebut, sehingga mereka
mengambil kesimpulan umum dengan jalan Qiyas, yaitu mengharamkan segala perbuatan
yang memenuhi dua unsur illat hukum, yaitu mengubah ciptaan Allah dan mencari
kecantikan. Abu Ja’far Ath-Thabari berkata,”Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa wanita
tidak boleh mengubah sesuatu dari apa saja yang Allah telah menciptakannya atas sifat pada
sesuatu itu dengan menambah atau mengurangi, untuk mencari kecantikan, baik untuk suami
maupun untuk selain suami.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, 10/156; Ibnu Hajar, Fathul
Bari, 17/41; Tuhfatul Ahwadzi, 7/91).

Adapun meluruskan atau mengeriting rambut tanpa perlakuan kimiawi yang mengubah
struktur protein rambut secara permanen, yakni hanya menggunakan perlakuan fisik, seperti
menggunakan rol plastik dan yang semisalnya, hukumnya boleh. Sebab tidak termasuk
mengubah ciptaan Allah, tapi termasuk tazayyun (berhias) yang dibolehkan bahkan
dianjurkan syara’, dengan syarat tidak boleh ditampakkan kepada yang bukan mahram.
Wallahu a’lam.

Jakarta, 31 Januari 2010

Muhammad Shiddiq Al-Jawi

Anda mungkin juga menyukai