Anda di halaman 1dari 12

1.

KLONING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

kemajuan ilmu pengetahuan yang sedemikian rupa pada masa sekarang ini adalah sebagai
suatu manifestasi manusia yang menafikan peranan Tuhan dalam mengatur kehidupan manusia.
Ilmu pengetahuan harus tahu sejauhmana hukumnya dalam membuat penyelidikan agar tidak
memudharatkan manusia itu sendiri dan agamalah yang mampu menerangkan seharusnya manusia
bertindak sepatutnya agar segala tindakannya itu memberi manfaat dan tidak mendatangkan
mudharat. Tidak diketahui apakah kesan dari pengkloningan manusia dari segi jangka panjang,
tetapi Islam telah memberikan jawaban bahwa pelaksanaan kloning manusia tidak seharusnya
dilaksanakan. Pendapat ulama juga telah menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak setuju
dengan kloning manusia. Melalui penelitian di Malaysia, yang dilakukan pada tahun 1997,
terangkum responden yang berpendapat bahwa kloning adalah perbuatan tidak bermoral (sebanyak
97%) dan 99% menyatakan tidak berminat untuk melakukan kloning. Dengan demikian, bisa ditarik
suatu keadaan yang belum menerima diberlakukannya kloning bagi manusia walaupun teknologi
kloning ada memberikan manfaat akan tetapi lebih memberikan isi keburukan.

Adapun firman Allah SWT itu antara lain:

a. Al-Qur’an surah al Isra’: 36, yang artinya: “Dan janganlah kamu ikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya”. Jika dipahami surah ini, maka apabila merasa tidak jelas dan
tidak meyakini seperti apa prosedur maupun akibat yang ditimbulkan dalam kloning, maka akan
merupakan suatu tindakan yang bijaksana untuk tidak melakukan kloning, yang memungkinkan
timbul banyak kemudharatan.

b. Al-Qur’an surah At Tin: 4, yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

c. Hadis Rasulullah SAW, yang artinya: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan
hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina isteri orang lain) “
(Hadis riwayat Abu Daud, Al-Tarmidzi).

d. Kaidah hukum fiqh Islam, yang artinya: “Menghindari bahaya (mudharat) harus didahulukan
atas mencari/ menarik maslahat atau kebaikan”.
e. Kaidah hukum fiqh Islam, yang artinya: “Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang
dilarang”.
Namun kaidah fiqh ini, harus dilanjutkan dengan penerapan kaidah fiqh lainnya, yang berbunyi:
“Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh hukumnya, kecuali kalau ada dalil yang
mengharamkannya”.19

Dalam hal kloning ini, maka dengan adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang secara
nasional melarang melakukan segala jenis percobaan terhadap upaya pengkloningan terhadap
manusia, maka dapatlah dikatakan bahwa kloning untuk manusia itu tidak dapat dilakukan atau
dilarang, karena tidak sesuai dengan ketentuan syar’i bagi umat Islam. Namun, kloning
dikecualikan bagi hewan maupun tumbuhan guna meningkatkan produksi.
Dan yang lebih penting untuk dijadikan dasar pertimbangan, adalah seruan Rasulullah SAW
Oleh sebab itulah, seorang muslim haruslah mempunyai kemampuan untuk memilah dan memilih
hal yang baik dan memberi maslahah bagi dirinya dan menjauhkan hal yang memberi mudharat
bagi dirinya, seperti yang tercermin dalam surat Al-Maidah: 105, yang artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu: tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu
apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya. Maka Dia
akan menerapkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

2. Sulam Bibir Menurut Islam – Boleh atau Tidak?

Siapa wanita yang tidak ingin terlihat cantik di dunia ini. Setiap wanita yang ada di dunia ini
menginginkan kecantikan baik dari aspek wajahnya dan tubuhnya. Hal ini tentu saja menjadi fitrah
manusia karena Allah telah menganugerahkan kecantikan pada tubuh wanita yang tentu sangat
berbeda dengan fitrah tubuh laki-laki. Dan fitrah ini pula lah yang menjadikan laki-laki mencintai
wanita, bukan pada sesamanya.

Hal ini juga disampaikan Allah dalam Al-Quran, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga))” (QS Ali Imran : 14)

Adanya kecantikan pada wanita, memiliki fitrah dan dorongan tersendiri. Laki-laki menyukai
keindahan wanita dan dari situlah maka rasa kasih sayang dan cinta hingga terbentuk keluarga bisa
muncul. Tanpa rasa tersebut tentu tidak akan ada pernikahan antara laki-laki dan perempuan.

Mempercantik Diri Bagi Seorang Muslimah

Adanya fitrah kecantikan dan keindahan pada wanita, tentunya mendorong wanita untuk berhias
dan selalu mempercantik diri. Mempercantik diri bagi seorang muslimah tentu bukanlah suatu
masalah. Islam memperbolehkan asalkan tidak melanggar syariat atau istilah lainnya adalah
bertabaruj.

Seorang wanita tentunya ingin Menjadi Muslimah Yang Baik Menurut Islam, Cara Menjadi Wanita
Baik  dan Wanita Muslimah Menurut Islam yang cantik fisik juga jiwanya. Untuk itu perlu
diketahui bagaimana Cara Mempercantik Diri Menurut Islam Bagi Muslimah. Karena dalam islam
terdapat berbagai ajaran pada wanita seperti :

 Keistimewaan Wanita Berjilbab bagi Muslimah.


 Manfaat Menggunakan Cadar bagi Wanita Muslimah.
Untuk itulah wanita muslimah jika berhias tentu tidak masalah dalam islam. Wanita boleh berhias
dan mempercantik dirinya sendiri.  Apalagi jika untuk sang suaminya.  Islam mencintai keindahan
untuk itulah wanita harus merawat tubuh dan fisiknya agar tetap sesuai pada fungsinya. Namun
wanita tidak diperbolehkan jika berhias untuk memperlihatkan auratnya, memperlihatkan
kecantikan untuk memancing hawa nafsu laki-laki yang bukan suaminya. Islam membatasi pada hal
tersebut.

Seperti apa teknis dan caranya tentu dibutuhkan kajian yang lebih mendalam, dilihat dari aspek
kepantasan dan sesuaikah dengan kesopanan. Berjilbab saja tidak cukup jika berdandan berlebihan
apalagi merubah apa yang telah Allah ciptakan sesuai fungsinya.

Untuk itu jadilah kita para wanita yang mampu menjadi Wanita yang Dirindukan Surga, Wanita
dalam Pandangan Islam dan Keistimewaannya.

Salah satu hal yang menjadi bagian dari berhias dari wanita adalah melakukan sulam bibir. Bibir
adalah bagian yang menjadi hal penting bagi wanita yang suka berhias. Bibir yang indah rapih,
berwarna merah cerah, adalah yang diinginkan oleh wanita. Untuk itu perlu diketahui, apakah sulam
bibir diperbolehkan islam atau tidak, atau bahkan memang tidak diperbolehkan sama sekali. Untuk
itu perlu diketahui bagaimana dalam islam hal ini dipandang.

Hukum Islam Tentang Sulam Bibir

Untuk memutuskan suatu perkara dalam islam tentu kita harus mendasarkannya pada rukun
iman, rukun islam, Iman dalam Islam, Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan
Ihsan, dan Hubungan Akhlak dengan Iman. Dalam hal menyulam bibir juga kita harus
mengetahuinya terlebih dahulu dari syariat islam.

Untuk mengetahui hukum sulam bibir, maka hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian
dan proses sulam bibir. Pertama kali bibir akan dibersihkan terlebih dahulu dan dibentuk. Biasanya
akan ditanam benang-benang yang permanen untuk memberi rona merah dan tambahan pada bibir.
Otomatis cara ini pasti akan mengubah bibir kita, dan memasukkan benang atau tambahan zat pada
bibir dengan permanen.

Hal ini sama seperti sulam pada alis. Setelah dilakukan pembersihan, penyukuran, dan
pembentukan barulah dilakukan proses sulam pada alis. Tentunya sebelum di sulam, alis diolesi
terlebih dahulu krim anestesi agar tidak terasa sakit. Baru setelah itu digunakan alat khusus untuk
mengaplikasikan tinta sulam yang akan digambar pada alis dan menjadi mirip bulu alis. Tentu jika
proses sulam alis tidak jauh berbeda dengan sulam bibir, maka hukumnya bisa sama.

Di dalam bahasa arab, mencukur bulu alis disebut dengan Al Mutanasmishah, dan orang yang
dicukur bulu alisnya disebut dengan An Namishah. “An-Namishah adalah wanita yang mencukur
bulu alis wanita lain atau menipiskannya agar kelihatan lebih cantik. Sedangkan Al-Mutanamishah
adalah wanita yang menyuruh orang lain untuk mencukur bulu alisnya.” (Dalil Al Falihin, 482)

Dalam pendapat ulama dan imam fiqih islam, wanita muslimah diharamkan untuk mentato bagian
tubuhnya apalagi dalam hal ini mentato bibir atau sulam bibir. Hal ini selain mengubah bentuk asli
dari yang Allah berikan, hal ini juga membahayakan tubuh wanita. Mengingat proses tato atau
sulam ini tentu memasukkan tinta ke dalam tubuh, menjadikan tubuh tertindik dan terhalang pori-
porinya dari air atau keringat.

Tentu berbeda jika wanita hanya menggunakan Lipstik atau pewarna sementara. Selama zat yang
digunakan halal, bisa masuk air, dan tidak permanen tentu itu lebih baik daripada melakukan sulam
bibir. Diketahui pula bahwa sulam bibir bisa berbahaya apalagi dilakukan di daerah yang sensitif
dekat mulut manusia.

Dalil Mengenai Larangan Sulam Bibir

Di dalam pendapat ulama mengenai sulam bibir, terdapat juga dasar-dasarnya dalam Al-Quran dan
hadist. Hal ini juga berkaitan dengan dalil-dalil yang ada di bawah ini. Dalil-dalil dibawah ini
adalah dasar yang menjadikan pendapat bahwa sulam bibir ataupun mentato bibir dilarang dalam
islam. Walaupun pada pandangan manusia sulam bibir bisa membuat cantik atau indah, namun kita
harus mengethaui terlebih dahulu bagaimana dalil dan penjelasan yang ada dalam Al-Quran atau
Hadist mengenai hal tersebut.

1. Allah Melarang Untuk Mengubah Ciptaan-Nya

“Dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya.
Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia
menderita kerugian yang nyata.” (QS An Nisa : 119)

Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah melarang untuk mengubah apa yang telah Allah
ciptakan. Larangan ini tentu saja berarti merubah dalam keadaan merusak atau menjadikan hal
tersebut untuk sesuai fitrahnya. Misalnya saja fungsinya berubah, tidak bisa berfungsi lagi. Maka itu
merawat tubuh dan juga merawat diri dibutuhkan. Dengan tujuan menjaga fitrah dan fungsi sesuai
yang Allah tetapkan.

Tetapi jika dilakukan sulam alis, maka bisa mengubah bentuk dan juga fungsi. Mengingat bahwa
sulam alis juga terdapat dampak pada tubuh yang kurang baik. Efek tato tentunya memberikan efek
sakit, kurang serapnya air, dan juga pori-pori yang tertutup.

Bahkan penelitian ilmuwan, menyampaikan bahwa mentato bagian tubuh bisa berefek kepada
keloid, alergi, dan munculnya jaringan kulit baru yang membahayakan. Untuk itu, hal ini pun bisa
saja terjadi pada tato alis, walaupun bisa jadi berbeda zat atau proses sebagaimana tato pada bagian
tubuh lainnya.

2. Hadist Larangan Untuk Mentato Bagian Tubuh

“Allah melaknat tukang tato, orang yang ditato, al-mutanamishah, dan orang yang
merenggangkan gigi, untuk kecantikan, yang mengubah ciptaan Allah.” (HR Bukhari)

Dalam hadist tersebut disampaikan bahwa Allah melaknat orang-orang yang mentato bagian
tubuhnya walaupun untuk alasan kecantikan. Untuk itu, jangan sampai kita melakukannya demi
mendapatkan kesenangan duniawi semata, namun kelak di akhirat Allah memberikan hukuman
yang berat. Tentunya, tidak ada perintah Allah yang sia-sia jika dijalankan. Setiap bagian dari
aturan Allah bertujuan untuk memberikan keselamatan dan kesejahteraan bagi manusia di dunia dan
akhirat.
3.Hukum Memakai Susuk dalam Islam

Dalam Islam sendiri, susuk sudah terkenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Susuk pada zaman
itu disebut dengan ‘At-tiwalah’. Kemudian, sejak zaman itu pula, Rasulullah SAW menyatakan
bahwa memakai susuk termasuk perbuatan syirik. Berikut sabda Rasulullah SAW terkait dengan
pemakaian susuk:

  “Sesungguhnya jampi, jimat dan ‘tiwalah‘ adalah kesyirikan.” [HR.Ibnu Majah dan Ahmad]

Kemudian, dalam Shahih Ibnu Hibban, Sahabat bertanya kepada Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu:

  “Wahai Abu Abdurrahman, tentang jampi dan jimat kami sudah paham, lalu apa yang disebut
dengan ‘at-tiwalah‘?” Beliau menjawab, “Sesuatu (susuk) yang dibuat dan diklaim dapat
menjadikan suami cinta kepadanya.”

Pernyataan lain datang dari Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, menjelaskan tentang definisi
“Tiwalah” yang dihukumi sebagai perbuatan syirik oleh Nabi, diungkapkan seperti:

  “Sesuatu (susuk) yang dipasang pada wanita untuk mendatangkan cinta suaminya dan ini
merupakan bagian dari sihir.”

Dengan pernyataan – pernyataan, Sudah dipaparkan secara jelas dan gamblang, bagaimana susuk
sebenarnya adalah sebuah bentuk perbuatan syirik. Terutama ketiak dimulai saat sang pemakai
mendatangi dukun untuk dipasangkan susuk ke dalam dirinya. Baca juga tentang Dosa Wanita
Yang Paling Dibenci Allah

Perbuatan ini sudah jelas diancam oleh Rasulullah SAW tentang siapa yang mendatangi dukun,
maka ia sudah termasuk sebagai orang yang kufur.

  “Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dia katakan,
maka sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan atas Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam.”

Hukum Seorang Kyai Memasangkan Susuk

Dewasa ini sudah banyak pula seorang yang mengerti agama atau biasa kita sebut Kyai/Ustadz pun
memasangkan susuk dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran.
Berdasarkan pernyataan Syaikh Bin Baz Rohimahullah, terkait tiwalah sebagian bagian dari sihir:

  “Meskipun yang melakukan (memasang susuk) itu mengaku sebagai muslim yang fanatik, mereka
menulis al Qur’an dan asma Allah, hanya sebagai bentuk pelecehan terhadapnya, karena mereka
menulis seperti caranya orang-orang Yahudi, yakni memisah-misahkan hurufnya (seperti dalam
mujarobat,pen) dengan tinta khusus dan mencampurinya dengan mantra-mantra jahiliyyah.”

Dengan pernyataan ini, para pemasang susuk apapun derajatnya, diklaim telah melakukan sihir.
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda,

“Man sahara faqad asyraka,” yang artinya, barang siapa melakukan sihir, maka dia telah musyrik.

Sekalipun Kyai/Ustadz berdalil dengan “Yang Penting Niatnya”, tidak bisa mengubah status
pemasangan susuk itu menjadi halal. Dalam hal ini susuk tetap haram sekalipun berdasarkan dengan
niat baik. Baca juga tentang Hukum Menghina Allah Dalam Hati

Contoh yang sering kita dapati adalah pemasangan susuk kepada perempuan yang berprofesi
pelacur, dengan dalil untuk mencukupi atau menghidupi keluarga yang menjadi tanggungannya.
Atau seorang istri yang memakai susuk agar sang suami tetap menjaga pandangannya dari lawan
jenis yang bukan mahram/muhrimnya.

Ditinjau dari sisi lain, pengaruh susuk tidak hanya berdampak kepada pemakai, namun juga orang
lain yang melihat sang pemakai tersebut. Bisa jadi, setelah pemakai memasang susuk, yang tertarik
bukan hanya mahram/muhrimnya, tetapi juga lawan jenis lain atau mungkin Jin. Dan apabila sudah
terlibat dengan jin, “mahar” yang ditebus menjadi mahal. Baca juga tentang Penyebab Amal Ibadah
Ditolak dalam Islam

Oleh karena itu, jika belum terlanjur atau baru mau memakai, ada baiknya menahan nafsu tersebut.
Karena selain dosanya berkali – kali lipat, susuk lebih banyak mendatangkan mudharat
dibandingkan manfaat.

Tempuhlah segala sesuatunya melalui jalan yang halal, mulai dari lisan hingga perbuatan. Karena
dicintai dengan cara yang Allah Ridhai akan lebih baik seribu kali lipat untuk kehidupan dunia
maupun di akhirat.

pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang
berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang secara biologis perempuan
lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau sebaliknya. Kadang transgender
juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks
yang lain, dengan kata lain ia melakukan operasi kelamin.

Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji bagaimana pandangan
agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di dalam kajian hukum
syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku seperti perempuan) wal
mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam fiqih klasik disebutkan bahwa
seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa berubah. Disampaikan di dalam Kitab
Hasyiyatus Syarwani.

‫ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فال نقض في االولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت‬
‫من صورة إلى صورة‬

Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau
sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam permasalahan
yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal wudhu’nya di dalam
permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki) karena dipastikan bahwa
tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat
Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani, Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan
kelima, 2006, jilid I, halaman 137).

Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka tetap
tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang perempuan
tetap perempuan.

Selanjutnya, mengenai takhannuts, An-Nawawi berkata:

‫المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخالق النساء وزيهن وكالمهن وحركاتهن وهذا ال ذم عليه وال إثم وال‬
‫عيب وال عقوبة ألنه معذور والثاني من يتكلف أخالق النساء وحركاتهن وسكناتهن وكالمهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في‬
‫الحديث لعنه‬

Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian (mukhannits)
dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian, ucapan dan
gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak memiliki cacat dan
tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur (dimaafkan sebab bukan
karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang sengaja berusaha berperilaku
seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya, ucapan dan pakaiannya. Mukhannits
yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,” (Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi,
Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid VIII, halaman 57).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:

ِ ‫ي صلى هللا عليه وسلم لَ َعنَ ْال ُم َخنَّثِينَ ِمنَ ال ِّر َجا ِل َو ْال ُمتَ َرجِّ ال‬
‫ت ِمنَ النِّ َسا ِء‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬

Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para wanita
yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).

Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku
takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di antara
alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir:

‫وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء‬

Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah
mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Mahabijaksana (Allah Swt),”
(Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M,
jilid V, halaman 271).

Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku seperti wanita atau
sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau dinilai secara syariat adalah alasan
yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh
Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir:

‫والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد يجمع األمرين‬

Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan berkumpul dengan
para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para lelaki, dan terkadang tujuannya adalah
kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan
kedua,2003M,jilidIV,halaman,332).

Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah membiarkan seorang mukhannits
masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini menunjukkan bahwa takhannuts tidaklah diharamkan,
maka sesungguhnya kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi takhannuts-nya sejak lahir dan
diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis. Namun setelah diketahui bahwa ia bisa
menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan
para wanita. (Lihat Al-Mala Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul
Fikr Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2004 M, jilid X, halaman 64).

Dari semua keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan :


1. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul.
2. Transgender tidak bisa mengubah status kelamin.
3. Transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam. (Mohammad Sibromulisi)
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjL96TJi47kAhULf
H0KHWkcAicQFjACegQIARAB&url=https%3A%2F%2Fdalamislam.com%2Finfo-islami
%2Fsulam-bibir-menurut-islam&usg=AOvVaw0m0i--CJDo7luNhYc0Bj20

Anda mungkin juga menyukai