DISUSUN
O
L
E
H
NAMA : SUFEI PUTRI
931418097
KELAS C
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun saya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
Daftar Isi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
Bab I Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bab II Pembahasan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bersaing
Manejerial
A. KESIMPULAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B.
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian analisa break even menurut Sigit (1993, p. 2) adalah suatu cara atau suatu
teknik yang digunakan oleh seorang petugas atau manajer perusahaan untuk
mengetahui pada volume (jumlah) penjualan dan volume produksi berapakah
perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan tidak pula memperoleh
laba.
Definisi analisa break even menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier (2002)
adalah, “Break even analysis is a management tool that can help restaurant managers
examine the relationship between various costs, revenues and sales volume. It allows
to determine revenue required at any desired profit level that called Cost-Volume-
Profit (CVP) analysis” (p. 169). yang kurang lebih memiliki arti : analisa titik impas
adalah suatu alat manajemen yang dapat membantu manajer restoran untuk melihat
hubungan antara bermacam-macam biaya, pendapatan dan volume penjualan. Melalui
analisa titik impas, manajer juga dapat menentukan jumlah pendapatan yang
diperlukan pada suatu tingkat pencapaian laba yang diinginkan yang juga biasa
disebut Analisis Biaya-Volume-Laba .
Menurut Mulyadi (1993, 230) Analisa break even adalah suatu cara untuk mengetahui
volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum
memperoleh laba yang dengan kata lain labanya sama dengan nol.
Menurut Matz, Usry, dan Hammer (1991, p. 202), Analisa break even merupakan
suatu analisa yang digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk
yang diperlukan agar semua biaya yang terjadi dalam periode tersebut dapat tertutupi,
yang mana analisa tersebut dapat menunjukkan suatu titik dimana perusahaan tidak
memperoleh laba ataupun menderita rugi.
Menurut Rony (1990, p. 358) Analisa break even atau disebut Analisis titik impas
merupakan sarana bagi manajemen untuk mengetahui pada titik berapa hasil
penjualan sama dengan jumlah biaya sehingga perusahaan tidak memperoleh
keuntungan maupun kerugian.
Sedangkan menurut Sigit (1993, p. 1) analisa Break Even Point mempunyai beberapa
manfaat, diantaranya adalah :
a. Sebagai dasar merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba
tertentu.
b. Sebagai dasar atau landasan untuk mengendalikan aktivitas yang sedang berjalan.
c. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual.
d. Sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan
Dampak Perubahan dari Beberapa Faktor dalam Analisa Break Even Point
Menurut Mulyadi dalam buku Akuntansi Manajemen (1993, 259):
a. Suatu perubahan dalam biaya variabel akan mengakibatkan perubahan dalam
contribution margin dan impas.
b. Suatu perubahan dalam harga jual akan mengakibatkan perubahan pada contribution
margin dan impas.
c. Angka laba kontribusi hanya akan dipengaruhi oleh perubahan pada biaya variabel
dan harga jual.
d. Suatu perubahan dalam biaya tetap mengakibatkan perubahan pada impas tapi tidak
mempengaruhi laba kontribusi.
e. Suatu perubahan gabungan dalam biaya tetap dan biaya variabel pada arah yang
sama akan menyebabkan perubahan tajam terhadap impas.
mengemukakan bahwa “Break Even Point is where total revenues equal total costs, the
point is zero profits” yang berarti ialah ” BEP adalah di mana total pendapatan biaya
total yang sama, intinya adalah nol keuntungan”.
menyatakan “Break even analysis is popular and commonly used tool for analyzing the
relationship between sales volume and profitability”, yang berarti ialah “BEP ialah
Impas analisis alat populer dan sering digunakan untuk menganalisis hubungan antara
volume penjualan dan profitabilitas.”
ATAU
Dari rumus tersebut hasil perhitungannya menunjukan bahwa perusahaan tidak
mengalami kerugian, namun juga belum memperoleh keuntungan karena semua
penerimaan akan habis untuk menutup biaya tetap dan variabel yang ditanggung
perusahaan.
Contoh Aplikasi 1 :
Perusahaan Indojaya yang bergerak di bidang produksi kain, memiliki :
– Biaya tetap sebesar Rp. 300.000,-.
– Biaya variabel per unit Rp.40,-
– Harga jual per unit Rp. 100,-
– Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit.
Hitunglah BEP dalam unit dan dalam Rupiah!
Jawab : (BEP dalam unit)
Konsep ini berkaitan dengan INPUT dalam PRODUKSI, yaitu Bahan-bahan baku (Raw
material) maupun Bahan-bahan Pembantu (Sub Material) yang akan dipakai dalam
produksi harus dipastikan dulu kualitasnya supaya terhindar dari Reject atau Cacat.
Bahan-bahan baku tersebut sering disebut juga dengan “Part” atau “Komponen”
Dalam Produksi, biasanya ada bagian atau departemen khusus yang menanganinya,
yaitu Incoming Quality Control (ada perusahaan yang menyebutnya PQA / Part Quality
Assurance) yang bertugas untuk melakukan inspeksi / pemeriksaan terhadap bahan-
bahan baku dan barang Semi Jadi (Semi Products) yang akan dipakai di produksi, baik
berdasarkan sampling maupun 100% berdasarkan kebijakan dari masing-masing
perusahaan.
Jika terdapat Part atau komponen yang cacat, maka diperlukan feedback kepada
Pemasok komponen (Supplier) tersebut agar melakukan sortir maupun pengerjaan
ulang (rework). Kemudian si Pemaasok Komponen (Supplier) tersebut akan diminta
untuk mengambil tindakan pencegahan (Preventive Action) dan menjamin komponen
yang dikirimnya dalam kondisi kualitas yang terbaik.
Disamping itu, Operator Produksi yang melakukan pemasangan komponen juga
diinstruksikan untuk melakukan pemeriksaan dasar terhadap ketidak-normalan
komponen yang dipakainya, agar terhindar dari pemakaian komponen yang cacat.
Konsep ini berkaitan dengan OUTPUT dalam PRODUKSI. Setelah melakukan proses
pemasangan dalam produksi, Operator Produksi diminta untuk memastikan kembali
pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukannya agar tidak ada Reject / Cacat yang
diakibatkan oleh kelalaiannya. Jika terjadi Reject / Cacat, maka Operator Produksi
harus melaporkan kepada Leader untuk melakukan tindakan selanjutnya. Hal ini untuk
menjamin semua proses yang telah dilakukannya bebas dari kesalahan dan sesuai
dengan standar produksi.
Dalam Produksi, Untuk Menjamin produk yang dihasilkan oleh produksi sesuai dengan
standar Kualitas yang ditentukan, Ada bagian atau departemen khusus yang bertugas
untuk melakukan inspeksi akhir sebelum produk tersebut dikirimkan ke pelanggannya.
Bagian tersebut adalah Outgoing Quality Control yang melakukan Inspeksi
berdasarkan AQL (Acceptance Quality Level) yang ditentukan dalam Military Standar
(MIL-STD-105E).
Dalam 3 Konsep ini, diharapkan semua level karyawan untuk melakukannya dengan
cara SELF DISCIPLINE yaitu Displin yang berasal dari diri sendiri. Mulai dari
pemeriksaan Komponen yang akan dipasang sampai dengan proses pengerjaannya
hingga pemeriksaan kembali hasil kerja yang telah dilakukan.
3 Konsep dasar tersebut juga dikenal dalam istilah bahasa Jepang dengan
sebutan ITD yaitu :
Barang Jasa
– Awet / durability / tahan lama – Pelayanan
– Fiture – Komunikasi
– Performance – Kepercayaan
– Serviceability / mudah diperbaiki – Keamanan
– Akses / mudah didapat – Tangible / berwujud
– Akses
Manajemen kualitas digunakan juga untuk terus mengembangkan produk dalam suatu
perusahaan. Mulai dari perusahaan harus mengetahui selera konsumen, membuat
inovasi baru, ataupun memperbaiki produk lama menjadi beserta proses produksi yang
ada saat ini. Ada 5 hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan Sistem
Manajemen Kualitas :
1. Fokus Pelanggan
2. Keterlibatan total
3. Tolak ukur
4. Dukungan sistematis
5. Peningkatan terus menerus
Untuk membuat suatu produk yang benar-benar berkualitas baik, diperlukan adanya
system keseluruhan yang baik dari perusahaan. Perusahaan perlu menciptakan suatu
system untuk menciptakan produk yang memiliki kualitas secara total yaitu TQM
(Total Quality Management).
o Pengertian ‘Total’
Menunjukkan bahwa TQM merupakan strategi operasional menyeluruh yang
melibatkan semua jajaran dan karyawan perusahaan, untuk mencapai kualitas produk
yang maksimal.
o Pengertian ‘Quality’
Bukan sekedar menghasilkan produk bebas cacat, tetapi TQM lebih menekankan
pelayanan kualitas. Kualitas didefinisakn oleh pelanggan, bukan organisasi ataupun
lainnya. Tantangan TQM adalah menyajikan kualitas tinggi bagi pelanggan.
o Pengertian ‘Manajemen’
Mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan pendekatan
teknis pengendalian kualitas yang sempit.
Biaya Kualitas
o Cost of Prevention / Biaya Pencegahan
Biaya ini muncul untuk mencegah terjadinya kualitas buruk dalam produk/jasa yang
dihasilkan. Ketika biaya pencegahan meningkat, maka diharapkan biaya kegagalan
akan menurun. Contoh: pelatihan, training, teknologi
o Cost of Failure / Biaya Kegagalan
1. Biaya gagal internal
Biaya ini timbul karena produk/jasa tidak sesuai dengan spesifikasi atau kebutuhan
pelanggan. Ketidaksesuaian ini dideteksi sebelum produk/jasa dikirimkan ke pihak luar.
Biaya ini tidak ada jika barang cacat tidak ada.
2. Biaya gagal eksternal
Biaya ini timbul karena produk/jasa gagal memenuhi persyaratan atau memenuhi
kebutuhan pelanggan setelah dikirim ke pelanggan. Dari semua biaya, kategori ini
merupakan biaya yang paling menghancurkan perusahaan. Biaya ini tidak akan timbul
jika tidak ada barang cacat.
Ilmu manajemen terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman dan menjadi
keharusan bagi perusahaan-perusahaan dan organisasi untuk mengaplikasikan ilmu
manajemen dalam rangka memperbaiki kinerja serta sebagai sarana kelengkapan bagi
penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan pada setiap tingkatan manajemen.
Sejak zaman ilmiah/klasik, para ahli manajemen seperti Robert Owen, Charles
Babbage, Frederik Taylor hingga Henry L. gantt serta pasangan suami isteri Frank B &
Lillian M Gilbreth berkutat pada manajemen yang berparadigma material dengan titik
tolak pada kesejahteraan karyawan berbasis sistem upah diferensial, disiplin kerja,
sistem bonus serta motivasi-motivasi lain dalam bentuk pemberian perumahan kepada
para karyawan dan sejenisnya.Dalam perkembangan selanjutnya, konsep-konsep
manajemen tersebut tak dapat juga secara maksimal meningkatkan produktifitas serta
efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuannya, sehingga konsep-
konsep manajemen mendapat perhatian serius dari para ahli dengan mengadakan
penelitian-penelitian ilmiah sebagai syarat keilmuwan dalam merumuskan teori
manajemen.
Dalam konsep manajemen ilmiah/klasik, paradigma yang berlaku adalah bahwa para
pekerja ditempatkan pada posisi strata yang paling tidak menguntungkan dengan cara
mengukur mereka dari variabel-variabel upah, bonus, waktu dan disiplin kerja yang
sebenarnya dapat berjalan baik karena hal tersebut merupakan rutinitas yang berjalan
berulang-ulang dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Sementara, sisi-sisi
kemanusiaan para karyawan jarang mendapat tempat untuk didiskusikan sehingga
perlakuan terhadap para karyawan tidak seimbang dari perspektif kemanusiaan.
Variable upah, bonus dan motivasi-mootivasi sejenis lainnya bukanlah berarti tidak
penting, tapi variable tersebut merupakan hal yang sudah selesai dalam pengertian tak
perlu diperdebatkan, dia merupakan variabel tetap yang mesti dimasukkan dalam
konsep manajemen. Tetapi, jauh lebih penting dari itu adalah variabel yang bersifat
hubungan kemanusiaan dengan memberikan apresiasi kepada para karyawan bersama-
sama manajer membangun komitmen yang didasarkan pada pengukuran manusia yang
tidak berbasis angka-angka saja. Elton Mayo bahkan menemukan adanya motivasi yang
tinggi dari perilaku manusiawi seorang manajer terhadap bawahannya dari pada
variabel seperti upah, jam kerja, atau periode istirahat. Fenomena ini dia sebut denga
istilah Hawthorne Effect. Dari pandangan studi Hawthorne Effect ini kemudian muncul
bidang studi baru, yakni Perilaku Organisasi yang mempelajari tentang individu dan
organisasi. Dari sini pula Abraham Maslow mengembangkan teori perilaku organisasi
tersebut sehingga muncul piramida kebutuhan atau hirarki kebutuhan Maslow.
Model
Model adalah mirip dengan Idola/Model-Acuan (Role Model). Secara pribadi kita
mungkin mengidolakan orang-orang besar atau sukses, dan kita tentunya ingin banyak
belajar dari mereka. Secara tidak sadar, kita membandingkan diri dengan mereka dan
membuat analisa kesenjangan (gap analysis) antara diri kita dengan diri mereka.
Kenapa kok mereka bisa sukses? Ciri-cirinya apa? Apakah saya memiliki ciri-ciri
tersebut? Jika tidak bagaimana caranya saya memiliki ciri-ciri itu?
Model membantu kita untuk melihat apa yang sebaiknya kita perbaiki. Salah satu
sumber model adalah standard-standard dunia seperti ISO 9000 atau MBNQA.
Standard-standard dunia ini menggunakan sebuah model organisasi yang ideal untuk
menjelaskan konsepnya. Untuk MBNQA misalnya mengatakan bahwa sebuah organiasi
yang berorientasi dengan kualitas harus memiliki 7 ciri-ciri : Leadership; Strategic
Planning; Customer and Market Focus; Measurement, Analysis, and Knowledge;
Management; Workforce Focus; Process Management; dan Results. Dengan
mendapatkan pengakuan ini (terlepas pro dan kontra konsep “ideal” yang diajukan),
kita merasa telah mirip atau sama dengan model kita.
Metode
Metode utama dalam kualitas sebenarnya tidak berubah sejak dikenalkan di Jepang
tahun 1945 yaitu adalah siklus PDCA (Plan Do Check Action). Dalam
mengoperasionalkan konsep ini, kita mengenal 2 jalur utama yaitu 7 Langkah
Peningkatan Kualitas Berkesinambungan atau disingkat 7 Langkah saja dan Six Sigma
(saya suka membedakannya dengan jalur jepang dan jalur amerika).
Kedua konsep ini memiliki ciri yang sama dengan kekuatan dan kelemahannya, ciri
yang sama adalah penekanan kepada Plan dalam keduanya.
Implement Improvement
Alat
Alat atau Tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat membantu
kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu dengan alat
tersebut. Kita membutuhkan informasi yang lebih terstruktur dan mudah dipahami dari
sebuah koleksi data, ada alat yang membantu mengolah data misalnya beberapa alat
dalam 7 Tools of Quality. Tipsnya adalah formulasikanlah kebutuhan anda dalam
sebuah pertanyaan dan kira-kira jawaban apa yang anda harapkan. Jawaban ini tentunya
dapat dihasilkan oleh alat tertentu. Alat terkadang memiliki metodologi mini yang
harus anda kuasai
Jadi milikilah koleksi alat yang membantu anda, kuasai bagaimana menggunakannya,
pahamilah manfaat, kekuatan dan kelemahannya. Ada pepatah yang mengatakan: “if
you only have a hammer, everything looks like a nail“.
Pelanggan merupakan pihak yang menentukan apakah kualitas produk maupun jasa
yang dihasilkan perusahaan tersebut memenuhi kebutuhan atau tingkatan kualitas yang
diinginkannya. Apapun yang dilakukan oleh sebuah organisasi/perusahaan seperti
pelatihan karyawan, perbaikan proses, penggunaan mesin canggih ataupun adopsi
teknologi terbaru yang pada akhirnya Pelangganlah yang menentukan apakah upaya-
upaya yang dilakukan tersebut bermanfaat atau tidak.
Karyawan merupakan sumber daya perusahaan yang penting dalam mencapai tujuan
yang direncanakannya. Oleh karena itu, keterlibatan karyawan secara keseluruhan dapat
mendukung perusahaan dalam melakukan peningkatan proses dan kualitas yang
berkesinambungan yang kemudian menghasilkan produk dan layanan yang terbaik
untuk pelanggannya. Dalam pemberdayaan karyawan, diperlukan pelatihan dan
peningkatan terhadap keterampilan karyawan dalam mengerjakan tugasnya.
Perhatian pada peningkatan proses merupakan pondasi dasar dalam sistem manajemen
TQM. Proses merupakan serangkaian langkah-langkah yang dimulai dari penerimaan
INPUT dari supplier (internal maupun eksternal) dan meng-transformasi-nya menjadi
OUTPUT yang akan dikirimkan ke pelanggan (internal maupun Eksternal).
Salah satu bagian yang penting dalam Manajemen Kualitas adalah pendekatan Strategi
dan Sistematik dalam mencapai Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan. Proses tersebut
biasanya disebut dengan Perencanan Strategi ataupun Manajemen Strategi yang
melakukan perumusan dan perencanaan strategi dalam mengintegrasikan konsep
kualitas ke dalam Strategi Perusahaan secara keseluruhan.
Untuk mengetahui sejauh mana kinerja suatu perusahaan, diperlukan data untuk
mengukurnya. TQM mewajibkan perusahaan tesebut untuk mengumpulkan dan
melakukan analisis data secara berkesinambungan agar keputusan ataupun kebijakan
yang diambil benar-benar akurat dan tepat sasaran. Dengan adanya data, kita dapat
menarik kesimpulan berdasarkan kejadian ataupun hasil sebelumnya.
8. Komunikasi (Communications)
A. Kesimpulan
Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana
perusahaan di dalam operasinyan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita
kerugian. Tujuan dari analisis break event point yaitu untuk mengetahui pada volume
penjualan atau produksi berapakah suatu perusahaan akan mencapai laba tertentu.
Analisis Break Even Point secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan,
bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan
yang akan diperoleh pada level penjulalan tertentu.
Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even dapat
dipertahankan selama periode tertentu. Keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-
biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan
mempengaruhi titik break even.
Dari pembuatan makalah ini kami dapat mengambil kesimpulan antara lain: Kualitas
merupakan kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
pelanggannya. Total Quality Management (TQM) mengacu pada penekanan kualitas
yang meliputi organisasi keseluruhan, mulai dari pemasok hingga pelanggan