Anda di halaman 1dari 15

BLOK GANGGUAN SISTEM UROGENITAL

Skenario 2

TRAUMA GINJAL

Tuan Ferguso (35 tahun) dilarikan ke Puskesmas setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas, terjatuh dari sepeda motor waktu kebut-kebutan dan perut kanan atasnya terbentur
trotoar.

Dari pemeriksaan fisik, dokter mendapatkan : kesadaran kompos mentis, akral dingin,
tekanan darah 70/40 mmHg, nadi 120x/menit, nafas 20x/menit. Dokter segera memasang
infus Ringer laktat dan diguyur, serta memasang kateter uretra.Pemeriksaan abdomen
didapatkan jejas pada perut kanan atas dan dinding perut tegang, nyeri tekan dan nyeri lepas
(+).Dokter segera merujuk Tuan Ferguso ke RS.

Pemeriksaan di RS didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, urine 50 ml/jam,


bercampur darah.Lalu dilakukan CT scan abdomen dengan kontras. Dari CT scan terlihat ada
ekstravasasi kontras keluar dari kapsul di pool atas ginjal, sedangkan organ intra abdomen
lain normal. Dokter merawat Tuan Ferguso diruang intensif.

Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Tuan Ferguso?

TERMINOLOGI ASING

1. Ekstravasasi
 Keluarnya / pelepasan sesuatu seperti darah dari pembuluh darah ke dalam
jaringan.
( DorlandEdisi 29 Halaman 291 )

2. Kompos mentis
 Kesadaran yang sepenuhnya.
( DorlandEdisi 28 Halaman 248 )

3. Infus Ringer laktat


 Cairan infus yang biasa digunakan sebagai sumber elektrolit dan air untuk hidrasi.

4. Ruang intensif
 Ruang khusus untuk pasien krisis yang memerlukan perawatan intensif dan
observasi berkelanjutan

5. Akral dingin
 Berkenaan dengan atau memengatuhi tungkai atau ekstremitas lain terasa dingin.
( DorlandEdisi 29 Halaman 10 )
RUMUSAN MASALAH
1. Trauma jenis apa yang dialami Tuan Ferguso?

2. Mengapa urine Tuan Ferguso bercampur darah?

3. Apa saja yang menyebabkan terjadinya trauma pada ginjal?

4. Apa fungsi pemasangan Ringer Laktat dan kateter pada Tuan Ferguso?

5. Apa gejala ataupun tanda trauma yang dialami Tuan Ferguso?

HIPOTESIS
1. Trauma tumpul

2. Karena terjadinya ekstravasasi

3. Bisa disebabkan secara langsung ( trauma tumpul , trauma tajam , trauma iatro genik )
ataupun secara tidak langsung ( tumor , hidronefrosis , kista pada ginjal )

4. a. Ringer Laktat : Mengembangkan keseimbangan cairan tubuh


b. Kateter : Mengeluarkan cairan urine yang bercampur darah
( Menghitung jumlah cairan yang masuk dan keluar pada pasien )

5. Pada pemeriksaan fisik :


a. Terjadi syok karena tekanan darah 70/40 mmHg
b. Terjadi nyeri tekan dan nyeri lepa (+)

Pada pemeriksaan penunjang :


a. Terdapat ekstravasasi pada pemeriksaan kontras IVU/Imejing
Nadi 120x/menit , akral dingin , dan jejas pada perut kanan atas
SKEMA

Tn. Ferguso (35 tahun)

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

-KLL -Kompos mentis -CT scan abdomen : ekstravasasi


kontras keluar dari kapsul di pool
-Akral dingin atas ginjal
-TD 70/40 mmHg

-HR 120x/menit

-RR 20x/menit

-Pem.abdomen :

 jejas pada perut kanan


atas
 dinding perut tegang
 nyeri tekan dan nyeri
lepas (+)

-Urine 50ml/jam, bercampur


darah

Diagnosis : Trauma Ginjal

Diagnosis Banding: Akut Abdomen


LEARNING OBJECTIVES

1. Jenis-jenis trauma ginjal


2. Epidemiologi pada trauma ginjal
3. Etiologi pada trauma ginjal
4. Patofisiologi pada trauma ginjal
5. Manifestasi klinis pada trauma ginjal
6. Pendekatan diagnosis dan diagnosis banding pada trauma ginjal
7. Penatalaksanaan pada trauma ginjal
8. Komplikasi pada trauma ginjal
9. Prognosis pada trauma ginjal
10. Rujukan pada trauma ginjal

PEMBAHASAN

1. Jenis-jenis trauma ginjal


Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
trauma baik tumpul maupun tajam. Trauma ginjal merupakan trauma yang terbanyak
pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai
ginjal (Purnomo, 2011).

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi:
a) cedera minor.
b) cedera mayor.
c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.

Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal
dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan
maupum hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan
cedera minor (derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat III dan IV), dan
1% merupakan cedera pedikel ginjal (Purnomo, 2011). Klasifikasi trauma ginjal
menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :

 Cidera Minor Grade I dan II (85 %)


Grade I baru sampai capsulnya:
- Subcapsuler hematom (mikroskopik hematuria, IVP normal).

Grade II :
Laserasi korteks < 1 cm perirenal hematom tanpa ekstravasasi urine
(mikroskopik hematuria, IVP normal).
 Cidera Mayor Grade III – V ( 15 % )
Grade III :
- Laserasi parenkim > 1 cm sampai korteks tanpa disertai ekstravasasi urine.

Grade IV :
- Laserasi parenkim sampai kortiko medulary junction dan kolekting sistem dengan
laserasi segmental pembulu darah
- Trombosis segmental arteria renalis tanpa laserasi parenkim. Parenkim Iskemia.

Grade V :
 Trombosis main arteria renalis
 Multipel mayor laserasi ginjal
 Avulsi pedikel ginjal (arteria / vena renalis)

2. Epidemiologi pada trauma ginjal


Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang
dipertimbangkan.Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan
trauma dan sebanyak 10 % dari pasien yang mempertahankan trauma abdomen.
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul
yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas.

3. Etiologi pada trauma ginjal\


Cedera ginjal dapat terjadi secara:
a) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang.
b) Tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara
tiba - tiba di dalam rongga retroperitoneum.

Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka
tusuk, atau luka tembak.Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima
arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang selanjutnya
dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal
dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti
hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal(Purnomo, 2011).

Terdapat 3 penyebab utama dari trauma ginjal :


a) Trauma tumpul
Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan kenderaan bermotor, dan jatuh.
Trauma tumpul dari tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dan tabrakan pribadi
adalah penyebab utama trauma ginja

b) Trauma iatrogenik
Trauma iatrogenik dapat hasil dari operasi, retrograde pyelography, percutaneous
nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy.Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan
trauma ginjal.

c) Trauma tajam
Trauma tajam adalah seperti tikaman atau luka tembak pada daerah abdomen
bagian atas ataupun pinggang (Lusaya, 2015).

4. Patofisiologi pada trauma ginjal


Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai keparahan luka dan yang paling
sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada region costa ke 12
menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan cedera pada pinggang atau
bagian bawah ginjal. Ditempat costa 12 memberi impak. Ginjal juga dapat rusak
akibat dari tekanan dari bagian anterior abdomen sering kali dalam kecederaan dalam
kecelakaan lalu lintas. Trauma penetrasi yang sering kali disebabkan oleh luka tusuk
atau luka tembak sering ditemukan juga. Walaupun sering ditemukan hematoma peri-
renal, pasien mungkin tidak menunjukkan hematuria kecuali luka mencapai calyx atau
pelvis.
Trauma ginjal dapat terjadi oleh karena beragam mekanisme. Kecelakaan
motor merupakan penyebab terbanyak dari trauma tumpul abdominal yang
menyebabkan trauma ginjal. Selain itu, jatuh dari ketinggian, luka tembak, merupakan
penyebab lainnnya. Pada kasus jarang, trauma ginjal terjadi oleh karena penyebab
iatrogenic yang dapat bermanifestasi dengan perdarahan setelah trauma minor.
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal muncul dengan gejala hematuria (95%),
yang dapat menjadi besar pada beberapa trauma ginjal yang berat. Akan tetapi, trauma
vaskuler ureteropelvic (UPJ), hematuria kemungkinan tidak tampak. Oleh karena,
sebagian besar penanganan trauma, termasuk trauma ginjal, membutuhkan sedikit
prosedur invasif, maka pemeriksaan radiologi sangatlah penting. Dengan pemeriksaan
yang akurat dari radiologi pasien dapat ditangani dengan optimal secara konservatif
dari penanganan pembedahan.

5. Manifestasi klinis pada trauma ginjal

Tanda-tanda dan gejala trauma ginjal adalah :


a) Hematuria : Hematuria merupakan manifestasi yang umum terjadi. Oleh karena itu,
adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan kemungkinan cedera
ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan muncul atau terdeteksi hanya
melalui pemeriksaan mikroskopik.
b) Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas perut.
c) Syok atau tanda-tanda kehilangan darah.
d) Ekimosis pada daerah panggul atau kuadran atas perut.
e) Sebuah massa teraba mungkin merupakan retroperitoneal besar hematoma atau
kemungkinan ekstravasasi kemih.
f) Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul (Summerton et al, 2014).

6. Pendekatan diagnosis dan diagnosis banding pada trauma ginjal


1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi
mekanisme deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan
bermotor dengan kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank.
Riwayat penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi organ
sebelum terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya yang
dapat memperberat trauma (Cachecho et al., 1994). Hidronefrosis, batu ginjal,
kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan komplikasi yang berat
(Sebastià et al., 1999).

Pemeriksaan Fisik :
 Inspeksi: Luka tembus, luka lecet atau hematom di daerah flank. Kadang ada
pembengkakan (Bulging).
 Palpasi: Pembengkakan karena hematom atau ekstravasasi urine.
 Perkusi: Nyeri ketok pada sudut costovertebral ipsilateral.

Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma
tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus,
panjang luka tidak menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan
seperti hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah,
atau distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal (Summerton et
al., 2014).

Kecurigaan adanya cedera ginjal jika terdapat :

a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut


bahagian atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada daerah
tersebut.
b) Hematuria
c) Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra
d) Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
e) Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu
lintas (Purnomo, 2011).
2) Pemeriksaan laboratorium

- Laboratorium
Pemeriksan urinalisis diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein,
glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi
mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus
dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan
pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang
dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau
pada trauma ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat
kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk
mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.

- Radiologi
Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi
translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed tomography (CT-
Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR). Ada beberapa tujuan pemeriksaan
radiologis pada pasien yang dicurigai menderita trauma ginjal, yaitu:

1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat


dan menentukan prognosisnya
2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya

- I n t r a v e n o u s P ye l o g r a p h y (IVP)
Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi kedua ginjal dan
ureter. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah

(1) pemeriksaan ini memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan informasi


maksimal, meskipun tekhnik satu kali foto dapat digunakan;
(2) dosis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548 Gy)
(3) gambar yang dihasilkan tidak begitu memuaskan.

- Ultrasonografi (USG)
Keuntungan pemeriksaan ini adalah

1. non-invasif,
2. dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan
3. dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
1. memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih,
2. pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi
ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas,
3.trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.

- Computed Tomography (CT)


Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat menampakan
keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini menggunakan
scanning dinamik kontras

Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah

1.memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus urinarius,


2.membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan
3.membantu diagnosis trauma yang menyertai

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah


1. pemeriksaan ini memerlukan kontras untuk mendapatkan informasi yang maksimal
mengenai fungsi, hematoma dan perdarahan;
2. pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner; dan
3. memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat bladder
dan ureter.

- Angiography
Keuntungan pemeriksaan ini adalah
(1) memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan trauma
ginjal
(2) lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas IV atau
dengan trauma vaskuler. Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
(1) pemeriksaan ini invasif
(2) pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan
pemeriksaan, seperti waktu
(3) pasien harus melakukan perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.

- Magnetic Resonance Imaging


(MRI)
MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika terdapat
kontraindikasi untuk penggunaan kontras iodinated atau ketika pemeriksaan CT-
Scan tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT, MRI menggunakan kontas
Gadolinium intravena yang dapat membantu penanganan ekstravasasi sistem
urinarius. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan
pandang yang luas. Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
 Grade I
Hematom minor di perinephric, pada IVP, dapat memperlihatkan gambaran ginjal
yang abnomal Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak
Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim atau
terlihat mirip dengan kontusi ginjal
Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat
menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah
karena penderit grade I memang tidak memerlukan tindakan operasi .
Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan
diantara parenkim ginjal

 Grade II
Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke
daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.Yang
khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar. Dengan pemeriksaan
CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihat Akumulasi masif dari kontras,
terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan parenkim ginjal yang masih
intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat terjadinya avulsi
ureteropelvic junction

 Grade III
Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi
shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat
gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total Ada 2 tipe lesi pada pelvis
renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A. Renalis. Angiografi dapat
memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis. Viabilitas dari fragmen ginjal dapat
dilihat secara angiografi. Arteriografi memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang
terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel akan terlihat homogen karena masih
mendapat perfusi cukup baik. Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang
sudah tidak viable lagi.

 Grade IV
Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction. Baik IVP maupun CT Scan
memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada derah perinefron tanpa pengisian
ureter.
7. Penatalaksanaan pada trauma ginjal
Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera,
kebutuhan transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera
(Shariat et al., 2008). Namun, manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh
keputusan untuk mengeksplorasi atau mengamati luka di abdominal.

Terapi yang
dikerjakan pada
trauma ginjal
adalah :

1) Operasi
dan
Rekontr
uksi

Operasi
ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan
perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debrimentreparasi ginjal (berupa
renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi
parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. Semakin
banyak pihak menganut pendekatan konservatif untuk pasien trauma ginjal (Hammer
dan Santucci, 2003).Pada trauma ginjal, mayoritas ahli menganjurkan pendekatan
transperitoneal (Robert et al., 1996).Untuk menilai di tingkat acak secara prospektif
nefrektomi, tingkat transfusi, kehilangan darah, dan waktu operasi dalam menembus
pasien trauma ginjal acak kontrol vaskular atau tidak ada kontrol vascular adalah
sebelum membuka fasia Gerota. (Gonzalez et al., 1999)
Secara keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan nefrektomi
pada saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat
syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat (Davis et al., 2006). Pada
luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi
(Wright et al., 2006).

2) Manajemen Non-Operatif / Konservatif


Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil dari
ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan kemungkinan
lebih tinggi dari cedera tumpul parah setelah senjata api dan luka tusuk.

 Cedera ginjal tumpul


Manejemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh pasien trauma
ginjal.Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan suportif yaitu dengan istirahat
dan observasi.Semua kasus trauma ginjal derajat 1 dan 2 dapat dirawat secara
konservatif baik pada trauma tumpul ataupun trauma tembus.Tetapi pada trauma
ginjal derajat 3 telah menjadi kontroversi selama bertahun-tahun.

Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat 4 dan 5 datang dengan trauma
penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan tingginya angka untuk melakukan
nefrektomi (Santucci et al., 2001).Pada pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5 dapat
dirawat secara konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil

 Penetrasi Trauma Ginjal


Perdarahan terus-menerus merupakan indikasi utama untuk eksplorasi dan
rekonstruksi.Dalam semua kasus cedera parah, manajemen non-operatif harus
mengambil langkah hanya setelah pementasan ginjal lengkap pada pasien
hemodinamik stabil.
Pada pasien hemodinamik stabil tanpa peritonitis mampu menjalani
pemeriksaan klinis serial, cedera organ padat bukan kontra - indikasi untuk
manajemen non - operatif.Dalam pengaturan yang sesuai, manajemen non - operatif
cedera organ padat setelah tembak melukai dikaitkan dengan tingkat keberhasilan
yang tinggi dan penyelamatan organ (DuBose et al., 2007).Jika situs penetrasi dengan
luka tusukan adalah posterior ke garis aksila anterior, 88% dari cedera ginjal tersebut
dapat dikelola dengan non-operatif (Bernath et al., 1983).

8. Komplikasi pada trauma ginjal


Komplikasi awal
Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cedera
ginjal. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan hematokrit,
ukuran dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti pada 80-85%
kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross hematuri hebat
mungkin perlu tindakan operasi segera.
Ekstravasasi urin dari ginjal dapat berupa massa (urinoma) di retro peritoneal
yang mana rentan untuk terbentuknya abses dan sepsis. Febris ringan dapat terjadi
pada hematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih tinggi menunjukkan
adanya inflamasi Abses perinefrik dapat terbentuk, yang mengakibatkan nyeri tekan
perut dan nyeri flank, merupakan indikasi untuk operasi segera.

Komplikasi lanjut
Hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena, batu dan pielonefritis merupakan
komplikasi lanjut. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan diperlukan
untuk menilai adanya hipertensi. Sesudah 3 - 6 bulan, dilakukan pemeriksaan ekskresi
urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang ada tidak menyebabkan
hidronefrosis atau gangguan vaskuler. Gangguan vaskuler lengkap dapat
menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat dapat terjadi 1 - 4 minggu
pasca trauma.

9. Prognosis pada trauma ginjal


Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab
dan luasnya trauma (ruptur). Kerusakan kemungkinan ringan dan reversible,
kemungkinan membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin dan munkin juga
menghasilkan komplikasi.
Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera ginjal memiliki prognosis
baik. Pengawasan ketat tekanan darah, follow up ekskresi urografi dapat mendeteksi
adanya hidronefrosis atau hipertensi.

10. Rujukan pada trauma ginjal


Ruptur Ginjal
Ruptur ginjal adalah robek atau koyaknya jaringan ginjal secara paksa.G o n c a n g a n
g i n j a l d i d a l a m r o n g g a r e t r o p e r i t o n e u m m e n ye b a b k a n regangan
pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arterirenalis. Robekan ini
akan memicu terbentuknya bekuan-bekuan darah yangselanjutnya dapat
menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang -cabangnya.

Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering
terjadi.Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal.Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting ainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul
yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
DAFTAR PUSTAKA

Arifputera, Andy dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Novak, Patricia D. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29. Singapura: Elsevier

repository.usu.ac.id

Purnomo, Basuki B. 2015. Dasar-Dasar Urologi edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto
BLOK GANGGUAN UROGENITAL

SKENARIO 2

“TRAUMA GINJAL”

DISUSUN OLEH

ANGGA SETIAWAN

61116093

DOSEN TUTOR : dr.Luis Yulia., M.KKK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BATAM

TAHUN AJARAN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai