Skenario 2
TRAUMA GINJAL
Tuan Ferguso (35 tahun) dilarikan ke Puskesmas setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas, terjatuh dari sepeda motor waktu kebut-kebutan dan perut kanan atasnya terbentur
trotoar.
Dari pemeriksaan fisik, dokter mendapatkan : kesadaran kompos mentis, akral dingin,
tekanan darah 70/40 mmHg, nadi 120x/menit, nafas 20x/menit. Dokter segera memasang
infus Ringer laktat dan diguyur, serta memasang kateter uretra.Pemeriksaan abdomen
didapatkan jejas pada perut kanan atas dan dinding perut tegang, nyeri tekan dan nyeri lepas
(+).Dokter segera merujuk Tuan Ferguso ke RS.
TERMINOLOGI ASING
1. Ekstravasasi
Keluarnya / pelepasan sesuatu seperti darah dari pembuluh darah ke dalam
jaringan.
( DorlandEdisi 29 Halaman 291 )
2. Kompos mentis
Kesadaran yang sepenuhnya.
( DorlandEdisi 28 Halaman 248 )
4. Ruang intensif
Ruang khusus untuk pasien krisis yang memerlukan perawatan intensif dan
observasi berkelanjutan
5. Akral dingin
Berkenaan dengan atau memengatuhi tungkai atau ekstremitas lain terasa dingin.
( DorlandEdisi 29 Halaman 10 )
RUMUSAN MASALAH
1. Trauma jenis apa yang dialami Tuan Ferguso?
4. Apa fungsi pemasangan Ringer Laktat dan kateter pada Tuan Ferguso?
HIPOTESIS
1. Trauma tumpul
3. Bisa disebabkan secara langsung ( trauma tumpul , trauma tajam , trauma iatro genik )
ataupun secara tidak langsung ( tumor , hidronefrosis , kista pada ginjal )
-HR 120x/menit
-RR 20x/menit
-Pem.abdomen :
PEMBAHASAN
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi:
a) cedera minor.
b) cedera mayor.
c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.
Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal
dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan
maupum hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan
cedera minor (derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat III dan IV), dan
1% merupakan cedera pedikel ginjal (Purnomo, 2011). Klasifikasi trauma ginjal
menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :
Grade II :
Laserasi korteks < 1 cm perirenal hematom tanpa ekstravasasi urine
(mikroskopik hematuria, IVP normal).
Cidera Mayor Grade III – V ( 15 % )
Grade III :
- Laserasi parenkim > 1 cm sampai korteks tanpa disertai ekstravasasi urine.
Grade IV :
- Laserasi parenkim sampai kortiko medulary junction dan kolekting sistem dengan
laserasi segmental pembulu darah
- Trombosis segmental arteria renalis tanpa laserasi parenkim. Parenkim Iskemia.
Grade V :
Trombosis main arteria renalis
Multipel mayor laserasi ginjal
Avulsi pedikel ginjal (arteria / vena renalis)
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka
tusuk, atau luka tembak.Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima
arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang selanjutnya
dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal
dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti
hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal(Purnomo, 2011).
b) Trauma iatrogenik
Trauma iatrogenik dapat hasil dari operasi, retrograde pyelography, percutaneous
nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy.Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan
trauma ginjal.
c) Trauma tajam
Trauma tajam adalah seperti tikaman atau luka tembak pada daerah abdomen
bagian atas ataupun pinggang (Lusaya, 2015).
Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi: Luka tembus, luka lecet atau hematom di daerah flank. Kadang ada
pembengkakan (Bulging).
Palpasi: Pembengkakan karena hematom atau ekstravasasi urine.
Perkusi: Nyeri ketok pada sudut costovertebral ipsilateral.
Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma
tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus,
panjang luka tidak menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan
seperti hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah,
atau distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal (Summerton et
al., 2014).
- Laboratorium
Pemeriksan urinalisis diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein,
glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi
mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus
dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan
pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang
dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau
pada trauma ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat
kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk
mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.
- Radiologi
Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi
translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed tomography (CT-
Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR). Ada beberapa tujuan pemeriksaan
radiologis pada pasien yang dicurigai menderita trauma ginjal, yaitu:
- I n t r a v e n o u s P ye l o g r a p h y (IVP)
Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi kedua ginjal dan
ureter. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah
- Ultrasonografi (USG)
Keuntungan pemeriksaan ini adalah
1. non-invasif,
2. dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan
3. dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
1. memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih,
2. pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi
ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas,
3.trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.
- Angiography
Keuntungan pemeriksaan ini adalah
(1) memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan trauma
ginjal
(2) lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas IV atau
dengan trauma vaskuler. Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
(1) pemeriksaan ini invasif
(2) pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan
pemeriksaan, seperti waktu
(3) pasien harus melakukan perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.
Grade II
Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke
daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.Yang
khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar. Dengan pemeriksaan
CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihat Akumulasi masif dari kontras,
terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan parenkim ginjal yang masih
intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat terjadinya avulsi
ureteropelvic junction
Grade III
Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi
shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat
gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total Ada 2 tipe lesi pada pelvis
renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A. Renalis. Angiografi dapat
memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis. Viabilitas dari fragmen ginjal dapat
dilihat secara angiografi. Arteriografi memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang
terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel akan terlihat homogen karena masih
mendapat perfusi cukup baik. Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang
sudah tidak viable lagi.
Grade IV
Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction. Baik IVP maupun CT Scan
memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada derah perinefron tanpa pengisian
ureter.
7. Penatalaksanaan pada trauma ginjal
Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera,
kebutuhan transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera
(Shariat et al., 2008). Namun, manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh
keputusan untuk mengeksplorasi atau mengamati luka di abdominal.
Terapi yang
dikerjakan pada
trauma ginjal
adalah :
1) Operasi
dan
Rekontr
uksi
Operasi
ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan
perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debrimentreparasi ginjal (berupa
renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi
parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. Semakin
banyak pihak menganut pendekatan konservatif untuk pasien trauma ginjal (Hammer
dan Santucci, 2003).Pada trauma ginjal, mayoritas ahli menganjurkan pendekatan
transperitoneal (Robert et al., 1996).Untuk menilai di tingkat acak secara prospektif
nefrektomi, tingkat transfusi, kehilangan darah, dan waktu operasi dalam menembus
pasien trauma ginjal acak kontrol vaskular atau tidak ada kontrol vascular adalah
sebelum membuka fasia Gerota. (Gonzalez et al., 1999)
Secara keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan nefrektomi
pada saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat
syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat (Davis et al., 2006). Pada
luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi
(Wright et al., 2006).
Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat 4 dan 5 datang dengan trauma
penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan tingginya angka untuk melakukan
nefrektomi (Santucci et al., 2001).Pada pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5 dapat
dirawat secara konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil
Komplikasi lanjut
Hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena, batu dan pielonefritis merupakan
komplikasi lanjut. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan diperlukan
untuk menilai adanya hipertensi. Sesudah 3 - 6 bulan, dilakukan pemeriksaan ekskresi
urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang ada tidak menyebabkan
hidronefrosis atau gangguan vaskuler. Gangguan vaskuler lengkap dapat
menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat dapat terjadi 1 - 4 minggu
pasca trauma.
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering
terjadi.Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal.Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting ainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul
yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
DAFTAR PUSTAKA
Arifputera, Andy dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Novak, Patricia D. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29. Singapura: Elsevier
repository.usu.ac.id
Purnomo, Basuki B. 2015. Dasar-Dasar Urologi edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto
BLOK GANGGUAN UROGENITAL
SKENARIO 2
“TRAUMA GINJAL”
DISUSUN OLEH
ANGGA SETIAWAN
61116093
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM