Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH STUDI KASUS

FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK

“DIABETES MELITUS”

Disusun oleh :Kelompok 5 (B4)


Retno Asih Riyanti 1720343815
Ricilianie 1720343816
RirisWahyuningsih 1720343817

Dosen Pengampu : Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.Si., Apt.

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya
Manusia.Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem
kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan
perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan
penderita
DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas
pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM
belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun
diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi
kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan
ginjal.
Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolute insulinatau insensivitas terhadap insulin. Diabetes mellitus
disebabkan oleh oenurunan kecepatan insulin oleh sel-sel beta pula Langerhans.
Biasanya dibagi dalam dua jenis berbeda: diabetes javanilis, yang biasanya tetapi
tak selalu, dimulai mendadak pada awal kehidupan dandiabetes dengan awitan
maturitas yang dimulai di usia lanjut dan terutama pada
orangkegemukan.Penderita penyakit diabetes mellitus dapat meninggal karena
penyakit yang dideritanya ataukarena komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit
ini, misalnya penyakit ginjal, gangguan jantung dan gangguan saraf. Penyebab
diabetes mellitus dapat disebabkan oleh berbagai hal,dan juga terdapat berbagai
macam tipe diabetes mellitus. Ada beberapa gejala yangditiimbulkan bagi
penderita diabetes mellitus, serta cara mengobatinya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit
vaskular mikroangiopati (Sylvia & Lorrain, 2006).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
akibat kadar glukosa darah yang tinggi yang disebabkan jumlah hormone insulin
kurang atau jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih, tetapi kurang
efektif (Sarwono, 2006).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart,
2002).
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab diabetes melitus antara lain genetika, faktor
keturunan memegang peranan penting pada kejadian penyakit ini. Apabila orang
tua menderita penyakit diabetes mellitus maka kemungkinan anak-anaknya
menderita diabetes mellitus lebih besar.
Virus hepatitis B yang menyerang hati dan merusak pankreas sehingga sel
beta yang memproduksi insulin menjadi rusak. Selain itu peradangan pada sel beta
dapat menyebabkan sel tidak dapat memproduksi insulin.
Faktor lain yang menjadi penyebab diabetes melitus yaitu gaya hidup,
orang yang kurang gerak badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,
kegememukan dan kesalahan pola makan. Kelainan hormonal, hormon insulin
yang kurang jumlahnya atau tidak diproduksi.

C. FAKTOR RESIKO
 Riwayat Keluarga
 Obesitas
 Usia
 Kurangnya Aktivitas Fisik
 Suka Merokok
 Suka Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi
 Penderita Hipertensi Atau Tekenan Darah Tinggi
 Masa Kehamilan
 Ras Tertentu
 Tekanan Stres Dalam Jangka Waktu Yang Lama
 Sering Mengkonsumsi Obat-Obatan Kimia
D. KLASIFIKASI
American Diabetes Assosiation (2005) dalam Aru Sudoyo (2006)
mengklasifikasikan diabetes mellitus menjadi :
1. Diabetes mellitus tipe 1
Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan
kerusakan sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan tidak diketahui
sumbernya.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resisten
insulin.
3. Diabetes mellitus Gestasional
Faktor resiko terjadinya diabetes mellitus gestasional yaitu usia tua,etnik,
obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional
terdahulu.Karena terjadi peningkatan sekresi beberapa hormone yang
mempunyai efek metabolic terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah
suatu keadaan diabetogenik.
4. Diabetes mellitus tipe lain :
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A,leprechaunism, sindrom
rabson mandenhall, diabetes loproatrofik, dan lainnya.
c. Penyakit eksokrin pankreas : pankreastitis, trauma / pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,
dan lainnya.
d. Endokrinopati : akromegali, sindron cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya.
e. Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxic,agonis β adrenergic, tiazid,
dilantin, interferon alfa, dan lainnya.
f. Infeksi : rubella konginetal, dan lainnya.
g. Immunologi (jarang) : sindrom “stiff-man” , antibody antireseptor insulin,
dan lainnya.
h. Sindroma genetik lain : sindrom down, sindrom klinefilter, sindrom turner,
sindrom wolfram’s, ataksia friedriech’s, chorea Huntington, sindrom
Laurence/moon/biedl, distrofi miotonik,porfiria, sindrom pradelwilli, dan
lainnya
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi.Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang
air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena
ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga
banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).
Dengan memahami proses terjadinya kelainan pada diabetes melitus
tersebut diatas, mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita diabetes melitus
akan terjadi keluhan khas yaitu lemas, banyak makan, (polifagia) , tetapi berat
badan menurun, sering buang air kecil (poliuria), haus dan banyak minum
(polidipsia).
Penyandang diabetes melitus keluhannya sangat bervariasi, dari tanpa
keluhan sama sekali, sampai keluhan khas diabetes melitusseperti tersebut diatas.
Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan keluhan akibat
komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf, gatal dan keputihan
akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus, serta adapula yang
datang akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh (Sarwono, 2006).
Penderita Diabetes militus umumnya menampakkan tanda dan gejala
dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

F. PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner & Sudddart (2002) patofisiologi terjadinya penyakit
diabetes mellitus tergantung kepada tipe diabetes yaitu :
1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar
gula darah menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin
lebih banyak untuk mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini,
kemungkinan individu tersebut akan mengalami gangguan toleransi glukosa,
tetapi belum memenuhi kriteria sebagai penyandang diabetes mellitus. Kondisi
resistensi insulin akan berlanjut dan semakin bertambah berat, sementara
pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan kemampuan sekresi
insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan produksi
glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan atas
terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya
sekresi insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula
darah semakin bertambah berat.
3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon
plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang
menderita diabetes gestasional akan kembali normal. (Brunner & Suddarth,
2002).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko
tinggi DM. Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah
tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi
>4.000 g, riwaya DM pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah
puasa (Tabel 53.1), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya
negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45
tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Cara pemeriksaan TTGO, adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.
5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

a. Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi


Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang
mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3
bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan
menempel pada hemoglobin dalam sel darah merah.
Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama
yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal
antara pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan
laboratorium yang satu dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan
biasanya berkisar dari 4% hingga 8%.
b. Pemeriksaan urin untuk glukosa
Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang
tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah.
Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet
pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna.
c. Pemeriksaan urin untuk keton
Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal
yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes
tipe I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang
efektif mulai berkurang, tubuh akan mulai memecah simpana lemaknya untuk
menghasilkan energi. Badan keton merupakan produk-sampingan proses
pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton tersebut bertumpuk dalam
darah serta urin.
H. PENATALAKSANAAN
TERAPI NON FARMAKOLOGI
1. Edukasi
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemahaman tentang
perjalanan penyakit DM, perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan, penyulit/komplikasi DM dan risikonya, dan cara penggunaan
obat diabetes/insulin. Selain itu, untuk mencapai pengelolaan diabetes yang
optimal pada penyandang DM dibutuhkan perubahan perilaku agar dapat
menjalani pola hidup sehat meliputi:
a. Mengikuti pola makan sehat
b. Merningkatkan kegiatan jasmani
c. Menggunakan obat diabetes dan obat–obatan pada keadaan khusus secara
aman dan teratur
d. Melakukan pemantauan gula darah mandiri
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
seperti hipoglikemia
2. Diet atau perencanaan makan
Perencanaan makan menggambarkan apa yang dimakan, berapa banyak,
dan kapan makan. Dietisien atau ahli diet dapat membantu membuat
perencanaan makan yang cocok. Makanan sehari- hari hendaknya cukup
karbohidrat, serat, protein,rendah lemak jenuh, kolesterol, sedangkan natrium
dan gula secukupnya. Karbohidrat adalah sumber zat tenaga dan zat gizi
utama yang menyebabkan kadar gula darah naik.Namun penyandang diabetes
tidak usah takut mengkonsumsi karbohidrat.
Kebutuhan karbohidrat pada penyandang diabetes antara 45-65%
kebutuhan kalori dengan asupan karbohidrat tersebar dalam sehari, hindari
makan karbohidrat dalam jumlah besar dalam satu kali makan. Sumber
karbohidrat yang dianjurkan adalah karbohidrat kompleks seperti nasi, roti,
mie, dan kentang. Batasi karbohidrat sederhana seperti gula, kue, tarcis, dodol,
sirup, dan madu. Serat merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat
diserap tubuh, rendah lemak serta berpengaruh baik untuk kadar gula darah.
Pada umumnya gula darah setelah makan akan naik lebih lambat bila makan
makanan yang mengandung banyak serat. Makanan berikut yang mengandung
banyak serat makanan adalah havermout, kacangkacangan,sayur-sayuran, dan
buah-buahan seperti apel, jeruk, pir, sirsak, jambu biji dan lain-lain.
Protein digunakan untuk pertumbuhan & mengganti jaringan tubuh yang
rusak. Sumber protein terdiri dari protein hewani & protein nabati. Sumber
protein hewani utama adalah ikan atau ayam tanpa kulit oleh karena rendah
kandungan lemaknya. Sumber protein lemak sedang seperti daging atau telur
sebagai pengganti protein rendah lemak dapat dikonsumsi kira-kira 3x
seminggu. Sedangkan sumber protein tinggi lemak seperti otak, merah telur,
dan jerohan perlu dibatasi. Sumber protein nabati adalah kacang-kacangan
seperti kacanghijau, kacang merah, kacang tanah, kacang kedele, tahu, &
tempe. Kebanyakan makanan nabati rendah kandungan lemaknya dan
mengandung lemak tidak jenuh tinggi sehingga dapat membantu menurunkan
kolesterol darah. Sayuran merupakan bahan makanan yang sehat, tinggi
kandungan vitamin, mineral, dan serat. Sayuran boleh dimakan bebas tanpa
dibatasi dan dianjurkan mengkonsumsi aneka ragam sayuran. Buah-buahan
juga merupakan makanan yang sehat, selain berkalori juga merupakan sumber
vitamin,mineral, dan serat.
Dianjurkan makan buah 2 sampai 3 buah sehari. Susu merupakan sumber
protein, dan mengandung lemak, karbohidrat, dan vitamin serta kalsium
Penyandang diabetes dianjurkan minum susu yang tanpa atau rendah lemak.
Bagi yang menyukai susu dapat menggantikan 1 lauk hewani dengan 1 penuh
takar susu.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari–hari dan latihan secara teratur 3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit. Tujuan latihan jasmani untuk
menjaga kebugaran,menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas
insulin sehingga akan memperbaiki kendali gula darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak.
I. FARMAKOLOGI
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral & bentuk suntikan insulin. Saat
ini terdapat 5 macam obat tablet yang beredar di pasaran untuk menurunkan kadar
gula darah. Beberapa obat yg sering digunakan adalah:
a. Golongan insulin sekretagok
Obat ini bekerja dengan cara merangsang pankreas untuk menghasilkan
insulin. Obat ini merupakan pilihan utama pada penyandang diabetes dengan
berat badan kurang atau normal. Obat golongan ini terdapat 2 jenis yaitu:
golongan sulfonilurea dan glinid.
b. Golongan Biguanid
Obat yang termasuk golongan biguanid hanyalah metformin. Obat ini
terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Penggunaan obat ini
dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal & hati. Metformin sebaiknya
diberikan pada saat atau sesudah makan karena dapat menyebabkan mual &
iritasi pada lambung.
c. Golongan Glitazone
Cara kerja obat ini adalah dengan membantu tubuh menggunakan insulin
yang tersedia sehingga lebih efektif. Penggunaan obat ini dikontraindikasikan
pada mereka dengan gagal jantung, penyakit hati akut, diabetes tipe 1, dan
kehamilan.
d. Golongan Penghambat Alpha Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat penyerapan glukosa di usus
sehingga mempunyai efek menurunkan gula darah sesudah makan. Obat ini
hanya mempengaruhi konsentrasi gula darah setelah makan.
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan obat ini adalah perut
kembung, sering buang angin, dan mencret.

e. Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) inhibitor


Pengobatan dengan golongan ini merupakan pendekatan baru pengelolaan
DM. Obat ini menghambat pelepasan glukagon, yang pada gilirannya
meningkatkan sekresi insulin, menurunkan pengosongan lambung, dan
menurunkan kadar glukosa darah. Beberapa obat golongan ini sudah masuk di
Indonesia sejak tahun 2007 antara lain vildagliptin dan sitagliptin.
 Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan seperti penurunan berat badan yang cepat,
komplikasi akut DM (hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis
diabetik, hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, hiperglikemia dengan
asidosis laktat), gagal dengan pengobatan obat diabetes oral dosis optimal,
kehamilan dengan DM, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke,
dll), gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat, dan adanya kontra
indikasi/alergi terhadap obat diabetes oral.
 Berbagai sediaan insulin berbeda pada sumbernya (manusia atau
hewan), kemurnian, kerja, waktu untuk mencapai puncak efek, durasi
efek, dan tampilan
 Insulin umum mempunyai mula kerja yang relatif lambat ketika
diberikan subkutan,memerlukan injeksi 30 menit sebelum makan untuk
mendapatkan kontrol glukosapost prandial yang optimal dan mencegah
hipoglisemi setelah makan yang tertunda.
 Insulin lispro dan insulin aspart adalah analog insulin yang diproduksi
denganmodifikasi pada molekul insulin manusia. Insulin ini lebih cepat
diserap dengandurasi efek lebih singkat dari insulin normal. Insulin ini
bisa diberikan segerasebelum makan, menghasilkan efek lebih baik
untuk menurunkan glukosa postprandial daripada insulin normal pada
DM tipe I, dan mengurangi hipoglisemi setelahmakan yang tertunda.
 NPH dan insulin Lente durasinya intermediet, dan insulin Ultralente
durasinyapanjang. Variasi pada absorpsi, penggunaan oleh pasien, dan
perbedaaan padafarmakokinetik bisa menyebabkan respon gluksoa yang
labil, nocturnal (malam hari) hipoglisemia, dan hiperglisemia sewaktu
puasa
 Insulin glargine adalah analog insulin manusia durasi panjang yang
‘tanpa puncak’, dikembangkan untuk menghilangkan kerugian insulin
durasi intermediet atau panjang lainnya. Insulin ini lebih kurang
menyebabkan nocturnal hipoglisemia daripadainsulin NPH ketika
diberikan sebelum tidur pada pasien DM tipe I.
 Hipoglisemia merupakan efek samping paling umum dari insulin.
Perawatannyaadalah sebagai berikut:Glukosa (10-15 g) oral adalah
perawatan yang dianjurkan untuk pasien yangsadar.Dextrosa IV bisa
diperlukan jika pasien tidak sadar.Glukagon, 1 g IM, adalah perawatan
pilihan pada pasien yang tidak sadar ketikatidak bisa digunakan rute IV.
BAB III
KASUS
Data pasien :
Nama : Bpk. Z
Usia : 64 tahun
Alamat : Jln Malang 24
Pekerjaan : swasta
BB/TB : 80 kg/ 155 cm
Tanggal masuk RS : 30 Agustus 2016

RIWAYAT MASUK RS
Pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dengan keluhan : mual dan muntah hebat,
asidosis metabolic diduga akibat DM nya yang tidak terkontrol dengan baik. RR
=25 x/menit, TD 100/70 mmHg, suhu 35.9 C.

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

Pasien pernah menjalani pengobatan dengan metformin sejak 3 tahun yll, dosis
500 mg 3x1. Namun sejak setahun belakangan ini pasien tidak lagi mengkonsumsi
obat tsb, ia memakai obat herbal namun tidak rutin, pola diet sudah tidak
dihiraukan lagi. Berat badannya terus naik.
Diagnose : DM tipe 2

Pemeriksaan Lab
HB = 12 mg/dL
GDS = 340mg/dL
GD 2 Jpp = 280mg/dL
SGPT = 80 mg/dL
SGOT = 76 mg/dL
AL = 8.000 sel/mm3
Hiperkolesterol dan hipertrigliseridemia

Riwayat Pengobatan saat ini :


1. Ranitidine injeksi 2x1 iv
2. Insulin lispro sebagai bolus 8 IU, sebelum waktu makan pagi, siang
dan malam
3. Glibenklamid 5 mg 1x1
4. Metformin 3x 500 mg
5. Infus RL 20 tpm
6. Simvastatin 10 mg/hari
7. Gemfibrozil 300 mg, 2x sehar
Perkembangan penyakit :

30 /8/16 sesak nafas , mual dan muntah, TD 100/70 mmHg, suhu


35.9 C
GDS= 340
31/8/16 sesak nafas, mual dan muntah, RR =28 x/menit, TD
100/70 mmHg, suhu 36,5 C, GDS=300
1/9/16 RR 24/menit, TD 110/80 mmHg, suhu 37 C, GDS = 260

Tugas :
1. Sesuaikah pilihan terapi yang sudah diberikan pada pasien?
Bila tidak sesuai, apa obat yang anda rekomendasikan? Cari dan
tunjukkan guidance terapinya
2. Bagaimana maintenance terapi pada pasien?
3. Bagaimana evaluasi terapi pada pasien tsb?
4. Apa terapi non farmakologi yang perlu dilakukan untuk pasien tsb?
5. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait
obat dan efek samping/interaksi obat?
FORM DATA BASE PASIEN

UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN

Nama : Bapak Z No Rek Medik :

Tempt/tgl lahir : Dokter yg merawat :

Alamat : Jln Malang 24

Umur : 64 thn

BB : 80 kg

TB : 155 cc

Pekerjaan : Swasta

Riwayat masuk RS: Pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dengan keluhan : mual
dan muntah hebat, asidosis metabolic diduga akibat DM nya yang tidak terkontrol
dengan baik. RR =25 x/menit, TD 100/70 mmHg, suhu 35.9 C.

Riwayat penyakit terdahulu: Pasien pernah menjalani pengobatan dengan


metformin sejak 3 tahun yll, dosis 500 mg 3x1. Namun sejak setahun belakangan
ini pasien tidak lagi mengkonsumsi obat tsb, ia memakai obat herbal namun tidak
rutin, pola diet sudah tidak dihiraukan lagi. Berat badannya terus naik.

Riwayat Sosial: -

Kegiatan
Polamakan -

Merokok -

Meminum Alkohol -

Meminum Obat herbal Ya

Meminum kopi -

Tidur larut malam -

Riwayat Alergi : -

Data Laboratorium :

Parameter Data Pasien Data Normal Keterangan

30/8 = 100/70 120/80 mmHg


mmHg
Tekanan darah Normal
31/8 = 100/70
mmHg
1/9 = 110/80 mmHg
30/8 = 25 x/menit 12-18 x/menit

Respirasi 31/8 = 28 x/menit Takipneu

1/9 = 24 x/menit

Suhu 35.9 C. 36,3-37,8 oC Normal


HB 12 g/dL 12-15 g/dl Normal

30/8 = 340 mg/dL <200 mg/dl

GDS 31/9 = 300 Tinggi

1/9 = 260

GD 2 Jpp 280 mg/dL <200 mg/dl Tinggi

SGPT 80 mg/dL 5-35 mg/dl Tinggi

SGOT 76 mg/dL 5-35 mg/dl Tinggi

AL (antal 8.000 sel/mm3 4000-10.000


Normal
leukosit) sel/mm3

Keluhan / Tanda Umum.

Tanggal Subjektif

30 Agustus 2016
Mual dan muntah hebat, asidosis
metabolic diduga akibat DM nya yang
tidak terkontrol dengan baik
Obat yang digunakan saat ini

no Nama obat Indikasi Dosis Rute interaksi ESO Outcome terapi


pemberian
1 Ranitidin Mual muntah Injeksi IM atau IV Injeksi iv Pemberian bersama sakit kepala, Mengurangi mual
intermiten: 50 mg warfarin dapat diare, pusing, dan muntah
tiap 6-8 jam meningkatkan atau malaise, nausea,
menurunkan waktu konstipasi, ruam
kulit.
protrombin.

2 Insulin Diabetes melitus Bolus 8 IU, injeksi Metformin, Hipoglikemia, Menurunkan


lispro sebelum waktu gemfibrozil, kepucatan, kadar gula darah
makan pagi, siang glibenklamid jantung berdebar
dan malam
3 Metformin  Diabetes melitus Awal: sehari 3x PO Ranitidi, Insulin Gangguan saluran Menurunkan
obesitas 500 mg; lispro cerna, asidosis kadar gula darah
pemeliharaan: laktat
sehari 2x 850 mg
4 Mengembalikan
Panas, infeksi
keseimbangan Menyeimbangkan
Infus RL 20 tpm Injeksi pada tempat
elektrolit pada kadar elektrolit
penyuntikan
dehidrasi
5 Menurunkan jumlah Nyeri abdomen, Menurunkan
Simvastatin 10 mg/hari Oral Gemfibrozil
kolesterol total dan konstipasi dan kadar kolesterol
LDL pd kembung
hiperkolesterolemia
6 Hiperkolesterolemia,
Simvastatin, Nyeri abdomen,
dislipidemia Mengurangi kadar
Gemfibrozil 300 mg, 2x sehari Oral glibenklamid, insulin diare, mual,
campuran dan kolesterol
lispro kembung
hipertrigliseridemia

ASSESMENT

Problem Medik Subjectif Obyektif Terapi Analisis DRP


Diabetes Melitus GDS = 340 mg/dL Insulin Lispro Penggunaan Penggunaan insulin
GD 2 Jpp = 280 insulin tepat sesuai lispro sudah tepat
mg/dL guideline terapi
Metformin Penggunaan Penggunaan
metformin tidak metformin belum
sesuai guideline tepat
terapi ketoasidosis
Glibenclamid Penggunaan Penggunaan
metformin tidak glibenklamid belum
sesuai guideline tepat
terapi ketoasidosis
Asidosis Metabolik Mual muntah RR 25 kali/ menit Indus RL 20 ptm Penggunaan RL Penggunan infus
tidak sesui RL belum terat
guideline terapi
ketoasidosis
Stres ulcer Mual muntah Ranitidin injeksi 2 x Tepat indikasi
sehari intravena
Dislipidemia Simvastatin 10 mg Tepat indikasi
per hari,
gemfibrozil 300 mg Tepat indikasi
2 x sehari
CARE PLAN

1. Penggunaan Metformin dan Glibenklamid dihentikan karena pasien


mengalami diabetes ketoasidosis.
2. Insulin lispro tetap digunakan untuk mengontrol kadar gula pada pasien.
3. Penggunaan infus RL diganti dengan infus NACl. Karena terapi cairan
pada guideline adalah infus Nacl 0,9%. Cairan dalam satu jam pertama
harus salin isotonik (0,9%) dengan laju 10 sampai 20 ml/kgBB/jam.
4. Injeksi Rnitidin tetap diberikan untuk mengatasi mual dan muntah pasien.
5. Gemfibrozil dan Simvastatin tetap diberikan untuk pengobatan
dislipidemia.
Terapi non farmakologi

 Pengaturan diet
 Olah Raga teratur
 Konsumsi sayur dan buah
 Istirahat yang cukup
 Banyak konsumsi air putih

Monitoring

1. Pemeriksaan glukosa, elektrolit,BUN,kreatinin,osmolalitas dan derajat


keasaman vena tiap 2 – 4 jam sampai keadaan stabil tercapai.
2. Monitoring penggunaan insulin
3. Monitoring kadar kolesterol (SGOT dan SGPT)
1. Sesuaikah pilihan terapi yang sudah diberikan pada pasien? Bila tidak sesuai, apa
obat yang anda rekomendasikan? Cari dan tunjukkan guidance terapinya

 Lini pertama diabetes ketoasidosis adalah terapi cairan dengan NaCl 0,9%, sedangkan
pada kasus menggunakan infus RL jadi penggunaan infus RL tidak tepat.
 insulin regular dengan infus intravena kontinu merupakan pilihan terapi.
 Berdasarkan guideline terapi pemberian glibenklamid dan metformin belum tepat.
Pemberian OHO (obat hipoglikemi oral) memang cocok diberikan pada pasien diabetes
melitus tipe 2, namun pada pasien yang masuk RS dengan asidosis metabolik, maka
sebaiknya ditangani terlebih dahulu asidosis metabolik yang terjadi dengan pemberian
Insulin dan pengganti cairan. Jika diberikan bersamaan, bahkan dikombinasi dengan
OHO lainnya, dikhawatirkan dapat terjadi hipoglikemia. Karena itu, pemberian
glibenklamid dan metformin dihentikan.

2. Bagaimana maintenance terapi pada pasien?


 Ketika kadar gula darah mencapai 250mg/dl, cairan diganti atau ditambahkan
dengan cairan yang mengandung dextrose seperti (dextrose 5%, dextrose 5%
pada NaCl 0,9%, atau dextrose 5% pada NaCl 0,45%) untuk menghindari
hipoglikemia dan mengurangi kemunginan edema serebral akibat penurunan
gula darah yang terlalu cepat.
 Ketika kadar gula darah mencapai 250mg/dl, turunkan infuse insulin menjadi
0,05 – 0,1 u/kgBB/jam (3 – 6 u/jam), dan tambahkan infuse dextrose 5 – 10%.
Ketika pasien dapat makan, jadwal dosis multiple harus dimulai dengan
memakai kombinasi dosis short atau rapid acting insulin dan intermediate atau
long acting insulin sesuai kebutuhan untuk mengontrol glukosa darah.
 Jika asidosis telah membaik, perawatan di rumah selanjutnya dapat diberikan
obat hipoglikemi oral (OHO). Obat yang dapat diberikan adalah glibenklamid
5 mg 1x1. Pasien sebelumnya telah menerima terapi metformin, namun kadar
SGPT dan SGOT pasien meningkat sehingga dicurigai pasien mengalami
gangguan pada hati. Obat metformin tersebut dikontraindikasikan pada
pasiyang mengalami gangguan hati karena mekanismenya yang bekerja pada
hepar dengan mengurangi produksi glukosa hati.

3. Bagaimana evaluasi terapi pada pasien?


 Pemeriksaan glukosa, elektrolit,BUN,kreatinin,osmolalitas dan derajat
keasaman vena tiap 2 – 4 jam sampai keadaan stabil tercapai.
 Monitoring penggunaan insulin
 Monitoring kadar kolesterol

4. Apa terapi non farmakologi yang diperlukan untuk pasien tsb?


 Pengaturan diet
 Olah Raga
 Konsumsi sayur dan buah
 Istirahat yang cukup
 Banyak konsumsi air putih

5. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait obat dan efek
samping/interaksi obat?
 Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea antara lain
gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan
saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan
sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia
dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia,
trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau
jarang sekali.
 Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga
risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa-senyawa
yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat
hipoglikemik sulfonilurea antara lain: alkohol, insulin, fenformin,
sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezida,
dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase),
guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat.
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro.(2002) Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Jakarta : Balai


Penerbit FKUI

Dipiro et al. 2012. Pharmacoterapy a phatofisiology Approach 9th edition. McGraw-Hill


Companies, Manufactured in the United States of America.

Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. (1984). Obstetri Patologi.


Bandung : Elstar Offset.

Ikram, Ainal (2000) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Ibu Hamil
jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Lewis M Sharon, RN, PhD, Heitkemper MC faan. 2000. Medical Surgical Nursing
Ed.5.Mosby

Martinus, Adrian.2005.1001 Tentang Diabetes.Bandung:Nexx Media

Mansjoer, A, (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta


(hiperglikemi) (M.N Bustan, 2007).

Mochtar, Rustam. Prof. DR. (1998). Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I.
Jakarta : EGC

Pearce, Evelyn C.2007.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Jakarta:PT Gramedia


Pustaka Utama

Prawiroharjo, Sarwono. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka

Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi volume Edisi 6.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai