Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyuluhan dalam artian etimologis adalah usaha memberikan
keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan dan arah
yang harus ditempuh oleh setiap orang sehingga dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya dan meningkatkan kualitas hidupnya
(Mardikanto, 1982). Pada pelaksanaanya kegiatan penyuluhan, ada
beberapa unsur penyuluhan yang turut serta atau diikut sertakan dalam
unsur pelaksanaan kegiatan menunjang dalam satu kegiatan salah
satunya adalah alat bantu / media penyuluhan (Samsudin, 1987).
Media penyuluhan berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan
penyuluh dengan penerima informasi sebagai alat untuk melaksanakan
komunikasi, sehingga dengan menggunakan dapat menghasilkan
keefektifan metode dan mempercepat diterimanya bahan informasi. Alat
bantu dalam penyuluhan dapat dibagi menjadi empat, salah satunya
adalah media ilustratif seperti film, poster, banner, leaflet.
Menurut Arsyad (2007), pengertian poster adalah suatu media visual
dua dimensi berisikan gambar dan pesan tertulis yang singkat untuk
menyampaikan pesan-pesan tertentu, serta mampu mempengaruhi dan
memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Di dalam poster terdapat
pesan dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas sehingga mudah
dipahami orang yang melihatnya. Leaflet merupakan sarana publikasi
singkat yang berbentuk selebaran kertas dan berukuran kecil. Biasanya
selebaran kertas ini berisikan informasi suatu hal yang perlu disebarkan
kepada khalayak ramai. Pada umumnya leaflet terdiri dari 200 sampai
400 karakter atau huruf yang ditata dan disertai gambar untuk
mendukung isi leaflet tersebut.

1
Saat ini penyuluhan menggunakan media penyuluhan sering
digunakan terutama dalam bidang kesehatan. Hal ini dapat
dimanfaatkan untuk penyampaian sebuah informasi yang efektif salah
satunya informasi mengenai stunting.
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya.
Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan
ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak
stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi
tingkat kecerdasan anak. Anak merupakan aset bangsa di masa depan..

Saat ini Indonesia dihadapkan pada Beban Gizi Ganda atau sering
disebut Double Burden, yang artinya pada saat kita masih terus bekerja
keras mengatasi masalah Kekurangan Gizi seperti kurus, stunting, dan
anemia, namun pada saat yang sama juga harus menghadapi masalah
kelebihan gizi atau obesitas. Gizi buruk adalah salah satu hal yang
menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. Pemenuhan gizi yang
belum tercukupi baik sejak dalam kandungan hingga bayi lahir dapat
menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan, baik pada ibu
maupun bayinya. Salah satu gangguan kesehatan yang berdampak pada
bayi yaitu stunting atau tubuh pendek akibat kurang gizi kronik.

Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada


saat 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Salah satu cara mencegah
stunting adalah pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan kepada ibu
hamil. Upaya ini sangat diperlukan, mengingat stunting akan
berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan
pada saat dewasa. Akibat kekurangan gizi pada 1000 HPK bersifat
permanen dan sulit diperbaiki. Anak stunting penyebab utamanya asupan
gizi. Tak satupun penelitian yang mengatakan keturunan memegang

2
faktor yang lebih penting daripada gizi dalam hal pertumbuhan fisik anak.
Masyarakat, umumnya menganggap pertumbuhan fisik sepenuhnya
dipengaruhi faktor keturunan. Pemahaman keliru itu kerap menghambat
sosialisasi pencegahan stunting yang semestinya dilakukan dengan
upaya mencukupi kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga
usia dua tahun. Meski demikian, diperlukan juga kemauan masyarakat
untuk dapat menerima hal tersebut, diikuti dengan kesadaran akan
kewajiban menjaga kesehatan.

Dari pemaparan di atas maka saya rasa perlu untuk melakukan


penerapan penyuluhan tentang pencegahan stunting pada ibu hamil di
1000 hari pertama kehidupan bayi dalam bentuk media leaflet dan poster
di Puskesmas Taman Sari Kota Pangkalpinang.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya rancangan aktualisasi dengan gagasan pembuatan
media penyuluhan berupa leaflet dan poster di Puskesmas Taman Sari
yaitu:
1. Menambah media penyuluhan tentang pencegahan stunting
2. Menambah pengetahuan ibu hamil tentang pencegahan stunting pada
ibu hamil di 1000 hari pertama kehidupan
3. Mengaktualisasikan nilai-nilai dasar ANEKA dan penerapan nilai-nilai
dasar tersebut akan dijadikan sebagai suatu kebiasaan (habituasi)
dalam melakukan pelayanan publik dan manajemen ASN di tempat
kerja.

3
1.3 Gambaran Unit Kerja
Puskesmas Taman Sari berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga
dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Nama Puskesmas : Puskesmas Taman Sari
Status Kepemilikan : Pemerintah Kota Pangkalpinang
Provinsi : Kepulauan Bangka Belitung

1. KEADAAN UMUM
UPTD Puskesmas Taman Sari merupakan salah satu bagian
wilayah dari Kecamatan Taman Sari yang mempunyai batas - batas
wilayah sebagai berikut :
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sungai Rangkui
Kecamatan Rangkui
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan
Gerunggang
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan
Pangkalbalam
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Sungai Rangkui
Kecamatan Rangkui

2. DEMOGRAFI
UPTD Puskesmas Tamansari dengan jumlah penduduk 11079 Jiwa
terdiri dari 3 Kelurahan yaitu :
- Kelurahan Gedung Nasional dengan jumlah penduduk 3644 Jiwa
- Kelurahan Batin Tikal dengan jumlah penduduk 2939 Jiwa
- Kelurahan Opas Indah dengan jumlah penduduk 4496 Jiwa

4
1.4 Visi, Misi dan Tata Nilai Unit Kerja
A. VISI
- Sebagai penggerak pembangunan kesehatan untuk
mewujudkan masyarakat sehat dan mandiri
B. MISI
- Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
memperdayaan masyarakat untuk tercapainya kemandirian
masyarakat dibidang kesehatan.
- Menyelanggarakan upaya kesehatan masyarakat yang baik dan
bermutu
- Meningkatkan profesionalisme kinerja petugas Puskesmas
- Menciptakan tata kelola pelayanan kesehatan yang baik
C. MOTTO
- Cekatan, inovatif, tanggung jawab (CINTA)

D. Tujuan Puskesmas Taman Sari


1. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang tepat sesuai
dengan prosedur pelayanan.
2. Berkembangnya produk pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang memuaskan dengan menggalang kerjasama lintas
sektoral.
3. Mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional yaitu
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Tamansari agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi – tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat

5
E. Jumlah Pegawai Puskesmas Tamansari Tahun 2019
Jumlah
No Jabatan Total Ket.
PNS PHL PTT
1 Dokter Umum 2 2 1 (Kapus)
2 Dokter Gigi 1 1 2
3 Sarjana 1 1 1
Keperawatan (Struktural)
4 Sarjana Kes. 3 3
Masyarakat
5 Perawat 11 2 13
6 Bidan 6 4 10
7 Perawat Gigi 1 1
8 Apoteker 1 1
9 Analis 1 1
Kesehatan
10 Petugas Gizi 1 1
11 Asisten 1 1
Apoteker
12 Sanitarian 1 1
13 Fungsional
Umum
14 Cleaning 1 1
Service
15 Sopir 1 1
16 Penjaga 1 1
Malam
Jumlah 26 13 1 40

6
F. 12 Indikator Kegiatan Program yang Dilaksanakan Di Puskesmas
Taman Sari Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) :
1) Pelayanan Kesehatan Ibu hamil
2) Pelayanan Kesehatan Ibu bersalin
3) Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
4) Pelayanan Kesehatan Balita
5) Pelayanan Kesehatan pada Usia Dasar
6) Pelayanan Kesehatan pada Usia Produktif
7) Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut
8) Pelayanan Kesehatan Penderita Hipertensi
9) Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus
10) Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan Jiwa Berat
11) Pelayanan Kesehatan Orang dengan TB Paru
12) Pelayanan Kesehatan dengan Risiko Terinfeksi HIV

7
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 NILAI-NILAI DASAR ANEKA


Sebagai ASN harus dapat menanamkan nilai-nilai dasar ANEKA yaitu
Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti
Korupsi. Untuk itu perlu indikator-indikator dan nilai-nilai dasar tersebut
yaitu :

2.1.1 Akuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu,
kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab yang
menjadi amanahnya. Amanah seorang PNS adalah menjamin
terwujudnya nilai-nilai publik. Nilai-nilai publik tersebut antara lain
adalah:
a. Mampu mengambil pilihan yang tepat dan benar ketika terjadi
konflik kepentingan, antara kepentingan publik dengan
kepentingan sektor, kelompok, dan pribadi;
b. Memiliki pemahaman dan kesadaran untuk menghindari dan
mencegah keterlibatan PNS dalam politik praktis;
c. Memperlakukan warga negara secara sama dan adil dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik;
d. Menunjukan sikap dan perilaku yang konsisten dan dapat
diandalkan sebagai penyelenggara pemerintahan.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens,
2007), yaitu untuk menyediakan kontrol demokratis (peran
demokratis); untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan

8
kekuasaan (peran konstitusional); dan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas terdiri dari beberapa aspek. Menurut LAN RI
(2015:8), aspek-aspek tersebut terdiri dari:
a. Akuntabilitas adalah sebuah hubungan
b. Akuntabilitas berorientasi pada hasil
c. Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan
d. Akuntabilitas memerlukan konsekuensi
e. Akuntabilitas memperbaiki kinerja
Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam, yaitu:
akuntabilitas vertikal (pertanggung jawaban kepada otoritas yang
lebih tinggi) dan akuntabilitas horisontal (pertanggung jawaban
pada masyarakat luas). Untuk memenuhi terwujudnya organisasi
sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus
mengandung dimensi akuntabilitas kejujuran dan hukum,
akuntabilitas proses, akuntabilitas program, dan akuntabilitas
kebijakan (LAN RI, 2015:7).
Berdasarkan aspek-aspek tersebut seorang PNS harus
memiliki sikap tanggung jawab dalam menjalankan setiap
tugasnya. Bofens (dalam LAN RI, 2015:10) menyatakan bahwa
akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama yaitu:
a. Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokratis);
b. Untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan (peran konstitusional);
c. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Selain itu, menurut LAN RI (2015:11) akuntabilitas memiliki
tingkatan hierarkis. Tingkatan akuntabilitas terdiri dari 5 tingkatan
sebagai berikut:
a. Akuntabilitas personal

9
b. Akuntabilitas individu
c. Akuntabilitas kelompok
d. Akuntabilitas organisasi
e. Akuntabilitas stakeholder
Akuntabilitas memiliki empat dimensi agar memenuhi
terwujudnya sektor publik yang akuntabel, diantaranya sebagai
berikut:
a. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity
and legality);
b. Akuntabilitas proses (process accountability);
c. Akuntabilitas program (program accountability);
d. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
Menurut Widita (2015) dalam menciptakan lingkungan kerja
yang akuntabel, ada beberapa indikator dari nilai-nilai dasar
akuntabilitas yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Kepemimpinan : Lingkungan yang akuntabel tercipta dari atas
ke bawah dimana pimpinan memainkan peranan yang penting
dalam menciptakan lingkungannya.
b. Transparansi : Keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan
yang dilakukan oleh individu maupun kelompok / instansi.
c. Integritas : adalah adalah konsistensi dan keteguhan yang tak
tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan.
d. Tanggung Jawab : adalah kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di
sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajiban.
e. Keadilan : adalah kondisi kebenaran ideal secara moral
mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang.

10
f. Kepercayaan : Rasa keadilan akan membawa pada sebuah
kepercayaan. Kepercayaan ini yang akan melahirkan
akuntabilitas.
g. Keseimbangan : Untuk mencapai akuntabilitas dalam
lingkungan kerja, maka diperlukan keseimbangan antara
akuntabilitas dan kewenangan, serta harapan dan kapasitas.
h. Kejelasan : Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab harus
memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi tujuan
dan hasil yang diharapkan.
i. Konsistensi : adalah sebuah usaha untuk terus dan terus
melakukan sesuatu sampai pada tercapai tujuan akhir.

2.1.2 Nasionalisme
Nasionalisme sangat penting dimiliki oleh setiap pegawai
ASN. Bahkan tidak hanya sekedar wawasan saja tetapi
kemampuan mengaktualisasikan nasionalisme dalam menjalankan
fungsi dan tugasnya merupakan hal yang lebih penting.
Diharapkan dengan nasionalisme yang kuat, maka setiap pegawai
ASN memiliki orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik,
bangsa, dan negara. Nilai-nilai yang berorientasi pada kepentingan
publik menjadi nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap pegawai
ASN. Pegawai ASN dapat mempelajari bagaimana aktualisasi sila
demi sila dalam Pancasila agar memiliki karakter yang kuat
dengan nasionalisme dan wawasan kebangsaannya (Widita,
2015).
Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang
meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai
bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas
mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.

11
Keadaan seperti ini sering disebut chauvinisme. Sedangkan dalam
arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta
yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus
menghormati bangsa lain (LAN RI, 2015:1). Secara politis
nasionalisme berarti pandangan atau paham kecintaan manusia
Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila.
Dalam UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN, salah satu fungsi
ASN adalah menjalankan kebijakan publik. Kebijakan publik
diharapkan dapat dilakukan dengan integritas tinggi dalam
melayani publik sehingga dalam menjadi pelayan publik yang
profesional. ASN adalah aparat pelaksana yang melaksanakan
segala peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan
kebijakan publik untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan.
Fungsi ASN sebagai pelayan publik merupakan segala bentuk
pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparatur pemerintah,
termasuk aparat yang bergerak di bidang perekonomian dalam
bentuk barang dan jasa, yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (LAN, 2015:120). Sebagai pelayan publik seorang ASN
dituntut menjadi profesional untuk menciptakan pelayanan yang
prima.
Selain profesional dan melayani, ASN juga dituntut harus
memiliki integritas tinggi yang merupakan bagian dari kode etik
dan kode etik perilaku yang telah diatur dalam Undang-Undang
ASN. Etika-etika dalam kode etik tersebut harus diarahkan pada
pilihan-pilihan yang benar-benar mengutamakan kepentingan
masyarakat luas.

12
2.1.3 Etika Publik
Etika dapat dipahami sebagai sistem penilaian perilaku
serta keyakinan untuk menentukan perbuatan yang pantas guna
menjamin adanya perlindungan hak-hak individu, mencakup cara-
cara pengambilan keputusan untuk membantu membedakan hal-
hal yang baik dan buruk serta mengarahkan apa yang seharusnya
dilakukan sesuai nila-nilai yang dianut, Catalano, 1991 (dalam
Widita, 2015).
Etika adalah tujuan hidup yang baik bersama dan untuk
orang lain di dalam institusi yang adil (LAN, 2015:8). Etika lebih
dipahami sebagai refleksi atas baik atau buruk, benar atau salah
yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan kewajiban yang
baik atau benar. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, etika
publik adalah refleksi tentang standar/norma yang menentukan
baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk
mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan
tanggung jawab pelayanan publik (LAN, 2015:6). Integritas publik
menuntut para pemimpin dan pejabat publik untuk memiliki
komitmen moral dengan mempertimbangkan keseimbangan antara
penilaian kelembagaan, dimensi-dimensi peribadi, dan
kebijaksanaan di dalam pelayanan publik (Haryatmoko dalam LAN,
2015:7).
Kode etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku
dalam suatu kelompok khusus, sudut pandangnya hanya ditujukan
pada hal-hal prinsip dalam bentuk ketentuan-ketentuan tertulis
(LAN, 2015:9). Kode etik profesi dimaksudkan untuk mengatur
tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat
dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.

13
Berdasarkan undang-undang ASN, kode etik dan kode
perilaku ASN yakni sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan
berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau
pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya;
i. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan
kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait
kepentingan kedinasan;
j. Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status,
kekuasaan dan jabatannya untuk mendapat atau mencari
keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang
lain;
k. Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi
dan integritas ASN;
l. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai disiplin pegawai ASN.

14
Dimensi etika publik terdiri dari dimensi tujuan pelayanan
publik yang bertujuan untuk mewujudkan pelayanan yang
berkualitas dan relevan, dimensi modalitas yang terdiri dari
akuntabilitas, transparansi, dan netralitas, serta dimensi tindakan
integritas publik (LAN, 2015:11). Ketiga dimensi tersebut dapat
menjadi dasar untuk dapat menjadi pelayan publik yang beretika.
Pelayanan publik yang profesional membutuhkan tidak
hanya kompetensi teknis dan leadership, namun juga kompetensi
etika. Oleh karena itu perlu dipahami etika dan kode etik pejabat
publik. Tanpa memiliki kompetensi etika, pejabat cenderung
menjadi tidak peka, tidak peduli dan bahkan seringkali
diskriminatif, terutama pada masyarakat kalangan bawah yang
tidak beruntung. Etika publik merupakan refleksi kritis yang
mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan,
kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan
dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan
diterapkannya kode etik ASN, perilaku pejabat publik harus
berubah dari penguasa menjadi pelayan, dari wewenang menjadi
peranan, dan menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
yang harus dipertanggung jawabkan bukan hanya di dunia namun
juga di akhirat.

2.1.4 Komitmen Mutu


LAN RI (2015: 9) menjelaskan bahwa karakteristik utama
yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur tingkat efektivitas
adalah ketercapaian target yang telah direncanakan, baik dilihat
dari capaian jumlah maupun mutu hasil kerja, sehingga dapat
memberi kepuasan, sedangkan tingkat efisiensi diukur dari

15
penghematan biaya, waktu, tenaga, dan pikiran dalam
menyelesaikan kegiatan.
Inovasi muncul karena adanya dorongan kebutuhan
organisasi/perusahaan untuk beradaptasi dengan tuntutan
perubahan yang terjadi di sekitarnya. Mengenai inovasi, LAN RI
(2015:11) menyatakan bahwa proses inovasi dapat terjadi secara
perlahan (bersifat evolusioner) atau bisa juga lahir dengan cepat
(bersifat revolusioner). Inovasi akan menjadi salah satu kekuatan
organisasi untuk memenangkan persaingan.
Ada empat indikator dari nilai-nilai dasar komitmen mutu
yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Efektif
Efektif adalah berhasil guna, dapat mencapai hasil sesuai
dengan target. Sedangkan efektivitas menunjukkan tingkat
ketercapaian target yang telah direncanakan, baik menyangkut
jumlah maupun mutu hasil kerja. Efektifitas organisasi tidak
hanya diukur dari performans untuk mencapai target (rencana)
mutu, kuantitas, ketepatan waktu dan alokasi sumber daya,
melainkan juga diukur dari kepuasan dan terpenuhinya
kebutuhan pelanggan.
b. Efisien
Efisien adalah berdaya guna, dapat menjalankan tugas dan
mencapai hasil tanpa menimbulkan keborosan. Sedangkan
efisiensi merupakan tingkat ketepatan realiasi penggunaan
sumberdaya dan bagaimana pekerjaan dilaksanakan sehingga
dapat diketahui ada tidaknya pemborosan sumber daya,
penyalahgunaan alokasi, penyimpangan prosedur dan
mekanisme yang ke luar alur.
c. Inovasi

16
Inovasi Pelayanan Publik adalah hasil pemikiran baru yang
konstruktif, sehingga akan memotivasi setiap individu untuk
membangun karakter sebagai aparatur yang diwujudkan dalam
bentuk profesionalisme layanan publik yang berbeda dari
sebelumnya, bukan sekedar menjalankan atau menggugurkan
tugas rutin.
d. Mutu
Mutu merupakan suatu kondisi dinamis berkaitan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang sesuai
atau bahkan melebihi harapan konsumen. Mutu mencerminkan
nilai keunggulan produk/jasa yang diberikan kepada pelanggan
sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya, bahkan
melampaui harapannya. Mutu merupakan salah satu standar
yang menjadi dasar untuk mengukur capaian hasil kerja. Mutu
menjadi salah satu alat vital untuk mempertahankan
keberlanjutan organisasi dan menjaga kredibilitas institusi.

Ada lima dimensi karakteristik yang digunakan pelanggan


dalam mengevaluasi kualitas pelayan (Berry dan Pasuraman
dalam Zulian Zamit, 2010:11), yaitu:
a. Tangibles (bukti langsung), yaitu : meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai, dan sarana;
b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan
pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan
yang telah dijanjikan;
c. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan untuk
memberikan pelayanan dengan tanggap;
d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan,
dan sifat dapat dipercaya;

17
e. Empaty, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap
kebutuhan pelanggan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli maka dapat
disimpulkan bahwa mutu mencerminkan nilai keunggulan
produk/jasa yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan dan bahkan melampaui harapannya.
Manajemen mutu harus dilaksanakan secara terintegrasi, dengan
melibatkan seluruh komponen organisasi, untuk senantiasa
melakukan perbaikan mutu agar dapat memuaskan pelanggan. Bill
Creech (dalam LAN, 2015) memperkenalkan lima pilar dalam
manajemen mutu terpadu yaitu produk, proses, organisasi,
pemimpin dan komitmen. Kelima pilar tersebut memiliki keterkaitan
dan ketergantungan yang tinggi, sehingga target mutu dapat
diwujudkan bahkan dapat terus ditingkatkan secara berkelanjutan.
Target utama kinerja aparatur yang berbasis komitmen
mutu adalah mewujudkan kepuasan masyarakat yang menerima
layanan. Mutu kerja aparatur dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dewasa ini masih banyak yang tidak
mengindahkan peraturan perundang-undangan.

2.1.5 Anti Korupsi


Kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu Corruptio yang
artinya kerusakan, kebobrokan dan kebusukan. Korupsi sering
dikatakan sebagai kejahatan luar biasa, karena dampaknya yang
luar biasa, menyebabkan kerusakan baik dalam ruang lingkup
pribadi, keluarga, masyarakat dan kehidupan yang lebih luas.
Kerusakan tidak hanya terjadi dalam kurun waktu yang pendek,
namun dapat berdampak secara jangka panjang (Widita, 2015).

18
Ada 9 (sembilan) indikator dari nilai-nilai dasar anti korupsi
yang harus diperhatikan, yaitu :
1) Jujur
Kejujuran merupakan nilai dasar yang menjadi landasan utama
bagi penegakan integritas diri seseorang. Tanpa adanya
kejujuran mustahil seseorang bisa menjadi pribadi yang
berintegritas. Seseorang dituntut untuk bisa berkata jujur dan
transparan serta tidak berdusta baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain, sehingga dapat membentengi diri terhadap
godaan untuk berbuat curang.
2) Peduli
Kepedulian sosial kepada sesama menjadikan seseorang
memiliki sifat kasih sayang. Individu yang memiliki jiwa sosial
tinggi akan memperhatikan lingkungan sekelilingnya di mana
masih terdapat banyak orang yang tidak mampu, menderita,
dan membutuhkan uluran tangan. Pribadi dengan jiwa sosial
tidak akan tergoda untuk memperkaya diri sendiri dengan cara
yang tidak benar tetapi ia malah berupaya untuk menyisihkan
sebagian penghasilannya untuk membantu sesama.
3) Mandiri
Kemandirian membentuk karakter yang kuat pada diri
seseorang menjadi tidak bergantung terlalu banyak pada orang
lain. Mentalitas kemandirian yang dimiliki seseorang
mengoptimalkan daya pikirnya guna bekerja secara efektif.
Pribadi yang mandiri tidak akan menjalin hubungan dengan
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab demi mencapai
keuntungan sesaat.
4) Disiplin

19
Disiplin adalah kunci keberhasilan semua orang. Ketekunan
dan konsistensi untuk terus mengembangkan potensi diri
membuat seseorang akan selalu mampu memberdayakan
dirinya dalam menjalani tugasnya. Kepatuhan pada prinsip
kebaikan dan kebenaran menjadi pegangan utama dalam
bekerja. Seseorang yang mempunyai pegangan kuat terhadap
nilai kedisiplinan tidak akan terjerumus dalam kemalasan yang
mendambakan kekayaan dengan cara yang mudah.
5) Tanggung Jawab
Pribadi yang utuh dan mengenal diri dengan baik akan
menyadari bahwa keberadaan dirinya di muka bumi adalah
untuk melakukan perbuatan baik demi kemaslahatan sesama
manusia. Segala tindak tanduk dan kegiatan yang
dilakukannya akan dipertanggung jawabkan sepenuhnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, negara, dan
bangsanya. Dengan kesadaran seperti ini maka seseorang
tidak akan tergelincir dalam perbuatan tercela dan nista.
6) Kerja Keras
Individu beretos kerja akan selalu berupaya meningkatkan
kualitas hasil kerjanya demi terwujudnya kemanfaatan publik
yang sebesar-besarnya. Ia mencurahkan daya pikir dan
kemampuannya untuk melaksanakan tugas dan berkarya
dengan sebaik-baiknya. Ia tidak akan mau memperoleh
sesuatu tanpa mengeluarkan keringat.
7) Sederhana
Pribadi yang berintegritas tinggi adalah seseorang yang
menyadari kebutuhannya dan berupaya memenuhi
kebutuhannya dengan semestinya tanpa berlebih-lebihan.Ia
tidak tergoda untuk hidup dalam gelimang kemewahan.

20
Kekayaan utama yang menjadi modal kehidupannya adalah
ilmu pengetahuan.Ia sadar bahwa mengejar harta tidak akan
pernah ada habisnya karena hawa nafsu keserakahan akan
selalu memacu untuk mencari harta sebanyak-banyaknya.
8) Berani
Seseorang yang memiliki karakter kuat akan memiliki
keberanian untuk menyatakan kebenaran dan menolak
kebathilan. Ia tidak akan mentolerir adanya penyimpangan dan
berani menyatakan penyangkalan secara tegas. Ia juga berani
berdiri sendirian dalam kebenaran walaupun semua kolega dan
teman-teman sejawatnya melakukan perbuatan yang
menyimpang dari hal yang semestinya. Ia tidak takut dimusuhi
dan tidak memiliki teman kalau ternyata mereka mengajak
kepada hal-hal yang menyimpang.
9) Adil
Pribadi dengan karakter yang baik akan menyadari bahwa apa
yang dia terima sesuai dengan jerih payahnya. Ia tidak akan
menuntut untuk mendapatkan lebih dari apa yang ia sudah
upayakan. Bila ia seorang pimpinan maka ia akan memberi
kompensasi yang adil kepada bawahannya sesuai dengan
kinerjanya. Ia juga ingin mewujudkan keadilan dan
kemakmuran bagi masyarakat dan bangsanya.

Kesadaran anti korupsi yang dibangun melalui pendekatan


spiritual, dengan selalu ingat akan tujuan keberadaannya sebagai
manusia di muka bumi, dan selalu ingat bahwa seluruh ruang dan
waktu kehidupannya harus dipertanggung jawabkan sehingga
dapat menjadi benteng kuat untuk antikorupsi. Tanggung jawab
spiritual yang baik akan menghasilkan niat yang baik dan

21
mendorong untuk memiliki visi dan misi yang baik, hingga selalu
memiliki semangat untuk melakukan proses atau usaha terbaik
dan mendapatkan hasil terbaik agar dapat dipertanggung
jawabkan secara publik.

2.2 KEDUDUKAN DAN PERAN PNS DALAM NKRI


2.2.1 Manajemen ASN
Manejemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan
kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar
selalu tersedia sumber daya ASN yang unggul selaras dengan
perkembangan jaman.
a. Kedudukan ASN
Kedudukan atau status jabatan PNS dalam sistem
birokrasi selama ini dianggap belum sempurna untuk
menciptakan birokrasi yang profesional. Untuk dapat
membangun profesionalitas birokrasi, maka konsep yang
dibangun dalam UU ASN tersebut harus jelas. Berikut
beberapa konsep yang ada dalam UU No. 5 Tahun 2014
tentang ASN.
Berdasarkan jenisnya, pegawai ASN terdiri atas Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK). PNS merupakan warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk
pegawai secara nasional. Sedangkan PPPK adalah warga

22
negara Indonesia yang memnuhi syarat tertentu, yang diangkat
oleh pejabat pembina kepegawaian berdasarkan perjanjian
kerja sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah untuk
jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan.
Pegawai ASN berkedudukan sebagai apartur negara
yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan
instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan
intervensi semua golongan dan partai politik. Pegawai ASN
dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Selain itu untuk menjauhkan birokrasi dari pengaruh partai
politik, hai ini dimaksudkan untuk menjamin keutuhan,
kekompakan dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan
segala perhatian, pikiran dan tenaga pada tugas yang
dibebankan kepadanya. Oleh karena itu dalam pembinaan karir
pegawai ASN, khususnya di daerah dilakukan oleh pejabat
berwenang yaitu pejabat karir tertinggi. Kedudukan ASN
berada di pusat, daerah dan luar negeri. Namun demikian
pegawai ASN merupakan kesatuan. Kesatuan bagi pegawai
ASN sangat penting, mengingat dengan adanya desentralisasi
dan otonomi daerah, sering terjadinya isu putra daerah yang
hampir ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk
memberikan pelayanan publik yang profesional da berkualitas.
Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam terjadi dimana-
mana sehingga perkembangan birokrasi menjadi stagnan di
daerah-daerah. Kondisi tersebut merupakan ancaman bagi
kesatuan bangsa.

23
b. Peran ASN
Untuk menjalankan kedudukan pegawai ASN, maka pegawai
ASN berfungsi dan bertugas sebagai berikut:
1) Pelaksana kebijakan public
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk
melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pembina
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu ASN harus mengutamakan
kepentingan publik dan masyarakat luas dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya, serta harus
mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada
kepentingan publik
2) Pelayan public
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negaradan penduduk atas barang, jasa dan/atau
pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh
penyelenggara pelayanan publik dengan tujuan kepuasan
pelanggan.
3) Perekat dan pemersatu bangsa
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk mempererat
persatuan dan kesatuan NKRI.ASN senantiasa setia dan
taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan
pemerintah. ASN senantiasa menjunung tinggi martabat
ASN serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara
daripada kepentingan diri sendiri, seseorang dan golongan.
Dalam UU ASN disebutkan bahwa dalam penyelengaraan
dan kebijakan manajemen ASN, salah satu diantaranya
asas persatuan dan kesatuan.

24
4) Hak dan Kewajiban ASN
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang
diberikan oleh hukum, suatu kepentingan yang dilindungi
oleh hukum, baik pribadi maupun umum. Dapat diatikan
bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima.
Agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan
baik, dapat meningkatkan produktivitas, menjamin
kesejateraan ASN dan akuntabel, maka setiap SN
diberikan hak. Hak ASN dan PPPK yang diatur dalam UU
No. 5 Tahun 2014 tentang ASN sebagai berikut:
PNS berhak memperoleh:
a) Gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b) Cuti;
c) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d) Perlindungan; dan
e) Pengembangan kompetensi.
Selain hak sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan
pasal 70 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN disebutkan
bahwa setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi.
Berdasarkan Pasal 92 pemerintah juga wajib memberikan
perlindungan berupa:
a. Jaminan kesehatan;
b. Jaminan kecelakaan kerja;
c. Jaminan kematian;
d. Bantuan hukum.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan
yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban

25
adalah suatu yang sepatutnya diberikan.Pegawai ASN
berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN wajib:
a) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah;
b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang;
d) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh
pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
f) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik
di dalam maupun di luar kedinasan;
g) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
Dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN disebutkan bahwa
ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan kode
perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk
menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan kode
perilaku berisi pengaturan perilaku agar pegawai ASN:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab,
dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;

26
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan
atau Pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
etika pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya;
i. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan
kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait
kepentingan kedinasan;
j. Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas,
status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau
mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau
untuk orang lain;
k. Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga
reputasi dan integritas ASN

2.2.2 Whole of Government (WoG)


a. Pengertian Whole of Government (WoG)
Berdasarkan interpretasi analitis dan manifestasi empiris
di lapangan maka WoG didefinisikan sebagai “suatu model
pendekatan integratif fungsional satu atap” yang digunakan
untuk mengatasi wicked problems yang sulit dipecahkan dan
diatasi karena berbagai karakteristik atau keadaan yang
melekat antara lain: tidak jelas sebabnya, multi dimensi,

27
menyangkut perubahan perilaku. Sesuai dengan karakteristik
wickedproblems, maka model pendekatan WoG mempunyai
perspektif tertentu sebagaimana yang diilustrasikan pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Perspektif Whole of Government (WoG) dalam kebijakan publik

b. Penerapan Whole of Government (WoG) dalam pelayanan


terintegrasi
1) Praktek Whole of Government (WoG)
Terdapat beberapa cara pendekatan WoG yang dapat
dilakukan, baik dari sisi penataan institusi formal maupun
informal. Cara-cara ini pernah dipraktekkan oleh beberapa
negara, termasuk Indonesia dalam level-level tertentu.
a) Penguatan koordinasi antar lembaga
Penguatan koordinasi dapat dilakukan jika jumlah
lembaga-lembaga yang dikoordinasikan masih terjangkau
dan manageable. Dalam prakteknya, span of control atau

28
rentangkendali yang rasional akan sangat terbatas. Salah
satu alternatifnya adalah mengurangi jumlah lembaga
yang ada sampai mendekati jumlah yang ideal untuk
sebuah koordinasi. Dengan jumlah lembaga yang rasional,
maka koordinasi dapat dilakukan lebih mudah.
b) Membentuk lembaga koordinasi khusus
Pembentukan lembaga terpisah dan permanen yang
bertugas dalam mengkoordinasikan sektor atau
kementerian adalah salah satu cara melakukan WoG.
Lembaga koordinasi ini biasanya diberikan status lembaga
stingkat lebih tinggi, atau setidaknya setara dengan
kelembagaan yang dikoordinasikan.
c) Membangun gugus tugas
Gugus tugas merupakan bentuk pelembagaan koordinasi
yang dilakukan di luar struktur formal, yang setidaknya
tidak permanen. Pembentukan gugus tugas biasanya
menjadi salah satu cara agar sumber daya yang terlibat
dalam koordinasi tersebut dicabut sementara dari
lingkungan formalnya untuk berkonsentrasi dalam proses
koordinasi tadi.
d) Koalisi social
Koalisi sosial merupakan bentuk informal dari penyatuan
koordinasi antar sektor atau lembaga, tanpa perlu
mebentuk pelembagaan khusus dalam koordinasi.
b. Tantangan dalam praktek Whole of Government (WoG)
Tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan WoG di
tataran praktek sebagai berikut:

29
1) Kapasitas SDM dan institusi
Kapasitas SDM dan institusi-institusi yang terlibat dalam
WoG tidaklah sama. Perbedaan kapasitas ini bisa menjadi
kendala serius ketika pendekatan WoG, misalnya
mendorong terjadinya merger atau akuisisi kelembagaan,
dimana terjadi penggabungan SDM dengan kualifikasi
yang berbeda.
2) Nilai dan budaya organisasi
Nilai dan budaya organisasi menjadi kendala ketika terjadi
upaya kolaborasi sampai dengan kelembagaan.
3) Kepemimpinan
Kepemimpinan menjadi salah satu kunci penting dalam
pelaksanaan WoG. Kepemimpinan yang dibutuhkan
adalah kepemimpinan yang mampu mengakomodasi
perubahan nilai dan budaya organisasi serta meramu SDM
yang tersedia guna mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Praktek Whole of Government (WoG) dalam pelayanan public
Praktek WoG dalam pelayanan publik dilakukan dengan
menyatukan seluruh sektor yang terkait dengan pelayanan
publik. Jenis pelayanan publik yang dikenail dapat didekati oleh
pendekatan WoG sebagai berikut:
1) Pelayanan yang bersifat administratif, yaitu pelayanan publik
yang menghasilkan berbagai produk dokumen resmi yang
dibutuhkan warga masyarakat. Dokumen yang dihasilkan
bisa meliputi KTP, status kewarganegaraan, status usaha,
surat kepemilikan, atau penguasaan atas barang, termasuk
dokumen-dokumen resmi seperti SIUP, izin trayek, izin
usaha, akta, sertifikat tanah dan lain-lain

30
2) Pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan warga masyarakat,
seperti pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
perhubungan dan lain-lain.
3) Pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan jenis
barang yang dibutuhkan warga masyarakat, seperti jalan,
jembatan, perumahan, jaringan telepon, listrik, air bersih, dan
lain-lain.
4) Pelayanan regulatif, yaitu pelayanan melalui penegakan
hukuman dan peraturan perundang-undangan, maupun
kebijakan publik yang mengatur sendi-sendi kehidupan
masyarakat.
Adapun berdasarkan pola pelayanan publik, juga dapat
dibedakan dalam lima macam pola pelayanan sebagai berikut:
1) Pola pelayanan teknis fungsional, yaitu suatu pola pelayanan
publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai
dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya.
Pelayanan merupakan pelayanan sektoral, yang bisa jadi
sifatnya hanya relevan dengan sektor itu, atau menyangkut
pelayanan di sektor lain. WoG dapat dilakukan manakala
pola pelayanan publik ini mempunyai karakter yang sama
atau memiliki keterkaitan antar satu sektor dengan yang
lainnya.
2) Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan yang
dilakukan secara terpadu pada suatu instansi pemerintah
yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing. Pola
ini memudahkan masyarakat pengguna izin untuk mengurus
permohonan izinnya, walaupun belum mengurangi jumlah
rantai birokrasi izinnya.

31
3) Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan yang
dilakukan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah
berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit kerja
pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan. Ini adalah
salah satu bentuk kelembagaan WoG yang lebih utuh,
dimana pelayanan publik disatukan dalam satu unit
pelayanan saja, dan rantai izin sudah dipangkas menjadi satu
saja.
4) Pola pelayanan terpusat, yaitu pola pelayanan yang
dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak
selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah
lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat
yang bersangkutan.
5) Pola pelayanan elektronik, yaitu pola pelayanan elektronik
yang dilakukan menggunakan teknologi infromasi dan
komunikasi yang merupakan otomasi dan otomatisasi
pemberian layanan yang bersifat elektronik atau daring
(online) sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keinginan
dan kapasitas masyarakat pengguna.
d. Nilai-nilai dasar Whole of Government
Praktek WOG dalam pelayanan publik dilakukan dengan
menyatukan seluruh sektor yang terkait dengan pelayanan
publik berdasarkan nilai-nilai dasar berikut ini.
1) Koordinasi
Kompleksitas lembaga membutuhkan koordinasi yang efektif
dan efisien antar lembaga dalam menjalankan kegiatan
kelembagaan
2) Integrasi

32
Integrasi dilakukan dengan pembauran sebuah sistem antar
lembaga sehingga menjadi kesatuan yang utuh
3) Sinkronisasi
Sinkronisasi merupakan penyelarasan semua kegiatan/ data
yang berasal dari berbagai sumber, dengan menyingkronkan
seluruh sumber tersebut
4) Simplifikasi
Simplikasi merupakan penyederhanaan segala sesuatu baik
terkait data/proses di suatu lembaga untuk mengefisienkan
waktu, tenaga dan biaya.

2.2.3 Pelayanan Publik


a. Konsep Pelayanan Publik
1) Pengertian Pelayanan Publik
Berkaitan dengan pelayanan, ada dua istilah yang perlu
diketahui, yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian
melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa
yang diperlukan seseorang". Sedangkan pengertian
pelayanan adalah "usaha rnelayani kebutuhan orang lain"
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Contoh: menerima
telepon dari pihak lain yang berhubungan dengan unit kerja
kita, adalah bentuk pelayanan yang rutin kita lakukan.
Adapun menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003,
mengenai pelayanan adalah sebagai berikut:
a) Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

33
b) Penyelenggara adalah Pelayanan Publik adalah Instansi
Pemerintah;
c) Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi
satuan kerja satuan organisasi Kementrian, Departemen,
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara,
dan instansi Pemerintah lainnya, baik Pusat maupun
Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan
Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
d) Unit Penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja
pada instansi Pemerintah yang secara langsung
memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan
publik;
e) Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi
pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi
pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
f) Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat,
instansi pemerintah dan badan hukum yang menerima
pelayanan dari instansi pemerintah.
Pelayanan merupakan suatu proses. Proses tersebut
menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan,
kemudian diberikan kepada pelanggan. Sebagai contoh
adalah proses pelayanan surat masuk. Proses pelayanan
surat masuk adalah sebagai berikut:
a) Surat diterima oleh seorang petugas;
b) Surat disortir (dipisah-pisahkan);
c) Surat diterima pencatat surat dan kemudian dicatat dalam
buku agenda atau kartu kendali;
d) Surat disampaikan ke pengarah surat;

34
e) Surat didistribusikan ke unit organisasi sesuai dengan
alamat yang tertulis dalam surat (sering di sebut dengan
istilah "unit pengelola");
f) Surat diterima oleh unit pengolah.
Pelayanan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok
(Gonroos, 1990), yaitu :
a) Coreservice adalah pelayananyang ditawarkan kepada
pelanggan, yang merupakan produk utamanya. Misalnya
untuk pelayanan pembuatan KTP, maka penyediaan KTP
merupakan layanan utamanya.
b) Facilitatingservice adalah fasilitas pelayanan tambahan
kepada pelanggan, misalnya terkait dengan pelayanan
administrasi kependudukan (KTP, akta kelahiran, dll),
maka pemerintah menyediakan layanan satu atap atau
satu pintu dengan menggunakan teknologi yang canggih.
2) Jenis barang/jasa
Menurut Savas (1987) membagi barang layanan menjadi 4
(empat) kelompok:
a) Barang yang digunakan untuk memenuhi kepentingan
individu yang bersifat pribadi. Barang privat (private
goods) ini tidak ada konsep tentang penyediaannya,
hukum permintaan dan penawaran sangat tergantung
pada pasar, produsen akan memproduksi sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, dan bersifat terbuka. Oleh sebab
itu penyediaan layanan barang yang bersifat barang
privat ini dapat berlaku hukum pasar, hanya apabila
barang privat ini menyangkut kesejahteraan orang
banyak, misalnya beras atau bahan kebutuhan pokok
masyarakat lainnya, maka pemerintah tidak akan

35
membiarkan berlakunya pasar secara murni. Dengan
kata lain apabila pasar mengalami kegagalan dan demi
kesejahteraan, maka perlu intervensi pemerintah;
b) Jenis barang yang kedua disebut toll goods, yakni barang
yang digunakan atau dikonsumsi bersama-sama dengan
persyaratan apabila menggunakannya harus membayar
atau ada biaya penggunaan, apabila pengguna atau
konsumen tidak membayar maka tidak dapat
menggunakannya. Penyediaannya bisa menggunakan
hukum pasar dimana produsen akan menyediakan
permintaan/kebutuhan barang tersebut. Barang seperti ini
hampir sama seperti barang privat, penyediaan barang ini
di beberapa negara disediakan oleh negara dan
seringkali menggunakan ukuran pemakaiannya atau
dapat dikatakan barang privat tetapi dikonsumsi
bersama-sama;
c) Jenis barang ketiga disebut collective goods, yaitu
barang yang digunakan secara bersama-sama atau
kolektif dan penyediaannya tidak dapat dilakukan dengan
melalui mekanisme pasar, karena barang ini digunakan
secara terus menerus dan secara bersama-sama serta
sulit diukur berapa besar penggunaan barang ini untuk
setiap individu. Dalam penggunaan barang ini apabila
diukur dari sisi ekonomi akan muncul pembonceng gratis
(free rider) dimana mereka ikut menggunakan atau
menikmati barang tersebut tanpa membayar dan tanpa
kontribusi secara fair. Penyediaan barang ini tidak ada
yang mau menyediakan atau memproduksinya secara
sukarela. Oleh karenanya penyediaan barang ini dilakuan

36
dengan kontribusi secara kolektif yaitu dengan
menggunakan pajak.
d) Jenis barang yang keempat adalah common pool goods,
jenis barang ini memiliki karakteristik dimana yang
menggunakan barang ini tidak ada yang mau membayar,
biasanya digunakan/dikonsumsi secara bersama-sama
dan kepemilikan barangini oleh umum, tidak ada orang
yang mau menyediakan barang ini. Untuk itu pemerintah
melakukan pengaturan terhadap barang ini.
Dalam kenyataannya keempat jenis barang diatas
sangat sulit dibedakan atau dipisahkan masing-masing jenis
termasuk barang yang mana, karena setiap barang tidak
murni menjadi salah satu karakteristik jenis barang yang
ada. Setiap barang mempunyai kecenderungan karakteristik
barang yang satu dengan barang yang lain.
3) Pelayanan Prima
Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah
"Excellent Service" yang secara harfiah berarti pelayanan
yang sangat baik dan atau pelayanan yang terbaik. Disebut
sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang
memberikan pelayanan. Apabila instansi pelayanan belum
memiliki standar pelayanan, maka pelayanan disebut sangat
baik atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat
atau mampu memuaskan pihak yang dilayani (pelanggan).
Jadi pelayanan prima dalam hal ini sesuai dengan harapan
pelanggan. Tentunya agar keprimaan suatu pelayanan dapat
terukur, bagi instansi pemberi pelayanan yang belum memiliki

37
standar pelayanan, maka perlu membuat standar pelayanan
prima sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Tujuan pelayanan prima adalah memberikan
pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan
pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus
pelayanan kepada pelanggan dengan Pelayanan prima
kepada masyarakat didasarkan pada tekad bahwa
"pelayanan adalah pemberdayaan". Kalau pada sektor bisnis
atau swasta tentunya pelayanan selalu bertujuan atau
berorientasi profile atau keuntungan perusahaan. Pelayanan
prima yang diberikan kepada masyarakat padadasarnya
tidaklah mencari untung, tetapi memberikan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara sangat baik
atau terbaik.
Dalam hal memberdayakan masyarakat ini, pelayanan
yang diberikan tidaklah bertujuan selain mencari untung, juga
menjadikan masyarakat justru terbebani atau teberdayakan
dengan pelayanan dari pemerintahan yang diterimanya.
Contoh: dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
selama ini masih sering muncul keluhan dari masyarakat
dengan adanya pungutan biaya di luar ketentuan, atau
berbelit-belitnya prosedur serta lamanya pelayanan yang
diberikan. Belum lagi masih ditambah dengan petugas yang
kurang ramah sehingga munculnya sikap, anggapan dan
penilaian terhadap pemerintahan. Misalnya kesan bahwa
birokrasi adalah prosedur yang berbelit-belit dan mempersulit
urusan. Adanya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam
pelayanan sektor publik.Bahkan dalam pelayanan publik
muncul istilah "kalau masih bisa dipersulit, kenapa harus

38
dipermudah?" Atau kalau kita berurusan dengan pelayanan
pemerintah, mungkin akan ada penawaran dari aparatur
pelayannya, "mau lewat jalan tol atau biasa?". Untuk itu
pelayanan prima sektor publik yang dilakukan oleh
pemerintah selain memenuhi kebutuhan hajat hidup
masyarakatnya, sudah barang tentu adalah untuk
memberdayakan bukan memperdayakan.
Jadi dengan demikian perbaikan pelayanan sektor
publik jelas merupakan kebutuhan yang mendesak, bahwa
dalam rangka reformasi administrasi negara, perbaikan
pelayanan kepada publik merupakan kunci keberhasilannya.
Pelayanan prima bertujuan memberdayakan masyarakat,
bukan memperdayakan, sehingga akan menumbuhkan
kepercayaan publik atau masyarakat kepada
pemerintahannya. Adapun kepercayaan adalah awal atau
modal dari kolaborasi dan partisipasi masyarakat dalam
program-program pembangunan.
Adapun pelayanan prima akan bermanfaat bagi upaya
peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada
masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan untuk
pengembangan penyusunan standar pelayanan. Baik
pelayan, pelanggan atau stakeholder dalam kegiatan
pelayanan, akan memiliki acuan mengenai mengapa, kapan,
dengan siapa, dimana dan bagaimana pelayanan dilakukan.
b. Nilai-nilai Dasar Pelayanan Publik
Perhatian pemerintah terhadap perbaikan pelayanan kepada
masyarakat, sebenarnya sudah diatur dalam beberapa
pedoman, antara lain adalah Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 63 Tahun

39
2003 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip pelayanan
publik sebagai berikut:
1) Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan.
2) Kejelasan
a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;
b) Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/ persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan
pelayanan publik;
c) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3) Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan Publik dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan.
4) Akurasi
Produk pelayanan Publik diterima dengan benar, tepat
dan sah.
5) Keamanan
Proses dan produk pelayanan Publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum.
6) Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggung jawab atas penyelengaraan pelayanan
dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
7) Kelengkapan Sarana dan prasarana

40
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan
sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8) Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai,
mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan
teknologi telekomunikasi dan informatika.
9) Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan
santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10) Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang
tunggu yang nyaman,bersih, rapi, lingkungan yang indah dan
sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan,
seperti parker, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.

41
BAB III
KEGIATAN AKTUALISASI

3.1 RANCANGAN AKTUALISASI


3.1.1 Identifikasi Isu
Untuk menyusun rancangan kegiatan aktualisasi, maka penulis
akan menjelaskan jabatan penulis. Jabatan penulis adalah Nutrisionis
Terampil di Puskesmas Tamansari Kota Pangkalpinang.
Berdasarkan Kemenpan No. 23 Tahun 2001 Nutrisionis Terampil
adalah Jabatan Fungsional Nutrisionis keterampilan yang pelaksanaan
tugasnya meliputi kegiatan teknik operasional yang berkaitan dengan
penerapan prinsip, konsep, dan metode operasional kegiatan di bidang
pelayanan gizi, makanan, dan dietetik. Adapun uraian tugas/pekerjaan
pada jabatan sesuai Kemenpan No. 23 Tahun 2001 tentang Jabatan
Fungsional Nutrisionis dan Angka Kredit, yaitu sebagai berikut:
a) Mengumpulkan data gizi, makanan dan dietetik serta penunjangnya
dalam rangka menyusun rencana tahunan.
b) Mengumpulkan data gizi, makanan dan dietetik serta penunjang dalam
rangka menyusun rencana 3 bulanan.
c) Mengumpulkan data gizi, makanan dan dietetik serta penunjangnya
dalam rangka menyusun rencana bulanan.
d) Mengumpulkan data gizi, makanan dan dietetik serta penunjangnya
dalam rangka menyusun rencana harian.
e) Mengumpulkan data dan literatur dalam rangka menyusun jutlak/juknis
di bidang gizi, makanan dan dietetik.
f) Mengumpulkan data dalam rangka menyusun pedoman gizi, makanan
dan dietetik.

42
g) Mengumpulkan data dalam rangka menyusun standar gizi, makanan
dan dietetik.
h) Mengumpulkan data untuk pengamatan masalah di bidang gizi,
makanan dan dietetik secara sekunder.
i) Mengumpulkan data anak balita, bumil dan buteki untuk pemberian
makanan tambahan, penyuluhan dan pemulihan pada anak balita
dengan status gizi kurang.
j) Mengumpulkan data makanan-kelompok sasaran setempat untuk
penilaian mutu gizi, makanan dan dietetik.
k) Memeriksa dan menerima bahan materi, pangan, peralatan dan
sarana pelayanan gizi, makanan dan dietetik.
l) Menyimpan bahan, materi, pangan, peralatan dan sarana kegiatan
pelayanan gizi, makanan dan dietetik.
m) Mencatat dan melaporkan bahan, materi, pangan, peralatan dan
sarana diruang penyimpanan sarana harian.
n) Menyalurkan bahan, materi pangan, peralatan dan sarana sesuai
permintaan unit atau wilayah kerja secara harian/minggu.
o) Memeriksa ruang penyimpanan makanan, secara harian (tiap 10 hari).
p) Melakukan pengukuran tinggi badan (TB), Berat Badan (BB), umur di
unit wilayah kerja bulanan bagi anak balita
q) Melakukan pengukuran TB, BB, umur di unit atau wilayah kerja sesuai
dengan kebutuhan.
r) Melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) di unit atau
wilayah kerja.
s) Melakukan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) pada orang
dewasa di unit/wilayah kerja sesuai dengan kebutuhan.
t) Melakukan anamnese diet klien (food frekuensi dan rata-rata contoh
hidangan)
u) Melakukan food recall makanan 24 jam lewat bagi klien

43
v) Melakukan perhitungan kandungan gizi makanan klien
w) Mencatat dan melaporkan atas hasil pengukuran BB, TB dan umur
x) Mencatat dan melaporkan atas hasil pengukuran IMT
y) Mencatat dan melaporkan hasil pengukuran LILA
z) Mencatat dan melaporkan anamnese diet
aa) Menyediakan makanan tambahan untuk balita atau penyuluhan gizi.
bb) Menyediakan makanan biasa tambahan
cc) Menyediakan kapsul vitamin A
dd) Menyediakan kapsul yodium
ee) Menyediakan preparat besi
ff) Menyediakan obat gizi
gg) Melakukan pencatatan harian, pernyediaan makanan biasa
hh) Melakukan pencatatan harian, penyedia diet sederhana
ii) Memantau diet klien selama di rawat
jj) Memantau kegiatan pengukuran BB, TB, umur di tingkat desa
meliputi sasaran, status gizi dan SKDN (jumlah balita yang
ada/terdaftar, jumlah balita yang memiliki kartu menuju sehat, jumlah
balita yang ditimbang, jumlah balita yang naik timbangannya) secara
bulanan pada posyandu.
kk) Memantau kegiatan PMT Balita, anak sekolah dan Bumil meliputi
sasaran, status gizi dan SKDN terhadap macam/jumlah PMT.
ll) Memantau kegiatan pengukuran BB, TB, Umur di Rumah Sakit (RS)
dan masyarakat secara bulanan.
mm) Memantau pelayanan penyelenggaraan diet di RS dan institusi lain
secara rutin
nn) Memantau penggunaan bahan makanan secara harian
oo) Memantau penggunaan bahan makanan secara mingguan/ sepuluh
harian.

44
Berdasarkan koordinasi dengan Kepala Puskesmas dan Petugas
Gizi di Puskesmas Tamansari ditemukan adanya beberapa masalah/isu.
Adapun isu-isu tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang gizi baik pada 1000 hari
pertama kehidupan
2. Kurangnya media penyuluhan sebagai sumber pengetahuan
pentingnya gizi ibu hamil pada 1000 hari pertama kehidupan
3. Kurangnya penerapan edukasi pencegahan stunting pada ibu hamil
sebagai dasar gizi awal di 1000 hari pertama kehidupan
Identifikasi isu tersebut diinpetarisir kedalam tiga prinsip ASN
yaitu manajemen ASN, pelayanan publik dan whole of government
(WoG). Langkah selanjutnya adalah penulis mengkonsultasikan
isu yang telah teridentifikasi kepada rekan kerja, atasan/mentor dan
coach untuk kemudian dianalisis sehingga terpilihlah sebuah isu
utama/CORE ISSUE/ISU YANG diangkat.

3.1.2 Isu yang Diangkat


Dari identifikasi isu yang dikemukakan diatas,maka penulis akan
menentukan isu yang akan diangkat, penulis menggunakan teknik USG
yang mana pengertian USG adalah sebagai berikut :

URGENCY : Seberapa mendesak suatu isu harus dibahas,


dianalisis dan ditindaklanjuti

SERIOUSNESS: Seberapa serius suatu isu harus


dibahas dikaitkan dengan akibat
yang ditimbulkan

GROWHT : Seberapa besar kemungkinan


memburuknya isu tersebut jika

45
tidak ditangani sebagai mana
mestinya

Tabel 1
PERUMUSAN ISU DAN PENETAPAN ISU
ISU AKTUAL/MASALAH
NO. U S G SKOR PRIORITAS
POKOK
1. Kurangnya pengetahuan
ibu hamil tentang gizi
baik pada 1000 hari 3 4 4 11 II

pertama kehidupan

2. Kurangnya media
penyuluhan sebagai
sumber pengetahuan
pentingnya gizi ibu hamil 2 3 3 8 III

pada 1000 hari pertama


kehidupan

3. Belum adanya penerapan


edukasi pencegahan
stunting pada ibu hamil
sebagai dasar gizi awal
4 4 4 12 I
di 1000 hari pertama
kehidupan

46
Berdasarkan hasil analisis isu menggunakan alat analisis USG di
atas dapat dilihat bagaimana kualitas Isu yang ada. Isu yang
mendapatkan prioritas tertinggi adalah isu final/isu (core issue) yang
perlu diangkat yaitu ” Belum adanya penerapan edukasi pencegahan
stunting pada ibu hamil sebagai dasar gizi awal di 1000 hari pertama
kehidupan dalam bentuk media penyuluhan leaflet dan poster di program
kelas ibu hamil Puskesmas Taman Sari Kota Pangkalpinang” dan
menjadi isu yang perlu dicarikan pemecahan masalahnya.

3.1.3 Gagasan Pemecahan Isu


Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals
(SDGs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2
yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun
2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah
menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.Untuk
mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah
satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga
Untuk itu sudah menjadi sebuah kewajiban Ahli Gizi untuk melakukan
sosialisasi dalam bentuk penyuluhan gizi pada ibu hamil sebagai dasar
pengetahuan ibu hamil akan pentingnya pencegahan stunting khususnya
di 1000 hari pertama kehidupan. Maka gagasan pemecahan isu yang
diusulkan adalah penyuluhan bagi ibu hamil dalam rangka peningkatan
pengetahuan stunting sebagai dasar gizi awal di 1000 hari pertama
kehidupan melalui media leaflet dan poster di program kelas ibu hamil
Puskesmas Taman Sari Kota Pangkalpinang.

47
3.1.4 Kegiatan Pemecahan isu
Menyadari bahwa core isu ini bersifat complicated atau tidak
bersifat tunggal, sehingga penulis mengusulkan berapa kegiatan
pemecahan masalah sebagai satu rangkaian kegiatan besar, Kegiatan
yang penulis usulkan ini berasal dari saran tugas dari atasan dan dari
inisiatif sendiri yang disetujui oleh atasan penulis. Kegiatan yang
diusulkan untuk memecahkan isu di atas adalah sebagai berikut:
a) Melakukan Konsultasi dengan Kepala Puskesmas selaku mentor
perihal pembuatan rancangan aktualisasi
b) Membuat media penyuluhan leaflet sebagai sumber pengetahuan
pentingnya gizi ibu hamil pada 1000 hari pertama kehidupan
c) Membuat media penyuluhan berupa poster sebagai sumber
pengetahuan pentingnya gizi ibu hamil pada 1000 hari pertama
kehidupan
d) Melakukan penyuluhan dengan media leaflet dan poster di kelas ibu
hamil
e) Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
Kegiatan-kegiatan yang saya sebutkan diatas akan saya
laksanakan pada program kelas ibu hamil di Puskesmas Tamansari Kota
Pangkalpinang dengan menerapkan nilai-nilai dasar ANEKA
(akuntabilitas, nasionalisme, etika publik, komitmen mutu dan anti kor
upsi) dan penerapan kedudukan dan peran PNS dalam NKRI (
Manajemen ASN, Pelayanan Publik, dan WoG) sehingga nantinya
diharapkan dapat berkontribusi mendukung terwujudnya visi dan misi
Puskesmas Tamansari Kota Pangkalpinang dan juga diharapkan dapat
memperkuat motto dari Puskesmas Tamansari Kota Pangkalpinang.

48
3.1.5 Rencana dan Tahapan kegiatan
Adapun kegiatan-kegiatan tersebut akan penulis uraikan satu
persatu berikut ini:
a) Melakukan Konsultasi dengan Kepala Puskesmas selaku mentor
perihal pembuatan rancangan aktualisasi
Kegiatan membuat konsultasi dengan Kepala Puskesmas akan
dilakukan melalui tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut:
1) Menyiapkan bahan konsultasi yang akan disampaikan kepada
Kepala Puskesmas
2) Melakukan konsultasi kepada Kepala Puskesmas
3) Menyusun pelaksanaan kegiatan berikutnya
b) Membuat media penyuluhan leaflet dan poster sebagai sumber
pengetahuan pentingnya gizi ibu hamil pada 1000 hari pertama
kehidupan.
Dalam membuat media penyuluhan leaflet dan poster sebagai
sumber pengetahuan pentingnya gizi ibu hamil pada 1000 hari
pertama kehidupan akan dilakukan melalui tahapan-tahapan kegiatan
sebagai berikut:
1) Menyiapkan bahan materi leaflet dan poster
2) Membuat desain leaflet dan poster
3) Melakukan konsultasi pada Kepala Puskesmas dan Penanggung
Jawab poli gizi terkait leaflet dan poster
4) Percetakan media leaflet dan poster
c) Membuat lembar soal pre test dan post test
Dalam membuat lembar soal pre test dan post test sebagai indikator
peningkatan pengetahuan ibu hamil terhadap materi penyuluhan yang
diberikan akan dilakukan melalui tahapan – tahapan kegiatan sebagai
berikut:

49
1) Menyusun materi yang akan digunakan sebagai soal dalam lembar
pre test dan post test
2) Membuat lembar soal pre test dan post test
3) Memperbanyak soal pre test dan post test
d) Melakukan penyuluhan dengan media leaflet dan poster di kelas ibu
hamil
Pelaksanaan penyuluhan pencegahan stunting pada ibu hamil sebagai
gizi awal di 1000 hari pertama kehidupan dilakukan dengan tahapan –
tahapan sebagai berikut :
1) Persiapan alat dan bahan penyuluhan
2) Melaksanakan pre test pada ibu hamil
3) Melaksanakan penyuluhan pencegahan stunting pada ibu hamil
sebagai dasar gizi awal di 1000 hari pertama kehidupan di kelas
4) Melaksanakan post test pada ibu hamil
e) Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
Pelaksanaan evaluasi pada kegiatan penyuluhan dilakukan dengan
tahapan – tahapan sebagai berikut:
1) Membuat form evaluasi
2) Menganalisis hasil pelaksanaan kegiatan penyuluhan
3) Membuat dan menyusun laporan hasil kegiatan penyuluhan
4) Meminta saran dan masukan dari Kepala Puskesmas selaku mentor
terhadap evaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan
5) Revisi Laporan berdasarkan saran dan masukan dari Kepala
Puskesmas
6) Mencetak laporan hasil kegiatan

3.1.6 Relevansi Kegiatan dengan Nilai & Kedudukan dan Peran PNS
Untuk melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana yang
dikemukakan diatas, penulis akan mengaktualisasikan nilai-nilai

50
dasar ANEKA dan nilai-nilai kedudukan dan peran PNS dalam
NKRI (Manajemen ASN, WoG dan Pelayanan Publik).
a) Melakukan Konsultasi dengan Kepala Puskesmas selaku
mentor perihal pembuatan rancangan aktualisasi;
1) Menyiapkan bahan konsultasi yang akan disampaikan kepada
Kepala Puskesmas
Pada saat mempersiapkan bahan konsultasi yang akan
disampaikan kepada Kepala Puskesmas, penulis akan
menerapkan nilai Akuntabilitas yaitu Kejelasan. Dalam hal
ini penulis menyiapkan bahan rancangan aktualisasi jelas dan
yang akan diterapkan dalam membuat rancangan aktualisasi
2) Melakukan konsultasi kepada Kepala Puskesmas
Pada saat melaksanakan konsultasi kepada Kepala
Puskesmas, penulis akan menerapkan nilai Etika Publik yaitu
Komunikasi dan menghormati dalam melakukan
konsultasi kepada Kepala Puskesmas. Dalam hal ini, penulis
menerima saran dan masukan dari Kepala Puskesmas untuk
menyempurnakan rencana kegiatan aktualisasi
3) Menyusun pelaksanaan kegiatan berikutnya
Pada saat melakukan penyusunan pelaksanaan kegiatan,
penulis akan menerapkan nilai Akuntabilitas yaitu Tanggung
Jawab. Dalam hal ini penulis bertanggung jawab dalam
melaksanakan jadwal kegiatan aktualisasi yang sudah
disusun.
b) Membuat media penyuluhan leaflet dan poster sebagai sumber
pengetahuan pentingnya gizi ibu hamil pada 1000 hari pertama
kehidupan;
1) Menyiapkan bahan materi leaflet dan poster

51
Pada saat menyiapkan bahan materi pembuatan leaflet dan
poster, penulis akan menerapkan nilai Akuntabilitas yaitu
Kejelasan. Dalam hal ini penulis dengan jelas
menyampaikan susunan materi yang akan digunakan
sebagai media sumber informasi
2) Membuat desain leaflet dan poster
Pada saat membuat desain leaflet, penulis akan menerapkan
nilai Komitmen Mutu yaitu Kreatif dan Inovatif dalam
membuat desain leaflet dan poster yang menarik sebagai
sumber media penyuluhan dan sumber informasi bagi ibu
hamil
3) Melakukan konsultasi pada Kepala Puskesmas dan
Penanggung Jawab poli gizi terkait leaflet dan poster.
Pada saat melakukan konsultasi terkait hasil desain Leaflet
dan poster kepada Kepala Puskesmas, penulis akan
menerapkan nilai Etika Publik yaitu menghargai
komunikasi, konsultasi dan kerjasama. Dalam hal ini
penulis meminta saran dan masukan dari Kepala Puskesmas
dalam menyusun media penyuluhan yang akan dicetak untuk
menyempurnakan leaflet dan poster.
4) Percetakan media leaflet dan poster.
Pada saat melakukan percetakan media leaflet dan poster ke
percetakan, penulis akan menerapkan nilai WoG yaitu
Kolaborasi. Dalam hal ini penulis berkolaborasi dengan jasa
percetakan untuk melakukan percetakan media penyuluhan
c) Membuat lembar soal pre test dan post test
1) Menyusun materi yang akan digunakan sebagai soal dalam
lembar pre test dan post test

52
Pada saat meyusun materi yang akan digunakan sebagai soal
dalam lembar pre test dan post test , penulis akan
menerapkan nilai Akuntabilitas yaitu Kejelasan. Dalam hal
ini penulis dengan jelas menyusun materi yang akan
digunakan sebagai materi soal pre test dan post test
2) Membuat lembar soal pre test dan post test
Pada saat membuat lembar soal pre test dan post test,
penulis akan menerapkan nilai Akuntabilitas yaitu Tanggung
Jawab. Dalam hal ini penulis bertanggung jawab dalam
membuat lembar soal pre test dan post test sebagai indikator
peningkatan pengetahuan pada ibu hamil dalam menerima
materi yang diberikan.
3) Memperbanyak soal pre test dan post test
Pada saat memperbanyak soal pre test dan post, penulis
akan menerapkan nilai WoG yaitu Kolaborasi. Dalam hal ini
penulis berkolaborasi dengan jasa percetakan untuk
memperbanyak soal pre test dan post test.
d) Melakukan penyuluhan dengan media leaflet dan poster di kelas
ibu hamil
1) Persiapan alat dan bahan penyuluhan
Pada saat melakukan persiapan alat dan bahan penyuluhan,
penulis akan menerapkan nilai Akuntabilitas yaitu Tanggung
Jawab. Dalam hal ini penulis bertanggung jawab dalam
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
penyuluhan agar kegiatan penyuluhan berjalan dengan caik
dan lancar
2) Melaksanakan pre test pada ibu hamil
Pada saat melaksanakan post test pada ibu hamil dalam sesi
tanya jawab, penulis akan memerapkan nilai Anti Korupsi

53
yaitu Keadilan. Dalam hal ini penulis dengan adil
mengadakan pre test terhadap semua sasaran untuk
mengetahui tingkat pengetahuan sasaran sebelum diberikan
materi penyuluhan.
3) Melaksanakan penyuluhan pencegahan stunting pada ibu
hamil sebagai dasar gizi awal di 1000 hari pertama
kehidupan
Pada saat melaksanakan penyuluhan pencegahan stunting
pada ibu hamil sebagai dasar gizi awal di 1000 hari pertama
kehidupan, penulis akan menerapkan nilai Etika Publik yaitu
melaksanakan tugas secara profesional dan tidak
berpihak. Penyuluhan diberikan pada seluruh sasaran di
program kelas ibu hamil dan petugas melakukan penyuluhan
secara profesional sesuai dengan prosedur kerangka acuan
kegiatan penyuluhan
4) Melaksanakan post test pada ibu hamil
Pada saat melaksanakan post test pada ibu hamil dalam sesi
tanya jawab, penulis akan memerapkan nilai Anti Korupsi
yaitu Keadilan. Dalam hal ini penulis dengan adil
mengadakan post test terhadap semua sasaran untuk
mengetahui peningkatan pengetahuan yang terjadi setelah
sasaran diberi informasi tentang materi penyuluhan.
e) Evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
1) Membuat form evaluasi
Pada saat pembuatan form evaluasi, penulis akan
menerapkan nilai Akuntabilitas yaitu Integritas. Dalam hal
ini penulis membuat form evaluasi berdasarkan rancangan
dan pelaksanaan kegiatan.
2) Menganalisis hasil pelaksanaan kegiatan penyuluhan

54
Pada saat melakukan analisis hasil pelaksanaan kegiatan
penyuluhan, penulis akan menerapkan nilai Anti Korupsi
yaitu Jujur. Dalam hal ini penulis dengan jujur menganalisis
hasil pre test dan post test sasaran dalam pelaksanaan
kegiatan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan yang
terjadi pada sasaran setelah diberikan materi penyuluhan.
3) Membuat dan menyusun laporan hasil kegiatan penyuluhan
Pada saat membuat dan menyusun laporan hasil kegiatan
penyuluhan, penulis akan menerapkan nilai Akuntabilitas
yaitu Kejelasan. Dalam hal in penulis dengan jelas menyusun
hasil pelaksanaan kegiatan menjadi sebuah laporan Kegiatan
sesuai dengan format laporan yang ada.
4) Meminta saran dan masukan dari Kepala Puskesmas selaku
mentor terhadap evaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan
Pada saat meminta saran dan masukan dari Kepala
Puskesmas terhadap evaluasi kegiatan yang sudah dilakukan,
penulis akan menerapkan nilai Etika Publik yaitu
Menghargai komunikasi, konsultasi dan kerja sama.
Dalam hal ini penulis melakukan komunikasi dan konsultasi
kepada Kepala Puskesmas untuk diberikan saran dan
masukan untuk menyempurnakan laporan kegiatan
5) Revisi Laporan berdasarkan saran dan masukan dari Kepala
Puskesmas
Pada saat melakukan revisi laporan berdasarkan saran dan
masukan dari Kepala Puskesmas, penulis akan menerapkan
nilai Akuntabilitas yaitu Tanggung Jawab. Dalam hal ini
penulis bertanggung jawab dalam memperbaiki laporan
kegiatan berdasarkan perbaikan perbaikan yang diberikan
6) Mencetak laporan hasil kegiatan

55
Pada saat melakukan pencetakan laporan hasil kegiatan,
penulis akan menerapkan nilai Anti Korupsi yaitu Tanggung
Jawab. Dalam hal ini penulis bertanggung jawab dalam
mencetak laporan kegiatan

3.1.7 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan yang telah diuraikan diatas akan dilaksanakan selama


off campus, dimana penulis melaksanakan Dinas di UPTD
Puskesmas Taman Sari kota Pangkalpinang. Adapun jadwalnya
sebagai berikut
Minggu
No. Kegiatan
I11 1 2 3 4
1. Melakukan Konsultasi dengan Kepala
Puskesmas selaku mentor perihal
pembuatan rancangan aktualisasi
2. Membuat media penyuluhan leaflet
dan poster sebagai sumber
pengetahuan pentingnya gizi ibu hamil
pada 1000 hari pertama kehidupan
3. Membuat lembar pre test dan post test
4. Melakukan penyuluhan dengan media
leaflet dan poster di kelas ibu hamil
5. Evaluasi kegiatan yang sudah
dilakukan

56
BAB IV
PENUTUP

4.1.1 Kesimpulan
Rancangan aktualisasi ini berisi rancangan kegiatan yang akan
dilakukan di UPTD Puskesmas Tamansari Kota Pangkalpinang yang
dapat digunakan oleh peserta pelatihan dasar calon pegawai negeri
sipil golongan II Pemerintah Kota Pangkalpinang Tahun 2019 dalam
mengaktualisasikan nilai – nilai dasar akuntabilitas, nasionalisme, etika
publik, komitmen mutu dan anti korupsi (ANEKA) dan kedudukan dan
peran PNS dalam NKRI. Rancangan aktualisasi ini diharapkan dapat
meningkatkan kinerja dan mutu peserta pelatihan dasar calon pegawai
negeri sipil golongan II dalam menjalankan fungsi sebagai Nutrisionis
Terampil serta diharapkan juga berkontribusi dalam mewujudkan visi
dan misi instansi, serta dapat memperkuat nilai organisasi

4.1.2 Saran
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan aktualisasi di
UPTD Puskesmas Tamansari Kota Pangkalpinang diharapkan Coach
dan mentor dapat membimbing penulis secara optimal sehingga
rancangan aktualisasi dapat terlaksana dengan baik. Bagi kantor atau
tempat lokasi aktualisasi sekiranya dapat membantu memfasilitasi dan
mendukung kegiatan penulis selama melakukan kegiatan aktualisasi
dengan mengaktualisasikan nilai - nilai dasar Akuntabilitas,
Nasionalisme, Etik Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi dari
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI.

57
58

Anda mungkin juga menyukai