Anda di halaman 1dari 4

Metode

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu mortar, stemper, timbangan, anak timbangan, batu
penera, sendok tanduk, sudip, lap, kertas perkamen, pipet tetes, gunting, lem, etiket, ayakan dan pot
plastik atau tempat sediaan serbuk tak terbagi lainnya. Bahan yang digunakan antara lain camphora,
zinc oxide, talkum dan spirt. fort.

Cara pembuatan

Cara pembuatan sediaan serbuk tak terbagi adalah sebagai berikut

1. Timbangan ditera dan dilapisi kertas perkamen


2. Semua bahan yang akan digunakan diambil menggunakan sendok tanduk dan ditimbang
dengan jumlah
 Camphora (0.2 + (10% x 0.2)) = 0.22 g
 Zinc oxide (1 + (10% x 1)) = 1.1 g
 Talk (6 + (10% x 6) – (0.22+1.1)) = 5.28 g, dan dibagi dua di atas kertas perkamen
dengan perkiraan mata
3. Mortar dan stemper dibersihkan dan dikeringkan, camphora dimasukkan ke dalam mortar
dan ditetesi 10 tetes spirt. fort kemudian digerus hingga homogen
4. Talk (1/2 nya) dimasukkan ke dalam mortar dan diaduk hingga homogen
5. Zinc oxide dimasukkan ke dalam mortar dan diaduk hingga homogen
6. Talk yang tersisa dimasukkan ke dalam mortar dan diaduk hingga homogen
7. Sediaan serbuk yang telah homogen diayak menggunakan ayakan kemudian ditimbang
sebanyak 6 gram
8. Sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik atau tempat sediaan serbuk lainya menggunakan
sudip
9. Etiket dan label ditempelkan pada tempat sediaan serbuk tak terbagi
Hasil dan pembahasan

Serbuk tak terbagi atau pulvis adspersorius merupakan bentuk sediaan obat yang
pembuatannya tidak perlu dibagi-bagi seperti pulveres. Pulvis adspersorius (serbuk
tabur/bedak) adalah serbuk ringan yang penggunaanya secara topikal dan umumnya harus
melewati ayakan dengan derajad halus agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka.
Syarat pulvis adspersorius antara lain halus, talkum yang digunakan bebas dari bakteri dan
telah disterilkan serta tidak dapat digunakan pada bagian luka terbuka (Syamsuni 2006)

Pembuatan sediaan serbuk tak terbagi diawali dengan penimbangan bahan- bahan yang
digunakan yaitu Champora, Zinc Oxide dan talkum menggunakan neraca halus yang telah
ditera dan dilapisi kertas perkamen. Champora atau kamper merupakan sediaan yang berfungsi
sebagai anti iritan atau menghilangkan iritasi yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau bahan
kimia. Zat aktif obat yang digunakan adalah acid salicylic yang berfungsi sebagai antiseptik
yang bersifat keratolitik. Penggunaan sediaan keratolitik berfungsi untuk mengurangi
ketebalan intraseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen intraseluler dan
menyebabkan desintegrasi dan pengelupasan kulit (Sulistyaningrum 2012). Zinc oxide atau
seng oksida merupakan sediaan yang berbentuk serbuk amorf putih sebagai antiseptikum lokan
yang membunuh atau mencegah mikroorganisme (He 2011). Talkum atau talk merupakan
bahan pengisi berbentuk serbuk hablur, halus, mudah melekat pada kulit, berwarna putih atau
putih kelabu (Asfi 2018).

Pencampuran bahan-bahan yang digunakan menggunakan cara trituration. Menurut Syamsuni


(2006) trituration merupakan salah satu cara mencampurkan bahan-bahan untuk membuaat
sediaan serbuk yaitu dengan mencampur bahan-bahan serbuk di dalam mortar menggunakan
stemper. Camphora yang digunakan harus dilarutkan menggunakan spirt. fort atau alkohol 90%
kemudian digerus menggunakan stemper. Penggerusan dan pelarutan dilakukan untuk
memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah homogen dengan bahan pengisi (Himawati
2011). Selain itu, camphora merupakan bahan yang mudah menguap sehingga perlu dilarutkan
menggunakan alkohol 95%. Camphora akan larut dalam 550 bagian air, 4 bagian alkohol 95%,
dan larut dalam larutan eter, amantum asetat serta natrium sitrat (Sulistyaningrum 2012).
Penambahan talkum sebagai bahan pengisi dilakukan menjadi dua kali. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah pengadukan dan hogenisasi antara bahan aktif serbuk dengan bahan pengisi
(Himawati 2011).
Sebelum dimasukkan kedalam pot plastik atau tempat serbuk tak terbagi lainnya, serbuk yang
sudah homogen diayak menggunakan ayakan B30 yang berarti dalam luasa 1 inchi terdapat
sekitar 30 lubang. Nomor ayakan 30 memiliki lebar nominal lubang 0.500 mm dan diameter
nominal kawat 0.347 mm ( Anief 2007). Serbuk yang telah dimasukkan ke dalam wada harus
diberi etiket. Etiket yang diberikan pada praktikum sediaan obat serbuk tak terbagi kali ini
menggunakan etiket berwarna biru yang berarti penggunaan obat sebagai obat luar. Etiket obat
sangat penting untuk diperhatikan karena terdapat cara penggunaan obat dan informasi lain
pada etiket. Tulisan yang tertera pada etiket adalah “anjing (b) milik Tn Amir Berikan pada
bagian luar”. Selain diberi etiket obat juga harus diberi label yang bertuliskan “obat luar”. Hal
ini disebabkan karena penggunaan obat hanya untuk bagian luar tubuh. Etiket pada umumnya
berisi informasi tentang nama apotek, alamat apotek, apoteker, NIK, nomor etiket, tanggal
pembuatan obat, informasi pasien dan cara penggunaan obat (Abdullah 2010).

Farmakologi dari sediaan serbuk tabur yaitu ketika serbuk tabur dipakai pada kulit,
serbuk akan melalui folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak, atau sel-sel selaput
ke lapisan epidermis. Setelah itu serbuk akan diadsorpsi, adsorbsi adalah penyerapan partikel
hanya terdapat pada permukaan saja. Adsorpsi serbuk pada umumnya disebabkan oleh
penetrasi melalui stratus corneum dan kenaikan suhu pada kulit dapat menambah kemampuan
penetran zat yang dipakai.
Pada saat serbuk tabur di adsorbsi maka akan masuk ke dalam lapisan kulit yang telah
teriritasi oleh jamur, bakteri dan bahkan akibat peradangan dan kerusakan lapisan kulit tanduk.
Bahan-bahan dalam serbuk tabur akan ikut teradsorbsi dan menghasilkan efek terapi dari
gejala-gjala tersebut. Asam salisilat akan diadsorbsi pada lapisan kulit yang teriritasi oleh
bakteri dan peradangan pada lapisan kulit. Bahan ini akan membunuh bakteri. setelah itu, akan
menghasilkan efek antiseptikum. Antiseptikum adalah zat yang digunakan untuk membunuh
atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme, biasanya merupakan sediaan yang digunakan
pada jaringan hidup. Dan efek keratelotik yang bersifat menguraikan keratin dan antiinflamasi
(Howard 1989).

Daftar pustaka

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sulistyaningrum SK, Nilasari H, Effendi EH. 2012. Penggunaan asam salisilat dalam dermatologi. J indon
med assoc 62(7): 277-284

He L, Liu Y, Mustapha A, Lin m. 2011. Antifungan activity of zinc oxide nanoparticles againts Botrytis
cinerea and Penicillium expansum. Microbiological Research. 166: 207-215.

Asfi D. 2018. Formulasi bedak tabur antiseptik ekstrak daun salam (Syzgium polyanthum) terhadap
staphylococcus aureus. Jurnal kesehatan. 3(1) :1-6.

Himawati ER. 2011. Peracikan sediaan serbuk [skripsi]. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga

Anief M. 2005. Ilmu meracik obat. Yogyakarta (ID):gadjah mada university press

Abdullah NA, Andrajati R, Supardi S. 2010. Pengetahuan, sikap dan kebutuhan pengunjung apotek
terhadap informasi obat di kota depok. Buletin penelitian sistem kesehatan. 13(4): 344-352.

Anda mungkin juga menyukai