Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia.
Dari data hasil WHO tahun 2011, lima negara dengan insiden kasus terbanyak
yaitu India (2,0-2.5 juta), China (0,9 -1.1 juta), Afrika Selatan (0.4-0.6 juta),
Indonesia (0,4 – 0,5 juta) dan Pakistan (0.3- 0.5 juta).1 Sedangkan masalah HIV/
AIDS sendiri adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara
di seluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS,
memperkirakan jumlah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di seluruh dunia pada
Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada negara yang terbebas
dari HIV/ AIDS 2.
Berbagai upaya dan strategi harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi
TB di Indonesia. Program penanggulangan TB paru dengan strategi Directly
Observed Treatment Short-course (DOTS) dan penerapan International Standard
for Tuberculosis Care (ISTC) telah diterapkan di puskesmas dan rumah sakit
pemerintah dengan baik.3 Oleh karena itu pengetahuan mengenai penyakit TB ini
penting dimiliki oleh para dokter dalam upaya mendukung target pencapaian yang
ditetapkan khususnya dari program penanggulangan penyakit TB di Indonesia.
BAB II
Ilustrasi Kasus
BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1 TUBERKULOSIS
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis complex4. Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru


karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk
suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M.tuberculosis.5

Etiologi

TB Paru diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.


Bakteri ini merupakan basil tahan asam yang ditemukan oleh Robert Koch pada
tahun 1882.6 Mycobacterium tuberculosis adalah kuman penyebab TB yang
berbentuk batang ramping lurus atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya
membulat. Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga kol dan
berwarna kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal. Diketahui
bahwa pH optimal untuk pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0. Untuk memelihara
virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8.7

M. tuberculosis tipe humanus dan bovines adalah mikobakterium yang


paling banyak menimbulkan penyakit TB pada manusia. Basil tersebut berbentuk
batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80 C
dan 20 menit pada suhu 60 C), dan mudah mati apabila terkena sinar ultraviolet
(sinar matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar
dan dalam ruangan yang lembab.8

Cara Penularan

Penularan tuberkulosis paru adalah melalui percikan dahak (droplet). Sumber


penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA (+), namun bukan berarti bahwa
pasien TB dengan hasil BTA (-) tidak mengandung kuman di dalam dahaknya.
Tingkat penularan pasien dengan BTA (+) mencapai 65%, pasien BTA (-) dengan
kultur dahak (+) adalah 26% dan pasien BTA (-) dengan kultur (-) dan foto toraks
positif adalah 17%. Pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin
menyebarkan kuman melalui udara. Dengan demikian, penularan penyakit TB
terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi),
misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penderita TB
sering tidak tahu bahwa ia menderita tuberkulosis. Droplet yang mengandung
kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Secara umum penularan
terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung
dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Orang lain dapat terinfeksi kala droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernapasan.3
Patogenesis

Perjalanan penyakit Tuberkulosis ini dibagi menjadi dua, yaitu tuberkulosis


primer dan tuberkulosis pasca primer (tuberkulosis sekunder).11
a. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada atau
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana
lembap dan gelap kuman dapat bertahan berhari hari sampai berbulan bulan. Bila
partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas
atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar apabila ukuran partikel <5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau akan dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma


makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura maka
terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal dan
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadilah penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal ditambah limfadenitis
regional membentuk komplek primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu
3-8 minggu. Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi :11
- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm
dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
- Berkomplikasi dan menyebar secara a) per kontinuitatum, yakni
menyebar ke sekitarnya, b) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun
paru di sebelahnya, kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus, c) secara limfogen, ke organ organ tubuh lainnya, d) secara
hematogen, ke organ tubuh lainnya.
b. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB pasca primer
= TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes,
AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hilus paru.TB
sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi usia tua
(elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas
pasien, sarang dini ini dapat menjadi:11
- Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
- Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras sehingga menimbulkan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis,
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar
akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula mula berdinding tipis, lama lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah karena
hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF- nya.

Diagnosis TB
Definisi pasien TB dapat dibagi berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan
Bakteriologis dan berdasarkan diagnosis klinis :9,12

1) Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis


Seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasarkan hasil pemeriksaan
contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes
diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.

2) Berdasarkan diagnosis klinis


Pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring.

Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi


bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,


dan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan lain berupa dahak berca,put
darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisis, demam meriang
lebih dari satu bulan. Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya perlu
ditanyakan beserta dengan riwayat pengobatannya. Adanya keluarga atau tetangga
yang memiliki keluhan yang sama dapat lebih mengarahkan diagnosis sebagai TB.
Perlu juga ditanyakan mengenai pencahayaan dan sirkulasi udara dirumah
(ventilasi).

 Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin didapatkan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam, badan kurus dan
berat badan turun.1

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Apabila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara
napas tambahan seperti ronkhi basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler yang melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.9,12

Pada pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya


cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada posisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis TB terlihat pembesaran kelenjar getah bening tersering didaerah
leher kadang didaerah ketiak. Pembesaran tersebut dapat menjadi cold abscess.9
 Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa penunjang laboratorium bisa membantu dalam menegakkan
diagnosis TB. Tetapi tidak semua pemeriksaan ini harus dilakukan, sesuaikan
dengan keperluan penunjang saja.
a. Darah
Pada saat TB paru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi, laju endap darah mulai meningkat. Hasil pemeriksaan darah lain juga
didapatkan :

1. Anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer.


2. Gama globulin meningkat
3. Kadar natrium darah meningkat. Pemeriksaan tersebut tidak spesifik.

b. Dahak / Sputum

Hingga sekarang prinsip penemuan BTA tetap merupakan salah satu pilihan
utama, dengan beberapa alasan antara lain murah, objektif dan spesifik. Teknik
pewarnaan yang kini banyak digunakan adalah Ziehl Neelsen. Dibutuhkan tiga
spesimen dahak untuk menegakkan diagnosis TB. Untuk kenyamanan penderita,
pengumpulan dahak dilakukan dengan prinsip Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan sedian langsung
dengan mikroskop biasa, mikroskop fluorensens atau biakan kuman.12

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):9,12
• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung
pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah
pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan
dahak pagi.

2. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
seperti:9,12
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.
Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikrokopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila
ke tiga spesimen dahaknya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas selama 2
minggu. Apabila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB
dilakukan pengulangan pemeriksaan dahak SPS dengan kriteria sebagai berikut: 12
a. Hasil SPS positif maka didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
b. Hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks untuk
mendukung diagnosis TB.
c. Tes Tuberkulin

Dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada


anak anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1
cc tuberkulin P.D.D (Prurified Protein Derivative) intrakutan. Tes tuberkulin hanya
menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.
Tuberkulosis, M. Bovis, vaksinasi BCG dan mycobacteria patogen lainnya. Dasar
tes tuberkulin adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat
limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dengan antigen
tuberkulin.4,9

 Pemeriksaan Radiologis
Sebagian besar TB paru didiagnosis dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesui indikasi sebagai berikut:9
- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pemeriksaan foto
toraks pada kasus ini diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
- Ketiga spesimen dahak tetap negatif setelah pemeriksaan 3 spesimen dahak
SPS sebelumnya dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
- Penderita tersebut diduga menderita kompilkasi sesak napas berat yang
memerlukan penanganan.
Pada pemeriksaan foto toraks tuberkulosis dapat memberikan gambaran
berbagai macam bentuk ( multiform). Berikut merupakan gambaran radiologik
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah.
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan
atau nodular.
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (Jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif adalah sebagai berikut:
1. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
2. Kalsifikasi
3. Komplek ranke
4. Fotothoraks fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Algoritma penegakan diagnosis tuberkulosis paru3

3.2 HIV
Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus dengan materi
genetik asam ribonukleat (RNA). Retrovirus mempunyai kemampuan yang unik
untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan
menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, setelah masuk ke tubuh
hospes. Virus ini menyerang dan merusak sel- sel limfosit T-helper (CD4+)
sehingga sistem imun penderita turun dan rentan terhadap berbagai infeksi dan
keganasan.14

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai


kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk
family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.15
Patogenesis

HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki
reseptor membran CD4, yaitu sel T-helper (CD4+). Glikoprotein envelope virus,
yakni gp120 akan berikatan dengan permukaan sel limfosit CD4+, sehingga gp41
dapat memperantarai fusi membran virus ke membran sel. Setelah virus berfusi
dengan limfosit CD4+, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma CD4+.
Setelah nukleokapsid dilepas, terjadi transkripsi terbalik (reverse transcription) dari
satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai-ganda virus. cDNA
kemudian bermigrasi ke dalam nukleus CD4+ dan berintegrasi dengan DNA
dibantu enzim HIV integrase. Integrasi dengan DNA sel penjamu menghasilkan
suatu provirus dan memicu transkripsi mRNA. mRNA virus kemudian
ditranslasikan menjadi protein struktural dan enzim virus. RNA genom virus
kemudian dibebaskan ke dalam sitoplasma dan bergabung dengan protein inti.
Tahap akhir adalah pemotongan dan penataan protein virus menjadi segmen-
segmen kecil oleh enzim HIV protease. Fragmen-fragmen virus akan dibungkus
oleh sebagian membran sel yang terinfeksi. Virus yang baru terbentuk (virion)
kemudian dilepaskan dan menyerang sel-sel rentan seperti sel CD4+ lainnya,
monosit, makrofag, sel NK (natural killer), sel endotel, sel epitel, sel dendritik
(pada mukosa tubuh manusia), sel Langerhans (pada kulit), sel mikroglia, dan
berbagai jaringan tubuh.16
Sel limfosit CD4+ (T helper) berperan sebagai pengatur utama respon imun,
terutama melalui sekresi limfokin. Sel CD4+ juga mengeluarkan faktor
pertumbuhan sel B untuk menghasilkan antibodi dan mengeluarkan faktor
pertumbuhan sel T untuk meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik (CD8+). Sebagian
zat kimia yang dihasilkan sel CD4+ berfungsi sebagai kemotaksin dan peningkatan
kerja makrofag, monosit, dan sel Natural Killer (NK). Kerusakan sel T-helper oleh
HIV menyebabkan penurunan sekresi antibodi dan gangguan pada sel-sel imun
lainnya.17
Pada sistem imun yang sehat, jumlah limfosit CD4+ berkisar dari 600
sampai 1200/ μl darah. Segera setelah infeksi virus primer, kadar limfosit CD4+
turun di bawah kadar normal untuk orang tersebut. Jumlah sel kemudian meningkat
tetapi kadarnya sedikit di bawah normal. Seiring dengan waktu, terjadi penurunan
kadar CD4+ secara perlahan, berkorelasi dengan perjalanan klinis penyakit. Gejala-
gejala imunosupresi tampak pada kadar CD4+ di bawah 300 sel/μl. Pasien dengan
kadar CD4+ kurang dari 200/μl mengalami imunosupresi yang berat dan risiko
tinggi terjangkit keganasan dan infeksi oportunistik.16

Cara Penularan
Penularan AIDS terjadi melalui :
1. Hubungan kelamin (homo maupun heteroseksual);
2. Penerimaan darah dan produk darah;
3. Penerimaan organ, jaringan atau sperma;
4. Ibu kepada bayinya (selama atau sesudah kehamilan).
Kemungkinan penularan melalui hubungan kelamin menjadi lebih besar bila
terdapat penyakit kelamin, khususnya yang menyebabkan luka atau ulserasi pada
alat kelamin. HIV telah diisolasi dari darah, sperma, air liur, air mata, air susu ibu,
dan air seni, tapi yang terbukti berperan dalam penularan hanyalah darah dan
sperma. Hingga saat ini juga tidak terdapat bukti bahwa AIDS dapat ditularkan
melalui udara, minuman, makanan, kolam renang atau kontak biasa (casual) dalam
keluarga, sekolah atau tempat kerja. Juga peranan serangga dalam penularan AIDS
tidak dapat dibuktikan.18
Diagnosis
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
HIV. Pertama, tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) yang bereaksi
terhadap antibodi dalam serum. Apabila hasil ELISA positif, dikonfirmasi dengan
tes kedua yang lebih spesifik, yaitu Western blot. Bila hasilnya juga positif,
dilakukan tes ulang karena uji ini dapat memberikan hasil positif-palsu atau negatif-
palsu. Bila hasilnya tetap positif, pasien dikatakan seropositif HIV. Pada tahap ini
dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik lain untuk mengevaluasi derajat
penyakit dan dimulai usaha untuk mengendalikan infeksi.16
BAB IV
Pembahasan

REFERENSI
1. World Health Organization. Global Tuberculosis control 2012: epidemiology,
strategy, financing. WHO/HTM/TB/2012.6. Geneva, Switzerland: WHO; 2012.
2. Djoerban, Z. Samsuridjal, D. HIV/ AIDS di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2009.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia.
Panduan tatalaksana tuberkulosis sesuai ISTC dengan strategi DOTS untuk
dokter praktik swasta. Jakarta: Depkes RI, IDI; 2010.
4. Isbaniyah, F. dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: PDPI; 2011
5. Djojodibroto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC; 2009
6. Crofton, J., Horne, N., Miller, F. Tuberkulosis Klinis 2nd ed. Jakarta: Widya
Medika; 2002.

7. Misnadiarly. Pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis dan Mikobakterium


Atipik. Jakarta: Dian Rakyat; 2006.
8. Alsagaff, H. Abdul M. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009

9. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2014 [internet]


Tersedia dari URL:
http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr14_executive_summ
ary.pdf. Diakses pada tanggal 19 Maret 2018.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011

11. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis .Edisi ke-9. Jakarta;


Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2005.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. 2014
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tata Laksana
Tuberkulosis. Jakarta. 2013.
14. Simbolon, E. Pola Kelainan Kulit pada Pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara; 2011.

15. Djoerban, Z. Samsuridjal, D. HIV/ AIDS di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2009.
16. Lan, V.M. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom
Imunodefisiensi Didapat (AIDS). Dalam: Hartanto,H. (eds). Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol I. Ed.6. Jakarta:EGC; 2006. p. 224-245.
17. Murtiastutik, D. AIDS. Dalam: Barakbah, J. (eds). Buku Ajar Infeksi Menular
Seksual. Ed.2. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.p. 211-220
18. WHO.TB/HIV: A Clinical Manual ; 2004. Diakses dari :
whqlibdoc.who.int/publications/2004/9241546344.pdf.

Anda mungkin juga menyukai