Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia.
Dari data hasil WHO tahun 2011, lima negara dengan insiden kasus terbanyak
yaitu India (2,0-2.5 juta), China (0,9 -1.1 juta), Afrika Selatan (0.4-0.6 juta),
Indonesia (0,4 – 0,5 juta) dan Pakistan (0.3- 0.5 juta).1 Sedangkan masalah HIV/
AIDS sendiri adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara
di seluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS,
memperkirakan jumlah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di seluruh dunia pada
Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada negara yang terbebas
dari HIV/ AIDS 2.
Berbagai upaya dan strategi harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi
TB di Indonesia. Program penanggulangan TB paru dengan strategi Directly
Observed Treatment Short-course (DOTS) dan penerapan International Standard
for Tuberculosis Care (ISTC) telah diterapkan di puskesmas dan rumah sakit
pemerintah dengan baik.3 Oleh karena itu pengetahuan mengenai penyakit TB ini
penting dimiliki oleh para dokter dalam upaya mendukung target pencapaian yang
ditetapkan khususnya dari program penanggulangan penyakit TB di Indonesia.
BAB II
Ilustrasi Kasus
BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1 TUBERKULOSIS
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
Etiologi
Cara Penularan
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal ditambah limfadenitis
regional membentuk komplek primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu
3-8 minggu. Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi :11
- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm
dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
- Berkomplikasi dan menyebar secara a) per kontinuitatum, yakni
menyebar ke sekitarnya, b) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun
paru di sebelahnya, kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus, c) secara limfogen, ke organ organ tubuh lainnya, d) secara
hematogen, ke organ tubuh lainnya.
b. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB pasca primer
= TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes,
AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hilus paru.TB
sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi usia tua
(elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas
pasien, sarang dini ini dapat menjadi:11
- Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
- Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras sehingga menimbulkan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis,
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar
akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula mula berdinding tipis, lama lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah karena
hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF- nya.
Diagnosis TB
Definisi pasien TB dapat dibagi berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan
Bakteriologis dan berdasarkan diagnosis klinis :9,12
Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan lain berupa dahak berca,put
darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisis, demam meriang
lebih dari satu bulan. Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya perlu
ditanyakan beserta dengan riwayat pengobatannya. Adanya keluarga atau tetangga
yang memiliki keluhan yang sama dapat lebih mengarahkan diagnosis sebagai TB.
Perlu juga ditanyakan mengenai pencahayaan dan sirkulasi udara dirumah
(ventilasi).
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin didapatkan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam, badan kurus dan
berat badan turun.1
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Apabila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara
napas tambahan seperti ronkhi basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler yang melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.9,12
b. Dahak / Sputum
Hingga sekarang prinsip penemuan BTA tetap merupakan salah satu pilihan
utama, dengan beberapa alasan antara lain murah, objektif dan spesifik. Teknik
pewarnaan yang kini banyak digunakan adalah Ziehl Neelsen. Dibutuhkan tiga
spesimen dahak untuk menegakkan diagnosis TB. Untuk kenyamanan penderita,
pengumpulan dahak dilakukan dengan prinsip Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan sedian langsung
dengan mikroskop biasa, mikroskop fluorensens atau biakan kuman.12
2. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
seperti:9,12
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau
mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.
Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikrokopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila
ke tiga spesimen dahaknya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas selama 2
minggu. Apabila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB
dilakukan pengulangan pemeriksaan dahak SPS dengan kriteria sebagai berikut: 12
a. Hasil SPS positif maka didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
b. Hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks untuk
mendukung diagnosis TB.
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan Radiologis
Sebagian besar TB paru didiagnosis dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesui indikasi sebagai berikut:9
- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pemeriksaan foto
toraks pada kasus ini diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
- Ketiga spesimen dahak tetap negatif setelah pemeriksaan 3 spesimen dahak
SPS sebelumnya dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
- Penderita tersebut diduga menderita kompilkasi sesak napas berat yang
memerlukan penanganan.
Pada pemeriksaan foto toraks tuberkulosis dapat memberikan gambaran
berbagai macam bentuk ( multiform). Berikut merupakan gambaran radiologik
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah.
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan
atau nodular.
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (Jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif adalah sebagai berikut:
1. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
2. Kalsifikasi
3. Komplek ranke
4. Fotothoraks fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Algoritma penegakan diagnosis tuberkulosis paru3
3.2 HIV
Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus dengan materi
genetik asam ribonukleat (RNA). Retrovirus mempunyai kemampuan yang unik
untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan
menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, setelah masuk ke tubuh
hospes. Virus ini menyerang dan merusak sel- sel limfosit T-helper (CD4+)
sehingga sistem imun penderita turun dan rentan terhadap berbagai infeksi dan
keganasan.14
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki
reseptor membran CD4, yaitu sel T-helper (CD4+). Glikoprotein envelope virus,
yakni gp120 akan berikatan dengan permukaan sel limfosit CD4+, sehingga gp41
dapat memperantarai fusi membran virus ke membran sel. Setelah virus berfusi
dengan limfosit CD4+, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma CD4+.
Setelah nukleokapsid dilepas, terjadi transkripsi terbalik (reverse transcription) dari
satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai-ganda virus. cDNA
kemudian bermigrasi ke dalam nukleus CD4+ dan berintegrasi dengan DNA
dibantu enzim HIV integrase. Integrasi dengan DNA sel penjamu menghasilkan
suatu provirus dan memicu transkripsi mRNA. mRNA virus kemudian
ditranslasikan menjadi protein struktural dan enzim virus. RNA genom virus
kemudian dibebaskan ke dalam sitoplasma dan bergabung dengan protein inti.
Tahap akhir adalah pemotongan dan penataan protein virus menjadi segmen-
segmen kecil oleh enzim HIV protease. Fragmen-fragmen virus akan dibungkus
oleh sebagian membran sel yang terinfeksi. Virus yang baru terbentuk (virion)
kemudian dilepaskan dan menyerang sel-sel rentan seperti sel CD4+ lainnya,
monosit, makrofag, sel NK (natural killer), sel endotel, sel epitel, sel dendritik
(pada mukosa tubuh manusia), sel Langerhans (pada kulit), sel mikroglia, dan
berbagai jaringan tubuh.16
Sel limfosit CD4+ (T helper) berperan sebagai pengatur utama respon imun,
terutama melalui sekresi limfokin. Sel CD4+ juga mengeluarkan faktor
pertumbuhan sel B untuk menghasilkan antibodi dan mengeluarkan faktor
pertumbuhan sel T untuk meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik (CD8+). Sebagian
zat kimia yang dihasilkan sel CD4+ berfungsi sebagai kemotaksin dan peningkatan
kerja makrofag, monosit, dan sel Natural Killer (NK). Kerusakan sel T-helper oleh
HIV menyebabkan penurunan sekresi antibodi dan gangguan pada sel-sel imun
lainnya.17
Pada sistem imun yang sehat, jumlah limfosit CD4+ berkisar dari 600
sampai 1200/ μl darah. Segera setelah infeksi virus primer, kadar limfosit CD4+
turun di bawah kadar normal untuk orang tersebut. Jumlah sel kemudian meningkat
tetapi kadarnya sedikit di bawah normal. Seiring dengan waktu, terjadi penurunan
kadar CD4+ secara perlahan, berkorelasi dengan perjalanan klinis penyakit. Gejala-
gejala imunosupresi tampak pada kadar CD4+ di bawah 300 sel/μl. Pasien dengan
kadar CD4+ kurang dari 200/μl mengalami imunosupresi yang berat dan risiko
tinggi terjangkit keganasan dan infeksi oportunistik.16
Cara Penularan
Penularan AIDS terjadi melalui :
1. Hubungan kelamin (homo maupun heteroseksual);
2. Penerimaan darah dan produk darah;
3. Penerimaan organ, jaringan atau sperma;
4. Ibu kepada bayinya (selama atau sesudah kehamilan).
Kemungkinan penularan melalui hubungan kelamin menjadi lebih besar bila
terdapat penyakit kelamin, khususnya yang menyebabkan luka atau ulserasi pada
alat kelamin. HIV telah diisolasi dari darah, sperma, air liur, air mata, air susu ibu,
dan air seni, tapi yang terbukti berperan dalam penularan hanyalah darah dan
sperma. Hingga saat ini juga tidak terdapat bukti bahwa AIDS dapat ditularkan
melalui udara, minuman, makanan, kolam renang atau kontak biasa (casual) dalam
keluarga, sekolah atau tempat kerja. Juga peranan serangga dalam penularan AIDS
tidak dapat dibuktikan.18
Diagnosis
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
HIV. Pertama, tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) yang bereaksi
terhadap antibodi dalam serum. Apabila hasil ELISA positif, dikonfirmasi dengan
tes kedua yang lebih spesifik, yaitu Western blot. Bila hasilnya juga positif,
dilakukan tes ulang karena uji ini dapat memberikan hasil positif-palsu atau negatif-
palsu. Bila hasilnya tetap positif, pasien dikatakan seropositif HIV. Pada tahap ini
dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik lain untuk mengevaluasi derajat
penyakit dan dimulai usaha untuk mengendalikan infeksi.16
BAB IV
Pembahasan
REFERENSI
1. World Health Organization. Global Tuberculosis control 2012: epidemiology,
strategy, financing. WHO/HTM/TB/2012.6. Geneva, Switzerland: WHO; 2012.
2. Djoerban, Z. Samsuridjal, D. HIV/ AIDS di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2009.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia.
Panduan tatalaksana tuberkulosis sesuai ISTC dengan strategi DOTS untuk
dokter praktik swasta. Jakarta: Depkes RI, IDI; 2010.
4. Isbaniyah, F. dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: PDPI; 2011
5. Djojodibroto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC; 2009
6. Crofton, J., Horne, N., Miller, F. Tuberkulosis Klinis 2nd ed. Jakarta: Widya
Medika; 2002.
15. Djoerban, Z. Samsuridjal, D. HIV/ AIDS di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2009.
16. Lan, V.M. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom
Imunodefisiensi Didapat (AIDS). Dalam: Hartanto,H. (eds). Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol I. Ed.6. Jakarta:EGC; 2006. p. 224-245.
17. Murtiastutik, D. AIDS. Dalam: Barakbah, J. (eds). Buku Ajar Infeksi Menular
Seksual. Ed.2. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.p. 211-220
18. WHO.TB/HIV: A Clinical Manual ; 2004. Diakses dari :
whqlibdoc.who.int/publications/2004/9241546344.pdf.