Tumor Patu
Tumor Patu
Pathway
-Asap rokok
-Polusi Udara
-Pemajanan Okupasi
Peradangan Kronik
Karsinoma paru
Biopsi aspirasi jarum halus atau fine needle aspiration biopsy (FNAB)
merupakan suatu metode atau tindakan mengambil sebagian jaringan tubuh
manusia dengan menggunakan jarum suntik yang bertujuan untuk membantu
diagnosis berbagai penyakit tumor dan infeksi. Tindakan ini bisa dilakukan untuk
tumor yang letaknya di permukaan tubuh (superfial) dan bisa teraba (palpable)
misalnya tumor pada permukaan kulit, kelenjar getah bening, kelenjar gondok,
kelenjar liur, payudara dan lain-lain.
Biopsi aspirasi jarum halus atau Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
adalah merupakan suatu metode atau tindakan pengambilan sebagian jaringan
tubuh manusia dengan suatu alat aspirator berupa jarum suntik yang bertujuan
untuk membantu diagnosis berbagai penyakit tumor. Tindakan biopsi aspirasi
ditujukan pada tumor yang letaknya superfisial dan papable misalnya tumor
kelenjar getah bening, tiroid, kelenjar liur, payudara, dan lain-lain. Sedangkan
untuk tumor pada organ dalam misalnya tumor pada paru, ginjal, hati, limpa dan
lain-lain dilakukan dengan bantuan CT Guided. Dengan metode FNAB
diharapkan hasil pemeriksaan patologis seorang pasien dapat segera ditegakkan
sehingga pengobatan ataupun tindakan operatif tidak membutuhkan waktu tunggu
yang terlalu lama.
Tindakan FNAB ini dapat dilakukan oleh seorang dokter terlatih dan dapat
dilakukan di ruang praktek sehingga ini sangat bermanfaat bagi pasien rawat
jalan. Untuk mendiagnosa limfoma maligna pada kelenjar getah bening,
ketepatannya tinggi pada lesi tumor yang derajat keganasannya high-grade. Bila
dilakukan pada jaringan hati ketepatan diagnosisnya 67-100%. Rata-rata 80% lesi
keganasan di jaringan hati dapat didiagnosis secara tepat sehingga sesuai dengan
dugaan adanya korelasi antara analisis sitologi dengan hasil pemeriksaan klinis
yang baik.
Dengan metode FNAB diharapkan hasil pemeriksaan patologi /diagnosis
pasien dapat segera ditegakkan sehingga pengobatan ataupun tindakan operatif
tidak membutuhkan waktu tunggu yang terlalu lama. Disamping itu FNAB juga
digunakan untuk mengkonfirmasi kecurigaan klinik adanya rekurensi
(kekambuhan) lokal/ metastasis suatu kanker, tanpa membuat pasien menjalani
intervensi bedah lebih lanjut.
Dalam pelaksanaannya FNAB memberikan keuntungan baik
untuk pasien, dokter dan pembiayaan, yaitu :
1. Relatif tidak nyeri
2. Sederhana, proses pengolahan jaringan dapat dilakukan tanpa peralatan
yang canggih
3. Hasil lebih cepat karena prosesnya lebih sederhana dibandingkan proses
pemeriksaan histopatogi dari jaringan operasi
4. Relatif murah
5. Komplikasi bias berupa rasa nyeri dan perdarahan, tetapi ini sangat jarang
terjadi
6. Dapat dilakukan pada pasien rawat jalan sehingga pasien bisa langsung
pulang setelah tindakan dilakukan .
7. Apabila jumlah sel yang didapatkan sedikit, pemeriksaan dapat dilakukan
dan diulang saat itu juga agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
8. Bila dilakukan ahli yang berpengalaman keakuratan diagnosis FNAB
pada beberapa keadaan dapat mendekati diagnosis histopatologi.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah tidak dapat dilakukan pada benjolan-
benjolan yang letaknya di organ viscera atau organ dalam . Khusus untuk benjolan
di organ viscera dapat dilakukan dengan panduan USG Abdomen atau CT- scan.
Diharapkan pemeriksaan ini dapat menjadi alternatif biopsi bagi pasien dengan
kondisi-kondisi benjolan di permukaan kulit seperti yang disebutkan diatas.
Prosedur Biopsi
Pasien yang akan menjalani tindakan biopsi tidak membutuhkan persiapan
khusus. Namun ada baiknya konsultasikan dahulu kondisi pasien sehari-hari
dengan dokter yang memeriksa. Penggunaan obat-obatan tertentu
seperti aspirin dan anti-inflamasi non steroid harus dihentikan. Selama
tindakan prosedur, pasien akan diberikan obat-obatan sedatif (penenang) dan juga
obat penahan nyeri, agar pasien merasa lebih nyaman dan rileks.
Tindakan biopsi atau pengambilan sampel jaringan ini dapat dilakukan
dengan 2 cara, yang masing-masing disesuaikan dengan kondisi pasien, yaitu :
1. Biopsi terbuka
Pengambilan sampel jaringan dilakukan bersamaan dengan
tindakan operasi terbuka yang dilakukan dokter, bersifat invasif. Prosedur seperti
ini memberikan efek samping dan resiko yang jauh lebih besar bagi pasien.
2. Biopsi tertutup
Pengambilan sampel jaringan hanya dengan melakukan sayatan kecil pada lapisan
kulit. Kemudian menggunakan jarum yang ukurannya diseuaikan dengan jaringan
organ yang akan diambil. Prosedur seperti ini disebut minimal invasif dan lebih
sering dilakukan, sehingga resiko yang timbul pada pasien jauh lebih sedikit.
Untuk mengambil sampel jaringan, biasanya dokter menggunakan alat bantu agar
sesuai dengan target organ yang dituju. Alat bantu yang dimaksud meliputi:
a. CT-guided biopsi. Dokter menggunakan bantuan alat CT scan untuk
menentukan lokasi yang paling tepat mengambil jaringan.
b. Ultrasound-guided biopsi. Prinsipnya sama dengan CT scan, pada teknik
Ultrasound-guided biopsi dokter menggunakan bantuan ultrasound (USG)
untuk membantu menentukan lokasi target.
Setelah jaringan berhasil didapatkan, maka sampel tersebut akan
dianalisis. Analisa ini dapat dilakukan bersamaan pada saat pengambilan sampel
(proses analisa harus dilakukan dengan cepat), atau dapat juga dikirim ke bagian
laboratorium lain sehingga membutuhkan waktu beberapa hari atau
beberapa minggu untuk mengetahui hasilnya.
Analisa terhadap sampel jaringan yang diambil harus dilakukan oleh doker
spesialis patologi anatomi. Dengan bantuan mikroskop dokter akan memeriksa
apakah ukuran sel, bentuk, dan juga bagian dalam sel masih normal atau tidak.
Refference:
1. Orell,SR, Sterrret GF. Fine Needle Aspiration Cytology.Fifth
Edition.Elsevier 2012.
2. Alieva, M., Rheenen, J., & Broekman, M. NCBI. Potential Impact of
Invasive Surgical Procedures on Primary Tumor Growth and
Metastasis. Clinical & Experimental Metastasis. 2018. 35(4): pp.
319–331.
3. Interiano, et al. NCBI. Safety and Diagnostic Accuracy of Tumor
Biopsies in Children with Cancer. Cancer. 2015. 121(7), pp. 1098 –
1107.
LAPORAN PENDAHULUAN KEMOTERAPI
A. Definisi
Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan memberikan
zat/ obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker atau menghambat
proliferasi selsel kanker dan diberikan secara sistematik. Obat anti kanker yang
artinya penghambat kerja sel.
Untuk kemoterapi bisa digunakan satu jenis sitostika. Pada sejarah awal
penggunaan kemoterapi digunakan satu jenis sitostika, namun dalam perkembang
annya kini umumnya dipergunakan kombinasi sitostika atau disebut regimen
kemoterapi, dalam usaha untuk mendapatkan hasiat lebih besar
2. Syarat
a) Keadaan umum cukup baik.
b) Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi, informed concent.
c) Faal ginjal dan hati baik.
d) Diagnosis patologik
e) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
f) Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g) Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000/
mm³, trombosit > 150 000/mm³.
I. Prosedur
1. Persiapan
a) Sebelum diberikan kemoterapi maka harus dipersiapkan ukuran TB, BB, luas
badan,darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi liver, gula darah, urin lengkap, EKG,
foto thorax AP/lateral, Ekokardiografi, BMP.
b) Periksa protokol dan program terapi yang digunakan, serta waktu pemberian obat
sebelumnya.
c) Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
d) Periksa adanya inform concernt baik dari penderita maupun keluarga.
e) Siapkan obat sitostatika
f) Siapkan cairan NaCl 0,9 %, D5% atau intralit.
g) Pengalas plastik, dengan kertas absorbsi atau kain diatasnya
h) Gaun lengan panjang, masker, topi, kaca mata, sarung tangan, sepatu
i) Spuit disposible 5cc, 10cc, 20 cc, 50 cc.
j) Infus set dan vena kateter kecil
k) Alkohol 70 % dengan kapas steril
l) Bak spuit besar
m) Label obat
n) Plastik tempat pembuangan bekas
o) Kardex (catatan khusus)
2. Cara kerja
Semua obat dicampur oleh staf farmasi yang ahli dibagian farmasi dengan
memakai alat “biosafety laminary airflow” kemudian dikirim ke bangsal
perawatan dalam tempat khusus tertutup. Diterima oleh perawat dengan catatan
nama pasien, jenis obat, dosis obat dan jam pencampuran. Bila tidak mempunyai
biosafety laminary airflow maka, pencampuran dilakukan diruangan khusus yang
tertutup dengan cara :
a. Meja dialasi dengan pengalas plastik diatasnya ada kertas penyerap atau kain
b. Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kaca mata, sepatu.
c. Ambil obat sitostatika sesuai program, larutkan dengan NaCl 0,9%,D5%/intralit
d. Sebelum membuka ampul pastikan bahwa cairan tersebut tidak berada pada
puncak ampul. Gunakan kasa waktu membuka ampul agar tidak terjadi luka dan
terkontaminasi dengan kulit. Pastikan bahwa obat yang diambil sudah cukup,
dengan tidak mengambil 2 kali
e. Keluarkan udara yang masih berada dalam spuit dengan menutupkan kapas atau
kasa steril diujung jarum spuit.
f. Masukkan perlahanlahan obat kedalam flabot NaCl 0,9 % atau D5% dengan
volume cairan yang telah ditentukan
g. Jangan tumpah saat mencampur, menyiapkan dan saat memasukkan obat kedalam
flabot atau botol infus.
h. Buat label, nama pasien, jenis obat, tanggal, jam pemberian serta akhir pemberian
atau dengan syringe pump.
i. Masukkan kedalam kontainer yang telah disediakan.
j. Masukkan sampah langsung ke kantong plastik, ikat dan beri tanda atau jarum
bekas dimasukkan ke dalam tempat khusus untuk menghindari tusukan.
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatm
ent, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2,
EGC, Jakarta
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
Instalasi Diklat RS. Kanker Darmais, 2003, Kumpulan Makalah Pelatihan Perawatan
Kanker Dengan Kemoterapi Di RS Kanker Darmais, RS. Kanker Darmais, Jakarta
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta:EGC;1997
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001