Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Mamur Rizki
1110054100038
JAKARTA
1438 H/2017 M
KONSEPSI NEGARA KESEJAHTERAAN
DALAM PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Mamur Rizki
1110054100038
Dibawah Bimbingan :
Muhtadi, M.Si
19750601 2014111 001
Mamur Rizki
Konsepsi Negara Kesejahteraan Dalam Pancasila Dan Undang-Undang Dasar
1945.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Konsep Negara Kesejahteraan Menurut Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, dan semoga kita
termasuk dalam golongan yang istiqomah menjalankan sunnahnya hingga hari
kiamat.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu
Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,
Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial, Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas nasehat dan
bimbingannya.
3. Bapak Muhtadi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu
mengarahkan, memberikan masukan dan selalu bersedia meluangkan
waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
ii
4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada
penulis.
5. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Bukhori Muslim dan Siti
Khodijah yang tidak pernah berhenti mendoakan dan memberikan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. HMJ Kesejahteraan Sosial, DEMA Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan keluarga besar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah menjadi tempat belajar dan berproses yang “asik” bagi
peneliti.
7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menemukan,
merumuskan dan menyelesaikan skripsi ini.
Dengan demikian skripsi ini penulis susun dengan sebaik-baiknya.
Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua yang membacanya,
terutama dalam memajukan keilmuan Kesejahteraan Sosial. Amin.
Mamur Rizki
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. . vi
BAB I PENDAHULUAN
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………. 13
F. Sistematika Penulisan…………………………………………….. 14
iv
2. Fase Perumusan Keadilan Sosial ............................................. 45
C. Kelembagaan ...................................................................................... 62
........................................................................................................... 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 86
B. Saran .............................................................................................. 87
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
yang beranggapan sistem ini telah menemui ajalnya, alias sudah tidak
1
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan
(Jakarta: LP3ES,2006), h. 8.
1
2
disertai argumen dan riset yang memadai, banyak orang menjadi kurang
yang tidak lain sifat dari lingkup ini adalah kuratif (mengobati). Sementara
stigma pada penerimanya sistem ini ganti oleh Welfare State. Program dan
pelayanan yang hanya diberikan kepada orang miskin tidak akan dapat
2
Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” artikel diakses pada 6
September 2008 dari
http://209.85.175.104/search?q=cache:gBlPSii64oJ:www.depsos.go.id/modules.php%3Fnam
%3DDownloads%26d_op%3Dgetit%26lid%3D24+sejarah+lahir+negara+kesejahteraan&hl=id&c
=clnk&cd=5&gl=id
3
Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” h. 19.
3
Globalisasi”, mengutip dari buku Adam Smith, yang berjudul “An Inquiry
into the Nature and the Causes of the Wealth of Nation”, menjelaskan
bahwa ada dua tugas utama yang menjadi tanggung jawab negara.
bagi setiap warga negaranya dari ancaman dalam bentuk apa pun. Kedua,
4
Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos,” h. 16.
5
Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi:
Pengembangan Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman (Jakarta: PSIK Universitas
Paramadina, 2008), h. 16.
4
situasi sosial dan politik yang tidak stabil akan menyulitkan terciptanya
kesejahteraan sosial, dan situasi keamanan sulit untuk terwujud bila suatu
warga negaranya. Namun setelah tiga dasawarsa lebih, Negara lebih sering
negara yang kuat dan budiman bisa menjadi bahan “cemooh”. Tidak dapat
dipungkiri lagi ruang publik didominasi oleh wacana “emoh negara” atau
kesejahteraan Eropa yang dimulai dari era Otto Van Bismarck pada tahun
6
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:
LP3ES,2006), h. 1-2.
5
kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh warga, serta jaminan sosial
budiman”.7
negara lain. Dalam hal ideologi, Indonesia tidak menganut paham sosialis,
Indonesia.8
7
Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 4.
8
Lihat Pembukaan UUD 1945
6
Istilah terakhir ini dia pinjam dari seorang teoritikus Marxis Austria, Fritz
yang sering dikutip Bung Karno adalah bahwa, “demokrasi yang kita kejar
janganlah hanya demokrasi politik saja, tetapi kita harus mengejar pula
demokrasi ekonomi.”10
Hatta menulis, “Di atas sendi [cita-cita tolong menolong] dapat didirikan
tonggak demokrasi. Tidak lagi orang seorang atau satu golongan kecil
dan saling terkait. “Cita-cita demokrasi kita lebih luas, tidak saja
9
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas,dan Aktualitas Pancasila
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), h.491.
10
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila,
h.491.
7
terjajah dan sebagai bangsa yang telah hidup dalam alam feodalisme
pertama kali dikemukakan oleh Bung Karno dalam pidato 1 juni 1945,
sebagai sila ke 4 Pancasila. Tapi istilah itu hilang dari rumusan Pancasila
dikemukakan oleh Bung Hatta. Tapi istilah keadilan sosial itu, oleh Bung
sendiri menjadi judul bab XIV UUD 1945, yang berisikan pasal 33 dan
34.15
13
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h.
492-493.
14
M. Dawam Rahardjo, Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Di Era Globalisasi, h. 1.
15
M. Dawam Rahardjo, Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Di Era Globalisasi, h. 1.
9
ekonomi.16
pokok yang akan menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, antara
lain:
16
Holil Sulaiman, Perencanaan Kebijakan dan Program Sosial, h. 18.
10
UUD 1945 ?
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Akademis
awal kemerdekaan.
Jakarta.
11
b) Manfaat Praktis
D. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan
tertulis seperti buku, artikel, jurnal, serta majalah yang berkaitan dengan
buku, jurnal dan lain sebagainya. Menurut M. Nazir dalam bukunya yang
dipecahkan. 17
17
M.Nazir, Metode Penilitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008), cet ke-5. h. 27.
12
kepada narasumber yaitu Yudi Latif (penulis buku Negara Paripurna dan
memilih Yudi Latif sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah karena
dianggap sebagai buku klasik yang menjadi rujukan di era mendatang, satu
lagi adalah buku yudi latif yang berjudul “Mata Air Keteladanan:
objektif isi seluruh UUD 1945 dan Pancasila dalam kaitannya dengan
4. Keabsahan Data
perbaikan secara terus menerus dan memfokuskan pada isu yang sedang
diteliti.
dalam skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Karya Ilmiah” yang
E. Tinjauan Pustaka
kesejahteraan seolah tak ada habisnya untuk dikaji dan diteliti. Oleh
Umar tentang negara kesejahteraan. Dalam bentuk karya tulis lain ada juga
F. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
BAB V : PENUTUP
1
Save M. dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: LKPN, 2000), h. 708.
15
16
bagi setiap warga negara sebagai gambaran adanya hak warga negara dan
tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin. Hal ini
2
Edi Suharto, Kebijakan Sosial:Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: ALFABET, 2007),
h. 57.
3
Richard Titmuss, “Essays on the Welfare State” dalam Triwibowo dan Bahagijo, ed.,
Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 11.
17
pada krisis sosial. Ketiga, semua warga negara, tanpa membedakan status
dan kelas sosial, harus dijamin untuk bisa memperoleh akses pelayanan
4
Titmuss, “Essays on the Welfare State” h. 12.
5
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:
LP3ES,2006), h. 8.
6
Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 8.
18
sosial yang disediakan oleh negara. Lebih jauh lagi, keberadaan hak-hak
sosial dan social citizenship ini digunakan oleh negara untuk menata
7
Esping-Andersen “Three World of Welfare Capitalism” dalam Triwibowo dan Bahagijo,
ed., Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 9.
8
Esping-Andersen “Three World of Welfare Capitalism” h. 9.
9
Esping-Andersen, “Social Foundation for Postindustrial Economies” dalam Triwibowo
dan Bahagijo, ed., Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 9
19
hak sosial warga harus diimbangi oleh dua hal yang saling terakait, yaitu
Di satu sisi, hak sosial tidak seharusnya menjadi disinsentif bagi warga
partisipasi penuh warga dalam pasar tenaga kerja. Di sisi lain, luasnya
tunggal. Luas cakupan dan ragam kebijakan sosial yang diterapkan oleh
10
Esping-Andersen, “Social Foundation for Postindustrial Economies” h. 10-11.
11
Kuhnle dan Hort, “The Developmental Welfare State in the Scandinavia: Lessons for
the Developing World” dalam Triwibowo dan Bahagijo, ed., Mimpi Negara Kesejahteran (Jakarta:
LP3ES, 2006), h. 11.
20
jika keluarga dan pasar gagal menjalankan fungsinya serta terpusat pada
12
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:
LP3ES, 2006), h. 11-12.
21
kesejahteraan.13
Katolik dan pengaruh doktrin karitatif sosial (social charity) gereja. Hal
13
Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 13-14.
14
Krasner dan I Gough, “Welfare Regimes: On Adapting the Framework to Development
Countries,” dalam Triwibowo dan Bahagijo, ed., Mimpi Negara Kejahteraan (Jakarta: LP3ES,
2006), h. 18.
22
konservatif.15
sosial. Seperti yang diungkapkan George dan Wilding dalam Barr (1998),
15
Philip Manow, “The Good, the Bad,and the Ugly: Esping-Andersen‟s Regime
Typology and the Religious Roots of the Western Welfare State,” dalam Triwibowo dan Bahagijo,
Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 19.
16
David Kelley, “Altruism and Capitalism,” dalam Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi
Negaara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 19.
23
paling efisien dibandingkan dengan sistem lain yang ada; (ii) meskipun
17
Nicholas Barr, “The Economics of the Welfare State” dalam Triwibowo dan Bahagijo,
Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 20-21.
18
Barr, “The Economics of the Welfare State” h. 22.
19
Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat (Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 1992), hal. 75.
24
kemiskinan.22
responsibility and the duty of the strong aid to the weak”.24 Namun,
20
George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h. 82.
21
George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h.90.
22
George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h.93.
23
George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h.108.
24
Nicholas Barr, “The Economics of the Welfare State” dalam Triwibowo dan Bahagijo,
Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 22.
25
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:
LP3S, 2006), h. 23.
25
tenaga kerja terdidik yang sehat, dan itu adalah uang tebusan yang
jika dikelola secara bijak mungkin dapat menjadi alat yang efisien untuk
26
Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 23.
27
Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat (Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti ,1992), h. 103.
26
tengah tersebut.
sempit, yaitu jaminan sosial dalam bentuk skema asuransi oleh negara.
28
George dan Wilding, Ideologi dan Kesejahteran Rakyat, h. 84.
29
M. Dawam Rahardjo, Mewujudkan Kesejahteraan Sosial di Era Globalisasi, h. 3.
27
dalam konteks ini adalah Jerman. Setelah Jerman pada tahun 1884
Penyakit (disease) dan Kemalasan (idleness) sebagai „the five giant evil’
tersebut.30
30
Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” dalam Abdul Aziz
Azamzami, Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin Khattab, (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 28.
28
31
Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” dalam Abdul Aziz
Azamzami, Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin Khattab, (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 28.
29
antara peran negara dan pasar, antara oligarki dan redistribusi ekonomi,
wajib dipenuhi oleh negara. Maka, hak asasi merupakan sebuah titik
sosial. hak-hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh negara,
32
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:
LP3ES, 2006), h. 28.
30
politik tidak lengkap, atau manual bisnis tidak dapat diterima jika tidak
33
Negara dan Kesejahteraan, artikel diakses pada 6 September 2015 dari
http://www.inilah.com/berita/2008/07/24/40004/negara-dan-kesejahteraan/.
34
Noreena Herzt, Perampok Negara: Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya
Demokrasi, dengan judul asli buku; “The Silent Take Over; Global Capitalism and the Death of
Democracy” (Yogyakarta: Alinea, 2005), h. ix.
31
dengan negara-bangsa.36
kesejahteraan telah mati (welfare state has gone away and died).37
35
Anthony Giddens, Jalan Ketiga: Pembaruan Demokrasi Sosial, dengan judul asli buku;
“The Third Way: The Renewal of Social Democracy” (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002),
Cet. Ke-4, h. 32.
36
James Petras dan Henry Veltmeyer, Imperialisme Abad 21, dengan judul asli buku;
“Globalization Unmasked: Imperialism in the 21 Century” (Yogyakarta: Kreasi Wacana,2002), h.37.
37
Edi Suharto, “Peta dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara”, artikel diakses
pada tenggal 12 September 2016 dari
situs: http://www.policy.hu/suharto/naskah%20PDF/UGMWelfareState.pdf
32
yang tidak benar. Sistem Negara Kesejahteraan masih tetap berdiri kokoh
38
Edi Suharto, “Islam dan Negara Kesejahteraan”, artikel diakses pada tanggal 25
September 2016 dari
http://www.policy.hu/suharto/Naskah20%PDF/IslamNegaraKesejahteraan.pdf.
33
39
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan
(Jakarta:LP3ES, 2006), h. 14-15.
34
yaitu; pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Dalam hal ini,
memiliki peran yang besar dalam upaya pelucutan segi tiga “suci”
dan mandat negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat dari
40
Triwibowo dan Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, h. 29.
35
Watts Judith, Tony Dalton dan Paul Smith yang berjudul, “Talking Policy:
How Social Policy in Made”, menjelaskan bahwa akar atau ide dasar
konsep negara kesejahteraan telah ada sejak abad ke-18, yaitu ketika
lebih adalah sesuatu yang baik. Begitupun sebaliknya sesuatu yang tidak
rakyat. Negara pun harus mampu melakukan upaya reformasi hukum yang
of welfare state).41
41
Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reniventing Depsos,” dalam Abdul Aziz
Azamzami, Negara Kesejahteraan Dalam Kepemimpinan Umar Bin Khattab, (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 28.
BAB III
dan rakyatnya sebagai kristalisasi dari hasrat dan ikhtiar untuk membumikan apa-
apa yang dianggap sebagai ideal. Dasar dan ideologi negara seringkali menjadi
tersebut. Dalam konteks Indonesia, Pancasila berperan sebagai sumber mata air
teks serta konteks dalam proses perumusan Pancasila adalah jalan untuk
mencari sintesis antar ideologi dan gerakan. Fase “perumusan” dimulai pada masa
37
38
dari pidato Soekarno dalam versi piagam Jakarta. Fase “pengesahan” dimulai
bernegara.1
Kesejahteraan di Indonesia adalah bahwa konsep ini bertumpu pada sila kelima
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”.2 Maka di bab ini penulis akan
membahas khusus pada sila kelima saja. Mulai dari fase pembuahan, fase
Pada fase ini para tokoh dari kalangan pergerakan kebangsaan Indonesia
1
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 39.
2
Antonius. G. Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian Model bagi
Indonesia.,” h. 3.
3
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 514.
39
Di sisi lain, kritik ideologi Marxisme juga mendorong terjadinya perpecahan pada
seiring kemunculan generasi baru intelegensia yang lahir pada awal abad ke-20,
Dari dalam negeri, salah satu tokoh terpenting dari generasi baru
4
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 515.
5
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, cet. Ke-4. h. 517.
6
Soekarno, Pancasila Dasar Falsafah Negara (Jakarta: Panitia Nasional Peringatan Hari Lahirnya
Pancasila, 2001), h. 10.
40
berakar dan berjalan. Sejak 1926, dalam tulisannya “Nasionalisme, Islamisme dan
baik secara taktis maupun teoritis. “… sebab taktik Marxisme yang baru, tidaklah
menolak pekerjaan bersama Nasionalis dan Islamis di Asia …”.7 Secara teoritis,
Soekarno menyatakan:
menghasilkan kaum tani melarat; pada umumnya, mereka masih memiliki alat
7
Soekarno, 19 Tahun Lahirnya Panjta Sila (Jakarta: Departemen Penerangan RI,1965), h. 17.
8
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Jakarta: Panitia Di Bawah Bendera Revolusi, 1964) h. 256.
41
produksi (lahan, cangkul dan sebagainya), namun sangat terbatas dan hasilnya
Soekarno membuat istilah baru yang lebih tepat menggambarkan kaum kecil di
(Marhaenisme).10
Dari luar negeri, salah satu tokoh terpenting dari intelegensia generasi
baru adalah Mohammad Hatta. Sebagai mahasiswa ilmu ekonomi, Hatta memiliki
Pengadilan Den Haag pada 9 Maret 1928, yang kemudian diterbitkan dalam
9
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 520.
10
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 521.
42
“Menuju Indonesia Merdeka” tahun 1932, Bung Hatta menulis, “ Di atas sendi
cita-cita tolong menolong dapat didirikan tonggak demokrasi. Tidak lagi orang
seorang atau satu golongan kecil yang mesti menguasai penghidupan orang
banyak seperti sekarang, melainkan keperluan dan kemauan rakyat yang banyak
gagasan sosialisme Hatta tidak mau menjadi epigon dari paket utuh Marxisme.
11
Mohammad Hatta, Indonesia Merdeka (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1976), h. 113.
12
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 523-524.
43
dituduh berhaluan reformis. Dua orang dari Eropa (Maxton dan Edo Fimmen)
dituduh sebegai reformis social, dan dua orang dari Asia (Mohammad Hatta dan
Sutan Sjahrir. Dalam serangkaian tulisannya seperti dalam jurnal Daulat Ra’jat,
dasar sosialisme, Robert Owen, dia menekankan bahwa, “… Sosialisme yang kita
penghisapan oleh manusia ...”. Dalam konteks ini kebebasan individu dihormati
yaitu kelas borjuis dan harus diganti menjadi alat kekuasaan diktator proletariat.
13
Mohammad Hatta, Memoir Mohammad Hatta (Jakarta: Tintamas, 1982), h. 242-243.
14
Eko Kurniawan Komara, Kemerdekaan, Demokrasi, dan Keadilan Sosial: Penggalan Riwayat dan
Pemikiran Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Tan Malaka (Jakarta: Tempo Institute, 2009), h. 4.
44
Berdasarkan pada cara pandang seperti itu, Sjahrir mengidealkan adanya suatu
an, Sjahrir juga sudah mulai menggagas apa yang dikenal sebagai konsep “Negara
bijaksana,
umur 15 tahun,
umum.15
mengenai dari putra-putra negeri”. Pada hari yang sama, Soerio menyatakan
15
Sutan Sjahrir, Pikiran dan Perjuangan (Yogyakarta: Jendela, 2000), h. 65-66.
46
bahwa salah satu yang dikehendaki oleh negara baru nanti adalah bahwa negara
tersebut harus “subur dan makmur”. Untuk mencapai negara yang subur dan
Dalam kaitan ini, “karena perekonomian ini berhubungan erat dengan keadaan
rakyat jelata, maka seharusnya kita pandang lebih dahulu keadaan rakyat pada
“kesehatan”.16
dihapuskan, tanah erfpach,... dan opstal harus dikembalikan pada rakyat via
pemerintah.”17
Pada 31 Mei, Abdul Kadir menyatakan bahwa salah satu dari tiga dasar
memajukan ekonomi yang sehat agar rakyat menjadi makmur”. Pada tanggal yang
sama Soepomo menguraikan gagasan tentang keadilan sosial ini secara lebih
16
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h. 528.
17
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 528.
47
mengatakan bahwa “saya dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu
yang beragam dan secara umum tidak dinyatakan dalam terma “kesejahteraan”.
Meski demikian secara substantif prinsip ini juga diidealisasikan oleh anggota-
merajalela”.19
pada masa persidangan pertama dan usulan dari anggota Chuo Sang In itu
18
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 529-530.
19
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 530-531.
20
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h.533.
48
UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran. Dua dari empat pikiran pokok
“Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
bagi seluruh rakyat Indonesia.” Pokok pikiran ini mengandung pengertian bahwa
persatuan nasional sebagai wahana untuk melindungi segenap bangsa dan tanah
Dengan pokok pikiran ini, negara mengemban misi mewujudkan keadilan sosial
Pada hari kedua masa persidangan kedua BPUPK (11 Juli), Radjiman
Widioningrat selaku Ketua BPUPK membentuk tiga kelompok panitia: (1) panitia
perancang hukum dasar, (2) panitia perancang keuangan dan ekonomi, (3) panitia
perancang pembelaan tanah air. yang pertama diketuai oleh Soekarno, yang kedua
diketuai oleh Mohammad Hatta, dan yang ketiga diketuai oleh Abikoesno
perumus rancangan UUD dan dalam Panitia Perancang Keuangan dan Ekonomi
21
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 534.
49
lain,
demikian, pokok-pokok pikiran yang tidak tersurat dalam pasal-pasal UUD itu
Pada Rapat Besar BPUPK (15 juli) yang membahas rancangan UUD
sidang yang pertama bahwa kita menyetujui kata keadilan dan preambule.
22
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 536.
50
Keadilan inilah protes kita yang maha hebat kepada dasar individualisme.”23
dijanjikan dalam pembuka undang-undang dasar, diberi jaminan yang lebih luas
penting dalam Pembukaan UUD 1945. Prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial
dari Pembukaan ini meliputi suasana kebatinan perumusan pasal-pasal UUD dan
dokumen lain yang terkait dengan itu yang bisa dijadikan sebagai sumber hukum
yang tidak tertulis. Komitmen keadilan itu tampak nyata, baik dalam pasal-pasal
23
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 539.
24
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, h. 541-542.
51
merupakan pembacaan yang ahistoris atau retrospektif karena sudah sejak masa-masa
kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia” dan beberapa pasal dalam
konstitusi, di antaranya Pasal 27 (2), 31, 33, dan 34. Prinsip negara kesejahteraan
diterima secara bulat, baik oleh anggota BPUPKI maupun anggota PPKI yang bersidang
1. Kebijakan Ketenagakerjaan
Pasal 27 ayat 2 “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak” oleh Soepomo dalam Rapat Besar BPUPK 15 juli 1945 dijelaskan “bahwa
panitia memasukan ayat ini dalam undang-undang dasar, sebagai pernyataan, bahwa kami
hendak menyelesaikan hukum negara kita dengan aliran zaman. Ini sesungguhnya aliran
kesejahteraan. Di sini, negara harus mampu menyediakan akses lapangan pekerjaan bagi
warganya. Tujuan dari kebijakan ketenagakerjaan tidak lain adalah untuk menciptakan
daya beli masyarakat dan mengurangi ketergantungan warga negara atas tunjangan-
25
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2012), cet. Ke-4. h.584.
26
Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, h. 539.
52
pokok, yaitu; outset kebijakan dan kebijakan active employment (kebijakan tenaga kerja
negara harus membuat sebuah kebijakan dan upaya untuk memberikan bantuk-bentuk
asuransi penganguran, sebagai peranan negara dalam mensiasati kompetisi yang tidak
sempurna dalam dunia lapangan kerja. Kedua, negara harus membuat kebijakan dan
upaya agar tidak tercipta tingginya angka pengangguran, karena hal itu akan menimbulan
kebijakan dan upaya untuk mengaitkan antara kebijakan pendidikan dengan kebijakan
negara.27
segala permasalahan dalam ketenagakerjaan, terutama pasar tenaga kerja. Pasar tenaga
kerja merupakan penjelasan mengenai kondisi dan status dari warga negara yang
berkaitan dengan kerja, seperti; lapangan pekerjaan, usia kerja, jenis pekerjaan, dan
output kerja. Ketika suatu lembaga statistik memberikan data mengenai pasar tenaga
kerja, kewajiban pemerintah, para ahli dan politisi adalah mampu menafsirkan data pasar
tenaga kerja secara benar dan kemudian merekomendasikan kepada warga negara. Jika
mereka gagal menafsirkan data pasar tenaga kerja, maka warga negara akan menuai
kualitas kehidupan yang buruk. Pemerintah tidak hanya berkewajiban untuk menyediakan
27
Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi: Pengembangan
Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman (Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2008), h. 70-71.
53
lapangan pekerjaan bagi warga negara di satu sisi, disisi lain lapangan pekerjaan yang
Tabel 1
Kebijakan Ketenagakerjaan
2. Kebijakan Pendidikan
Pasal 31 terdiri dari 4 ayat berikut: (1) setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan; (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4)
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
28
Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi: Pengembangan
Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman, h. 71.
54
Keempat ayat tersebut berfungsi sebagai batu sendi yang menginskripsikan salah
satu wujud negara kesejahteraan yaitu jaminan pembiayaan pendidikan gratis oleh
negara. Layanan pendidikan memiliki posisi penting dalam mewujudkan sebuah negara
yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam hal ini pendidikan adalah bagian penting dari
pemberdayaan masyarakat untuk turut serta dalam menciptakan kemakmuran negara. Jadi
tugas negara agar bisa menjadi negara yang kehidupan rakyatnya sejahtera adalah
mengakses sumber daya dan tata kebijakan, dan mengorganisasikannya untuk mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran mereka sendiri. Pendidikan yang didapatkan oleh warga
negara akan menciptakan kemampuan efektif dalam menghadapi situasi dimana orang
kemiskinan dan kemunduran atau deprivasi sosial. Terutama dalam era globalisasi,
kemampuan dan layanan pendidikan yang didapatkan warga negara akan menentukan
negara-negara lain.
Tabel 2
Kebijakan Pendidikan
NO. KEBIJAKAN KETERANGAN
Dalam UUD tersebut dijabarkan bahwa
Pemerintah mengusahakan dan
UUD 1945 Pasal
1 menyelenggarakan satu sistem
31 Ayat 1,2,3
pendidikan nasional bagi semua warga
dan Negara wajib membiayainya.
29
Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi: Pengembangan
Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman, h. 101.
55
3. Kebijakan Ekonomi
pendetailan dari ayat asli sehingga pada hemat penulis tidak mengubah roh yang
terkandung di dalamnya, Pasal 33 terdiri dari tiga ayat berikut: (1) perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
dan (3) bumi dan air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
ketiganya dapat dimaknai dalam kerangka ekonomi Pancasila, perhatian perlu diberikan
pada kata-kata kunci yang terdapat di dalamnya. Dalam Pasal 33 ayat 1, kata kuncinya
adalah “asas kekeluargaan”. Perumus pasal ini, yakni wakil presiden pertama Mohammad
Hatta yang juga acapkali disebut dengan Bapak Ekonomi Pancasila dan Bapak Ekonomi
Kerakyatan, menjelaskan secara tegas bahwa apa yang dimaksud dengan asas
kekeluargaan adalah koperasi. Meski Hatta tidak memasukkannya ke dalam batang tubuh
pasal 33, hal itu diuraikannya dalam bagian penjelasan di mana dikemukakan bahwa
ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama bentuknya adalah koperasi. Istilah asas
kekeluargaan berasal dari Taman Siswa untuk menggambarkan bagaimana guru dan
murid-murid hidup sebagai satu keluarga. Maka begitu pulalah hendaknya corak
Secara historis, ketertarikan Hatta terhadap koperasi tersebut berakar dari studinya pada
Denmark, pada akhir tahun 1930-an.31 Pandangannya mengenai koperasi dapat ditelusuri
dari pandangan Perhimpoenan Indonesia tentang ekonomi seperti yang diuraikan Hatta
bentuk bangun usaha koperasi, tentu tidak lantas berarti bahwa seluruh penyelenggaraan
ekonomi yang dijalankan di suatu negara harus dilakukan melalui koperasi sebagai
institusi yang paling selaras dengan norma ekonomi Pancasila. Tentu ini merupakan hal
yang tidak mungkin karena dalam realitasnya, sudah sejak masa awal kemerdekaan,
koperasi hidup bersama-sama dengan bangun usaha lainnya seperti perusahaan negara
dan perusahaan swasta (baik besar, menengah, maupun kecil). Di antara berbagai bangun
usaha tersebut, peranan perekonomian rakyat kecil dialokasikan pada koperasi, dengan
membangun dari bawah.33 Asas kekeluargaan dengan demikian lebih tepat dipahami
sebagai semangat dan spirit daripada sebagai bentuk institusional yang baku.34 Hatta
sendiri meyakini bahwa asas kekeluargaan tidak hanya dapat diterapkan pada koperasi,
melainkan juga dapat diterapkan pada perusahaan negara (BUMN) dan swasta. Meski
demikian, koperasi tetap memegang peranan yang istimewa dalam keseluruhan usaha
ekonomi nasional. Dia merupakan sokoguru dari perekonomian Indonesia, artinya semua
31
Dawam Rahardjo, ”Apa Kabar Koperasi Indonesia,” dalam Rikard Bagun, ed., Seratus Tahun Bung
Hatta (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 294.
32
Sutan Sjahrir, ”Ideologi Hatta, Tapi Masih Relevankah itu?,” dalam Rikard Bagun, ed., Seratus Tahun
Bung Hatta (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 246.
33
Suharso Monoarfa, ”Semestinya Hatta Menang,” dalam Rikard Bagun, ed., Seratus Tahun Bung Hatta
(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h. 290.
34
Mubyarto, Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Keadilan: Analisa Trans-Disiplin Dalam Rangka Mendalami
Ekonomi Pancasila (Jakarta: Yayasan Agro Ekonomika, 1980), h. 82.
57
bentuk usaha lain hendaknya menjadikan prinsip dan nilai-nilai koperasi sebagai model
idealnya.
Sementara itu, ayat 2 dan 3 dari Pasal 33 UUD 1945 pada dasarnya merupakan
dua ayat yang secara bersama menubuhkan prinsip sosialisme dalam ekonomi Indonesia.
Prinsip sosialisme ini hadir dalam pernyataan “cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara‖ dan
“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.”
Ini artinya, dalam ekonomi Pancasila hak milik pribadi tidak diberikan secara sebebas-
bebasnya. Barang-barang publik yang vital bagi kepentingan orang banyak, berikut
sumber daya alam dalam rupa bumi dan air berikut kekayaan yang terkandung di
dalamnya, hanya boleh dikuasai dan dikelola oleh negara dalam rangka untuk
tilikan yang jelas mengenai posisi dari hak milik pribadi: pendakuan atasnya hanya
berlaku untuk barang-barang yang tidak menyentuh kepentingan orang banyak, dan
Gabungan dari dua pokok tersebut, yakni menyerahkan cabang produksi dan
sumber daya yang penting bagi orang banyak ke tangan negara sembari tetap mengakui
hak milik pribadi, memberikan karakterisasi yang khusus pada bangunan ekonomi
komunis dan sosialis sekaligus juga bukan kapitalisme yang menyerahkan jalannya
perekonomian sepenuhnya pada pasar dan norma hak milik pribadi. Sistem ekonomi
Pancasila adalah, sebagaimana dituliskan salah satu penyokongnya yang paling militan,
58
sistem ekonomi campuran yang mengandung pada dirinya ciri-ciri positif dari kedua
sistem yang kita kenal (kapitalis-liberal dan sosialis-komunis) tetapi menolak ciri-cirinya
yang negatif.35
Dalam tataran global, sistem campuran atau jalan tengah tersebut telah banyak
dimanifestasikan oleh berbagai negara di dunia dalam suatu format yang disebut dengan
kerugian akibat risiko kehidupan, memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, dan
perawatan anak. Berbagai program tersebut sengaja diciptakan untuk memenuhi tujuan-
tujuan tertentu, di antaranya menyediakan rasa keamanan bagi semua warga dan
menyejahterakan dan memberi rasa aman warganya, konsep negara kesejahteraan juga
dimaknai sebagai negara kesejahteraan. Setelah melihat penjabaran diatas dapat diketahui
bahwa Pasal 33 merupakan terjemahan dari semangat para pendiri bangsa dalam
merumuskan keadilan sosial versi Indonesia atau Sosialisme a la Indonesia dalam bahasa
Yudi Latif.
35
Mubyarto, Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Keadilan: Analisa Trans-Disiplin Dalam Rangka Mendalami
Ekonomi Pancasila, h. 84.
36
Antonius Galih Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian.” dalam
Proceeding Model bagi Indonesia Papers Indonesia International Political Economy Week “Quo Vadis
Developmentalisme”, 7-8 Desember, 2013 (Yogyakarta: IIS UGM, 2013), h. 6.
37
Rei Shiratori, “The Future Of The Welfare State,” dalam Antonius Galih Prasetyo, ed., Ekonomi
Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian Model bagi Indonesia (Yogyakarta: IIS UGM, 2013), h. 6.
59
Tabel 3
Kebijakan Ekonomi
NO. KEBIJAKAN KETERANGAN
UUD 1945 Pasal 33 Perekonomian disusun sebagai usaha
1
ayat 1 bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi
UUD 1945 Pasal 33
2 negara dan yang menguasai hajat hidup
ayat 2
orang banyak dikuasai oleh negara
Bumi air dan kekayaan alam yang
UUD 1945 Pasal 33 terkandung didalamnya dikuasai oleh
3
ayat 3 negara dan dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat
4. Kebijakan Sosial
Setelah krisis melanda Indonesia pada 1997 yang diikuti dengan pergantian rezim
dan proses demokratisasi setahun sesudahnya, semakin disadari bahwa skema kebijakan
sosial yang ada di Indonesia tidak mencukupi, baik bila dilihat dari jumlah peserta,
cakupan dan kualitas manfaat, maupun tata kelola. Untuk itu, mulai dilakukan reformasi
kebijakan dalam rangka untuk membangun sistem jaminan sosial yang lebih bersifat
penguatan melalui amandemen UUD 1945 Pasal 28H ayat 3 “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat” dan Pasal 34 ayat 2 “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan”. MPR juga telah menetapkan Ketetapan MPR-RI No.
60
membentuk Tim Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada Maret 2001 yang
kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Tim SJSN pada April 2002 dengan tugas
yang lebih luas, antara lain membuat RUU SJSN dan melaporkannya kepada Presiden.
Setelah melalui proses perdebatan dan tawar-menawar yang alot, UU 40/2004 tentang
SJSN akhirnya disetujui. Substansi jaminan sosial yang disetujui dalam UU SJSN
mencakup jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
namun usulan ini akhirnya ditolak.39 Demikian juga usulan mengenai tunjangan PHK
Indonesia sekaligus merupakan langkah yang penting bagi tercapainya cita-cita negara
kesejahteraan di negeri ini. Selain mencakup bantuan yang lebih luas dari skema-skema
yang telah ada sebelumnya, SJSN juga bersifat universal. Kini tidak hanya mereka yang
bekerja di sektor tertentu saja yang dilindungi, melainkan seluruh warga tanpa
sehingga sumber pendanaannya berasal dari iuran penerima manfaat dan pemberi kerja
atau pemerintah (bagi PNS). Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu atau tidak
38
Antonius Galih Prasetyo, Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan:
Pencarian Model bagi Indonesia, h. 6.
39
Dinna Wisnu, Politik Sistem Jaminan Sosial: Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi Pasar (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 100-102.
61
SJSN memberikan jaminan rasa aman bagi seluruh warga sepanjang hidupnya,
dari sejak lahir sampai meninggal. Rasa aman itu terwujud karena berbagai ancaman
yang berisiko pada turunnya pendapatan, baik yang datang secara tiba-tiba (sakit,
terhadap kualitas kesejahteraan. Melalui sistem asuransi, SJSN juga akan berperan secara
tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat dengan cara memobilisasi dana
masyarakat untuk membentuk tabungan nasional yang besar. Tabungan tersebut dapat
dan investasi pada gilirannya akan membuka perluasan lapangan kerja dan mengurangi
jumlah penduduk yang menerima bantuan iuran. Terbentuknya tabungan nasional yang
besar juga akan meningkatkan kemampuan keuangan negara untuk membiayai program-
program pembangunannya sehingga negara tidak perlu lagi berutang. Skenario semacam
ini terbukti sukses di Malaysia sehingga negara tersebut terhindarkan dari dampak yang
parah dari krisis 1997. Sementara di Jepang, akumulasi dana jaminan sosial digunakan
40
Sulastomo, “SJSN: Mesin Pembangunan,” Kompas, 21 Januari 2003, h. 6.
62
Tabel 4
Kebijakan Sosial
NO. KEBIJAKAN KETERANGAN
Fakir miskin dan anak terlantar
1 UUD 1945 Pasal 34
dipelihara oleh negara.
Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan
2 UUD 1945 Pasal 28H ayat 3 pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang
bermartabat
Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan
3 UUD 1945 Pasal 34 ayat 2
masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan
C. Kelembagaan
beberapa Intitusi untuk menjalankan apa-apa yang sudah di cita-citakan para pendiri
bangsa yang kemudian termaktub dalam Pasal-Pasal dalam UUD 1945. Memang tidak
semua lembaga yang didirikan pemerintah akan dibahas, penulis hanya membahas
1945. Rezim Soekarno yang mendirikan Depsos ini menunjuk posisi setingkat menteri
untuk departemen ini. Hanya ada sedikit informasi yang menjelaskan asal-usul
Departemen sosial sebagai lembaga modern. Namun satu hal yang pasti adalah pendirian
63
lembaga ini adalah hasil dari sebuah perdebatan panjang diantara para pendiri negara
dipercayakan pada Mr. Iwa Kusuma Sumantri yang pada waktu itu membawahi kurang
lebih 30 orang pegawai untuk Bagian Perburuhan dan Bagian Sosial. Hampir semua
pasal 34 UUD‟ 45 bahwa : “Fakir miskin dan anak -anak terlantar dipelihara oleh
disebabkan oleh penjajahan, yang menindas dan menghisap Bangsa Indonesia yang
nyata-nyata tidak berusaha untuk membangun kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia,
malah membiarkan rakyat Indonesia cukup hidup dengan segobang atau dua setengah sen
sehari.
rezim pemerintahan. Di awal era reformasi, tepatnya pada masa pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Depsos di likuidasi (dibubarkan) dengan asumsi dari
41
Budi Rahman Hakim, Rethinking Social Work Indonesia: Suatu Jelajah Kritis (Jakarta: RM BOOKS,
2010), h. 121.
42
Budi Rahman Hakim, Rethinking Social Work Indonesia: Suatu Jelajah Kritis, h. 123.
64
Presiden Gus Dur bahwa pelayanan kesejahteraan sosial cukup dilakukan oleh
masyarakat. Namun keadaan berkata lain, secara tidak diduga pula, saat itu muncul
berbagai masalah kesejahteraan social seperti bencana alam, bencana sosial, populasi
anak jalanan dan anak terlantar semakin bertambah terus jumlahnya, sehingga para
mantan petinggi Departemen Sosial menggagas untuk dibentuknya sebuah Badan yang
Perlindungan, dan Jaminan dilakukan pada golongan masyarakat yang sudah mengalami
dibentuk badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Untuk itu, setelah melalui proses
yang panjang dan berlarut-larut, pada tahun 2011 lalu dibentuklah UU 24/2011 tentang
dijalankan oleh dua BPJS, yakni BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Untuk itu,
dua BUMN, yaitu PT Askes dan PT Jamsostek, akan bertransformasi menjadi BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Januari 2014 dengan status badan hukum
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian bagi pekerja selambatnya
1 Juli 2015. Adapun BPJS Kesehatan bertugas menyelenggarakan jaminan kesehatan per
65
1 Januari 2014 dengan menerima pelimpahan peserta jaminan kesehatan dari Jamsostek,
TNI/Polri, PNS, Jamkesmas, dan Jamkesda. Selain melayani pekerja formal, BPJS
Kesehatan juga akan melayani pekerja informal dan penganggur. Bagi mereka yang tidak
bertahap hingga pada 2019 diharapkan sudah melayani seluruh warganegara. Sementara
itu, PT Taspen dan PT Asabri baru akan bertransformasi dan bergabung ke dalam BPJS
43
Antonius Galih Prasetyo, Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan:
Pencarian Model bagi Indonesia, h. 15.
BAB IV
sektoral lainnya.2
bantuan sosial merupakan bantuan yang dapat bersifat tunai maupun non
tunai, ini biasanya ditujukan bagi kelompok miskin dan rentan seperti
1
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:
LP3ES dan Perkumpulan Prakarsa, 2006), h. 8.
2
Darmawan Triwibowo dan Nur Iman Subono, Meretas Arah Kebijakan Sosial Baru Di
Indonesia: Lebih Dari Sekadar Pengurangan Kemiskinan (Jakarta: LP3ES dan Perkumpulan
Prakarsa, 2009), h.5.
66
67
bentuk beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu, beras untuk
rakyat miskin (raskin), Jaring Pengaman Sosial (JPS) pada saat krisis
ekonomi 1998, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau BLSM (Bantuan
3
Triwibowo dan Subono, Meretas Arah Kebijkan Sosial Baru Di Indonesia: Lebih Dari
Sekedar Pengurangan Kemiskinan, h.6.
4
Antonius. G. Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian
Model bagi Indonesia.” dalam Proceeding Papers Indonesia International Political Economy Week
“Quo Vadis Developmentalisme”, 7-8 Desember, 2013, 261-286 (Yogyakarta: IIS UGM, 2013), h.
11.
68
menjadi Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3/1967. Lalu dalam Rencana
jaminan hari tua pegawai negeri, Asabri untuk jaminan hari tua personel
5
Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional: Mewujudkan Amanat Konstitusi (Jakarta:
Kompas Gramedia, 2014), h. 5-7.
6
Dinna Wisnu, Politik Sistem Jaminan Sosial: Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi
Pasar (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 100-102.
69
masa Orba, yang sebagiannya masih berlanjut hingga saat ini, adalah
golongan yang dipandang penting bagi negara seperti PNS, pekerja swasta
formal, dan militer. Sementara untuk asuransi yang berbasis privat, hanya
investasi modal SDM demi produktivitas ekonomi. Untuk itu negara hanya
7
Darmawan Triwibowo dan Subono, Meretas Arah Kebijakan Sosial Baru Di Indonesia:
Lebih Dari Sekadar Pengurangan Kemiskinan, h.16-17.
70
ditindas.
mencukupi, baik bila dilihat dari jumlah peserta, cakupan dan kualitas
28H ayat 3 (“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
8
Triwibowo dan Subono, Meretas Arah Kebijkan Sosial Baru Di Indonesia: Lebih Dari
Sekedar Pengurangan Kemiskinan, h.39.
71
dan komprehensif.9
pembentukan Tim SJSN pada April 2002 dengan tugas yang lebih luas,
mencakup bantuan yang lebih luas dari skema-skema yang telah ada
sebelumnya, SJSN juga bersifat universal. Kini tidak hanya mereka yang
9
Antonius. G. Prasetyo, “Ekonomi Pancasila sebagai Negara Kesejahteraan: Pencarian
Model bagi Indonesia.” dalam Proceeding Papers Indonesia International Political Economy Week
“Quo Vadis Developmentalisme”, 7-8 Desember, 2013, 261-286 (Yogyakarta: IIS UGM, 2013),
h.13.
10
Dinna Wisnu, Politik Sistem Jaminan Sosial: Menciptakan Rasa Aman dalam Ekonomi
Pasar (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 111.
72
manfaat dan pemberi kerja atau pemerintah (bagi PNS). Sedangkan bagi
sepanjang hidupnya, dari sejak lahir sampai meninggal. Rasa aman itu
11
Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional: Mewujudkan Amanat Konstitusi (Jakarta:
Kompas Gramedia, 2014), h. 30-31.
73
Untuk itu, setelah melalui proses yang panjang dan berlarut-larut, pada
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian bagi
12
Sulastomo, “SJSN: Mesin Pembangunan,” Kompas, 21 Januari 2003, h. 6.
74
1945
cita luhur peradaban bangsa. Pancasila, yang terdiri dari lima sila tersusun
negara sekuler yang ekstrim yang memisahkan antara agama dan negara.
75
yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Artinya, peran agama dan
kemanusiaan universal yang dari hukum tuhan, hukum alam, dan sifat-
internasional.
lain ada wawasan pluralisme yang menerima dan memberi ruang hidup
76
bagi aneka perbedaan, seperti aneka keyakinan, budaya dan bahasa daerah,
Indonesia memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang kuat yang mampu
pandang bulu.
keempat nilai pada sila lainnya. Di sisi lain, otensitas pengalaman sila-sila
pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Sila pertama dan kedua dari pancasila yang dalam satu rangkaian
maksudkan itu. Moral yang disampaikan dari kedua sila yang berhubungan
erat ini menduduki tempat tertingi dalam hierarki nilai-nilai yang meliputi
terkandung dalam tiga sila lainnya dari pancasila, yang bila dinyatakan
dengan apa yang menurut etika atau moralitas (sila pertama dan kedua)
menurut Latif, Indonesia punya orisinialitas sendiri dalam hal model tata
kita bisa melacak jejak akar konsep rezim kesejahteraannya dari basis etis
konservatif.
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber)
(nafkah) sesuai dengan hukum yang berlaku serta dengan cara yang adil.
dagangan, tetapi Islam melarang cara-cara yang ilegal dan tidak bermoral
keuntungan yang tidak layak dari kesulitan orang lain, dan melarang
1-3)
81
harta yang dimiliki untuk tujuaan yang bermaanfaat bagi seluruh umat
manusia sangat dilarang oleh Allah Swt. karena sifat menumpuk harta
manusia yang lain akan terabaikan dan menciptakan jurang pemisah antara
Oleh karena itu, dalam Pancasila prinsip keadilan sosial pada sila
Indonesia. Mengenai model dan bentuk akan lebih jelas dituangkan dalam
yang akan di pilih oleh Indonesia. Dalam Pancasila dan turunannya yaitu
kepada tiga model rezim kesejahteraan yang ada yaitu, 1) Rezim Universal
welfare state , terlihat pada pasal 27 ayat 2, pasal 28H, pasal 31, pasal 33
dalam pasal 34. dan 3) Rezim Social Insurance Welfare State, tersirat
ruang kepada tiga model rezim kesejahteraan yang ada. Ciri tersebut di
lain, keluwesan dan sifat supel tersebut juga mempunyai kekurangan yaitu
kesejahteraan.
legislasi dasar tentang jaminan sosial sebenarnya sudah ada sejak 1950-an,
13
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan (Jakarta:
LP3ES, 2006), h. 87-88.
83
risiko lebih banyak dibebankan pada mekanisme pasar dan keluarga, dan
bentuk peran pemerintah yang minim dan terbatas pada golongan yang
PENUTUP
A. KESIMPULAN
bagaimana konsep negara kesejahteraan dalam Pancasila dan UUD 1945, sebagai
berikut:
kondisi negara Indonesia. Hal itu tertuang dalam Pancasila terutama sila
Yamin, pada 29 Mei 1945, 2). Soerio, pada 29 Mei 1945, 3). A. Rachim
Pratalykrama, 30 Mei 1945, 4). Abdul Kadir, pada 31 Mei 1945, 5).
Soepomo, pada 31 Mei 1945, dan 6). Soekarno, Pada 1 Juni 1945.
86
87
pasal 28H, pasal 31, pasal 33 dan pasal 34 ayat 2, 3, 4. Konsep social
34 ayat 1 saja. Dimana prinsip itu dekat dengan konsep residual welfare
state.
juga bersifat universal. Kini tidak hanya mereka yang bekerja di sektor
B. SARAN
langkah besar akan tetapi hal tersebut belum dirasa cukup untuk
kuat agar skema-skema bantuan yang sudah ada dalam BPJS bisa tetap
DAFTAR PUSTAKA
Barr, N. The Ecoimics Of The Welfare State. Stanford: Stanford University Press,
1998.
Petras, James dan Veltmeyer, Henry. Imperialisme Abad 21. Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2002.
Prasetyo, Antonius G. Ekonomi Pancasila Sebagai Negara Kesejahteraan:
Pencarian Model Bagi Indonesia. Yogyakarta, 2013.
SUMBER INTERNET
D Kelley, Altruism anda Capitalism 1994. Artikel diakses pada 29 Mei 2015 dari
www.objectivist-center.org/text/dkelley-altruism-captalism.asp.
Edi Suharto, Peta dan Dinamika Welfare State di Beberapa Negara. Artikel
diakses pada 12 Oktober 2016 dari http
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Jawaban; Ada beberapa negara dengan basis katolik yang kuat. Nah mereka itu terinspirasi
oleh pelayanan gereja. Gereja itu hadir untuk melayani . Maka lahirnya kesejahteraan itu
tunjangan dari Kekawanan komunitas Gereja.
Jawaban; Agama mayoritas di Indonesia adalah Islam. Di dalam Islam, hak milik pribadi itu
boleh. Hak milik pribadi itu mempunyai efek sosial. Nah, dalam Islam kan ada juga pajak, ada
juga shadaqah. Jadi, zakat itu sama dengan pajak . ada juga itu kan sifatnya shadaqoh. Tapi, kalo
pajak itu kan dimensinya universal memang untuk pembangunan. Seumpama kita lihat 8 asnaf
itu ya sifatnya universal. Kena semua. Tapi, ada yang sifatnya pemberian khusus. Bukhori,
Masakin, zakat fitrah. Dan residual itu ada juga. Jadi yang sebagian universal itu dikenal dalam
Islam . Makanya kenapa dulu orang Islam bayar djizzah. Tapi itu intinya sama dengan bayar
pajak. Semua penduduk yang hidup harus bayar untuk 8 asnaf itu. Karena 8 asnaf itu sebenernya
universal. Ada zakat fitrah, shadaqoh, padahal itu residu. Artinya, peran agama begitu dominan
dalam menciptakan sistem Negara kesejahteraan. dalam prakteknya, di Indonesia sendiri kan
masyarakat Islam Indonesia ini kan kebetulan juga karena dibawah penjajahan lama. Penjajahan
ini kan lama, makanya sudah sejak lama dalam perjalanan kita, ormas ormas keagamaan itu
mengembangkan rezim kesejahteraannya sendiri. Muhammadiyah punya panti panti,klinik, dll.
Pelayanan pelayanan komunitas komunitas keagamaan itu mempunyai basis tersendiri yang
sangat kuat . Bahkan dalam banyak waktu kita lihat kita jadi pembelahan juga dalam hal pajak
dan zakat juga. Pajak untuk sekuler gitu, dan zakat untuk sifatnya keagamaan gitu. Ada
pembedaan kaya gitu. Jadi kalo zakat diurus oleh masyarakat, kalo pajak oleh negara. Kita
mengalami split seperti itu. Jadi akibatnya nanti baru belakangan UU zakat itu di ambil oleh
negara. Tapi saya kira kalau kita lihat para pendiri bangsa juga melihat konteks agama dan sisi
historis itu.
Jawaban; Dalam UUD 45 itu memberi ruang pada 3 rezim negara kesejahteraan. Pertama
Negara Kesejahteraan yang sifatnya universal . Pasal 23 tentang pajak, pasal 27 setiap warga
berhak untuk pekerjaan dan wilayah oleh kemanusiaan. Pasal 31 tentang pendidikan. Pasal 32
tentang kebudayaan. Pasal 33 tentang cabang produksi. Kalau negara kesejahteraan di Eropa itu
karena mereka tidak punya sumber daya alam hanya mengandalkan pada pajak. Nah sedangkan
kita, selain dari pajak kita juga ngambil dari sumber daya alam itu. Makanya kalau di Eropa itu
klabakan untuk membuat sistem negara kesejahteraan. Karena orangnya banyak sedangkan
penduduk muda lebih kecil dibandingkan dengan yang tua . Yang muda makin nyusut, yang tua
makin besar. Nah kita pajak punya. Pasal 123. Itu semua sifatnya universal. Pasal 26 tentang
basicly. Kehidupan yang layak bagi manusia itu seharusnya basicly. Tidak ada yang kelaparan,
mendapatkan pekerjaan, dan segala hal yang mencakup semua kehidupan. Pun halnya dengan
pasal 31, setiap warga negara berhak atas pengajaran.
Kedua, negara kesejahteraan yang sifatnya residual, dengan sistem negara kesejahteraan yang
sifatnya universal tadi, masih ada orang-orang yang terlantar, fakir, dan miskin. Nah itulah
residual, yang dipelihara oleh negara. Jadi pasal 34 UUD 1945 itu sifatnya residu. Problem kita
hari ini kan karena yang universal welfare state nya gak di jalankan, pasal 23, pasal 26 , 31, 32
tidak dijalankan maka kemiskinan kan tinggi. Sehingga itu bukan residu lagi. Tapi sudah urat
nadi dan menjadi tulang punggug negara. Kalo kemiskinan sudah melebihi 40 juta itu, beban.
Tapi kemudian setelah amandemen, pasal 34 itukan juga diperluas misalnya jaminan jaminan
sosial. Sebenernya menurut saya jaminan-jaminan itu si sifatnya universal. Adanya di pasal 26
itu pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi perikemanusiaan . hidup layak itu kan harus sehat.
jadi kalo jaminan jaminan sosial itu ada di pasal 26, 31 dan isinya kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, itu semua sudah ada disitu masalah sosial itu . pasal 34 itu kan memang tentang
residual. Korban-korban pembangunan lah. Makanya sekarang ada raskin. Nah, karena
kebanyakan, maka bukan residu residu lagi itu. Akibat tidak dijalankanya program universal
welfare state.memberi beban pada residu, dan residu itu kemudian jadinya universal . program
raskin, bantuan langsung tunai lah, apalah. Ketiga, Swasta itu juga memiliki fungsi pen-
deliver kesejahteraan juga. Artinya hak milik pribadi itu harus juga digunakan untuk hak milik
social juga. Jadi, ia juga memiliki fungsi sosial. Makanya tanah-tanah yang mangkrak itu kan
tidak produktif, mestinya itu harus di pajak tinggi. Bukan sebaliknya,kita ini tanah mangkrak
malah gak di pajak. Justru tanah mangkarak itu di pajak tinggi kalau diusahakan, paling tidak
men generalisasikan untuk lapangan kerja. Itu juga untuk mendeliver kesejahteraanya sendiri,
baik selain lewat pajak, lewat tenaga kerja. Jadi kalo residual itu kan utamanya pendeliver
kesjahteraan itu di berikan kepada market. Kecuali sisanya baru ditangani oleh Negara. Jadi kita
juga memberi peran pada swasta itu untuk mengembangkan kesejahteraan. tapi yg sering kali
terjadi itu kepemilikan pribadi itu tidak memiliki fungsi sosial. Padahal tanah apapun itu harus
menjadi kepemilikan sosial. Dan industri juga menjadi kepemilikan sosial yang sifatnya
koperarif. Koperasi yang mendatangkan kesejahteraan bukan hanya segelintir orang, tapi untuk
banyak orang. Jadi koperasi itu sebenernya dalam penghayatan para pendiri bangsa kita kan
bukan hanya badan pusat koperasi, tapi semangatnya itu harus koperatif. Gotong royong juga,
koperatif juga, semangatnya, kekayaanya diambil sebagian orang. Tapi buruhnya semuanya di
miskinkan. Eksploitatif. Hal yang sama kita tahu kemudian adalah karena hak.milik pribadi itu
boleh dan memiliki fungsi sebagai hak sosial. Artinya, negara memberi peran kepada asosiasi
asosiasi dibiarkan untuk mengelola kesejahteraannya juga. Apalagi kita mempunyai pengalaman
historis tadi. Bagian2 keagamaan sudah lama ngurus panti2, zakat, dll . Itu seperti sosial
insurance. Ia juga dibiarkan untuk mengembangkan kesejahteraan juga. Jadi tidak semua
kesejahteraan ini di tangani oleh negara. Bisa pasar, bisa juga masyarakat sipil. Jadi kita
memadukan antara universal welfare state, residual, dan juga sosial insurent. Jadi, secara
universal, sektor swasta juga diharapkan mengembangkan kesejahteraan. Karena milik pribadi
juga memiliki fungsi sosial, dan juga usaha2 masyarakat sipil oleh sosial insurent. Panti2, dll itu.
Makanya sebenarnya zakat dengan pajak kan gede zakat. Seperti dompet dhuafa dll ini bisa kita
berdayakan dan negara itu hanya mengandalkan audit aja. dan untuk memastikan aja bahwa
dana2 masyarakat itu tidak di korupsi. Jadi yang penting adalah bagaimana semua itu ujungnya
membawa ke muara kesejahteraan masyarakat. Kan gitu. Itulah negara gotong royong. Jadi kita
lebih fleksibel, lebih luas cakupannya. Kita tidak meniru, kita ada kesamaan lah untuk melihat.
hanya untuk komparatif . Tapi kita punya orisinalitasnya tersendiri yang merefleksi sendiri
keagamaan kita dan merefleksi dari sisi historis masyarakat kita. Dan perbandingan itu hanya
untuk sekedar melihat. Dibandingkan negara lain, dilihat bagaimana program negara
kesejahteraannya.mungkin lebih pasnya menjadi rezim kesejahteraan. Itulah tugas negara.
Karena itu tadi memberi ruang privat juga bagi rakyat sipil .
Pertanyaan; Apakah sistem Negara Kesejahteraan sudah tercantum semua dalam UUD 1945?
Jawaban; dalam bentuk uud tidak mendalami hakikat itu seperti itu. Kalau menurut saya,
kecuali kalau zakat itu disamakan dengan pajak itu harus diserahkan. Kalau pajak diurus sama
negara, yaudah zakat diurus sama masyarakat. Tapi harus disampaikan sudah sampai ke
mustahiqnya. Karena kita kan memang pengertian Zakat ini kan juga residu. Perbaiki rumah
ibadah, bukan pengertian Zakat yang 8 asnaf itu yang mencakup ilmu pengetahuan. Kan beda
juga.
Ya karena tadi, ada berbagai macam ideologi, agama, budaya, dll. Kalau dalam komunisme tidak
ada namanya milik pribadi. Semua kolektif. Kalau liberalisme sebaliknya. Yang penting adalah
hak individu. Nah kita ini di jalan ketiga, milik pribadi boleh, karena milik pribadi itu
mempunyai fungsi sosial. Yang tidak boleh digunakan sembarangan . Harus Digunakan sesuai
dengan sifat2 sosial dan hak milik itu. Misalnya tanahnya tanah apa nih...tanah perkebunan,
tanah pertanian atau tanah apa? Kalau tanah pertanian gunakan hak milik itu sesuai dengan sifat
sosial dari tanah pertanian itu. Gitu loh. Tapi harus ada pembatasan hak milik atas tanah. Kita itu
yang tidak ada sama sekali . Makanya kesenjangan kepemilikan tanah .
saya belum cek di UU agraria, tapi kalau dalam konstitusi semangatnya lebih dari itu. Ini
dikuasai oleh negara. Makna dikuasai itu juga memiliki batasan atas kepemilikan itu .dan
sebenernya yang kalau punya pribadi mau di akomodir sama negara juga bisa. Kalau diluar,
misal di Singapura, di Australia itu kan sebenernya hak guna. Hak guna tanah. Atau hak milik.
Tapi di kita karena dulu dibawah pengaruh kapitalisme juga. Dibawah pengaruh penjajah. Tapi
kalau diluar kan masih ada hak wilayah atas tanah.
Pertanyaan; berarti kalau kita menekankan titik universal nya harus jalan gitu? Itu berarti
tidak menghilangkan yang residunya gitu di panti panti misalnya?
Jawaban; ya karena tetep aja masih ada residu karena kan selalu ada orang yang terlempar
dari dunia kerja makanya kenapa harus ada jaminan atas itu. Kalau di negara Skandinavia kan
orang hilang pekerjaan itu kan dapet santunan. Santunan bulanan. Karena selalu ada residu.
Karena gak ada sistem yang sempurna. Pasti ada seorang yang residu. Selama dunia ada, orang
miskin akan tetap ada. Seberapa canggihnya pun kan cuma derajatnya aja. Barusan saya
dikirimin gambar tadi. Di Amerika sekarang udah banyak orang yang mencari makanan untuk
makanan anjing yang ditaruh di jalanan terus di ambil. Terus mereka di interview kenapa kamu
sering mencuri makanan anjing dia jawab i have no access for decent meal. Jadi hal kaya gitu
ada. Apalagi di Indonesia.
Pertanyaan; Apakah kalau negara melakukan program universal, yang residu itu akan
berkurang?
Jawaban; Ya akan berkurang. Jadi gak akan sebanyak dengan jumlah yang sekarang,
sekarang banyak yang residu karena univeresal state nya gak di jalanin.
Pertanyaan; Perlukah Negara ini membentuk lembaga khusus untuk menjalankan universal
state?
Jawaban; Ya, udah ada lembaganya. Pendidikan udah ada, pajak udah ada di direktorat
pajaknya. Pasal 33 udah ada menteri BUMN. Sudah ada SDM nya. Masalahnya kan tidak sesuai
dengan mandat konstitusi. Lembaganya sih udah ada. Tapi mereka tidak menjalankannya
konstitusi. Kesalahan nya kan di mis manajemen. Jadi misalnya bumi, air, tanah. dan segala
macem sumber daya alam di kuasai oleh negara. Mana sih operasisasi dari pasal ini? Nah itu
banyak orang yang gak paham. Bumi air dan alam dikuasai oleh negara, itu artinya sampai
kapanpun mereka tidak boleh diperjualbelikan. Akan tetapi dikuasai oleh negara. Tapi dalam
pemanfaatannya di serahkanlah ke BUMN atau BUMD. Bukan di serahkan ke freeport atau ke
new mon. Nah tapi kan BUMN dan BUMD untuk menambang kan perlu duit, perlu teknologi,
dan tidak selalu tersedia duit dan teknologi itu. Nah dalam kasus itu bolehlah kita mengundang
modal asing tapi dia hanya mendapatkan keuntungan dari usaha itu aja. Bukan menguasai
sumurnya langsung. Nah kalau kita kan orang Indonesia bisa. Menguasai sumurnya langsung.
Jadi cara kita mengoperasionalisasikan mandat kesejahteraan di pasal 33 ini tidak berjalan
semestinya. Sekarang Pertamina itu punya apa sih? Sumur aja hampir udah gak punya. Emang
alasannya selalu faktor modal, ngebor, padat modal, tapi sebenernya permasalahanya itu cuma di
pembagian hasil saja. Tapi penguasaannya ttep dikuasai oleh nenega. Sumur2 itu tidak boleh
jatuh ke tangan asing. Swasta lokal aja belum tentu boleh, apalagi asing. Sebenernya kan bisa
diatur skala2 tambang itu. Tapi yang mempunyai atauu yang menguasai hajat hidup orang
banyak itu dikuasai oleh negara. Jadi sebenarnya lembaganya udah ada. Tali mereka semua
menyalahkan mandat konstitusinya. Misalnya pasal 31 ttg pendidikan setiap warga negara
berhak atas pengajaran. Kalau begitu kan pada dasarnya pendidikan ini merupakan kewajiban
negara dong? Apalagi kemudian atas dasar itu menjalankannya program wajib belajar ini
mestinya kan setiap anak yang berada di wajib belajar, harus belajar kan? Karena wajib belajar,
negara berarti juga wajib membiayainya. Nah tapi kan tadi di dalam pelaksanaannya negara juga
mempunyai keterbatasan dan lagi pula sejarah kita juga tadi. Swasta juga ingin mengadakan
pemberdayaan pendidikan, maka daya tampung sekolah2 negeri tidak mampu menampung
seluruh minat orang untuk belajar. Nah kemudian di tampung oleh swasta. Nah tetapi karena itu
wajib belajar mestinya swasta juga dapet subsidi dari pemerintah. Negara wajib mengikuti
subsidi sekolah swasta sampai titik tertinggi wajib belajar itu dimana. Terutama swasta2 yang
garis besar ekonominya itu rendah. Kalau swasta yang emang buat masyarakat kelas. Ekonomi
tinggi sih gapapa. Cumaa itu bagi yang gak.mamoaja. Tapi kusus sekolah yang menampung
rakyat kekecil. Di tampung negara juga gak bisa karena kapasitasnya terbatas terus masuk
sekolah mahal dia gak bisa. Nah dia masuk sekolah swasta biasa. Nah sekolah swasta ini yang
diberikan subsidi oleh pemerintah. Kalau di subsidi oleh negara dia juga bisa meningkatkan
kualitas. maslah kaya gini aja kok gak bisa dipikirkan. Jadi ujungnya nih kita ada sekolah
kambing, padahal itu negara wajib kan? Kewajiban negara itu banyak. Kalau negara ga bisa
menampung semua? Oke, swasta yang akan menampung. Swasta yang akan kita kategorisasi
lagi. Ada sekolah sekolah Jersy ya okelah. Negara gausah men subsidi. Nah sekolah2 yang untuk
masyarakat biasa itu yang biarpun swasta harus di subsidi oleh negara. Karena dia malah
menolong negara itu. Dia harus di subsidi. Dana pendidikajadn itu kan paling besar. Tapi negara
malah bingung mau mengalokasalokasikanemanmalah dibikinin bos semuanya. Biaya
operasional sekolah. Jadi biarkan orang itu miskin tapi mendapatkan pelayanan pendidikan yang
bermutu. Nanti orang-orang kreativ bisa buat sekolah yang memiliki sasaran orang-orang yang
spesifik atau yang memiliki kebutuhan khusus. Sekarang saya teeus terang kelompok2 daun
sindrom orang autis atau orang apa yang negara tidak membangun sekolah-sekolah nya. Nah ini
kelompok-kelompok residu juga. Yang membutuhkan pelayanan da dari negara. Ini sekarang
saya baru ketemu sama istrinya Umar Wahab . Umar Wahabi kususma dia baru sekolah untuk
anak yang diseleksi itu susah banget. Karena dia gak dapet subsidi apa apa dari negara. Bahkan
sampai sekarang tanah itu susah banget. Padahal peminatnya banyak hampir seluruh Indonesia.
Itu harusnya dapet subsidi dari negara. Karena setiap warga negara berhak atas. Pengajaran
karena orang orang seperti ini tidak di perhatikan . Ini adalah bersifat universal. Semua harus
terima. Ya jadi itu institusi ada tapi pemahaman dasar terhadap itu tidak ada. Padahal kata setiap
itu maknanya universa. Kalau dijalanin semua sebenernya Indonesia bisa maju lah semua.
Mungkin pemahaman dasar tentang kesejahteraan sosial aja menteri banyak yang tidak faham.
Jawaban; Kesejahteraan sosial itu harus kembali ke empat fungsi negara. 1. Protekting,
fasilitating, providing, serving. Jadi negara misalnya ada dana untuk desa. Itu juga gak clear
pikirannya. Desa juga harus di kategorisasi. Ada desa yang tertinggal. Desa yang ora sejahtera,
desa yang sejahtera. Ini dana desa jangan seragam semua begitu. Sama 1 milyar. Itu kan
menggarami air laut itu. Di kategorisasi desanya. Di Indonesia itu ada 74 ribu desa. Sekitar 39rb
desanya termasuk tertinggal. Dan sebagian banyak desa tertinggal itu ada di bagian timur
Indonesia. Jadi kalau desa2 sudah mandiri, mestinya gak harus dapet dana desa. Desa2 itu kan
juga harus membentuk kemandirian. Sebenernya kalo seluruh kepala desa itu harus di gaji negara
ya berapa banyak negara ini harus menggaji orang. Menggaji pensiun. Katakanlah 74 rb desa.
Banyak banget. Mestinya yang di subsidi itu bukan gaji kepala desa. Tapi setiap desa itu
mendapatkan subsidi dana desa. Itua anggaranya akan diterima oleh desa2 yang tadi itu. Nah
dana desa itu bisa di alokasikan untuk kepala desa. Tapi sifatnya ethok aja. Tidak dapat pensiun
apa2. Jadi itu dana desa, bukan gaji kepala desa. Sifatnya itu ethok tidak permanen. Kalau dia
udah selesai menjabat kepala desa, tidak ada jaminan pensiun. Karena mereka kan sebenernya
mau membangun kemandirian desa. jadi memang ada desa2 yang harus di providing secara
keseluruhan oleh nsebenerny a juga desa yang bersifat desa adat, nah itu difungsikan tanahnya
dan adatnya karena mereka punya adat dan wilayah. kan sekarang desa adat juga diakui.
sebenernya kan juga hanya perlu difungsikan adat dan pengelolaan tanahnya. dll. kepala desa itu
bukan pegawai negara. Kepala desa itu kan sebenakaki dari permuswaratan desa. Mandiri dia.
Tidak bisa di intervensi dari politik manapun. Kalau misalnya kepala desa itu Pegawai negara,
dia bisa di atur oleh politik. Tapi kalau dia mandiri, dia tidak bisa diatur oleh partai politik.
Itulah negara kesejahteraan bagian dari welfare state. Padahal kan sekarang negara lagi
mengurangi pegawai sampai 1 jt. Tapi kalau kepala desa dijadikan kepala negeri. Gimana coba
logikanya. Gak logis. Karena di kepalanya gak clear.