KEMENTERIAN KESEHATAN - RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA
KESEHATAN
2014
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Farmasi
DAFTAR ISI
BAB - I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Sasaran 2
1.5 Istilah dan Pengertian 3
1.6 Ruang Lingkup 4
BAB - V Penutup 33
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Farmasi
dapat disusun.
Ruang Farmasi adalah bagian dari bangunan rumah sakit sebagai fasilitas
pelayanan kefarmasian yang harus ada di semua kelas rumah sakit. Ruang tersebut
mempunyai persyaratan teknis tertentu.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka
harus disusun “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Farmasi” agar ruang
farmasi yang ada di rumah sakit dalam melaksanakan fungsinya dapat memenuhi standar
pelayanan, keamanan dan keselamatan serta kesehatan.
Dengan demikian kami sangat mengharapkan peran serta dari stake holder terkait,
yaitu asosiasi profesi, pengelola rumah sakit, konsultan perencanaan rumah sakit dan
pihak lainnya dalam membantu Kementerian Kesehatan mendukung amanat Undang-
Undang tersebut.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Bangunan Rumah
Sakit, Ruang Farmasi. Diharapkan Pedoman Teknis ini dapat menjadi petunjuk agar suatu
perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Farmasi di rumah sakit dapat
menampung kebutuhan pelayanan yang fasilitas fisiknya memenuhi standar aman.
Demikian kami sampaikan, semoga bermanfaat dan dapat meningkatkan mutu
fasilitas rumah sakit di Indonesia.
i
PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT, RUANG FARMASI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat
dan Karunia-Nya buku Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Farmasi dapat
diselesaikan.
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Farmasi, disusun sebagai upaya
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan amanah
Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta peraturan
perundangan lain yang terkait.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28
bahian H ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 19 menyatakan
bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan
yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit pasal 10 ayat
(2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit terdiri atas ruang, salah satunya ruang farmasi. Dimana dalam Bagian Ketiga
tentang Bangunan, Pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis bangunan
rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut
diperlukan suatu pedoman teknis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh rumah sakit dan
stake holder terkait dalam melaksanakan perannya dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, maupun pemeliharaan suatu ruang farmasi rumah sakit.
Pedoman teknis ini dimungkinkan untuk dievaluasi dan dilakukan penyempurnaan
terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta hal-hal lainnya yang
tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.
ii
PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT, RUANG FARMASI
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Bangunan Rumah
Sakit, Ruang Farmasi. Diharapkan Pedoman ini dapat menjadi petunjuk agar suatu
perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Farmasi di rumah sakit dapat
menampung kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan,
kenyamanan dan kemudahan baik bagi petugas maupun pengguna rumah sakit lainnya.
iii
PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT, RUANG FARMASI
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab :
dr. Deddy Tedjasukmana B,Sp.KFR(K),MARS,MM – Direktur Bina Pelayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan
Kontributor :
Sri Bintang L, SSi, Apt, Msi; Dra. Debby Daniel, Apt, M.Epid; Cristina Mahdalena, S.Farm;
Fauzan Arafat, SSi, Apt; Helsy Pahlemy, SSi, Apt, MFarm; Dra. Renni Septini, Apt, MARS;
Ir. Soekartono Soewarno, PII; Ir. Fadjrif H. Bustami, MARS; Ir. H. Torang P. Batubara,
MARS, MMR.
Penyunting :
Ir. Sodikin Sadek, M.Kes; Erwin Burhanuddin, ST; Tosan Pambudi Witjaksono, SE, MM;
Siti Ulfa Chanifah, ST,MM; Romadona, ST; Heri Purwanto, ST; M.Rofi’udin, ST.
iv
PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT, RUANG FARMASI
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Farmasi
BAB I
PENDAHULUAN
a. Dasar Hukum.
1. Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3781)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. PERMENKES RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Tata Cara
Penyimpanan Narkotika.
8. Permenkes No. 1045 tahun 2006 tentang Organisasi Rumah Sakit
9. Permenkes No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
10. Permenkes No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit
11. PERMENPU No.45/PRT/2007 tentang Persyaratan teknis Pembangunan
Bangunan Gedung Negara.
12. Kepmenkes nomor 1204 /MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
13. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril tahun 2009
14. Pedoman Pelayanan Nutrisi Parenteral 2010
b. Gambaran umum singkat
Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 15 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab
atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial
bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 10
ayat (2) menyebutkan bahwa paling sedikit rumah sakit terdiri atas ruang rawat jalan,
ruang rawat inap, ruang gawat darurat, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan,
ruang radiologi, ruang laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang kantor
dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan
masyarakat rumah sakit, ruang menyusui, ruang mekanik ruang dapur, laundri,
kamar jenasah, taman, pengolahan sampah, dan pelataran parkir yang mencukupi.
Diantara persyaratan minimal tersebut, terdapat beberapa ruang yang
merupakan penunjang operasional kegiatan pelayanan di rumah sakit.Walaupun
memilki fungsi sebagai penunjang operasional namun peran ruang-ruang ini sangat
1.2. MAKSUD
1.3. TUJUAN
1.4. SASARAN
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarkes, BUK 2
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Farmasi
1. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat dan kedudukannya.
3. Bangunan rumah sakit adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, yang berfungsi penyelenggaraan pelayanan
pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai standar pelayanan Rumah Sakit,
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan
pendidikan dan latihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan penyelenggaraan
penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam
rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.
6. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit.
8. Ruangan adalah Bagian dari ruang merupakan tempat yang dibatasi oleh bidang-
bidang fisik maupun non fisik yang memiliki fungsi spesifik.
10. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasiandi Rumah Sakit.
11. Pelayana kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
12. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient
safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin
13. Alat kesehatan yang dikelola instalasi farmasi adalah alat medis habis pakai/
peralatan non elektromedik antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung,
implant, dan stent.
14. Bahan medis habis pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan
sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
15. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
16. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
17. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
18. Laminar Air Flow (LAF) adalah Aliran udara konstan searah, terdapat dua tipe
yaitu tipe aliran udara horizontal (Horizontal airflow) dan tipe aliran udara vertical
(Vertical airflow).
BAB II
RUANG FARMASI RUMAH SAKIT
c. rekonsiliasi obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
f. visite mandiri maupun tim;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
Pelayanan farmasi klinik berupa sediaan farmasi steril hanya dapat
dilakukan oleh Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas untuk melakukan produksi
sediaan steril.
Ketentuan mengenai fungsi dan kegiatan pelayanan kefarmasian meliputi
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis pakai serta
pelayanan farmasi klinik mengacu Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
PERBEKALAN
FARMASI
Ruang
Penyimpanan
Farmasi Sentral GAS OBAT BAHAN
B3 ALKES REAGENSIA
MEDIK JADI BAKU
Ruang Produksi
PRODUKSI
FARMASI
Satelit/ Depo/
Ruang PENYIMPANAN DAN
Penyimpanan/ PELAYANAN
Pelayanan Farmasi
GARIS
DISTRIBUSI
Alur kegiatan Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis pakai.
PEMAKAIAN APD
PENYIAPAN
PERLENGKAPAN
ASEPTIC
JALUR SEDIAAN
FARMASI
PENYIAPAN DAN
DISINFEKSI JALUR
PERALATAN LAF/ PERALATAN
BSC
JALUR PETUGAS
REKONSILIASI OBAT
(Administrasi, Farmasetik, Farmasi
Klinik)
KONSELING OBAT
PELAYANAN INFORMASI
(Administrasi,
OBAT (Administrasi,
Farmasetik, Farmasi
Farmasetik, Farmasi Klinik)
Klinik)
VISITE /
KUNJUNGAN KE
PASIEN
EVALUASI
PENGGUNAAN OBAT
PENGKAJIAN RESEP
PENERIMAAN (Administrasi,
RESEP Farmasetik, Farmasi
Klinik)
ENTRY DATA
PENGECEKAN
IRJ PASIEN DAN
PENERIMAAN
PEMBUATAN PENYIMPANAN
PUYER DAN PERACIKAN PERBEKALAN
KAPSUL FARMASI
Pengecekan
Ulang Obat dan
Identitas Pasien
PENYERAHAN PENYERAHAN
OBAT DAN OBAT
KONSELING LANGSUNG
PENGKAJIAN RESEP
PENERIMAAN (Administrasi,
RESEP Farmasetik, Farmasi
Klinik)
PERAWAT PENGECEKAN
RUANGAN DAN
PENERIMAAN
PEMBUATAN PENYIMPANAN
PUYER DAN PERACIKAN PERBEKALAN
KAPSUL FARMASI
Pengecekan
Ulang Obat dan
Identitas Pasien
PENYERAHAN PENYERAHAN
OBAT DAN OBAT
KONSELING LANGSUNG
BAB III
berlokasi di apotek rawat jalan, satelit rawat inap, atau satelit pelayanan lainnya.
Ruangan produksi ini biasa disebut ruangan peracikan obat. Ruangan ini mempunyai
persyaratan teknis secara umum sama dengan persyaratan teknis ruang produksi
dengan penekanan sebagai berikut:
1. Persyaratan Tata Udara
- ACH 5 – 20
2. Persyaratan Suhu Ruangan
- Suhu ruangan 20-270C
3. Persyaratan Kelembaban Udara
- Kelembaban udara maksimal 70%
4. Persyaratan Penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD)
3.3.1.1. Ruangan Pencampuran/ Pelarutan/ Pengemasan Sedian yang Tidak
Stabil
Fungsi ruangan ini adalah tempat penanganan sediaan farmasi tidak stabil
secara non steril dalam kemasan sesuai dengan kebutuhan pasien. Persyaratan
teknis sama dengan persyaratan teknis ruangan produksi sediaan farmasi non steril.
3.3.1.2. Ruangan Produksi Non Steril
Fungsi ruangan ini adalah tempat penanganan obat luar dan obat oral secara
non steril dalam kemasan sesuai dengan kebutuhan pasien. Persyaratan teknis
sama dengan persyaratan teknis ruangan produksi sediaan farmasi non steril.
Ruangan produksi non steril dapat berada di apotek rawat jalan, satelit rawat
inap, atau disentralkan.
3.3.2. Ruangan Aseptic Dispensing ( produksi sediaan steril)
Fungsi ruangan ini adalah tempat penanganan obat steril secara aseptis
dalam kemasan sesuai dengan kebutuhan pasien. Ruangan ini mempunyai
persyaratan teknis secara umum sama dengan persyaratan teknis ruang produksi
dengan penambahan sebagai berikut:
1. Persyaratan lokasi
Lokasi ruangan produksi sedian steril harus di sentral farmasi rumah sakit.
2. Persyaratan program ruang
a. Ruangan bersih (clean room)
b. Ruangan penyiapan
c. Ruangan antara
d. Ruangan ganti pakaian
e. Ruangan Penyimpanan
3. Persyaratan zoning/ pembagian ruangan
Ruangan-ruangan pada bangunan (sarana) Ruangan Aseptic Dispensing dapat
dibagi kedalam beberapa zona (lihat gambar 3.3.2.1).
a. Area Hitam/ Zona Terkendali (Normal dengan Pre Filter)
Salah satu ruangan yang termasuk dalam area ini adalah koridor antara
ruangan ganti dengan ruangan aseptic dispensing.
Zona ini mempunyai jumlah maksimum cemaran partikel dan mikroba per m3,
pertukaran udara per jam, serta efisiensi saringan udara tidak dikualifikasikan
pada ruangan ini.
b. Area Kelabu (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona ini meliputi ruangan penyiapan (preparation), ruangan antara (ante
room), ruangan ganti pakaian, dan ruangan cuci tangan.
Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 352.000
partikel dengan dia. 0,5 μm (kelas 100.000 ; ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).
c. Area Steril/ Putih (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa Filter)
Zona ini adalah ruangan bersih (clean room), dengan tekanan udara positif
ruangan produksi nutrisi parenteral dan ruangan produksi obat suntik
sedangkan untuk ruangan produksi obat sitostatik tekanan udara diruangan
adalah negative. . Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3
adalah 35.200 partikel dengan dia. 0,5 μm (kelas 10.000 ; ISO 7 - ISO 14644-
1 cleanroom standards Tahun 1999).
d. Area Kritis
Area ini terletak dibawah area aliran udara searah/ peralatan LAF (;laminair
air flow) dimana Aseptic Dispensing dilakukan. Area ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel dengan dia. 0,5 μm
(kelas 100 ; ISO 5 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
AREA KRITIS
AREA KELABU
- Pertemuan antara dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dan dinding
dengan langit-langit pada ruangan bersih, ruangan penyiapan, dan ruangan
antara harus lengkung (tidak bersudut).
Ruangan produksi steril (Aseptic Dispensing) terdapat di Rumah Sakit Kelas
A, ruangan tersebut digunakan untuk memproduksi obat suntik, nutrisi parenteral,
dan obat sitostatik.
3.3.2.1 Ruangan dispensing sediaan Farmasi pencampuran obat suntik
1. Persyaratan ruangan
- Persyaratan teknis ruangan khusus sama dengan ruangan aseptic dispensing
2. Persyaratan APD
- Persyaratan APD sama dengan APD di ruangan aseptic dispensing
3. Persyaratan Peralatan
a. Peralatan BSC (laminar air flow);
- Aliran udara konstan dengan type aliran udara horizontal (Horizontal
airflow).
- Validasi hepa filter setiap 6 bulan dengan jalan di Kalibrasi (sesuai cara
produksi obat yang baik (CPOB) dari BPOM)
- Hepa filter di ganti setiap 4 tahun sekali (sesuai cara produksi obat yang baik
(CPOB) dari BPOM)
b. Pass Box
- Jendela antar ruang administrasi dan ruangan aseptik berfungsi untuk
keluar masuknya obat ke dalam ruang aseptic.
- System airlock.
4. Persyaratan Tata Udara.
a. Area Kritis
- kelas 100 ; ISO 5 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999)
- Suhu = 16-250C
- kelembaban 35-50 %
- tekanan udara positif
- Pertukaran udara per jam (ACH) > 120
- Aliran udara horizontal (Horizontal airflow); Aliran udara ini langsung
menuju ke depan, sehingga petugas tidak terlindungi dari partikel
ataupun uap yang berasal dari ampul atau vial.
- kecepatan aliran udara 0,36-0,54 m/dt
- Efesiensi filter adalah 99,9995% (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter,
Hepa Filter)
b. Area Steril/ Putih
- kelas 10.000 ; ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999
- Suhu = 16-250C
- kelembaban 35-50 %
- tekanan udara positif dan besarnya 10 – 15 Pa lebih tinggi dari area kelabu
- Pertukaran udara per jam (ACH) adalah 20 – 40
- Kecepatan aliran udara 0,3 m/dtk untuk aliran vertical
- Efesiensi filter 99,9995% (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa
Filter)
c. Area Kelabu
- kelas 100.000 ; ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999
- Suhu = 16-250C
- kelembaban 35-50 %
- tekanan udara minimal 45 Pa lebih tinggi dari tekanan udara luar
- Pertukaran udara per jam (ACH) > 20
- Efesiensi filter 95% (Steril dengan Medium Filter)
d. Area Hitam
(Gambar 3.3.2.2)
5. Persyaratan Penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD)
- Baju : Terbuat dari bahan yang tidak mengandung serat dan harus menutupi
seluruh anggota bahan kecuali muka
- Topi harus menutupi dari kepala sampai leher
- Sarung tangan dibuat rangkap 2 dan berasal dari latex
- Sepatu terbuat dari yang tidak tembus benda tajam
- Masker harus mempunyai kaca plastic, untuk melindungi mata jika petugas
tidak menggunakan google
3.3.2.2 Ruangan dispensing sediaan Farmasi Nutrisi parenteral
Fungsi ruangan ini tempat kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang
dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptic sesuaia kebutuhan pasien dengan
menjaga stabilitas sediaan, formula standar, dan kepatuhan terhadap prosedur yang
menyertai. Ruangan dispensing sediaan farmasi nutrisi parenteral mempunyai
persyaratan teknis seperti ruang aseptic dispensing dengan penekanan sebagai
berikut:
1. Persyaratan ruangan
a. Area Kritis
- kelas 100 ; ISO 5 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999)
- Suhu = 16-250C
- kelembaban 35-50 %
- tekanan udara negatif
- Pertukaran udara per jam (ACH) > 120
- Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow). Aliran udara langsung
mengalir ke bawah dan jauh dari petugas sehingga memberikan
lingkungan kerja yang lebih aman.
- Untuk penanganan sediaan sitostatika menggunakan LAF vertikal
kecepatan aliran udara 0,3 m/dtk untuk aliran vertikal.
- Efesiensi filter adalah 99,9995% (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter,
Hepa Filter).
- Peralatan BSC menggunakan 65% udara sirkulasi
b. Area Steril/ Putih
- kelas 10.000 ; ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999
- Suhu = 16-250C
- kelembaban 35-50 %
- tekanan udara negatif dan besarnya 10 – 15 Pa lebih rendah dari area
kelabu
- Pertukaran udara per jam (ACH) adalah 20 – 40
- Kecepatan aliran udara 0,3 m/dtk untuk aliran vertical
- Efesiensi filter 99,9995% (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa
Filter)
c. Area Kelabu
- kelas 100.000 ; ISO 8 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999
- Suhu = 16-250C
- kelembaban 35-50 %
- tekanan udara10 – 15 Pa lebih rendah dari area hitam.
- Pertukaran udara per jam (ACH) > 20
- Efesiensi filter 95% (Steril dengan Medium Filter)
d. Area Hitam
(Gambar 3.3.2.5)
3.4. Laboratorium Farmasi
Laboratorium farmasi digunakan untuk kegiatan pengembangan dan
penelitian. Rumah Sakit Pendidikan disarankan memiliki laboratorium farmasi.
Persyaratan teknis laboratoium farmasi sebagai berikut:
1. Persyaratan Lokasi
- Lokasi terpisah dengan ruangan produksi.
2. Persyaratan Bangunan
- Konstruksi bangunan harus tahan asam, alkali, zat kimia, dan bahan pereaksi
lain.
- Konstruksi bangunan harus memperhatikan aspek keselamatan dan
keamanan
3. Persyaratan program ruangan
Laboratorium farmasi terdiri dari ruangan:
a. Ruangan pengelola laboratorium
b. Ruangan praktek peserta didik
c. Ruangan kerja dan persiapan dosen
BAB IV
PERSYARATAN TEKNIS RUANG FARMASI
RUMAH SAKIT
1. Persyaratan Lokasi
Lokasi ruang farmasi rumah sakit harus memperhatikan rencana induk (master plan)
rumah sakit dan terletak pada zona penunjang medik.
2. Persyaratan Massa Bangunan
Intensitas antar Bangunan ruang farmasi rumah sakit harus memperhitungkan jarak
antara massa bangunan dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut ini :
Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, mempunyai
tingkat ketahanan api tertentu, kedap air, tahan karat, tidak punya
sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
e. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak
licin, warna terang, dan mudah dibersihkan
f. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
g. Jendela
Jendela harus memiliki bukaan yang cukup, dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
h. Toilet
Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap
bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap
komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi
penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap
atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk
mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit.
Sistem proteksi kebakaran pada ruang farmasi rumah sakit harus mengikuti
Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sistem Proteksi Kebakaran Aktif dan
Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sistem Keselamatan Jiwa yang
diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan,
Kementerian Kesehatan, dan mengikuti SNI terkait.
b. Proteksi Petir
Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari bangunan
rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta
peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir.
Proteksi petir pada ruang farmasi harus mengikuti SNI terkait.
c. Proteksi Kelistrikan
Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati,
dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu, dan tidak merugikan
lingkungan, komponen bangunan dan instalasi lain.
Perencanaan, pengoperasionalan, dan pemeliharaan instalasi listrik harus sesuai
dengan Permenkes 1203 tahun 2011 tentang pedoman teknis istalasi listrik di
rumah sakit dan Pedoman Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2011.
d. Proteksi Struktur
Perencanaan struktur bangunan pada ruang farmasi rumah sakit harus dapat
menjaga keselamatan bagi penggunannya.
Proteksi struktur pada ruang farmasi rumah sakit harus mengikuti Pedoman
Teknis Bangunan aman dalam menghadapi kondisi darurat dan bencana yang
diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan,
Kementerian Kesehatan dan SNI terkait.
e. Sarana Evakuasi
Setiap ruang penunjang operasional RS harus menyediakan sarana evakuasi bagi
orang yang berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat.
Sarana Evakuasi pada ruang-ruang penunjang operasional RS harus mengikuti
Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sarana Keselamatan Jiwa yang
diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan,
Kementerian Kesehatan dan SNI terkait.
2. Persyaratan Kesehatan
Sistem Plambing air bersih/minum, air buangan, air kotor, dan air hujan mengikuti
persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem Plambing
2000.
Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk
padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
d. Bahan Bangunan
Bahan bangunan yang dipakai pada ruang farmasi rumah sakit harus bahan yang
ramah lingkungan dan tidak mengganggu pelayanan pada ruang-ruang tersebut.
Bahan bangunan yang digunakan harus memenuhi SNI terkait.
3. Persyaratan Kenyamanan
a. Ruang Gerak
Penataan ruangan dan peralatan pada ruang tersebut harus memungkinkan
kenyamanan gerak bagi para pengguna ruang-ruang penunjang operasional.
b. Kondisi Termal
Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit harus
mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.
Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan
dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan :
- fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak geografis,
orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan
bangunan;
- kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan
- prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan
c. Pandangan
Penataan ruangan dan komponen bangunan pada ruang farmasi rumah sakit
harus meningkatkan kenyamanan pandangan para pengguna.
d. Kebisingan dan Getaran
4. Persyaratan Kemudahan
a. Hubungan Antar Ruang
Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam ruang farmasi rumah sakit meliputi
tersedianya fasilitas (pintu, koridor, ram, tangga) dan aksesibilitas yang mudah,
aman, dan nyaman bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang
cacat.
Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan
fungsi ruang dan aspek keselamatan.
b. Aksesibilitas Penyandang Cacat
Setiap ruang farmasi rumah sakit, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas
untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia
masuk dan keluar ke dan dari bangunan RS serta beraktivitas dalam bangunan
RS secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.
Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon umum, jalur
pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif bagi penyandang cacat
dan lanjut usia.
c. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
BAB V
PENUTUP
Bagi daerah yang belum dapat menerapkan pedoman teknis ini secara menyeluruh
maka berkewajiban untuk menerbitkan pedoman teknis yang disesuaikan dengan kondisi
dan kesiapan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.
4. Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
7. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.
8. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers,
Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE.
9. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC
Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.
10. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, 2004.
11. Ernst Neufert (Alih Bahasa : Sjamsu Amril), Data Arsitek, Edisi kedua, Jilid 1,
Penerbit Erlangga, 1995.
12. Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit, 2007.
LAMPIRAN
1. Kebutuhan ruangan, fungsi dan luas ruang serta kebutuhan fasilitas ruang
farmasi
c. Ruangan Kerja dan melaksanakan Sesuai Kebutuhan Alat tulis kantor, meja,
Administrasi Tata kegiatan pencatatan kursi, computer,
Usaha keluar masuknya printer, dan alat + + + +
obat, penerimaan dan perkantoran lainya
distribusi obat
d. Ruangan Ruang tempat Sesuai kebutuhan Meja, Kursi, peralatan
Pertemuan melaksanakan meeting, lainnya, Audio
kegiatan visual,
+ + + ±
pertemuan dan
diskusi farmasi
2 Ruangan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis pakai
- Ruangana Distribusi Distribusi untuk 3~5 m2/ petugas Rak/lemari obat, meja,
untuk Pelayanan Pelayanan Lain di kursi, omputer,
Lain di RS/ Satelit RS (Satelit); printer, dan alat
(termasuk Loket menyelenggarakan
penerimaan kegiatan perkantoran lainnya
+ + + +
resep, dan loket penerimaan resep
pengambilan pasien, penyiapan
obat) obat, dan
pengambilan obat
Catatan: jumlah, jenis, dan ukuran ruangan berdasarkan SDM dan kebutuhan pelayanan rumah
sakit.
3. Lampiran lainnya