Anda di halaman 1dari 44

PEDOMAN TEKNIS

BANGUNAN RUMAH SAKIT

RUANG KEBIDANAN DAN RUANG NEONATUS

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan


Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2014
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan KaruniaNya
buku Pedoman Teknis Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus Rumah Sakit dapat diselesaikan
dengan baik.

Penyusunan Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus ini
merupakan salah satu upaya untuk mendukung Undang-undang No. 44 tentang Rumah Sakit, yaitu
dalam rangka memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan (;life
safety) bagi pengguna Rumah Sakit utamanya terkait dengan pelayanan kebidanan dan neonatus.

Buku ini disusun atas partisipasi berbagai pihak (lintas program terkait, rumah sakit, organisasi profesi
serta instansi terkait baik Pembina maupun pengelola bangunan rumah sakit). Buku ini diharapkan
dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dan instansi yang terkait dengan pengaturan dan
pengendalian penyelenggaraan bangunan rumah sakit.

Persyaratan teknis ini dimungkinkan untuk dievaluasi dan dilakukan penyempurnaan terkait dengan
perkembangan ilmu dan teknologi serta hal-hal lainnya yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah
sakit.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan
Ruang Neonatus.

Jakarta, Desember 2014

Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

dr. Deddy Tedjasukmana B., Sp.KFR(K),MARS,MM.

NIP 19600430198901100

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 2
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

DAFTAR ISI

BAB - I Ketentuan Umum

1.1 Pendahuluan 4

1.2 Maksud Dan Tujuan 5

1.3 Istilah dan Pengertian 5

1.4 Ruang Lingkup 6

BAB - II Bangunan Ruang Kebidanan

2.1 Program Fungsi 7

2.2 Lokasi 7

2.3 Alur Kegiatan 7

2.4 Arsitektur Bangunan Ruang Kebidanan 10

2.5 Struktur Bangunan 21

BAB - III Ruang Perawatan Neonatus

3.1 Program Fungsi 22

3.2 Lokasi 22

3.3 Alur Kegiatan 22

3.4 Perancangan 22

3.5 Beberapa Elemen Rancangan dan Fasilitas 24

BAB - IV Prasarana

4.1 Sistem Ventilasi 28

4.2 Sistem Pengkondisian Udara 28

4.3 Sistem Pencahayaan 29

4.4 Sistem Kelistrikan 30

4.5 Sistem panggil Perawat 32

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 3
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

4.6 Sistem Instalasi Gas Medik 32

4.7 Persyaratan Air bersih 32


4.8 Pembuangan Limbah 33

BAB - IV Penutup 34

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 4
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

BAB - I

KETENTUAN UMUM

1.1 Pendahuluan

Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas merupakan


salah satu upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut,
maka harus didukung dengan berbagai upaya peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan.
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan salah satu sumber daya di
bidang kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan, pasal 1 poin 7 mendefinisikan bahwa fasilitas
pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Sementara itu dalam pasal 15 menyebutkan
bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik
fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat 1


menyebutkan bahwa rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber
daya manusia, kefarmasian dan peralatan. Selanjutnya pada pasal 8 ayat 1 menyatakan bahwa
persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan
tata ruang serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan RS.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan
upaya kesehatan. Rumah sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Rumah sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan.

Pedoman ini membahas persyaratan teknis bangunan dan prasarana (utilitas) ruang
kebidanan dan neonatus di rumah sakit. Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus merupakan fasilitas
pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan selama 24 jam. Pelayanan kebidanan dan neonatus yang didukung dengan
ketersediaan bangunan, prasarana dan peralatan medis yang memperhatikan aspek keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan bagi pasien dan pengguna rumah sakit lainnya, sangat
mendukung keberhasilan dari pelayanan kebidanan dan neonatus tersebut. Hal ini menjadi penting
mengingat kebijakan pemerintah yang sangat mendukung peningkatan kualitas hidup ibu dan anak
melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas serta demand masyarakat akan pelayanan ini di rumah
sakit semakin meningkat.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 5
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

1.2 Maksud dan Tujuan.

1.2.1 Maksud

Buku Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Neonatus ini, dimaksudkan
sebagai acuan teknis fasilitas fisik bangunan dan prasarana agar rumah sakit menyediakan fasilitas
pelayanan kebidanan dan neonatus yang memadai sesuai kebutuhan pelayanan dan memenuhi
standar aman.

1.2.2 Tujuan

Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus ini bertujuan
sebagai acuan atau petunjuk dalam perencanaan, pembangunan, pengelolaan dan pemanfaatan
bangunan ruang kebidanan dan neonatus di rumah sakit dengan memperhatikan kaidah-kaidah
pelayanan kesehatan yang didukung oleh bangunan ruang kebidanan dan ruang neonatus yang
memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan untuk pasien dan
pengguna bangunan lainnya serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

1.3 Istilah dan Pengertian

1.3.1 Bangunan gedung

Konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan,
ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal,
berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya.

1.3.2 Bangunan Rumah Sakit

Bangunan gedung yang dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dabn
jenis penyakit.

1.3.3 Ruang Kebidanan

Ruang yang disediakan untuk menyelenggarakan kegiatan prapersalinan, persalinan, dan pasca
persalinan.

Ruang ini bisa dipakai juga untuk ginekologi.

1.3.4 Ruang Neonatus

Ruang yang disediakan untuk menyelenggarakan kegiatan perawatan neonatus.

1.3.5 Prasarana

Peralatan maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana yang ada bisa berfungsi sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.

1.3.6 Ruangan Pra Persalinan (Pre-natal)

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 6
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Ruangan yang disediakan untuk pemeriksaan pasien (triase) dan observasi sebelum melahirkan (Kala
I).

1.3.7 Ruangan Persalinan

Ruangan yang disediakan untuk pertolongan persalinan (Kala II dan III, R.VK).

1.3.8 Ruangan Pasca Persalinan

Ruangan yang disediakan untuk pemulihan (Kala IV) dan post partum (nifas normal dan pelayanan
nifas bermasalah (post sectio caesaria, infeksi, pre eklampsi/eklampsi dan nifas dengan komplikasi
seperti baby blue)

1.4 Ruang Lingkup.

Ruang lingkup pedoman teknis bangunan rumah sakit, ruang kebidanan dan ruang neonatus ini
meliputi :

(1) Ruang kebidanan

(2) Ruang neonatus

(3) Bangunan dan prasarana ruang kebidanan dan ruang neonatus

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 7
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

BAB – II

BANGUNAN RUANG KEBIDANAN

2.1 Program Fungsi

Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus ini, akan dibatasi
pada pelayanan kebidanan/obstetri meliputi :

1. pelayanan pra persalinan yaitu pemeriksaan dan observasi pasien (kala I)

2. pelayanan persalinan (kala II dan III, R.VK)

3. pelayanan pasca persalinan (kala IV)

4. pelayanan tindakan/ operasi kebidanan dan ginekologi (pelayanan tindakan/ operasi


kebidanan adalah untuk memberikan tindakan operasi sectio caesaria

Dalam melaksanakan fungsi kegiatan pelayanannya, ruang kebidanan memiliki keterkaitan dengan
beberapa ruang pelayanan lainnya yang terintegrasi dalam suatu rumah sakit. Ruang-ruang tersebut
dapat merupakan ruang-ruang pelayanan medik dan penunjang medik.

2.2 Lokasi

1. Letak bangunan ruang kebidanan harus mudah dicapai, disarankan berdekatan dengan ruang
gawat darurat, ruang perawatan intensif dan ruang operasi.

2. Bangunan ruang kebidanan harus terletak pada daerah yang tenang/ tidak bising. Ruangan
bersalin dan ruangan melahirkan tidak berada pada area yang umum/ ramai tetapi mudah
dicapai dari pintu masuk ke ruang tersebut untuk mencegah lalu lintas yang padat dan untuk
memberikan privatisasi pasien.

3. Ruang kebidanan disarankan berdekatan atau memiliki akses yang mudah dengan ruang
perawatan bayi dan ruang perawatan pasca persalinan.

4. Harus disediakan akses ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor yang tidak terlihat
oleh pasien dan pengunjung.

2.3 Alur Kegiatan

2.3.1 Alur Kegiatan Kebidanan & Neonatus terhadap Ruang lain di Rumah Sakit.

1. Gambar 2.3.1 menunjukkan alur kegiatan kebidanan/bayi terhadap bagian lain di rumah sakit.

2. Ruang kebidanan, sebaiknya diletakkan tidak berjauhan dengan ruang operasi, ruang
perawatan intensif, ruang gawat darurat, laboratorium dan ruang radiologi diagnostik.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 8
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Pendaftaran/Administrasi

Ruang Rawat
Instalasi RawatJalan
Jalan

Laboratorium
Instalasi Laboratorium

Ruang Radiologi
Instalasi Radiologi
Diagnostik
Radiodiagnostik
Instalasi Gawat
Ruang Gawat
Darurat
Darurat

Ruang Operasi
Instalasi Bedah Ruang Kebidanan &
Instalasi Kebidanan/Bayi
Neonatus

Ruang
InstalasiPerawatan
Perawatan
Intensif
Intensif

Ruang Rawat
Instalasi Rawat Inap
Inap Ruang Rawat Inap
InstalasiRawat Inap
Kebidanan
Kebidanan

InstalasiRuang JenazahJenazah
Pemulasaraan

Gambar 4.1.3

Posisi Ruang Kebidanan dan Neonatus terhadap Ruang Pelayanan lain di Rumah Sakit

2.3.2 Alur kegiatan di Ruang Kebidanan.

1. Alur kegiatan pelayanan di ruang kebidanan ditunjukkan pada gambar 2.3.2.

2. Kotak warna biru pada gambar tersebut merupakan ruangan-ruangan yang harus disediakan
pada ruang kebidanan.

3. Kotak warna merah, adalah ruangan yang tidak termasuk bagian dari ruang kebidanan, namun
memiliki hubungan keterkaitan pelayanan dengan ruang kebidanan. Misalnya pasien
mengalami kelainan yang memerlukan penanganan lebih lanjut di ruang operasi, maka pasien
tersebut akan dibawa ke ruang operasi rumah sakit.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 9
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Pasien & Ruangan di Ruang Kebidanan


Dokter, Bidan,
Pengantar
dan Perawat
Pasien
Ruangan di Luar Ruang Kebidanan

R.
R. Ganti +
Administrasi + R. Tunggu
Loker
Pendaftaran

R. Dokter
R.
Bidan &
Pemeriksaan
Perawat

R. Kala I / R. Kala I /
R. Scrub Up Observasi Observasi R. Bersih
(Normal) (Komplikasi)

R. Kala II, III R. Kala II, III


R. Kotor (R. VK); (R. VK);
Normal Komplikasi

Ruangan Melahirkan
Operasi (OK) Bermasalah

R. Pemulihan R. Bayi R. Transisi R. Kala IV (R.


Pasca Operasi Bermasalah Bayi Pemulihan)

R. Rawat Inap
Kebidanan
dan Penyakit
Kandungan

R. Pasien + Bayi
Administrasi Pulang

Gambar 2.3.2

Alur Kegiatan Ruang Kebidanan

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 10
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

2.4 Arsitektur Bangunan, Ruang Kebidanan

2.4.1 Prinsip umum.

1. Perlindungan terhadap pasien kebidanan merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu
banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan
meninggikan risiko infeksi.

2. Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga kebersihan
(aseptic) dan mengamankan langkah setiap pengunjung, dokter, perawat, pasien dan petugas
ruang kebidanan lainnya. Ruang kebidanan, adalah tempat dimana sangat membutuhkan
waktu tanggap (respons time) yang cepat. Jiwa pasien sering tergantung padanya. Waktu yang
terbuang akibat langkah yang tidak perlu membuang biaya disamping kelelahan orang pada
akhir hari kerja.

3. Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor,
aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe pasien,

4. Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung ruang kebidanan yang
datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.

5. Tata letak Pos perawat/bidan harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk
memonitor dan membantu pasien kebidanan.

6. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa
pengunjung dan petugas ruang kebidanan.

7. Desain ruang pelayanan persalinan dapat diterapkan menjadi dua konsep yang dapat dipilih
disesuaikan dengan pelayanan yang diinginkan dan kemampuan keuangan rumah sakit. Yang
pertama adalah konsep pelayanan pra persalinan, persalinan, pasca persalinan (Post
Partum/LDRP) dilakukan dalam satu ruangan yang sama. Yang kedua adalah konsep
pelayanan pra persalinan, persalinan, pasca persalinan dilakukan pada ruangan-ruangan yang
berbeda.

2.4.2 Prinsip khusus.

1. Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian ruang kebidanan merupakan faktor
penting, khususnya untuk ruang kebidanan yang tidak menggunakan sistem ventilasi mekanik
dan sistem pengkondisian udara.

2. Untuk ruang kebidanan yang tidak menggunakan sistem ventilasi mekanik atau sistem
pengkondisian udara, jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah
nyamuk dan binatang terbang lainnya yang berada dimana-mana di sekitar ruang kebidanan.

2.4.3 Perkiraan kebutuhan luas ruangan.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 11
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Perkiraan kebutuhan luas ruangan pada ruang kebidanan ditunjukkan pada tabel 2.4.3 (tidak
mengikat) di lampiran.

2.4.4 Program Ruang

Program Ruangan berdasarkan area/zonasi pada Ruang Kebidanan adalah sebagai berikut :

2.4.4.1 Area Pelayanan Medik

Ruangan- ruangan yang termasuk dalam area pelayanan pasien di ruang kebidanan/obstetri terdiri
dari ruangan pemeriksaan/triase, ruangan kala I (prapersalinan), ruangan persalinan (kala II dan III),
ruangan scrub up, ruangan pemulihan (kala IV), ruangan tindakan, ruangan sesar, dll.

1. Ruangan Pemeriksaan.

(1) Pasien yang mau melahirkan pada awalnya dilakukan pemeriksaan dan dievaluasi dalam
ruangan pemeriksaan. Proses ini adalah untuk menentukan apakah pasien benar-benar
dalam kondisi akan bersalin (kala I & II) dan untuk melihat kemungkinan komplikasi. Proses
pemeriksaan dapat menentukan apakah pasien akan dipulangkan (false ) pasien istirahat di
ruangan pra persalinan, pasien masuk ke ruang VK, atau pasien akan dijadwalkan ke ruang
operasi caesar (pasien berisiko tinggi). Pemeriksaan tidak selalu mengarah pada tindakan
segera, namun membutuhkan beberapa jam untuk observasi dalam rangka menentukan
pasien dapat dipulangkan atau tidak.

(2) Jika memungkinkan, rumah sakit disarankan mempunyai ruang pemeriksaan yang terpisah
untuk pasien yang diduga terinfeksi.

(3) Ruangan harus mempunyai fasilitas meja pemeriksaan dan bak cuci tangan (wash basin).

2. Ruangan Pra Persalinan (Ruang Observasi/ Kala I).

Ruang observasi :
a. Ruang untuk observasi dengan persalinan normal
b. Ruang untuk observasi dengan komplikasi (misal preeklamsi, jiwa, sepsis, dll)
A. Ruang Observasi dengan persalinan Normal

(1) Di ruangan ini pasien tetap tinggal selama langkah pertama dari pra-melahirkan, berarti dari
waktu mulai terjadi kontraksi sampai pasien siap untuk dipindahkan ke ruang melahirkan.

(2) Luas ruangan harus dapat memfasilitasi kegiatan pelayanan pra persalinan (kala I). Ruangan
2
ini disarankan berukuran 3x4 m tiap tempat tidur.

(3) Ruangan ini disarankan dapat memberikan privasi yang lebih besar pada pasien dan
mengijinkan suami untuk berkunjung selama berada di ruangan kala I.

(4) Ruangan kala I harus memberikan kenyamanan maksimum dan relaksasi untuk pasien, dan
sebaiknya mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan dan penelitian.

(5) Ruangan ini disarankan dilengkapi dengan “elektronik fetal heart monitor”.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 12
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(6) Ruangan kala I disarankan dekat dengan ruang persalinan (kala II dan III/ VK), tetapi suara-
suara yang ditimbulkan dari ruang persalinan tidak boleh terdengar ke ruangan kala I dan
prosedur tindakan di ruang persalinan tidak boleh terlihat.

(7) Pencahayaan dan warna sebaiknya konduktif untuk relaksasi pasien.

(8) Disamping itu, sebaiknya tersedia toilet dan fasilitas pispot pembilasan, baskom cuci dengan
jenis lubang pembuangan leher angsa dan kontrol yang dioperasikan dengan kaki atau
pergelangan tangan untuk cuci tangan pasien, dokter dan perawat dan jam dengan pengatur
waktu detik.

(9) Pintu sebaiknya mempunyai lebar 120 cm untuk dapat dilalui tempat tidur atau stretcher. Bed
head tiap tempat tidur kala I harus dilengkapi dengan outlet/inlet untuk oksigen, suction dan
udara tekan medik, sistem panggil perawat, dan pengontrol pencahayaan.

Gambar 2.4.4.2

Contoh model layout Ruang kebidanan (obstetri)

B. Ruang Observasi dengan persalinan komplikasi

(1) Ruangan ini mempunyai spesifikasi teknis seperti ruang observasi dengan persalinan normal.

(2) Material yang digunakan pada ruangan ini harus mencegah atau meminimalkan kambuhnya
penyakit tersebut seperti sindrom eklamsia, preeklamsia, penyakit jiwa, sepsis, dll.

3. Ruangan Persalinan (Ruang VK/ Kala II dan III)

(1) Ruangan persalinan disarankan memiliki persyaratan seperti ruangan tindakan, ruangan ini
harus dirancang dengan memperhatikan kondisi/tingkat kebersihan ruangan yang memenuhi.

(2) Fasilitas yang disediakan dalam ruangan ini secara esensial sama seperti ruangan bedah.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 13
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(3) Di sebelah ruangan ini terdapat area scrub up dengan jendela pandang untuk mengamati
ruang melahirkan bila dimungkinkan, pencahayaan umum dan lampu tindakan/operasi,
oksigen, suction, dan udara tekan, jam dengan pengaturan waktu detik, proteksi menyatu
terhadap bahaya ledakan, peralatan dan persediaan.

(4) Ruangan persalinan harus mengakomodasi hanya satu pasien.

(5) Ruangan persalinan harus dapat mengakomodir kegiatan untuk menerima bayi baru lahir
setelah persalinan dan sewaktu-waktu harus dapat melakukan pelayanan resusitasi. Oleh
karena itu, ruangan ini harus dapat menampung alat-alat yang mendukung pelayanan
2
tersebut. Luas ruangan yang dibutuhkan minimal 4 x 5 m .

(6) Setiap ruangan persalinan harus mempunyai sistem panggil darurat yang dioperasikan
dengan kaki atau siku dengan lampu dome dan buzzer pada koridor di luar setiap ruangan
melahirkan. Sinyal lampu serupa dan buzzer harus dipasang di ruangan istirahat dan pos jaga
perawat. Disarankan juga tersedia sistem interkom perawat.

Gambar 2.4.4.3a

Ruangan Melahirkan Normal

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 14
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Gambar 2.4.4.3b menunjukkan

contoh model layout dari ruang kebidanan.

4. Ruangan Preeklamsia & atau Eklampsia (Ruangan VK; pasien dengan


komplikasi)

(1) Ruangan ini dipersiapkan untuk pasien eklamsia dan preeklamsia yang menyebabkan kejang-
kejang tanpa sebab yang jelas.

(2) Luas ruangan harus dapat memfasilitasi kegiatan pelayanan penanganan sindrom eklamsia
2
dan preeklamsia. Ruangan ini disarankan berukuran 3x4 m tiap tempat tidur.

(3) Jendela dan pintu pada ruangan ini seminimal mungkin dan tidak menampung sinar matahari
langsung dan lampu dari luar (ruangan redup cenderung gelap).

(4) Bahan atau material yang dipakai pada ruangan ini seminimal mungkin menghasilkan
keberisikan saat digerakan.

5. Ruangan Scrub Up.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 15
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(1) Scrub Up harus disediakan dekat dengan pintu masuk setiap ruangan persalinan.

(2) Satu scrub up dapat melayani dua ruangan persalinan jika keduanya bersebelahan.

(3) Ruangan Scrub Up disarankan mempunyai jendela pandang untuk memungkinkan melihat
kondisi kesiapan pasien di dalam ruangan melahirkan.

(4) Area scrub tersembunyi dengan bak cuci tangan yang dipasang dengan pancuran leher
angsa, kontrol dioperasikan dengan kaki, katup kontrol temperatur otomatis, ruang untuk
menggantungkan sikat, tutup kepala dan masker steril.

Gambar 2.3.3.4a Gambar 2.3.3.4a.1

Scrub Up untuk 3 orang Scrub up, contoh dengan kran leher angsa

6. Ruangan Pemulihan (Kala IV)

(1) Peletakan ruangan pemulihan disarankan memiliki kemudahan bagi petugas untuk melakukan
pengawasan dan perawatan khusus kepada pasien.

(2) Setiap pasien paska anastesi disarankan untuk mendapatkan perawatan dengan perhatian
khusus sampai pasien tersebut sadar.

(3) Ruangan pemulihan pada ruang kebidanan disarankan mempunyai persyaratan teknis seperti
ruangan pemulihan paska anastesi pada ruang operasi, dimana petugas (perawat atau
dokter) sekurang-kurangnya dapat memonitor pasien selama 6 jam setelah melahirkan.

(4) Setiap ruangan pemulihan dapat mempunyai dua atau lebih tempat tidur. Ruangan ini harus
mempunyai pos perawat (nurse station) sebagai fasilitas bagi petugas dalam memonitor/
mengawasi langsung pasien.

(5) Ruangan ini harus dilengkapi dengan fasilitas mencuci tangan dan tempat penyimpanan
persediaan.

(6) Contoh model ruangan ini dapat dilihat pada gambar 2.3.3.5 dibawah ini.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 16
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Gambar Gambar 2.3.3.5

Ruangan Pemulihan

7. Area Resusitasi dan Stabilitasi

(1) Area ini harus dekat dengan ruangan VK dengan alas an respon time, dan disarankan berada
dalam ruangan VK.

(2) Area ini mempunyai spesifikasi teknis seperti ruangan VK.

Gambar 2.4.4.7a menunjukkan

contoh model layout dari area resusitasi dengan R.VK satu bed.

Gambar 2.4.4.7b menunjukkan

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 17
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

contoh model layout dari area resusitasi dengan R.VK dua bed.

8. Ruangan Tindakan

(1) Ruangan tindakan harus dirancang dengan memperhatikan kondisi/tingkat kebersihan


ruangan yang memenuhi.

(2) Fasilitas yang disediakan dalam ruangan ini secara esensial sama seperti ruangan bedah.

(3) Di sebelah ruangan ini terdapat area scrub up dengan jendela pandang untuk mengamati
ruang tindakan bila dimungkinkan, pencahayaan umum dan lampu tindakan, oksigen, suction,
dan udara tekan, jam dengan pengaturan waktu detik, proteksi menyatu terhadap bahaya
ledakan, peralatan dan persediaan.

(4) Ruangan tindakan harus dapat mengakomodir kegiatan untuk melakukan pelayanan
resusitasi. Oleh karena itu, ruangan ini harus dapat menampung alat-alat yang mendukung
2
pelayanan tersebut. Luas ruangan yang dibutuhkan minimal 4 x 5 m .

9. Ruangan Caesarian (Sesar)

(1) Pelayanan tindakan melahirkan dengan operasi sectio caesaria harus dilakukan di ruang
operasi. Lokasi ruang kebidanan harus dapat mencapai secepat mungkin ke ruang operasi
dan perinatologi.

(2) Apabila disediakan ruangan operasi di ruang kebidanan, maka ruangan tersebut harus
memenuhi persyaratan teknis bangunan dan prasarana ruang operasi di rumah sakit dan
disarankan dilengkapi dengan fasilitas perawatan bayi baru lahir seperti yang ada di ruangan
melahirkan.

10. Ruangan labor, delivery, recovery, and Post Partum (LDRP)

(1) Ruangan LRDP, merupakan pengembangan fasilitas di ruang kebidanan rumah sakit.
Ruangan ini menyatukan fungsi ruangan kala I, persalinan secara normal, pemulihan dan
perawatan paska persalinan (postpartum), kecuali pelayanan melahirkan bagi ibu hamil yang
mempunyai kasus risiko tinggi.

(2) Ruangan ini memiliki fasilitas yang lebih, seperti kenyamanan dan pengaturan keamanan
rumah sakit serta perawatan medik yang terbaik.

(3) Perlengkapan pada ruangan LDRP antara lain tempat tidur pasien, lemari, sofa dan furniture
lainnya dapat di desain sedemikian rupa dengan perancangan interior ruangan yang menarik.

(4) Ruangan ini dapat dilengkapi dengan lampu pemeriksaan (examination lamp) yang menempel
pada bangunan atau dapat pula jenis portabel, dan peralatan canggih lainnya yang tertata
dengan baik.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 18
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(5) Ruang LDRP dapat juga dilengkapi telepon, musik dan TV untuk memberikan kehangatan
dan kenyamanan.

Gambar 2.4.1

Ruangan LDRP

Gambar 2.4.1.a

Ruang LDRP Lengkap

2.4.4.2 Area Penunjang Pelayanan.

1. Pos Perawat (Nurse Station).

Peletakan pos perawat harus dapat memungkinkan pengawasan semua lalu lintas di dalam dan
di luar ruang kebidanan.

2. Ruangan Kepala Ruangan

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat melakukan tugas manajemen bagi kepala ruangan.
Ruangan ini harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur.

3. Ruangan Dokter

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 19
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat bekerja dan istirahat/kamar jaga. Pada ruang kerja harus
dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur. Sedangkan pada ruang istirahat diperlukan
sofa. Ruang Dokter perlu dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel) dan toilet.

4. Ruangan Konsultasi/diskusi

5. Ruang Menyusui dan Ruang KIE (Penyuluhan)

Ruangan ini sebagai tempat untuk mengajari ibu cara menyusui, cara melakukan KMC
(Kangoro Mother Care), tempat ibu menyusui atau dapat juga sebagai ruang untuk penyuluhan.

6. Ruangan Tunggu

(1) Ruangan tunggu keluarga sebaiknya nyaman, diletakkan dekat ruangan persalinan, dan
dilengkapi dengan fasilitas toilet dan fasilitas lainnya yang diperlukan.

(2) Disediakan sarana komunikasi antara keluarga dan petugas misalkan sistem interkom.

7. Ruangan Terminal Sterilisasi Unit (Opsional)

Merupakan ruangan fasilitas sterilisasi dengan Autoclave kecepatan tinggi, nyaman untuk seksi
Caesarian dan ruang melahirkan.

8. Ruangan Penyimpanan Farmasi

9. Ruangan Utilitas Kotor


(1) Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan.
Spoolhoek terdiri dari Sloop sink dan Service Sink.
(2) Peralatan/Instrumen/Material kotor dikeluarkan dari ruang persalinan dan tindakan ke ruang
kotor (disposal, spoelhoek).
(3) Barang-barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang Laundri dan CSSD (Central Sterilized
Support Departement) untuk dibersihkan dan disterilkan.

Slop Sink Service Sink

10. Ruangan Penyimpanan Peralatan.

(1) Ruang tempat penyimpanan instrumen dan peralatan kesehatan lainnya yang telah
disterilkan/dibersihkan. Instrumen berada dalam Tromol tertutup dan disimpan di dalam
lemari instrumen. Bahan-bahan lain seperti kasa steril dan kapas yang telah disterilkan juga
dapat disimpan di ruangan ini.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 20
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(2) Persediaan harus disusun rapih pada rak-rak yang titik terendahnya tidak lebih dari 8 inci
(20 cm) dari lantai dan titik tertingginya tidak kurang dari 18 inci (45 cm) dari langit-langit.
Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan di bungkus secara terpadu.

(3) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan pelayanan tindakan kebidanan dll.

11. Ruangan Ganti Pakaian Petugas (Loker)

(1) Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk dokter dan petugas medik mengganti
pakaian sebelum masuk ke ruangan persalinan dan tindakan pasien.

(2) Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang dipegang oleh masing-
masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan
perawat yang bersih/steril. Loker dipisah antara pria dan wanita. Loker juga dilengkapi
dengan toilet.

12. Pantri dan Toilet Petugas.

13. Janitor.

Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang tempat menempatkan barang-barang
kotor di dalam kontainer tertutup yang berasal dari ruangan-ruangan di dalam Ruang Kebidanan
Rumah Sakit untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan di luar Ruang Kebidanan.

Gambar 2.4.4.2

Ruang Janitor

14. Ruangan Penyimpanan Stretcher

Ruangan ini dapat disediakan untuk memfasilitasi stretcher-stretcher yang digunakan untuk
transfer pasien dari dan ke ruang kebidanan, sehingga tidak berserakan dimana-mana.

15. Ruangan Administrasi dan Pendaftaran

(1) Ruangan ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, meliputi


pendaftaran pasien, keuangan dan rekam medik.

(2) Pendaftaran pasien persalinan sebaiknya tidak terlalu lama untuk proses registrasi dan
formalitas pendaftaran.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 21
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(3) Ketentuan harus dibuat untuk pasien dapat langsung ke ruang tanpa melalui ruang
pendaftaran atau gawat darurat.

2.4.5 Komponen Bangunan.

Sebagai bagian dari rumah sakit, beberapa komponen bangunan yang ada di Ruang Kebidanan
memerlukan beberapa persyaratan, antara lain :

1. Penutup Lantai.

Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :

(1) tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi
yang dapat menyimpan debu.

(2) mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.

(3) penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.

(4) pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7º, penutup lantai harus dari lapisan
permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).

(5) hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak
siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint).

(6) khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah
terbakar, maka bahan penutup lantai harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan
benturan.

2. Dinding

Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

(1) dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.

(2) lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga
dinding tidak menyimpan debu. Contoh lapisan penutup dinding yaitu cat dengan jenis oil
base.

(3) warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata sedangkan untuk ruangan preeklamsia
warna dinding harus soft (sangat redup).

(4) hubungan pertemuan antara dinding dengan dinding disarankan tidak siku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan.

3. Langit-langit

Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :

(1) harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak berjamur.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 22
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(2) memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak
menyimpan debu.

(3) berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

4. Komponen Pintu dan Jendela

Komponen pintu dan jendela memiliki persyaratan sebagai berikut :

(1) pintu dan jendela harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.

(2) pintu masuk ke ruang kebidanan disarankan menggunakan pintu swing dengan membuka
ke arah dalam dan alat penutup pintu otomatis (automatic door closer).

(3) pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui
brankar pasien dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar
bukaan minimal 90 cm.

(4) di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan
ketinggian lantai.

(5) apabila ada jendela, maka bentuk profil kusen seminimal mungkin, supaya tidak
menyimpan debu.

2.5 Struktur Bangunan

(1) Bangunan Ruang Kebidanan, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam
memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
ruang kebidanan, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

(2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai


akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban
muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.

(3) Dalam perencanaan struktur bangunan Ruang Kebidanan terhadap pengaruh gempa,
semua unsur struktur bangunan Ruang Kebidanan, baik bagian dari sub struktur maupun
struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rancangan sesuai
dengan zona gempanya.

(4) Struktur bangunan Ruang Kebidanan harus direncanakan secara daktail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi
strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan Ruang Kebidanan
menyelamatkan diri.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin,
dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 23
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

BAB – III

RUANG PERAWATAN NEONATUS

3.1 Pendahuluan

1. Ruang perawatan neonatus adalah salah satu ruang di dalam rumah sakit yang memiliki
persyaratan teknis khusus untuk perawatan neonatus dengan kondisi yang beresiko.

2. Perencanaan dan perancangan ruang perawatan bayi baru lahir (neonatus) berbeda dengan
ruang perawatan anak (pediatric) baik secara bangunan maupun sistem dan peralatan di
dalamnya

3. Ruang neonatus direncanakan dan dirancang untuk memberikan pelayanan yang aman dan
nyaman, termasuk aman di penularan infeksi.

4. Konsep perencanaan dan perancangan ruang neonatus harus mengikuti jenis dan kapasitas
pelayanan serta persyaratan rancang bangun, antara lain persyaratan lokasi, program ruang,
kebutuhan luas ruangan, dan hubungan antar ruang dalam satu kesatuan bangunan rumah
sakit, dan lain-lain.

5. Ruang perawatan neonatus merupakan ruang perawatan neonatus beresiko tinggi (level I, level
II, level III), ruangan perawatan bayi terinfeksi (isolasi), dan ruangan penunjang medis dan non
medis lainnya.

3.2 Lokasi.

1. Lokasi ruang perawatan neonatus berdekatan dengan ruang operasi dan ruang kebidanan
untuk memenuhi waktu tanggap (respon time).

2. Ruang perawatan neonatus harus terletak pada area yang tenang atau tidak bising.

3. Ruang perawatan neonatus harus terletak pada area yang aman dan dilengkapi dengan sistem
penjagaan yang ketat.

4. Ruang perawatan neonatus disarankan berdekatan dengan ruang kebidanan dan ruang
perawatan kebidanan (postpartum).

3.3 Perancangan

1. Walaupun denah, lokasi dan ukuran ruang perawatan neonatus antara satu rumah sakit dengan
rumah sakit lain berbeda, prinsip pokok dalam perancangannya sama dan diterapkan untuk
semua rumah sakit. Prinsip-prinsip dasar dalam perancangan sebagai berikut :

(1) Batas jumlah bayi dalam setiap ruang perawatan neonatus.

(2) Ruang kecil berpartisi untuk boks bayi agar tidak terlalu sesak.
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 24
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(3) Menyediakan fasilitas cuci tangan dengan sabun ataupun dengan cairan antiseptik.

(4) Membatasi jumlah boks bayi yang dilayani oleh satu pos perawat.

(5) Memisahkan bayi prematur dari bayi terinfeksi atau diduga terinfeksi; dan

(6) Menyediakan kondisi optimum temperatur, relatif humiditas dan ventilasi.

2. Terminologi ruang perawatan neonatus yang dimaksud dalam pedoman ini adalah :

(1) ruang perawatan bayi beresiko tinggi (level I, level II, level III);

(2) ruangan perawatan bayi terinfeksi (isolasi);

3. Berikut persyaratan yang harus diperhatikan dalam merencanakan ruangan perawatan


neonatus:

(1) jarak antar incubator bayi minimal 1 m untuk ruang perawatan bayi level I, dan minimal 2,4
m untuk ruangan perawatan bayi level II dan level III.

(2) Ruangan mudah dibersihkan, sehingga meminimalkan risiko neonatus menularkan infeksi
penyakit dan menyerang ke neonatus lain.

4. Pos perawat menjadi titik pengawasan. Pos perawat juga dilengkapi ruang kerja perawat. Meja
perawat sebaiknya berada di tempat yang dapat memberikan pandangan dan pengawasan
pada bayi-bayi dan pintu masuknya dari koridor.

5. Bayi-bayi sebaiknya dapat dilihat melalui panel pandang yang besar di dalam partisi.

6. Setiap pos perawat dilengkapi dengan rak untuk grafik, bak sampah dengan tutupnya yang
dapat digerakkan dengan kaki dan kursi pada meja perawat.

7. Sebuah ruang kerja yang bersih pada satu sisi sebaiknya mempunyai sebuah konter dengan
bak cuci tangan yang dilengkapi kran leher angsa yang dioperasikan dengan kaki atau siku,
lemari dinding di atas dan lemari pendingin (kulkas) untuk menyimpan persediaan campuran
selama 24 jam.

8. Ruang kerja kotor dengan fasilitas yang serupa sebaiknya pada sisi yang lain.

9. Sebagai bagian dari rumah sakit, komponen-komponen bangunan pada ruang neonates secara
umum seperti pada komponen bangunan ruang kebidanan.

10. Bahan/Material yang dipakai pada ruang neonates harus tidak menimbulkan keberisikan saat
digunakan karena akan mempengaruhi psikologis bayi.

11. Persyaratan teknis struktur bangunan pada ruang neonates sama seperti persyaratan teknis
ruang kebidanan dan ruang-ruang di rumah sakit pada umumnya.

12. Gambar 3.3.1 dan 3.3.2 menunjukkan contoh denah ruang perawatan neonatus.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 25
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Gambar 3.3.1

Contoh 1, ruang perawatan neonatus

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 26
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Gambar 3.3.2

Contoh 2, ruang perawatan neonates

Gambar 3.3.3

Contoh 3, ruang perawatan neonatus

3.4 Beberapa Elemen Rancangan dan Fasilitas.

1. Setiap ruang bayi sebaiknya memiliki fasilitas sebagai berikut :

2. Bak cuci tangan yang dipasang dengan kontrol cuci tangan yang dapat dioperasikan tanpa
menggunakan tangan.

3. Sistem panggil darurat perawat untuk memanggil bantuandari luar tanpa meninggalkan area
pasien.

4. Ketentuan untuk penyimpanan linen, peralatan neonatus dan persediaan untuk neonatus.

5. Ketentuan untuk penyimpanan troli darurat dan peralatan yang tidak digunakan tetapi
tempatnya mudah dijangkau.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 27
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

6. Ruang pemeriksaan dan tindakan dengan meja tindakan, konter kerja, fasilitas penyimpanan
dan bak cuci.

7. Area cuci tangan (scrub up) diletakkan pada pintu masuk ke pos perawat/bidan dengan bak
cuci yang dilengkapi kran leher angsa dan dioperasikan dengan kaki atau siku, tempat sabun
cair, handuk, wadah limbah yang tutupnya digerakkan dengan kaki.

8. Ruangan untuk menyusui dilengkapi dengan meja dan kursi untuk menyusui, dispenser air, dan
bak cuci/wastafel serta meja untuk membaringkan neonatus.

9. Ruang demonstrasi untuk mengajarkan ibu bagaimana memandikan dan menyusui.

10. Tersedia fasilitas untuk ibu memerah ASI dan di tempatkan kedalam wadah (botol steril) dimana
pada saat pemberian menggunakan sendok kecil. Disediakan fasilitas pembersihan untuk
pencucian botol dan sterilisasi persediaan dan peralatan. Disediakan lemari pendingin untuk
menyimpan ASI.

11. Setiap ruang perawatan neonatus sebaiknya mempunyai sambungan ruang kerja atau ruang
antara dengan fasilitas cuci tangan (scrubing) pada pintu masuk untuk dokter, perawat dan
petugas kebersihan, karyawan konter, bak cuci tangan dan gudang penyimpanan persediaan.
Ruang antara (ante room) penting khususnya dalam kasus ruang bayi yang diduga terinfeksi.

3.5 Alur Kegiatan Ruang Neonatus

Alur kegiatan ruang neonatus

Table 3.5.1

3.6 Arsitektur Bangunan, Ruang Neonatus

3.6.1 Prinsip umum.

1. Ruang Neonatus harus dekat dengan ruang kebidanan dan ruang rawat intensif.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 28
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

2. Perlindungan terhadap pasien ruang neonatus merupakan hal yang harus diprioritaskan.
Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan
meninggikan risiko infeksi.

3. Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga kebersihan
(aseptic) dan mengamankan langkah setiap pengunjung, dokter, perawat, pasien dan petugas
ruang neonatus lainnya..

4. Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor,
aktivitas tenang dan bising.

5. Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung ruang kebidanan yang
datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.

6. Tata letak Pos perawat/bidan harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk
memonitor dan membantu pasien.

7. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa
pengunjung dan petugas ruang neonatus.

3.6.2 Prinsip khusus.

1. Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian ruang neonatus merupakan faktor
penting, khususnya untuk ruang neonatus yang tidak menggunakan sistem ventilasi mekanik
dan sistem pengkondisian udara.

2. Untuk ruang neonatus yang tidak menggunakan sistem ventilasi mekanik atau sistem
pengkondisian udara, jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah
nyamuk dan binatang terbang lainnya yang berada dimana-mana di sekitar ruang kebidanan.

3.6.3 Perkiraan kebutuhan luas ruangan.

Perkiraan kebutuhan luas ruangan pada ruang neonatus ditunjukkan pada tabel 3.6.3 (tidak mengikat)
di lampiran.

3.7 Program Ruang

1. Ruang Neonatus Level I.

(1) Ruang neonatus level I (perinatologi) mempunyai fungsi sebagai tempat yang dapat melakukan
pelayanan : tindakan resusitasi neonatus, rawat gabung ibu dan bayi, asuhan evaluasi paska
lahir neonatus sehat, stabilisasi dan pemberian asuhan bayi baru lahir usia kehamilan 35-37
minggu yang stabil secara fisiologis, perawatan neonatus usia kehamilan < 35 minggu atau
neonatus sakit sampai dapat pindah ke fasilitas asuhan neonatal spesialistik, stabilisasi
neonatus sakit sampai pindah ke fasilitas asuhan neonatal spesialistik, dan dapat dilakukan
terapi sinar pada ruang ini..

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 29
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(2) Jika diagnosis membuktikan positif terinfeksi, neonatus dipindahkan ke fasilitas lain dan
ditempatkan dalam ruang isolasi.

(3) Jika diagnosis membuktikan negatif tidak terinfeksi, neonatus dikembalikan ke ruang rawat ibu
(rawat gabung).
2
(4) Disarankan minimum luas setiap neonatus atau keranjang bayi 4 m .

(5) Ruang neonatus level I sebaiknya berisi tidak lebih dari tiga keranjang bayi.

(6) Ruang neonatus level I sebaiknya diletakkan dekat dengan seluruh bagian ruang neonatus,
tetapi sebaiknya unit dipisahkan seluruhnya dengan partisi kaca untuk memungkinkan
pengawasan neonatus oleh petugas perawatan.

(7) Di Ruang neonatus level I sebaiknya tersambung dengan ruang antara (ante room) yaitu antara
ruang perawatan neonatus dan koridor dengan ketentuan untuk fasilitas seperti disebutkan
sebelumnya.

(8) Ruang antara sebaiknya mempunyai fasilitas yang sama sebagai area kerja dan tindakan dari
seluruh bagian ruang neonatus termasuk tetapi tidak terbatas, konter kerja, bak cuci tangan,
penggantung dan rak atau lemari untuk gaun bersih. Perlengkapan dalam Ruang neonatus
level I disarankan memiliki kelengkapan yang sama dengan ruang neonatus level II dan III.

Gambar 3.6.1

Ruang Perawatan Neonatus level I

2. Ruang Neonatus Level II

1. Ruangan neonatus level II meupakan tempat asuhan neonatal dengan ketergantungan tinggi,
yaitu melaksanakan pelayanan :

A. Ruang neonatus level II A

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 30
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(1) Resusitasi dan stabilisasi neonatus premature dan/atau sakit, termasuk memberikan
bantuan CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) dalam jangka waktu < 24 jam, atau
untuk sebelum pindah ke fasilitas asuhan intensif neonatus.

(2) Neonatus baru lahir dengan usia kehamilan > 32 minggu dan berat lahir > 1500 gram yang
memiliki ketidakmampuan fisiologis seperti apnea, premature, tidak mampu menerima
asupan oral, menderit sakit yang tidak diantisipasi sebelumnya dan membutuhkan
pelayanan sub spesialistik dalam waktu mendesak.

(3) Oksigen nasal dengan pemantauan saturasi oksigen.

(4) Infus intravena perifer dan nutrisi parenteral untuk jangka waktu terbatas.

(5) Memberikan asuhan neonatus dalam masa penyembuhan paska perawatan intensif.

B. Ruang neonatus level II B

(1) Kemampuan pelayanan pada Ruang Neonatus Level II A ditambah dengan tersedianya
ventilasi mekanik selama jangka waktu singkat (<24 jam) dan CPAP.

(2) Infus intravena, nutrisi parenteral total, jalur sentral menggunakan tali pusat dan jalur
sentral melalui intravena per kutan.

2. Pada ruangan perawatan neonatus level II, disarankan mengakomodasi tidak lebih lima
2
neonatus dan minimum mempunyai ukuran luas ruangan 4 m per inkubator.

Gambar 3.7.1

Ruang bayi level II

3. Ruangan Neonatus Level III (NICU)

1. Ruang neonatus level III merupakan ruang perawatan neonatal intensif, yang melaksanakan
pelayanan :

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 31
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

A. Ruang neonatus level III A

(1) Memberi asuhan menyeluruh neonatus yang lahir usia kehamilan > 28 minggu dengan
berat lahir > 1000 gram.

(2) Memberi dukungan kehidupan terus menerus yang tidak hanya terbatas pada ventilasi
mekanik, tapi juga menggunakan HFO (High Frequency Oscillatory).

(3) Melakukan prosedur pembedahan minor (misal penggantian kateter vena sentral atau
perbaikan hernia inguinal); pelayanan tindakan ini dilakukan di ruang perawatan neonatus.

(4) Akses segera berbagai konsultan ahli semua sub spesialistik.

B. Ruang neonatus level III B

(1) Memberi asuhan menyeluruh Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (< 1000 gram, dan masa
kehamilan < 28 minggu).

(2) Memberi dukungan respirasi tingkat lanjut (misal ventilasi frekuensi tinggi dan nitrat oksida
yang dihisap untuk jangka waktu selama yang diperlukan).

(3) Akses sejumlah ahli sub spesialis kedokteran anak yang cepat dan langsung di tempat.

(4) Pencitraan tingkat lanjut dengan interpretasi segera (CT-Scan, MRI dan EKG).

(5) Pembedahan besar yang dilakukan di ruang operasi.

C. Ruang neonatus level III C

(1) Memberi pelayanan seperti pada Ruang Neonatus Level III B.

(2) Pembedahan besar dengan tingkat kesulitan tinggi yang dilakukan di ruang operasi.

2. Ruang neonatus level III disaranakan mengakomodasi tidak lebih lima bayi per ruangan
2
perawatan dan sebaiknya mempunyai ukuran luas ruang minimum 9 m per inkubator.

Gambar 3.8.1

Ruang Neonatus Level III (NICU)

4. Ruangan Isolasi Neonatus

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 32
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

1. Ruang isolasi neonatus digunakan untuk neonatus infeksius yang harus diisolasi berdasarkan
jenis penyakitnya.

2. Ruang isolasi neonatus dapat diletakkan dalam unit paska melahirkan (post partum), tetapi
terpisah dan tersendiri berdasarkan jenis penyakit. Neonatus infeksius membutuhkan
perawatan khusus sehingga satu ruangan isolasi neonatus ini hanya untuk satu neonatus dan
sebaiknya mempunyai ukuran luas ruang minimum 4m x 4m.

3. Ruang isolasi neonatus harus memiliki ruang antara (ante room) sehingga memudahkan
pengaturan sterilitas ruangan.

4. Ruang isolasi neonatus harus memiliki instalasi tata udara yang terpisah dari instalasi tata
udara fasilitas pelayanan lain.

5. Utilitas.

1. Perhatian sebaiknya diberikan untuk kebutuhan khusus dalam masalah pengkondisian udara,
ventilasi dan layanan elektrikal.

2. Pengkondisian udara yang dibutuhkan dimaksud untuk memastikan temperatur dan kondisi
humiditi konstan dalam ruang sehingga bermanfaat untuk perawatan bayi baru lahir.

3. Sistem pengkondisian udara juga menghilangkan bau, dan benar-benar mengurangi


kontaminasi bakteri dari lingkungan melalui fitur ventilasi udara.

4. Selain itu, suplemen teknik aseptik dari sistem pengkondisan udara bertujuan mengurangi
infeksi dan infeksi silang.

5. Pada langkah awal perencanaan, ahli sebaiknya meminta penjelasan, dan arsitek sebaiknya
memberikan detail singkat tentang layanan yang dibutuhkan dalam ruang bayi.

6. Penerapan yang sama untuk finishing dan skema warna.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 33
BAB – IV

PRASARANA RUANG KEBIDANAN DAN NEONATUS

4.1 Sistem Ventilasi.

1. Setiap ruang kebidanan dan ruang neonatus rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami
dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.

2. Ventilasi sangat penting karena bertujuan untuk:

(1) Menghilangkan gas-gas berbau, asap, bau makanan, bau uap lemak, bau air, panas yang
tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat dan sebagainya yang ada di ruang
kebidanan.

(2) Menghilangkan kalor yang berlebihan

(3) Membantu mendapatkan kenyamanan thermal

3. Ruang kebidanan dan ruang neonates rumah sakit harus mempunyai bukaan
permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.

4. Ventilasi harus dapat mengatur pergantian udara sehingga : ruangan tidak terasa
panas, Tidak terjadi kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding, atau langit-
langit.

5. Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis
seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar
dan pencemaran.

4.2 Sistem Pengkondisian Udara

1. Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam ruang kebidanan dan ruang neonates rumah
sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

2. Untuk ruangan perawatan bayi, temperatur udara diatur diatas suhu 25˚C sebagai pencegahan
hipotermia pada bayi.

3. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruang kebidanan
dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan :

(1) fungsi ruang kebidanan dan ruang kebidanan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak
geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan
bangunan;

(2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan


Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

(3) prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan.

4. Kriteria kinerja ventilasi dan pengkondisian udara ditunjukkan pada tabel 4.3.1.

Tabel 4.2.

Kriteria Kinerja Pengkondisian Ruangan di Rumah Sakit

Tekanan
Minimum Semua
yang Pertukaran Udara yang
pertukaran udara Relatif
berhubungan total udara di resirkulasi Temperatur
Fungsi ruang udara dari dibuang humiditas
dengan area minimum di dalam unit rancangan (CC)
udara luar langsung (%)
yang per jam. ruangan.
per jam ke luar
berdekatan

Ruang melahirkan

- Sistem seluruhnya P 15 15 Pilihan Tidak


30 - 60 20 - 24
udara luar

- Sistem udara di P 5 25 Pilihan Tidak


30 - 60 20 - 24
resirkulasi

Ruang pemulihan E 2 6 Pilihan Tidak 30 - 60 21 - 24

ICU - 2 6 - Tidak 30 - 60 21 - 24

NICU P 2 6 - Tidak 30 - 60 25 – 26

Perawatan neonatus
P 5 12 - Tidak 30 - 60 25 – 26
level I, II

Isolasi neonatus ± 2 6 Ya Tidak 30 - 60 25 – 26

P = Positif. N = Negatif, E = sama, ± = kontrol langsung secara terus menerus di butuhkan.

4.3 Sistem Pencahayaan.

1. Setiap ruang kebidanan dan ruang neonates rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem
pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/ mekanik,
termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

2. Ruang kebidanan dan ruang neonates rumah sakit harus mempunyai bukaan untuk
pencahayaan alami.

3. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi ruang kebidanan dan ruang
neonates rumah sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam ruang kebidanan rumah sakit.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 35
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

4. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan


sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan
energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.

5. Untuk ruangan preeklamsia pencahayaan harus soft (sangat redup) serta terhindar dari
kebisingan untuk mencegah terjadinya kejang.

6. Pencahayaan di ruang kebidanan dan ruang neonates rumah sakit, harus memenuhi standar
kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya seperti
ditunjukkan pada tabel 4.3.1 dan tabel 4.3.2:

Tabel : 4.3.1 :

Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang direkomendasikan

Tingkat
Kelompok
Fungsi ruangan Pencahayaan renderasi Keterangan
warna
(lux)

Ruang rawat inap. 250 1 atau 2

Gunakan pencahayaan setempat


Ruang bersalin. 300 1
pada tempat yang diperlukan.

Ruang bayi level I, II, dan III 250 1 atau 2

Tabel 4.3.2

Pengelompokan renderasi warna.

Kelompok Renderasi Warna Rentang Indeks Renderasi Warna (Ra). Tampak Warna

dingin

1 Ra > 85 sedang

hangat

dingin
2 70 < Ra < 85
sedang

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 36
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

hangat

4.4 Sistem Kelistrikan.

1. Sumber daya listrik.

(1) Pengadaan sumber daya listrik tergantung pada klasifikasi dan kelompok pelayanan
keselamatan jiwa yang dibutuhkan di lokasi medik, khususnya di ruang kebidanan dan bayi
baru lahir (newborn). Tabel 4.3.3.1 menunjukkan klasifikasi tersebut, dan tabel 4.3.3.2
menunjukkan kelompok dan klasifikasi ruangan yang membutuhkan sumber daya listrik.

(2) Sumber daya listrik kelompok 2, umumnya diperoleh dari : sumber daya listrik normal
(PLN) dan sumber listrik darurat dari Generator dan UPS.

(3) Sumber daya listrik kelompok 1, umumnya diperoleh dari : sumber daya listrik normal
(PLN) dan sumber daya listrik darurat dari Generator.

(4) Sumber daya listrik pada ruang kebidanan dan ruang neonatus rumah sakit hendaknya
terpasang dengan alat ukur daya listrik untuk mencatat pemakaian listrik.

Tabel 4.4.1 – Klasifikasi pelayanan keselamatan yang diperlukan untuk lokasi medik

Kelas 0
Suplai otomatis tersedia tanpa pemutusan
(tanpa pemutusan)

Kelas 0,15
Suplai otomatis tersedia “di dalam” 0,15 detik
(pemutusan sangat singkat)

Kelas 0,5
Suplai otomatis tersedia “di dalam” 0,5 detik
(pemutusan singkat)

Kelas 15
Suplai otomatis tersedia “di dalam” 15 detik
(pemutusan menengah)

Kelas >15
Suplai otomatis tersedia “di dalam” lebih dari 15 detik
(pemutusan lama)

CATATAN 1 : Kelas 0, biasanya tidak diperlukan untuk menyediakan suplai daya tanpa
pemutusan untuk perlengkapan listrik medik. Namun perlengkapan dikendalikan
mikroprosesor dapat mensyaratkan suplai tersebut.

CATATAN 2 : Pelayanan keselamatan disediakan untuk lokasi yang mempunyai

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 37
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

klasifikasi berbeda sebaiknya memenuhi klasifikasi yang memberikan keamanan suplai


tertinggi.Mengacu ke Tabel 4.3.3.1 untuk pedoman keterkaitan klasifikasi pelayanan
keselamatan dengan lokasi medik

CATATAN 3 : Pengertian “di dalam” berarti “≤”

Tabel 4.4.2

Kebutuhan sumber daya listrik di ruang kebidanan dan ruang neonatus

Kelompok Kelas
Lokasi medik
0 1 2 ≤ 0,5 detik > 0,5 detik ≤15 detik
a
1 Ruang bersalin x x x
2 Ruang bayi level I, II, dan III x x
a
Luminer dan perlengkapan listrik medik penunjang hidup yang memerlukan suplai daya dalam 0,5
detik atau kurang.

2. Jaringan.

(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit dan yang bisa digerakkan, harus
dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang jalur, untuk mencegah
terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.

(2) Sambungan listrik pada kotak kontak harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini
menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu
sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.

(3) Fasilitas ruang kebidanan ruang neonatus harus dilengkapi oleh lampu-lampu penerangan
darurat saat arus listrik / pencahayaan padam seluruhnya.

3. Terminal.

a. Kotak Kontak (stop kontak)

(1) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian
terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk
pasangannya.

(2) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft (
1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.

(3) Jumlah kotak kontak sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan
fasilitas kesehatan”

b. Sakelar.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 38
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang
berlaku.

4. Pembumian.

Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus memastikan
bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari
pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian
(Equal potential grounding system).

5. Peringatan

Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa
akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran. Kesalahan
dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat dan tersengatnya petugas.

Bahaya ini dapat dicegah dengan :

(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk ruang kebidanan rumah sakit.
Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai
kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.

(2) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang
tidak benar.

4.5 Sistem Panggil Perawat (Nurse Call)

1. Peralatan sistem panggil perawat dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien
yang memerlukan bantuan perawat, baik dalam kondisi normal atau darurat.

2. Sistem panggil perawat bertujuan menjadi alat komunikasi antara perawat dan pasien dalam
bentuk visual dan audible (suara), dan memberikan sinyal pada kejadian darurat pasien.

4.6 Sistem Instalasi Gas Medik

1. Sistem gas medik dan vakum medik harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.

2. Gas medik yang digunakan di ruang kebidanan dan ruang neonates meliputi, oksigen, udara
tekan medik dan vakum medik.

3. Instalasi gas medik dan vakum medik dapat berupa sentral gas atau gas portable.

4.7 Persyaratan Air Bersih

1. Harus tersedia air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan, atau dapat mengadakan
pengolahan air bersih dengan syarat air dari hasil proses pengolahannya sesuai dengan
ketentuan persyaratan kesehatan yang berlaku.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 39
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

2. Tersedia air bersih minimal 500 liter/tempat tidur/hari.

3. Air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara terus menerus.

4. Distribusi air bersih di setiap ruang kebidanan harus menggunakan jaringan perpipaan yang
kualitas dan kuantitasnya memenuhi ketentuan yang berlaku.

5. Fasilitas air panas dan sistem pemipaannya untuk suplai air panas yang diperoleh dari sentral
suplai air panas atau menggunakan pemanas air setempat (instant water heater atau storage
water heater) untuk di distribusikan ke daerah pelayanan yang membutuhkan.

6. Sistem pengolahan air bersih dan atau air minum senantiasa dipantau setiap hari untuk
menghindari kerusakan/kebocoran perpipaan, katup/valve, pompa sumber air dan atau pompa
distribusi, dan reservoir.

7. Sistem pengolahan air bersih dan atau air minum harus dilengkapi flowmeter dan dilakukan
pencatatan pemakaian air setiap hari dan atau bulan.

8. Pemeriksaan fisika, kimia dan biologis dari air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2
(dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan), titik sampel yaitu
pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari reservoir.

4.8 Pembuangan Limbah

Pembuangan Limbah ruang kebidanan dan ruang neonatus rumah sakit dalam bentuk padat,
cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Pengelolaan Limbah di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 40
BAB – V

PENUTUP
Pedoman Teknis Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus Rumah Sakit ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan rujukan oleh pengelola rumah sakit, penyedia jasa pembangunan rumah
sakit, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan
kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan ruang kebidanan dan ruang
neonatus rumah sakit dalam rangka menjamin keselamatan, kesehatan, kemudahan dan
kenyamanan bangunan rumah sakit yang memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. .

Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau bersifat alternatif serta penyesuaian Pedoman
Teknis Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus Rumah Sakit oleh masing-masing daerah dan atau
pemilik modal disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.

Untuk memaksimalkan upaya pelayanan dalam rangka meningkatkan kenyamanan bagi pasien dapat
dipergunakan pedoman dan standar teknis terkait lainnya.
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

LAMPIRAN

Tabel 2.4.3

Perkiraan kebutuhan luas ruangan pada ruang kebidanan dan ruang neonatus

No Nama ruangan Fungsi Besaran ruangan

Ruang untuk menyelenggarakan


2
kegiatan administrasi, khususnya 3 ~ 5 m /petugas.
pelayanan pasien . Contoh :
Kegiatan administrasi termasuk : Apabila ada 3
Ruang Administrasi/
1 a. Pendataan pasien petugas, maka luas
Pendaftaran
ruangan yang
b. Pembayaran (Kasir)
diperlukan antara 9
c. Penanda tanganan surat 2
m sampai dengan 15
pernyataan keluarga (jika diperlu m.
2

kan tidakan operasi)

2
1 ~ 1 ½ m /orang.

(Apabila ada 10
Ruang untuk pengantar pasien pengantar, maka
2 Ruang tunggu keluarga menunggu selama pasien menjalani diperlukan luas
proses persalinan/tindakan bedah. ruangan 10 m
2

sampai dengan 15
2
m)

Ruang persiapan bersalin (minimal 1 2


Ruang persiapan Minimum 7,2 m
tempat tidur untuk pasien dengan
3 bersalin, (mempunyai 1 untuk setiap tempat
komplikasi, atau 2 tempat tidur untuk
kamar mandi/kloset) tidur.
pasien tanpa komplikasi).

Tempat pasien melahirkan Minimum 25 m2


Ruang melahirkan (kala
4 untuk setian tempat
II dan III, R. VK)
tidur

Ruang paska bersalin (minimal 1 2


Minimum 7,2 m
Ruang Pemulihan (kala tempat tidur untuk pasien dengan
5 untuk setiap tempat
IV) komplikasi, atau 2 tempat tidur untuk
tidur.
pasien tanpa komplikasi).

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 42
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

No Nama ruangan Fungsi Besaran ruangan

2
Ruang untuk pasien sindrom Minimum 7,2 m
6 Ruang Preeklamsia eklamsia dan preeklamsia untuk setiap tempat
tidur.

Ruang untuk tindakan medis dan Minimum 36 m2


7 Ruang Tindakan resusitasi untuk setian tempat
tidur

Ruang untuk barang, linen, dan Minimum 9 m2


8 Ruang kotor
peralatan kotor

Ruang untuk barang, linen, dan Minimum 9 m2


9 Ruang bersih
peralatan bersih

Ruang perawatan bayi setelah Minimum 4 m2 per


10 Ruang transisi bayi kelahiran normal sebelum rawat bed bayi
gabung

Ruang perawatan bayi dengan Minimum 4 m2 per


11 Ruang bayi level I pengawasan sebelum ke fasilitas bed bayi
perawatan spesialistik

Ruang perawatan bayi dengan Minimum jarak antar


12 Ruang bayi level II
ketergantungan tinggi incubator 2,4 m

Ruang bayi level III Ruang perawatan bayi dengan Minimum jarak antar
13
(NICU) perawatan intensif incubator 2,4 m

14 Ruang isolasi bayi Ruang perawatan bayi infeksius Minimum 4m x 4m

Ruang rawat gabung antara ibu 2


Ruang rawat inap Minimum 7,2 m
setelah melahirkan dan bayinya.
15 kebidanan (rawat untuk setiap tempat
Jumlah bed sesuai dengan kelas
gabung) tidur.
perawatannya

Ruang Ganti & Loker, Sesuai kebutuhan


16 Dokter, Bidan dan
Perawat.

Ruang Dokter, Bidan Ruangan untuk istirahat Dokter,


17 Sesuai kebutuhan
dan Perawat. Bidan dan Perawat.

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 43
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Kebidanan dan Ruang Neonatus

No Nama ruangan Fungsi Besaran ruangan

(dilengkapi dengan
kamar mandi/kloset)

Ruang cuci tangan semua petugas


2
18 Ruang Scrub Up yang akan mengikuti kegiatan ±3m .
kebidanan.

2
19 Ruang memandikan bayi Ruang untuk memandikan bayi ±3m .

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan R.I. 44

Anda mungkin juga menyukai