Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

1. KIS (Kartu Indonesia Sehat)

1.1 Pengertian KIS


KIS adalah nawacita ke-lima pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla. Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar dan
Program Indonesia Sehat Untuk Membangun Keluarga Produktif, untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program tersebut maka BPJS
Kesehatan mendapat tugas untuk berkoordinasi dengan institusi terkait. Kartu
Indonesia Sehat adalah bentuk identitas peserta yang menjadi hak dari setiap peserta
yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden Nomor 19 Tahun 2016 (Idris, 2016).
KIS (Kartu Indonesia Sehat) adalah kartu yang memiliki fungsi untuk
memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan secara gratis (Vandawati, et al., 2013).
KIS merupakan program yang terintegrasi dengan JKN, sistem yang digunakan
untuk pelayanan kesehatan KIS sama dengan peserta JKN lainnya. Jadi setiap
masyarakat dapat menggunakannya sesuai peraturan, namun memang nama kartunya
saja yang berbeda yaitu KIS. KIS memberikan tambahan manfaat, layanan preventif,
promotif dan deteksi dini yang akan dilaksanakan secara lebih intensif dan
terintegrasi (Vandawati, et al., 2013).
1.2 Fungsi KIS
KIS berfungsi sebagai kartu jaminan kesehatan, yang dapat digunakan untuk
mendapatkan layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat
lanjutan, sesuai dengan indikasi medis dan juga untuk melakukan perluasan dari
program kesehatan yang sebelumnya yaitu BPJS Kesehatan (Vandawati, et al.,
2013).
Fungsi KIS
Adapun fungsi KIS menurut Indonesia (2015) adalah
a. Menjamindan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapat
manfaat pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan melalui Jaminan
Kesehatan Nasional(JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan;
b. Perluasan cakupan PBI termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) dan Bayi Baru Lahirdari peserta Penerima PBI; serta
c. Memberikan tambahan Manfaat berupa layanan preventif, promotif dan
deteksi dini dilaksanakan lebih intensif danterintegrasi.

1.3 Perbedaan KIS dan BPJS


Perbedaan KIS dan BPJS menurut Vandawati, et al., (2013) adalah
a. KIS merupakan jaminan kesehatan yang diperuntukan bagi masyarakat yang
tidak mampu, sedangkan BPJS yaitu sebuah badan atau lembaga yang
menyelenggarakan dan mengelola jaminan kesehatan tersebut;
b. KIS hanya diperuntukan bagi seseorang yang di mana kondisi ekonominya
sangat lemah, sedangkan BPJS merupakan jaminan kesehatan yang diwajibkan
bagi setiap Warga Negara Indonesia baik yang mampu atau pun tidak mampu.
Bagi rakyat yang tidak mampu, iurannya ditanggung oleh pemerintah;
c. Pemakaian KIS dapat dilakukan di mana saja, baik di klinik, puskesmas atau di
rumah sakit mana pun yang ada di Indonesia. Sedangkan pemakaian BPJS hanya
berlaku di klinik atau puskesmas yang telah didaftarkan saja;
d. KIS dapat digunakan tidak hanya untuk pengobatan saja, tetapi juga dapat
digunakan untuk melakukan pencegahan. Sedangkan penggunaan BPJS hanya
dapat digunakan jika kondisi kesehatan peserta sudah benar-benar sakit atau
harus dirawat;
e. KIS merupakan jenis jaminan kesehatan yang mendapatkan subsidi dari
pemerintah, sedangkan pengguna BPJS diwajibkan untuk membayar iuran setiap
bulannya dengan jumlah yang telah ditentukan.

1.4 Prosedur Pelayanan Kartu Indonesia Sehat (KIS)


1.4.1 Kondisi Pertama
a Datang ke fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama (puskesmas, klinik
pratama, atau dokter praktik perorangan yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan) yang sesuai dengan pada kartu BPJS Kesehatan.
b Pasien diperiksa di faskes tingkat pertama. Apabila menurut dokter perlu
langkah berikutnya, akan dirujuk ke faskes rujukan tingkat lanjutan
(rumah sakit).
c Di rumah sakit, pasien harus kembali menunjukkan kartu BPJS Kesehatan.
d Pasien bisa saja mendapatkan pelayanan rawat jalan dan/atau rawat inap di
RS jika dirujuk oleh dokter yang memeriksa.
e Ada tiga kelas dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional, maka
kelas saat rawat inap disesuaikan. Jika tak dapat menunjukkan nomor
kepesertaan, pasien dirawat dengan tarif pasien umum.
f Dokter bisa saja memberikan surat rujuk balik, sehingga pelayanan
kesehatan kembali ke faskes tingkat pertama.
g Jika dokter di RS tak memberikan surat keterangan kontrol, pemeriksaan
selanjutnya kembali ke faskes tingkat pertama.

1.4.2 Kondisi Kedua


a Pasien bisa langsung ke IGD di rumah sakit dalam kondisi darurat.
b Pasien (atau yang mendampingi) harus menunjukkan kartu BPJS Kesehatan
berupa fisik atau digital di aplikasi Mobile JKN. Jika tidak, akan dimasukkan
ke tarif pasien umum.
c Pasien bisa mendapatkan pelayanan rawat jalan dan/atau rawat inap sesuai
indikasi kesehatan. (Prihantoro, 2018).

1.5 Persyaratan
a Masyarakat yang tak mampu, Pendataan Masalah Kesejahteraan Sosial
atau disabilitas, psikotik atau gangguan jiwa, lansia terlantar, anak jalanan,
gelandangan dan pengemis, yang sudah terdaftar namanya di BPJS
Kesehatan, dan penerima bantuan iuran dari pemerintah
b Namanya tercantum dalam sistem data terpadu PPLS (Pendataan Program
Perlindungan Sosial) yang didata oleh BPS pada tahun 2011, dan telah
memegang kartu Jamkesmas
c Untuk mengetahui apakah namanya tercantum dalam data terpadu PPLS
2011, dapat di lakukan pengecekan di Puskesmas setempat atau BPJS
Kesehatan cabang setempat, karena data PBI (Penerima Bantuan Iuran)
dari pemerintah untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan sudah ada di
Puskesmas setempat
d Pemegang kartu Jamkesmas dapat menggantinya dengan kartu KIS setelah
terlebih dahulu mendaftarkan di kantor cabang BPJS Kesehatan setempat.
(Ratnasari, 2017).

1.6 Isi program dari Kartu Indonesia Sehat (KIS), antara lain:
a Menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan
manfaat pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
b Perluasan dari cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI), yaitu termasuk
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan bayi baru lahir.
c Memberikan tambahan manfaat berupa layanan preventif, promotif, dan
deteksi dini. (Noya, 2016).

(Desideria, 2018)

1.7 Tujuan dan Sasaran


Menurut Menteri Kesehatan (2010) dalam Nurmala (2016)dimana tujuan
penyelenggaraan Kartu Indonesia Sehat terbagi dua yaitu:
a. Tujuan umum adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan
sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi
seluruh peserta Kartu Indonesia Sehat.
b. Tujuan khususnya yaitu :
1. Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta
diseluruh jaringan PPK Kartu Indonesia Sehat
2. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi seluruh
peserta, tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya.
3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

2. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

Pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan kesehatan seluruh warga-


negara telah mengeluarkan kebijakan penjaminan kesehatan untuuk seluruh warga-
negara melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) agar setiap
warga-negara dapat berobat secara gratis di seluruh Puskesmas, BKIA, dan Rumah-
Rumah Sakit Pemerintah yang disiapkan untuk itu. Untuk lebih meningkatkan lagi
pelayanan kesehatan yang berkualitas, baik peningkatan pelayanan maupun dan
penambahan fasilitas-fasilitas yang belum ada(Tampi et al., 2016).
2.1 Pengertian BPJS
BPJS (Badan Penyelengara Jaminan Sosial) adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan social. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan(Widada et al., 2017).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial(Putri, 2014).
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (BPJS
Kesehatan, 2016)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 maka dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau
BPJS yang merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
Jaminan Sosial Nasional dan program BPJS Kesehatan ini resmi mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2014 (Widada et al., 2017).

2.2 Fungsi BPJS


UU BPJS menentukan bahwa,“BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan.” Jaminan kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan
menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 (empat) program, yaitu program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian(Putri, 2014).

2.3 Tugas BPJS


Menurut Putri (2014), dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas
BPJS bertugas untuk:
a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
b. memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
e. mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
f. membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial;
g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada
peserta dan masyarakat.
2.4 Kewajiban BPJS
Menurut Putri (2014), UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan
tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
a. memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta. Yang dimaksud dengan
”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh
BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan
kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua
program jaminan sosial;
b. mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-
besarnya kepentingan peserta;
c. memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai
kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya.
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi
mengenai jumlah aset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap
Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah aset dan liabilitas, penerimaan dan
pengeluaran BPJS;
d. memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN;
e. memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
f. memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan
hak dan memenuhi kewajiban;
g. memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo Jaminan Hari Tua
(JHT) dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
h. memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun;
i. membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum;
j. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan sosial;
k. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara
berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada
DJSN.
l. Kewajiban-kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan tata kelola BPJS
sebagai badan hukum publik.

2.5 Jenis Kepesertaan


Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-
PBI). Berikut merupakan penjelasan mengenai kepesertaan BPJS menurut BPJS
Kesehatan, (2015) yaitu:
a. Kepesertaan PBI (Perpres No 101 Tahun 2011)
1) Kriteria Peserta PBI
a) Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu
b) Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh menteri di
bidang sosial setelah berkoordinasi dengan menteri dan/atau pimpinan
lembaga terkait
c) Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana dimaksud
menjadi dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang statistik untuk melakukan pendataan
d) Data fakir miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah diverifikasi dan
divalidasi sebagaimana dimaksud, sebelum ditetapkan sebagai data
terpadu oleh Menteri di bidang sosial, dikoordinasikan terlebih dahulu
dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan dan menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.
e) Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri dirinci menurut provinsi dan
kabupaten/kota.
f) Data terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi penentuan jumlah
nasional PBI Jaminan Kesehatan.
g) Data terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di bidang
sosial kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan dan DJSN
h) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud sebagai peserta program Jaminan
Kesehatan kepada BPJS Kesehatan
i) Penetapan jumlah PBI Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 dilakukan
dengan menggunakan hasil Pendataaan Program Perlindungan Sosial
tahun 2011.
j) Jumlah peserta PBI Jaminan Kesehatan yang didaftarkan ke BPJS
Kesehatan sejumlah 86,4 juta jiwa.

2) Perubahan Data Peserta PBI


a) Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang tercantum
sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena tidak lagi memenuhi keriteria
b) Penambahan data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu untuk
dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena memenuhi kriteria
Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
c) Perubahan data PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud
diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri di bidang sosial
d) Perubahan data ditetapkan oleh Menteri di bidang sosial setelah
berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dan Menteri dan/atau pimpinan lembaga
terkait.
e) Verifikasi dan validasi terhadap perubahan data PBI Jaminan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dilakukan setiap 6 (enam) bulan dalam tahun
anggaran berjalan.
f) Penduduk yang sudah tidak menjadi Fakir Miskin dan sudah mampu,
wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan dengan membayar Iuran.
b. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI)
Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana yang dimaksud
merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu
yang terdiri atas (sesuai Perpres No 12 Tahun 2013):
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f) Pegawai swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima Upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja
di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.
3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas :
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima pensiun;
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan; dan
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mampu membayar iuran.
a. Penerima pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiri atas:
1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4) Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
5) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
yang dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak
pensiun
b. Pekerja sebagaimana yang dimaksud termasuk warga negara asing yang
bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan
c. Jaminan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar
negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
d. Anggota keluarga sebagaimana dimaksud meliputi:
1) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
2) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,
dengan kriteria:
a) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri; dan
b) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yag masih melanjutkan pendidikan formal
e. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan anggota
keluarga yang lain.

2.6 Kelas Perawatan BPJS


Kelas perawatan yang akan ditanggung BPJS ketika harus rawat inap menurut
Departemen Kesehatan, (2015) yaitu:
a. Di ruang perawatan kelas III bagi:
1) Peserta PBI Jaminan Kesehatan
2) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan
iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b. Di ruang Perawatan kelas II bagi:
1) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya.
2) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya.
3) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya.
4) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya.
5) Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan sampai dengan 2 (dua) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya.
6) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan
iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
c. Di ruang Perawatan kelas I bagi:
1) Pejabat Negara dan anggota keluarganya.
2) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil Golongan III
dan Golongan IV beserta anggota keluarganya.
3) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota keluarganya.
4) Anggota POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara Pegawai
Negeri Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota keluarganya.
5) Pegawai pemerintah non pegawai negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil
Golongan III dan Golongan IV dan anggota keluarganya.
6) Veteran dan perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya.
7) Peserta pekerja penerima upah bulanan lebih dari 2 (dua) kali PTKP dengan
status kawin dengan 2 (dua) anak dan anggota keluarganya.
8) Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dengan iuran
untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.

2.7 Besaran Iuran


Besar iuran yang dibayarkan peserta BPJS diatur dalam Peraturan Presiden
nomor 111 Tahun 2013 dan dibagi menjadi beberapa golongan.
Di tahap awal program BPJS kesehatan, pemerintah akan menggelontorkan
dana Rp 15,9 triliun dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan 86 juta warga
miskin. Pada September 2012, pemerintah menyebutkan besaran iuran BPJS
Kesehatan sebesar Rp22 ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus
membayar iuran tersebut, kecuali warga miskin yang akan ditanggung oleh
pemerintah.
Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong
besaran iuran BPJS menjadi Rp15,500, dengan alasan mempertimbangkan kondisi
fiskal negara.
Pemangkasan anggaran iuran BPJS itu mendapat protes dari pemerintah DKI
Jakarta. DKI Jakarta menganggap iuran Rp15 ribu per bulan per orang tidak cukup
untuk membiayai pengobatan warga miskin. Apalagi DKI Jakarta sempat mengalami
kekisruhan saat melaksanakan program Kartu Jakarta Sehat. DKI menginginkan agar
iuran BPJS dinaikkan menjadi Rp23 ribu rupiah per orang per bulan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran
untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan
pemerintah itu belumlah angka yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan
yang layak. IDI telah mengkaji besaran iuran yang ideal berdasarkan pengalaman
praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu sebesar Rp38.000.
Sementara itu kalangan anggota DPR mendesak pemerintah agar menaikkan
pagu iuran BPJS menjadi sekitar Rp 27 ribu per orang per bulan.
Direktur Konsultan Jaminan Sosial Martabat Dr. Asih Eka Putri, menilai bahwa
rumusan iuran JKN belum mampu menyertakan prinsip gotong-royong dan keadilan.
Formula iuran juga belum mampu mengoptimalkan mobilisasi dana publik untuk
penguatan sistem kesehatan, khususnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan
perorangan.

3. Konsep SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)

3.1 Definisi SJSN


SJSN adalah program Negara yang bertujuan untuk memberi perlindungan
dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap
penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila
terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan,
karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia
lanjut, atau pensiun.

3.2 Mengapa Harus Ada SJSN


Selama kurang lebih 4 (empat) dekade, Indonesia telah menjalankan beberapa
program jaminan sosial, namun baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian
besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Di samping itu,
pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut belum mampu memberikan
perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat
program yang menjadi hak peserta. Sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu
menyusun SJSN yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk
jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat
menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar
bagi setiap peserta.

3.3 Program SJSN


Dalam UU No. 40/2004, menetapkan 5 (lima) program jaminan sosial, jenis
program jaminan sosial yang hendak diselenggarakan yaitu:
a. Jaminan kesehatanAdalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara
nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
b. Jaminan kecelakaan kerja Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan
kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
c. Jaminan hari tua Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara
nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai
apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal
dunia.
d. Jaminan pensiun Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara
nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak
pada saat peserta mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total.
e. Jaminan kematian Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara
nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan
kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Semula juga dirancang jaminan pemutusan hubungan kerja, namun karena kita
baru menerbitkan UU No. 13/2003, dimana masalah pesangon berhenti bekerja
(PHK) telah tertampung, rancangan itu dibatalkan.
Suatu hal yang secara konsepsional dapat dikatan tidak benar. Hal ini terbuksti
bahwa ketentuan pemberian pesangon sering dan penerima kerja. Ketentuan tetang
PHK bahwa dapat menjadi penghalang bagi investor, baik asing maupun domestic
karena seluruhnya menjadi beban pemberian kerja.
Selain itu, dalam UU No. 40/2004, dalam rangka memenuhi ketentuan UUD
1945 Pasal 34 Ayat 1, terbuka kepesertaan program manjinan sosial dari masyarakat
“penerima bantuan iuran”, yaitu peserta dari kalangan masyarakat miskin dan tidak
mampu, yang iurannya dibayar oleh pemerintah. Program ini pada dasarnya program
bantuan sosial, yang “dititipkan” penyelenggaraannya pada penyelenggaraan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Bab V, Pasal 14 1, 2, dan 3).
Untuk menjamin kelangsungan program jaminan sosial, pemerintah dapat
melakukan tindakan-tidakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan
keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bab VII, Pasal 48).
Adapun mengenai pelayanan obat, diberikan sesuai daftar dan harga tertinggi
obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (Bab IV, Pasal 25).
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan, juga dapat diterapkan biaya (Pasal
22 Ayat 2, sedangkan jenis-jenis pelayanan yang tidak menjadi beban BPJS
(misalnya yang kosmetik, makanan suplemen, pen), dan lain sebagainya akan diatur
lebih lanjut dengan peraturan presiden (Bab IV, Pasal 26).
DAFTAR PUSTAKA

admin, F. U., 2016. Penerapan 'Universal Health Coverage' di Negara Berkembang,


Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Aulia, P., 2014. Polemik Kebijakan Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah ke Sistem
Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, pp. 93-
99.
Desideria, B., 2018. Liputan 6. [Online]
Available at: https://www.liputan6.com/health/read/3805188/tanya-bpjs-
kesehatan-berapa-iuran-yang-harus-peserta-jkn-kis-bayar-tiap-bulan
[Diakses 12 Maret 2019].
Idris, F., 2016. RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM
DAN LAPORAN KEUANGAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TAHUN 2016.
JAKARTA: BPJS Kesehatan.
Indonesia, K. K. R., 2015. PROGRAM IINDONESIIA SEHAT UNTUK ATASII
MASALAH KESEHATAN, Jakarta: Departemen Keehatan.
JKN, T. p. b. s. d. a., 2016. Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kemenkes RI.
Kesehatan, B., 2015. Panduan Praktis Tentang Kepesertaan dan Pelayanan
Kesehatan yang Diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan Berdasarkan Regulasi
yang Sudah Terbit. Jakarta: BPJS Kesehatan.
Kesehatan, B., 2016. Seputar BPJS Kesehatan. Jakarta: BPJS Kesehatan.
Kesehatan, D., 2015. Buku Pegangan Sosialisasi: Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Khoirunisa, R., 2016. BPJS Kesehatan. [Online]
Available at: http://www.pasienbpjs.com/2016/09/perbedaan-faskes-tingkat-1-
2-dan-3-bpjs.html
[Diakses 14 Maret 2018].
Listiyana, I. & Rustiana, E. R., 2017. Analisis Kepuasan Jaminan Kesehatan Nasional
pada Pengguna BPJS Kesehatan di Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Health, 6(1), pp. 53-58.
Mauldiana, N., Putri As, i. W. & Suparwati, A., 2016. ANALISIS IMPLEMENTASI
INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH(JAMKESDA) KE
DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PROVINSI JAWA
TENGAH. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4,
Nomor 4, pp. 1-10.
MMR, 2017. Universal Health Coverage di Indonesia dan Dampaknya. [Online]
Available at: http://mmr.umy.ac.id/en/universal-health-coverage-di-indonesia-
dan-dampaknya/
[Diakses 07 Maret 2019].
Noya, A., 2016. Alo Dokter. [Online]
Available at: https://www.alodokter.com/kartu-indonesia-sehat-sebagai-wujud-
kepedulian-untuk-rakyat-tidak-mampu
[Diakses 12 Maret 2019].
Nurmala, 2016. EFEKTIVITAS PELAYANAN KARTU INDONESIA SEHAT DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. DR. H. M. ANWAR
MAKKATUTU KABUPATEN BANTAENG. Fakultas Ilmu Sosial.
Universitas Negeri Makassar.
Prihantoro, B., 2018. Detik News. [Online]
Available at: https://news.detik.com/berita/d-4017132/mau-berobat-pakai-
kartu-bpjs-kesehatan-ini-prosedurnya
[Diakses 12 Maret 2019].
Putri, A. E., 2014. Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta:
Friedrich Ebert Stiftung.
Ratnasari, K., 2017. Cejaka.com. [Online]
Available at: https://www.cekaja.com/info/kartu-indonesia-sehat/
[Diakses 12 Maret 2019].
RI, P. K., 2018. Pengertian Universal Health Coverge (UHC). [Online]
Available at: http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/pengertian-
universal-health-coverge-uhc
[Diakses 07 Maret 2019].
Rokom, 2018. Upaya Indonesia Capai Universal Health Coverage di Tahun 2019.
[Online]
Available at: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20180502/4725818/upaya-indonesia-capai-universal-health-coverage-
tahun-2019/
[Diakses 07 Maret 2019].
Rumbold, B. et al., 2017. Universal health coverage, priority setting, and the human
right to health. The Lancet, 390(10095), pp. 712-714.
Shihab, A. N. et al., 2017. National Health Insurance Effects on Inpatient Utilization
in Indonesia. International Journal of Health Sciences & Research, 7(4), pp.
96-106.
SIANTURI, P. A., 2014. Kartu Indonesia Sehat. [Online]
Available at: http://putriartasianturi.blogspot.com/2014/12/kartu-indonesia-
sehat.html
[Diakses 14 March 2019].
SULASTOMO, 2011. SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Jakarta : PT Kompas
Media Nusantara .
Supriyantoro, d. (2013). BAHAN PAPARAN Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional . Jakarta : KEMENTRIAN
KESEHATAN RI .
Tampi, A. G., Kawung, E. J. & Tumiwa, J. W., 2016. Dampak Pelayanan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Terhadap Masyarakat di Kelurahan
Tingkulu. e-journal "Acta Diurna", V(1).
Vandawati, Z., Sabrie, H. Y., Dian, W. & Amalia, R., 2013. ASPEK HUKUM
KARTU INDONESIA SEHAT. Yuridika, Volume 31.
Widada, T., Pramusinto, A. & Lazuardi, L., 2017. Peran Badan Penyelanggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Implikasinya Terhadap Ketahanan
Masyarakat (Studi di RSUD Hasanuddin Damrah Manna, Kabupaten Bengkulu
Selatan, Provinsi Bengkulu). Jurnal Ketahanan Nasional, 23(2), pp. 199-216.
Widjaja, F. F., 2014. Universal Health Converage in Indonesia-the Forgotten
Prevention. Med J Indones, 23(3), pp. 125-126.

Anda mungkin juga menyukai