Anda di halaman 1dari 27

Instrument Pemerintahan

A. Pengertian
Instrumen pemerintah adalah alat atau sarana yang digunakan oleh Pemerintah atau
administrasi negara dalam melaksankan tugasnya. Instrumen pemerintah merupakan bagian
dari instrumen penyelenggaraan negara secara umum (pemerintah dalam arti
luas).peaksana tugas penyelenggaraan negara di Indonesia dilakukan oleh 3 lembaga,yaitu
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Dalam menjalankan tugas tugas pemerintah ,pemerintah atau administrasi negara
melakukan tindakan hukum,dengan menggunakan sarana atau instrumen seperti alat tulois
menulis, sarana transportasi dan komunilasi, gedung gedung perkantoran dan lain lain, yang
terhimpun dalam publik domein atau kepunyaan publik. Pemerintah juga
menggunakanberbagai instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan mengatur dan
menjalankan urusanpemerintahan dan kemasyarakatan seperti peraturan perundang-
undangan, keputusan-keputusan, peraturankebijakan, perizinan, instrumen hukum
keperdataan, dan sebagainya.
Instrumen tersebut diperlukan agar fungsi pemerintahan untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat dapat dilaksanakan secara efektif. Berkenaan dengan struktur
normahukum administrasi negara ini, H. D van Wijk/Willem Konijnenbelt
mengatakan bahwa hukum material mengatur perbuatan manusia. Peraturan, norma
didalam hukum administrasi negara memiliki struktur yang berbeda dibandingkan
dengan struktur norma hukum perdatadan pidana.
Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata negara itu kita menghadapi
bertingkat -tingkatnya norma -norma hukum yang harus kita perhatikan. Lebih lanjut
Indroharto menyebutkan bahwa keseluruhan hukum tata usaha negara dalam
masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari yang sangat umum dan yang sampai
pada norma yang paling individual dan konkret. Kemudian pembentukan norma -norma
hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan oleh pembuat
undang -undang dan badan -badan peradilan saja melainkan juga oleh aparat pemerintah
yang menjabat sebagai tata usaha negara.Pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara di
Negara Indonesia paling tidak dilakukan oleh 3 lembagayaitu eksekutif (pemerintah),
legislatif (DPR), dan yudikatif (MA-MK). Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan
negara, masing-masing organ negara tsb diberikan kewenangan tuk mengeluarkan
instrumenhukumnya.
B. Klasifikasi Instrumen Pemerintah
Pelaksanaan fungsi pemerintahan dapat dilakukan dengan mendayagunakan
instrumen-instrumen pemerintahan. Instrumen-instrumen pemerintahan tersebut
dapat diklasifikasikan :
1. instrumen yuridis, merupakan instrumen yang meliputi peraturan -
perundangan, atau kebijakan-kebijakan lain yang sifatnya otoritas pemerintah.
2. instrumen materiil; merupakan instrumen yang sifatnya bersifat materil.
Seperti pengadaan barang dan jasa, pembiayaan pembangunan, dan
sebagainya.
3. instrumen personil/kepegawaian;merupakan instrumen yang diadakan oleh
pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan pegawai. Selain itu,
pemerintah berhak mengangkat dan memberhentikan pegawai, atau mutasi.
Setiap tahunnya penerimaan pegawai di batasi oleh kuota yang telah ditetapkan
olehpemerintah.
4. instrumen keuangan negara; merupakan instrumen pemerintah guna
mengatur pengeluaran, pemasukan Negara. Dengan memperhitungkan berbagai
kemungkinan terjadinya dampak moneter. Selain itu, instrumen ini juga berkaitan
dengan rancangan anggaran belanja negara, pembiayaan daerah melalui
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Untuk yang pertama, yakni instrumen yuridis memiliki 2 (dua) poin:
a. peraturan perundang-undangan (wet en regeling);
Sehubungan dengan penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai salah
satu instrumen pemerintahan, perlu diperhatikan adanya beberapa tingkatan norma
hukum administrasi yaitu:
1. keseluruhan norma-norma hukum tata usaha Negara
2. pembentukan norma-norma hukum tata usaha Negara dalam masyarakat yang
tidak hanya dapat dilakukan pembuat undang-undang (legislatif) dan badan-badan
keadilan saja, tetapi juga oleh aparat pemerintah dalam hal ini badan atau jabatan
tata usaha Negara.
Dan perlu sobat ketahui bahwa dalam ilmu hukum dikenal empat sifat norma hukum,
yaitu:
 Norma Umum abstrak, misalnya Undang-undang
 Norma Individual konkret, misalnya KTUN (Ketetapan Tata Usaha Negara)
 Norma umum konkret, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
 Norma individual abstrak, seperti misalnya :izin gangguang, izin bangunan, dsb.
B. peraturan kebijaksanaan (beleidsregel)
Merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau
badan administrasi Negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya pada undang-undang.
Ciri-ciri Peraturan Kebijaksanaan menurut Bagir Manan menyebutkan ciri-ciri
peraturan kebijaksanaan sebagai berikut :
1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan.
2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan
tidak dapat diberlakukan pad peraturan kebijaksanaan.
3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang
tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan
peraturan kebijaksanaan tersebut.
4. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.

C. Rencana ( het plan)


Perencanaan dibagi menjadi tiga kategori :
1. Perencanaan informative
2. Perencanaan indikatif
3. Perencanaan operasional atau normative
Perencanaan operasional atau normative diantaranya:
 Perencanaan berdasar waktu : perencanaan jangka panjang, menengah,
pendek.
M . instrumen hukum keperdataan
Penggunaan instrumen hukum perdata merupakan konsekuensi dari paham negara
kesejahteraan, yang menuntut pemerintah untuk mengupayakan kesejahteraan masyarakat.
Dalam memenuhi tuntutan tersebut, organ pemerintah tidak cukup jika hanya menggunakan
instrumen hukum publik, tetapi juga menggunakan instrumen keperdataan terutama guna
mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan terhadap masyarakat.

Good Governement
A. Pengertian
Berasal dari akar kata” govern” yang artinya memerintah/mengendalikan/mengurus.
Secara singkat good governemenrt adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan
hasil hasilnya, semua unsur perintahan bisa bergerak secara sinergis tidak saling berbenturan,
memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari gerakan gerakan anarkis yang dapat
menghambat proses pembngunan.
B. Latar Belakang Good Governement
Istilah good governement muncul diindonesia pasca runtunya rezim orde baru dan bergulirnya
gerakan reformasi pada awal 1990-an.
Pemikiran Good govermance pertama kali dikembangkan oleh lemabaga dana internasional
seperti World Bank, UNDP dan IMF,dalam menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan
yang diberikan kepada negara sasaran bantuan. Karena itu good govermance menjadi isu sentrl
dalam hubungan lembaga lembaga negaran multilateral tersebut dengan negara sasaran.
Jika ditarik lebih jauh lahirnya wacana good govermance berakar dari penyimpangan” yang
terjadi pada prakti pemerintah, Seperti korupsi,kolusi dan nepotisme.
Penyelengaraan urusan publik yang bersifat sentralistis,non partisipatif serta tidak akomodatif
terhadapa kepentingan publik, telah rasa tidak percaya dan bahkan antipati kepada rezim
pemerintahan yng ada. Masyarakat tidak puas dengan kinerja pemerintah yang selama ini
dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Bergamam kekecewaan terhadap
penyelengaraan pemerintahan tersebut melahirkan tuntutan untuk mengembalikan
pemerintahan yang ideal.
C. Unsur unsur Utama good governance
 Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan
mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
 Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya
hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
 Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,
lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan
informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
 Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak
yang berkepentingan.
 Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-
kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur.
 Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.
 Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan
warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal
mungkin.
 Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat
bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya
tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
 Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.

Keseluruhan karakteristik atau prinsip good governance tersebut adalah saling memperkuat
dan saling terkait serta tidak bisa berdiri sendiri. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa terdapat
empat unsur atau prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi publik yang berciri
kepemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut :
Akuntabilitas : Adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung
jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang
ditetapkannya.
Transparansi : Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik
ditingkat pusat maupun daerah.
Keterbukaan : menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan
dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan.
Aturan Hukum : Kepemerintahan yang baik mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang
ditempuh.

Pelayanan Publik

A. Pengertian
Pelayanan publik (public service) adalah produk yang dihasilkan oleh pemerintah kepada
masyarakat. Dalam hubungan pemerintah dengan masyarakat, semakin maju suatu
masyarakat makin meningkat pula kesadaran akan haknya, maka pelayanan publik menjadi
suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pelayanan publik adalah pemenuhan
keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Dalam hal ini negara
didirikan oleh masyarakat (rakyat atau publik) dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarkat.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan publik tersebut meliputi : pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan
usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait
(Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).
a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan;
c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatna dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya
menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 5 ayat
(3) UU Nomor 25 Tahun 2009).

Keterbukaan info publik


Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu
produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30
April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64
pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses
bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa
informasi tertentu.
Undang-Undang ini(Pasal 3 UU nomer 14 tahun 2008 bertujuan untuk

 menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program
kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik;
 mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
 meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan
Badan Publik yang baik;
 mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien,
akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
 mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak;
 mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
 meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas

Peradilan TUN (tata usaha negara)


Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha
Negara[1]. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:


Pengadilan Tata Usaha Negara[1], berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, dengan daerah
hukum meliputi wilayah kabupaten/kota[2]Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara[1],
berkedudukan di ibu kota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah
provinsi[2]Pengadilan Khusus[3]Pengadilan Pajak[3], berkedudukan di ibu kota Negara[4]
Tujuan dibentuknya peradilan tata usaha negara adalah sebagai pengendali yuridis terhadap
tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara, baik secara preventif maupun secara
represif. Secara preventif dimaksudkan adalah untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan
badan/pejabat tata usaha negara yang melawan hukum dan merugikan masyarakat, sedangkan
secara represif ditujukan terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara yang
melawan hukum dan merugikan masyarakat harus dijatuhi sanksi. Selain itu tujuan peradilan
tata usaha negara adalah juga untuk memberikan perlindungan hukum bagi badan/pejabat tata
usaha negara itu sendiri apabila telah bertindak benar sesuai dengan peraturan hukum yang
berlaku.
Akan tetapi tidak semua tindakan pemerintah dapat menjadi kompetensi Peradilan Tata
Usaha Negara. Tindakan pemerintah yang tidak masuk kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
selanjutnya akan menjadi kompetensi Peradilan Umum. Sehubungan dengan itu mengundang
pertanyaan apakah yang menjadi ukuran keabsahan suatu tindakan pemerintah jika
dihubungkan dengan ketentuan Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini menjadi penting bagi
perumusan dan isi suatu keputusan yang akan dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara sehingga keputusan atau tindakan Pejabat Tata Usaha Negara sah secara hukum.
Sejarah
Pada Masa Hindia Belanda, Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal dengan sistem
administratief beroep. Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950,
dikenal tiga cara penyelesaian sengketa administrasi, yaitu:
o Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;
o Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;
o Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN yang penyelesaiannya diserahkan
kepada Pengadilan Perdata atau Badan Khusus.
Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan
bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan
Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa administrasi negara
semakin dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara di mana
disebutkan bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu
perkara/sengketa administrasi berada pada Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah
ditempuh upaya administratif
Dasar hukum penindakan PNS karena melanggar disiplin PNS dan non PNS
Teori memperoleh wewenang

Beberapa pendapat ahli mengenai kewenangan dan wewenang dan sumber-sumber


kewenangan sangatlah beragam, ada yang mengaitkan kewenangan dengan kekuasaan dan
membedakannya serta membedakan antara atribusi, delegasi dan mandat.Menurut Prajudi
Atmosudirjo, kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal
dari kekuasaan legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari kekuasaan
eksekutif/administratif. Kewenangan merupakan kekuasaan terhadap segolongan orang-orang
tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan
wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat
wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum
public.
Indroharto, mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan
mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut : Wewenang yang diperoleh secara
atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah
yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan
atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif
kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya
sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru
maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.
Philipus M. Hadjon, mengatakan bahwa setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus
bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu
atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian
kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat
adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan. Kemudian Philipus M Hadjon pada dasarnya
membuat perbedaan antara delegasi dan mandat. Dalam hal delegasi mengenai prosedur
pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang
lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat
beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi, kecuali
setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas ”contrarius actus”. Artinya, setiap
perobahan, pencabutan suatu peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh
pejabat yang menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf
atau yang lebih tinggi. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan
bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi
mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan
itu.
S.F.Marbun, menyebutkan wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu
tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh
undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Wewenang itu
dapat mempengaruhi terhadap pergaulan hukum, setelah dinyatakan dengan tegas wewenang
tersebut sah, baru kemudian tindak pemerintahan mendapat kekuasaan hukum (rechtskracht).
Pengertian wewenang itu sendiri akan berkaitan dengan kekuasaan.
Bagir Manan, menyatakan dalam Hukum Tata Negara, kekuasaan menggambarkan hak untuk
berbuat atau tidak berbuat. Wewenang mengandung arti hak dan kewajiban. Hak berisi
kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain
untuk melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan tertentu Dalam hukum administrasi negara wewenang pemerintahan
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui caracara yaitu atribusi,
delegasi dan mandat.
Atribusi terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi kewenangan dalam peraturan
perundangundangan adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-
undangan yang pada puncaknya diberikan oleh UUD 1945 atau UU kepada suatu lembaga
negara atau pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan
atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru.
Legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan dibedakan :
Original legislator, dalam hal ini di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk Undangundang
Dasar dan DPR bersama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undangundang. Dalam
kaitannya dengan kepentingan daerah, oleh konstitusi diatur dengan melibatkan DPD. Di tingkat
daerah yaitu DPRD dan pemerintah daerah yang menghasilkan Peraturan Daerah. Misal, UUD
1945 sesudah perubahan, dalam Pasal 5 ayat (2) memberikan kewenangan kepada Presiden
dalam menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undangundang sebagaimana
mestinya. Dalam Pasal 22 ayat (1), UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk
membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti UU jika terjadi kepentingan yang memaksa.
Delegated legislator, dalam hal ini seperti presiden yang berdasarkan suatu undang-undang
mengeluarkan peraturan pemerintah, yaitu diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan
kepada badan atau jabatan tata usaha negara tertentu. Misal, Dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 9 Tahun 2003, tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pasal 12 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di
lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah atau jabatan fungsional
yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pengertian pejabat pembina kepegawaian pusat adalah
Menteri.
Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau
jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif
kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh
adanya suatu atribusi wewenang. Misal, dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Pasal 93 (1) Pejabat struktural
eselon I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2)
Pejabat struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang
bersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat diangkat dan diberhentikan oleh
Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri yang bersangkutan.
Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara, berbeda dengan pengertian
mandataris dalam konstruksi mandataris menurut penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan.
Menurut penjelasan UUD 1945 Presiden yang diangkat oleh MPR, tunduk dan bertanggung
jawab kepada Majelis. Presiden adalah mandataris dari MPR, dan wajib menjalankan putusan
MPR. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam Hukum
Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk melaksanakan atasan,
kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak terjadi
peralihan tanggung jawab. Berdasarkan uraian tersebut, apabila wewenang yang diperoleh
organ pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-
undangan, yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan.
Penerima dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada
dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan
sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris)

Contoh : ketika Bupati mengadakan Haji/umroh, mendeelgasikan wakil bupati untuk


melaksanakan semua kewenangan yang dimiliki Bupati (delegasi)
Contoh : Dosen pengampu memberi mandat pada asistennya untuk mengadakan ujian, tetap
yang berwenang memberi nilai tetap dosen bukan asistennya.(mandat)
Contoh: pemberian kewenangan dari Kepala Daerah kepada Kepala
Dinas atau Camat dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat (atribusi)

Welflare state
Negara kesejahteraan adalah konsep pemerintahan ketika negara mengambil peran penting
dalam perlindungan dan pengutamaan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya.
Konsep ini didasarkan pada prinsip kesetaraan kesempatan, distribusi kekayaan yang setara, dan
tanggung jawab masyarakat kepada orang-orang yang tidak mampu memenuhi persyaratan
minimal untuk menjalani kehidupan yang layak. Istilah ini secara umum bisa mencakup berbagai
macam organisasi ekonomi dan sosial.
Social justice
Social Justice (Keadilan Sosial) sebagai salah satu dasar Negara (sila kelima Pancasila)
digambarkan dalam 3 bentuk keadilan social yang meliputi keadilan ekonomi, kesejahteraan
rakyat dan keadilan yang diinsafi (disadari) oleh mayoritas rakyat yang dapat berkembang.
Social.Prosperity
Istilah kesejahteraan erat kaitannya dengan tujuan Negara Indonesia. Negara didirikan,
dipertahankan dan dikembangkan untuk kepentingan seluruh rakyat yaitu untuk manjamin dan
memajukan kesejahteraan umum. Hal ini secara nyata dituangkan dalam pembukaan UUD 1945
yang berbunyi:
”kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesa yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia”.
Dengan melihat pembukaan UUD 1945 diatas dapat dikemukakan bahwa tujuan Negara
Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh
karenanya Negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya.
Sebagaimana dinyatakan oleh Aristoteles bahwa Negara dibentuk untuk menyelenggarakan
hidup yang baik bagi semua warganya .
Namun demikian, kesejahteraan umum (keadilan sosial) sebagai tujuan Negara bukan berarti
kewajiban Negara untuk menciptakan kesejahteraan seluruh rakyat, sehingga rakyat tidak
berupaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri, akan tetapi rakyat mempunyai
hak dan kewajiban untuk mencapai kesejahteraannya. Negara hanya bertugas untuk
menciptakan suasana atau keadaan yang memungkinkan rakyat dapat menikmati hak-haknya
sebagai warga Negara dan mencapai kesejahteraan mereka semaksimal mungkin. Dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan tersebut komponen utama yang harus dipenuhi adalah adanya
kepastian hukum dan tersedianya barang dan jasa kebutuhan hidup bagi semua warga Negara.
SENGKETA KEPEGAWAIAN
Upaya Administratif[3]

Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan
hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua
bentuk:
a. Keberatan
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan sendiri oleh Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.

b. Banding Administratif
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi atasan atau
instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata
Usaha Negara, yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan

Anda mungkin juga menyukai