Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUM


DENGAN SECTIO CAESAREA

OLEH :

KELOMPOK 10

1. Ni Luh Ayu Deviana Sari Budaya (17C10052 )

2. Ni Wayan Sariningsih (17C10053 )

3. Made Mega Ayunda Sari (17C10054 )

4. Kadek Yuni Dwitri Azhari (17C10055 )

5. Kadek Sri Handayani (17C10056)

SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan keperawatan
teori Ibu Hamil Pada Kehamilan Trimester III ini tepat pada waktunya. Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas I serta
meningkatkan pemahaman tentang Asuhan keperawatan teori Pada post partum.

Makalah ini kami sajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga
dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dalam menyusun
makalah ini, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen pengampu
mata kuliah Maternitas I yang telah membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini. Dan juga teman-teman kelompok yang telah bekerjasama dari awal
sampai terselesaikannnya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Denpasar, 25 oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER

Kata Pegantar ............................................................................................................ ii

Daftar isi .................................................................................................................... iii

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA

A. Pengertian………………………………………………………..…… 1
B. Etiologi……………………………………………………………..… 2
C. Patofisiologi dan Pathway…………………………………………….. 3
D. Tujuan Sectio Caesarea………………………………………………... 4
E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)…………………………… 4
F. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria………………………………. 6
G. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang……………………………………7
H. Penatalaksanaan……………………………………………………….. 7
I. Komplikasi Section Caesaria………………………………………….. 9
J. Definisi Puerperium/ Nifas…………………………………………… 10
K. Periode Masa Nifas……………………………………………………. 10
L. Adaptasi Fisiologis Post Partum………………………………………. 11

BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian……………………………………………………………. 19
B. Diagnosa keperawatan………………………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUM DENGAN
SECTIO CAESARIA

A. Pengertian
Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau
biasa disebut juga dengan seksio sesarea (disingkat SC) adalah suatu persalinan
buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut
dandinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di
atas2500 gram.Operasi bedah caesar tidak dapat dilaksanakan jika belum
terdapatpersetujuan dari pasien atau anggota keluarganya mengenai tindakan
pembedahantersebut.Dokter (rumah sakit) tidak dapat melakukan tindakan
medis berupaoperasi hanya berdasarkan transaksi terapeutik (perjanjian
terapeutik). Perjanjianterapeutik merupakan perjanjian yang dilakukan antara
dokter dan pasien untuktindakan medis yang akan dilakukan. Perjanjian
terapeutik adalah persetujuanyang terjadi antara dokter dengan pasien yang
bukan di bidang pengobatan sajatetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostik,
preventif, rehabilitatif, maupunpromotif.
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2009).Sectio caesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim.(Mochtar, 2009).Sectio Caesaria adalah
tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yan g utuh (Gulardi &Wiknjosastro,
2009)

4
B. Etiologi
Indikasi Ibu
1. Panggul sempit absolute
2. Placenta previa
3. Ruptura uteri mengancam
4. Partus Lama
5. Partus Tak Maju
6. Pre eklampsia, dan Hipertensi

Indikasi Kelainan Letak Janin


a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara
yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak
lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih
dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar.
c. Gawat Janin
d. Janin Besar

Kontra Indikasi dilakukanya SC


a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat

5
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.

Pahtway Terlampir

6
D. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.

E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri y a n g m e m p u n ya i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n
janin lebih c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi
kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan dari
cara ini adalahinfeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan
berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengankelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka
dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan
kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki
kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga
mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung
kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis

7
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm. berikut adalah Kelebihanya :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada
luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun.Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik.Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

8
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria


Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2009),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-
800ml

9
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

G. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet

10
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai
indikasi

11
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.(Manuaba, 2010)

I. Komplikasi Section Caesaria


1. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
sering kita jumpai pada partus terlantar dimana

12
sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban
yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila reperitonalisasi terlalu tinggi. Suatu komplikasi yang baru
kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik

J. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS


Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6- 8 minggu (Moctar, 2009).
Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi,
2009)

K. Periode Masa Nifas


1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telh di perbolehkan berdiri dan
berjalan jalan.
2. Pueperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genetalis yang
lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi

13
L. Adaptasi Fisiologis Post Partum
1. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai
keadaan seperti sebelum hamil.

Proses involusi terjadi karena adanya:

1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh


karena adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih
panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa
hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran
jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal
yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan.

2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot


setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang
pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan
isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan
terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot
kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih
kecil.

3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi


pada jaringan otot uterus.

Involusi pada alat kandungan meliputi:

1) Uterus

14
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi dan retraksi otot-ototnya.

Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan


Diameter Bekas
Berat Keadaan
Involusi TFU Melekat
Uterus Cervix
Plasenta

Setelah plasenta lahir Sepusat 1000 gr 12,5 Lembik

1 minggu

Pertengahan 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui


pusat 2 jari
2 minggu
symphisis
Dapat
350 gr 5 cm
Tak teraba dimasuki
6 minggu 1 jari

50 gr 2,5 cm
Sebesar hamil 2
minggu

8 minggu

Normal 30 gr

2) Involusi tempat plasenta

15
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.

3) Perubahan pembuluh darah rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar,


tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.

4) Perubahan pada cervix dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi
ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina
yang sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang
normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai nampak kembali.

5) After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules)

disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan.


Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu
mengganggu analgesik

6) Lochia

Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam
masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah
menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.

16
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu
lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks
kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari
pertama sampai hari ketiga.

1. Lochea rubra (cruenta)


Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
caseosa, lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca
persalinan.
3. Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca
persalinan.
4. Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu.
5. Lochea purulenta
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk

7) Lacheostatis

Lochea tidak lancar keluarnya.

Dinding perut dan peritonium

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,


biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis
yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur
mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi

17
retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan
kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan

8) Sistim Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk
mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan
pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan diuresis
yang menyebabkan volume plasma menurun secara cepat pada kondisi
normal. Keadaan ini terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran.
Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan progesteron
membantu mengurangi retensi cairan sehubungan dengan penambahan
vaskularisasi jaringan selama kehamilan
9) Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume
darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini
terjadi pada hari pertama post partum

10) System Hormonal

1) Oxytoxin

Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi


pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi
oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi
untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan
plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk
menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna
keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu.
Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan

18
hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan
perubahan fisiologis pada ibu nifas.

2) Prolaktin

Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh


glandula hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan
merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin
terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang
tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post
partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar
hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan
pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal,
perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi

3) Laktasi

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air


susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang
terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg
baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan
ibunya sendiri.

Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang


pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesteron merangsang
pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem LTH.
Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang
laktasi.

Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang


pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah reflek yang

19
ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi.
Rangsang ini menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang
menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.

Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat,
keluarlah cairan puting dari puting susu.

Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %,
gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %.

Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan.
Benyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta
makanan yang dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983)

2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3
tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini
terjadi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini
dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal
yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan
menciptakan hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada

20
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air
besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil
tanggung jawab terhadap bayi.
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan
kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka
sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut
dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post part

21
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
(Plasenta previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan

22
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh
9) Seksualitas
10) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Menyusui tidak efektif b/d kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang benar
2) Gangguan rasa nyaman nyeri akut b/d agen injuri fisik (luka insisi
operasi)
3) Resiko tinggi infeksi b/d luka insisi operasi
4) Resiko tinggi kekurangan cairan b/d pembatasan cairan per oral
5) Resiko aspirasi b/d penurunan suplai O2 dan sirkulasi
6) Intoleransi aktivitas b/d pasien mengalami bedrest
7) Defisit perawatan diri b/d. kelelahan setelah proses melahirkan

23
NO DIAGNOSA Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi Rasional
DX KEPERAWATAN
1 8) Menyusui tidak efektif Setelah diberikan tindakan 1. Mengkaji keadaan payudara 1.Mengidentifikasi dan
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam klien mengintervensi dini dapat
dengan kurangnya klien menunjukkan respon 2. Demonstrasikan breast care dan mencegah terjadinya luka
pengetahuan ibu tentang cara breast feeding adekuat dengan pantau kemampuan klien untuk atau pecah puting pada
menyusui yang benar indikator: melakukan secara teratur klien
1. klien mengungkapkan 3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI 2.Membantu
puas dengan kebutuhan dengan benar, cara menyimpan, meningkatkan
untuk menyusui cara transportasi sehingga bisa kenyamanan pada
2. klien mampu diterima oleh bayi ibu,mengurangi
mendemonstrasikan 4. Berikan dukungan dan semangat bengkak,dan sumbatan
perawatan payudara pada ibu untuk melaksanakan ASI
pemberian Asi eksklusif 3.Membantu menjamin
5. Diskusikan tentang sumber- suplai susu adekuat
sumber yang dapat 4.ASI eksklusif
memberikan informasi/member mempunyai efek positif
ikan pelayanan KIA pada ibu untuk
meningkatkan ikatan
dengan bayi
5.meningkatkan
pengetahuan klien

24
terhadap KIA

2 Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan asuhan Pain Management 1. Untuk mengukur
b.d agen injuri fisik (luka keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri tingakat kemampuan
insisi operasi) diharapkan nteri berkurang secara komprehensif termasuk klien berkativitas dan
dengan indicator: lokasi, karakteristik, durasi, menentukan intervensi
Pain Level, frekuensi, kualitas dan faktor yang tepat
Pain control, presipitasi 2. Aktivitas memberikan
Comfort level 2. Observasi reaksi nonverbal dari dampak yang
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan signifikan pada
(tahu penyebab nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi kondisi luka
mampu menggunakan terapeutik untuk mengetahui 3. Kondisi pasca operasi
tehnik nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien dan pasca anastesi
untuk mengurangi nyeri, 4. Kaji kultur yang mempengaruhi memberikan
mencari bantuan) respon nyeri kelemahan fisik dan
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri perlunya diberikan
berkurang dengan masa lampau batuan untuk
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien dan tim memenuhi kebutuhna
nyeri kesehatan lain tentang sehari hari
3. Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri 4. Memenuhi kebutuhan

25
(skala, intensitas, frekuensi masa lampau ADL
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga untuk 5. Identifiksi keefektifan
4. Menyatakan rasa nyaman mencari dan menemukan intervensi yang telah
setelah nyeri berkurang dukungan diberikan
5. Tanda vital dalam rentang 8. Kontrol lingkungan yang dapat
normal mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter

26
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

3 Resiko tinggi infeksi Tujuan: Setelah diberikan 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor 1. Kondisi dasar seperti
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 3 x risiko yang ada sebelumnya. Catat diabetes atau hemoragi
trauma jaringan / luka 24 jam diharapkan klien tidak waktu pecah ketuban menimbulakan
kering bekas operasi. mengalami infeksi dengan potensial resiko infeksi
kriteria hasil: atau penyembuhan
1. Tidak terjadi tanda - tanda luka yag buruk. Pecah
infeksi (kalor, rubor, ketuban yg terjadi
dolor, tumor, fungsio sebelum pembedahan
laesea) 24 jam dapat
2. Suhu dan nadi dalam batas menimbukan
normal ( suhu = 36,5 - koriamnionitis
37,50 C, frekuensi nadi = sebelum intervensi
60 -100x/ menit) 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, bedah dan dapat
3. WBC dalam batas normal rubor, dolor, tumor, fungsio laesa) mempengaruhi proses
(4,10-10,9 10^3 / uL) penyembuhan luka.
3. Lakukan perawatan luka dengan 2. Mengetahui secara
teknik aseptic dini terjadinya infeksi

27
sehingga dapa
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap dilakukan pemilihan
eksudat / rembesan. Lepaskan intervensi secara tepat
balutan sesuai indikasi dan cepat
3. Meminimalisir adanya
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk konaminasi pada luka
mencuci tangan sebelum / sesudah yang dapat
menyentuh luka menimbulkan infeksi
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan 4. Balutan steil menutupi
pemeriksaan laboratorium jumlah luka dan melindungi
WBC / sel darah putih luka dari cedera atau
kontaminasi. rembesan
dapat menandakan
terjadinya hematoma
yang memerlukan
intervensi lanjut
5. Cuci tangan
menurunkan resiko
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb terjadinya infeksi
dan Ht. Catat perkiraan kehilangan nosokomial
darah selama prosedur pembedahan

28
6. Peningkatan suhu, nadi
8. Kolaborasi penggunaan antibiotik dan WBC merupakan
sesuai indikasi salah satu data
penunjang yang dapat
mengidentifikasi
adanya bakteri di
dalam darah. Proses
tubuh untuk melawan
bakteri akan
memproduksi panas
dan frekuensi nadi. Sel
darah putih akan
meningkat sebagai
kompensasi untuk
melawan bakteri di
dalam tubuh
7. Resiko infeksi pasca
melahirkan dan proses
penyembuhan akan
buruk bila kada Hb
rendah danterjadinya
kehilangan darah

29
berlebih
8. Antibiotic dapat
menghambat proses
infeksi
4 Resiko tinggi kekurangan Tujuan: Setelah diberikan Fluid Management 1.Mengetahui dengan
cairan b/d pembatasan cairan asuhan keperawatan selama 3 x 1. Monitor status hidrasi cepat penyimpangan dari
peroral 24 jam diharapkan klien mampu 2. Monitor vital sign keadaan normal
memenuhi cairan tubuh dengan 3. Pertahankan catatn intake dan 2.Mengetahui keadaan
kriteria hasil : output yang akurat umum pasien
1. Mempertahankan urine 4. Berikan cairan IV pada suhu 3.Mempertahankan
output bsesuai dengan ruangan balance cairan dalam
usia dan BB, BJ Urine 5. Dorong masukan oral dan tubuh
normal, HT normal anjurkan klien untuk banyak 4.Memenuhi kebutuan
2. Tanda-tanda vital dalam minum cairan klien
rentang normal 5.Menambah volume
3. Tidak ada tanda cairan klien
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan

30
5 Resiko aspirasi b/d Tujuan: Setelah diberikan Aspiration Precaution 1.Mengetahui keadaan
penurunan suplai O2 dan asuhan keperawatan selama 3 x 1. Monitor tingkat kesadaran, umum pasien
sirkulasi 24 jam diharapkan klien mampu reflex batuk, dan kemampuan 2.menurunkan resiko
menelan dengan baik dengan menelan aspirasi
kriteria hasil 2. Bebaskan jalan nafas dengan 3.Memudahkan dan
1. Pasien dapat bernafas mengatur posisi kepala ekstensi meningkatkan aliran
dengan mudah 3. Lakukan suction jika diperlukan sekret dan mencegah
2. Pasien mampu 4. Kolaborasi pdalam pemberian lidah jatuh yang
mengunyah, menelan, obat pengencer menyumbat jalan nafas
tanpa terjadi aspirasi, sekresi(mukolitik) 4.memaksimalkan
dan mampu melakukan 5. Menyarankan untuk memotong fungsi pernapasan
oral hygine makanan kecil-kecil 5.proses menelan lebih
3. Jalan nafas paten, mudah
mudah bernafas, tidak
merasa tercekik, dan
tidak ada suara nafas
abnormal
6 Intoleransi aktivitas b/d Tujuan: Setelah diberikan Activity Therapy 1.Mengurangi aktivitas
pasien mengalami bedrest asuhan keperawatan selama 3 x 1. Bantu klien untuk yang tidak diperlukan
24 jam diharapkan klien mampu mengidentifikasi aktivitas yang dan energi terkumpul
elakukan aktivitas secara mampu dilakukan dapat digunakan untuk
normal dengan kriteria hasil : 2. Berikan latihan aktivitas secara aktivitas seperlunya

31
1. Berpartisipasi dalam bertahap secara optimal
aktivitas fisik tanpa 3. Bantu klien dalam memenuhi 2.Menghemat tenaga
disertai peningkatan kebutuhan namun tujuan yang
tekanan darah, nadi, dan 4. Monitor respon fisik tepat,mobilisasi dini
RR 3.Mengurangi
2. Mampu melakukan pemakaian energi
ADL secara normal 4.Menjaga
3. Tanda-tanda vital dalam kemungkinan respon
rentang normal abnormal dari tubuh

32
Defisit perawatan diri Tujuan setelah di berikan
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 3 x 1. Kaji tingkat kemapuan klien untuk 1. Mencegah kondisi
kelemahan fisik akibat 24 jam di harapkan klien merawat diri klien lebih buruk
tindakan anatesi dan mampu memenuhi kebutuhan 2. Aktifitas merangsang
pembedahan perawatan dirinya dengan aktivitas vaskularisai
kriteria hasil: dan luka post operasi
1. Klien terlihat bersih dan 2. Kaji pengaruh aktifitas kondisi luka 3. Menginstirahatkan
terawatt dan kondisi tubuh umum klien secara optimal.
2. Klien dapat memenuhi 3. Bantu klien untuk memenuhi
kebutuhan perawatanya kebutuhan aktifitas sehari hari 4. Mengoptimalkan
secara mandiri 4. Bantu klien untuk melakukan kondisi klien, pada
tindakan sesuai dengan tingkat abortus iminens,
kemampuan atau kondisi klien istirahat mutlak sangan
5. Evaluasi perkembangan kondisi diperlukan
klien melakukan aktifitas
6. Kaji tingkat kemapuan klien untuk 5. Menilai kondisi umum
merawat diri klien
7. Kaji pengaruh aktifitas kondisi luka
dan kondisi tunuh umum
6. Mencegah kondisi
8. Bantu klien untuk memenuhi
klien lebih buruk
kebutuhan aktifitas sehari hari
7. Aktifitas merangsang
9. Bantu klien untuk melakukan

33
tindakan sesuai dengan tingkat aktivitas vaskularisai
kemampuan atau kondisi klien dan luka post operasi
10. Evaluasi perkembangan kondisi 8. Menginstirahatkan
klien melakukan aktifitas klien secara optimal.

9. Mengoptimalkan
kondisi klien, pada
abortus iminens,
istirahat mutlak sangan
diperlukan

10. Menilai kondisi umum


klien

34
ETIOLOGI SC

TINDAKAN SC

Post Anastesi Pembatasan Luka Post Operasi


Adaptasi Post Partum
cairan oral

Penuran saraf Simpatis


Kekurangan
volume cairan Jaringan Jaringan terbuka
Psikologis Fisiologis
Kondisi Diri menurun terputus

Proteksi kurang
Ketidakmampuan Miksi Merangsang area
Laktasi Uterus
sensorik

Progesteron dan Kontraksi Uterus Invasi bakteri


Nyeri
estrogen menurun

Resiko infeksi
Prolaktin Meningkat Adekuat Tidak Adekuat

Pelepasan Desi Dua Atonia Uretri


Pertumbuhan Kelenjar
susu terangsang

35
Lochea
Isapaan bayi
Perdarahan

Oksitosin meningkat
Anemia

Ejeksi ASI
HbO2 Menurun

Metabolisme Anaerob
Adekuat Tidak Adekuat

Asam Laktat meningkat


ASI keluar ASI tidak Keluar

Inefektif laktasi Suplai O2 ke


Efektif Laktasi Kelelahan
jaringan menurun
Menyusui Tidak Efektif Bed Rest
Intoleransi Aktivitas

Resiko
Aspirasi
Defisit Perawatan Diri

36
DAFTAR PUSTAKA

Andriani,Dian Septiani.2010.LP Post Partum. https://www.scribd.com/doc/98167262/LP-Post-Partum. Diakses pada tanggal 25


Oktober 2019.

Bisandoro,Stensia.2010. LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM.


https://www.academia.edu/33291978/LAPORAN_PENDAHULUAN_POST_PARTUM. Diakses pada tanggal 25 oktober
2019.

Geny.2009.WOC Post op SC.DOC. https://www.scribd.com/doc/261083374/WOC-Post-op-SC-DOC. Diakses pada tanggal 25


Oktober 2019.

37

Anda mungkin juga menyukai