Anda di halaman 1dari 2

Pembahasan

1. Pemeriksaan spirometri
Spirometri merupakan suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik paru, dinding
dada dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara yangdihembuskan dari
kapasitas paru total (TLC) ke volume residu.(Soewarno, 2017)
Pada praktikum kali ini akan dolakukan pemeriksaan gangguan pada paru paru menggunakan
spirometer. Evaluasi pemeriksaan fungsi / faal paru sangat bermanfaaat karena penyakit paru
sering terdeteksi melalui pemeriksaan faal paru sebelum onset gejala dan tanda penyakit itu
muncul.(Soewarno,2017) Gangguan paru diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak anatomis,
sifat kronik penyakit, perubahan struktur serta fungsi dan sesuai dengan disfungsi ventilasi akan
dibagi menjadi Gangguan Paru Obstruktif dan Gangguan Paru Restriktif.(Lasut, 2016)
Sebelum dilakukan pemeriksaan,probandus atau pasien harus memenuhi syarat untuk dilakukan
pemeriksaan spirometer diantaranya:
1. Tidak merokok selama 4 jam sebelum pemerisaan
2. Tidak melakukan aktifitas fisik sebelum pemeriksaan
3. Tidak makan terlalu banyak selama 2 jam sebelum pemeriksaan
4. Tidak mengonsumsi alkohol selama 4 jam sebelum pemeriksaan
Setelah semua syarat dapat terpenuhi maka pemeriksa menanyakan kesanggupan probandus atau
pasien untuk di periksa. Setelah probandus atau lasien setuju maka pemeriksaan dapat dilakukan.
Pemeriksaan dilakukan dua kali yaitu pemeriksaan SVC ( slow Vital Calacity) dan FVC ( Force
Vital Capacity). Untuk SVC tahap pertama yang dilakukan adalah bernafas biasa 3-4 kali atau
sampai terdengar suara "beeb" kemudian melakukan ekspirasi maksimal lalu inspirasi maksimal
kemudian ekspirasi maksimal kembali. Setelah itu kembali bernafas biasa sampai spirometer di
matikan. Sedangkan untuk FVC pertama yanh dilakukan adalah bermafas biasa 3-4 kali lalu
langsung inspirasi maksimal secara perlahan kemudian ekspirasi maksimal secara cepat lalu
inspirasi maksimal secara cepat setelah itu tahan sampai spirometer dimatikan. Keduanya
dilakukan menggunakan spirometer dan setelah dilakukan pemeriksaan akan keluar hasil berupa
cetakan rekaman frekuensi pernafasan orang yang diperiksa.
Hasilnya jika FVC kurang dari 80 maka diduga ada gangguan restriktif (gangguan pada paru
paru) dan jika hasil FEV 1% kurang dari 70 maka diduga terjadi gangguan obstiktif (gangguan
pada saluran pernafasan). Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil bahwa untuk FVC kurang dari
80 dan FEV 1% lebih dari 70. Maka dapat disimpulkan bahwa probandus atau lasien terjadi
gangguan pada paru parunya (restriktif).
2. Pemeriksaan termoregulasi
Suhu tubuh merupakan perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan
jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus, dimana
hipotalamus anterior mengontrol pelepasan panas, dan hipotalamus posterior mengontrol
produksi panas. (Darwis, 2018)
Perbedaan dan perubahan suhu tubuh merupakan proses alamiah yang diperlukan untuk
mempertahankan homoestasis. Pada manusia, suhu tubuh terdiri dua jenis yaitu suhu inti (Core
Temperature/Tc) yang menggambarkan suhu dari jaringan tubuh dalam, dan suhu kulit (Skin
Temperature).Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh antara lain latihan
(exercise), suhu lingkungan, variasi diurnal, umur, jenis kelamin, hormon tiroid,kelembapan
udara, obat-obatan, kafein, merokok, obesitas, stres, asupan makanan, dan alkohol.(Darwis,
2018)
Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengukuran suhu tubuh yang dilakukan dengan
menggunakan termometer secara peroral (mulut) dan peraksila (ketiak). Untuk yang peroral
dilakukan selama 5 menit kemudian diukur suhunya dan catat hasilnya kemudian berilah
probandus air es untuk diminum kemudian ukur kembali suhunya selama 5 menit. Untuk yang
peraksila dilakukan pengukuran selama 10 menit kemudian catat hasilnya.
Dari praktikum ini didapatkan hasil bahwa pada saat peroral sebelum minum es adalah 37 C dan
sesudah minum air es adalah 36,9 C. Sedangkan untuk yang peraksila adalah 37,4 C. Perbedaan
suhu ini terjadi karena faktor suasan lingkunhan yang terjadi pada mulut saat sebelum diberi
minum air es dan sesudahnya. Serta pengaruh untuk yang peraksial memiliki suhu lebih tinggi
dibandingkan di mulut / peroral.

Soewarno, S.A. and Annisa, Y., 2017. Kesesuaian Pemeriksaan Spirometri Dan Foto Thorax
Posteroanterior Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis Berdasarkan Analisis kesepakatan
Kappa Cohen Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. SAINTEKS, 13(1).
Lasut, D.V., Marpaung, E. and Sengkey, L.S., 2016. Gambaran Hasil Spirometri Pada Pasien
Dengan Gangguan Paru di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado.
Jurnal Kedokteran Klinik, 1(1), pp.104-108.
Darwis, I.D., BASYAR, E. and ADRIANTO, A., 2018. KESESUAIAN TERMOMETER
DIGITAL DENGAN TERMOMETER AIR RAKSA DALAM MENGUKUR SUHU AKSILA
PADA DEWASA MUDA (Studi Observasional pada Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan
Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang) (Doctoral dissertation,
Faculty of Medicine).

Anda mungkin juga menyukai