Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi. Dalam setiap komunikasi manusia
saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun
emosi secara langsung. Bersamaan dengan gencarnya arus globalisasi, bahasa juga menempati
posisi penting dalam komunikasi. Hubungan antar negara semakin dianggap penting dalam dunia
Internasional saat ini. Hal ini mengakibatkan timbulnya interaksi antar negara, antar bangsa, dan
antar etnis dengan bahasa berbeda. Proses komunikasi diantara individu dengan bahasa berbeda,
atau kontak yang terjadi pada masyarakat bilingualisme menyebabkan terjadinya sebuah kontak
bahasa. Melalui kontak bahasa ini kemudian muncul lah perubahan-perubahan yang terjadi pada
bahasa itu sendiri. Perubahan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode, di mana sesuai dengan
sifatnya yang dinamis, dan sebagai akibat persentuhan dengan kode-kode lain, menyebabkan
bahasa itu bisa berubah.

Karena arus globalisasi ini juga, muncul fenomena-fenomena kebahasaan lainnya,


diantaranya, pergeseran dan pemertahanan bahasa. Pergeseran bahasa ini menyangkut masalah
mobilitas penutur, di mana sebagai akibat dari perpindahan penutur atau para penutur itu dapat
menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa. Penutur yang sebelumnya menggunakan bahasa ibu
kemudian menjadi tidak menggunakannya lagi karena adanya pergeseran ini. Sedangkan
pemertahan bahasa lebih menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk
tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa-bahasa lainnya. Pada kesempatan kali
ini, makalah ini akan mengupas bagaimana bentuk perubahan terhadap bahasa, faktor penyebab
terjadinya perubahan bahasa, bagaimana terjadinya pergeseran bahasa serta pemertahanan bahasa.

1
BAB II

PERUBAHAN, PERGESEAN DAN PEMERTAHANAN BAHASA

A. Perubahan Bahasa

Bahasa memiliki sifat yang dinamis dan cenderung mengalami perubahan. Bahasa itu
hidup dan terus bergerak dan berkembang sepanjang waktu. Perubahan terhadap bahasa
merupakan hal yang sulit dihindari. Sebab, perubahan itu sudah menjadi sifat hakiki bahasa yang
berlangsung dalam masa waktu yang relatif lama. Sehingga tidak mungkin dapat diamati dalam
rentang waktu yang relatif terbatas. Perubahan disini ialah berubahnya sebagian struktur atau
sistem bahasa baik karena aspek internal maupun eksternal. Perubahan-perubahan yang terjadi
biasanya dialami oleh bahasa-bahasa yang mempunyai tradisi tulis. Perubahan terhadap bahasa
tulis mudah ditelusuri karena memiliki dokumen-dokumen tertulis sejak awal perkembangannya,
seperti bahasa Inggris, Indonesia, Arab dan lain sebagainya.

Meskipun perubahan terhadap bahasa itu telah terjadi, namun bagaimana proses perubahan
itu terjadi adalah tidak dapat diamati. Hal ini karena perubahan itu tidak terjadi pada satu titik
waktu tertentu, melainkan merupakan sebuah proses yang panjang. Misalnya proses penamaan
bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia. Secara formal orang mengatakan perubahan status nama
bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia, dalam sejarah terbentuknya bahasa Indonesia, adalah
pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu pada saat berlangsungnya Kongres Pemuda. Namun, secara
fisik kita tidak bisa melihat adanya perbedaan antara bahasa yang digunakan sehari sebelum
kongres diadakan dengan sehari sesudah kongres dilaksanakan. Perubahan dari bahasa Melayu ke
bahasa Indonesia secara fisik baru terasa dan dapat dilihat jauh setelah kongres itu berlangsung.
Saat ini kita dapat dengan mudah melihat perbedaan itu.1

Wardhaugth (Chaer dan Agustina: 2014) membedakan adanya dua macam perubahan
bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal.2 Perubahan internal terjadi dari dalam
bahasa karena kebutuhan bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem fonologi, sistem morfologi,
atau sistem sintaksis. Perubahan internal ini lebih lanjut seperti yang dikatakan oleh Ferdinand de

1
Abdul Chaer dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik: Perkenalan awal. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Hlm. 136
2
Ibid. Hlm. 142

2
Saussure dan Blomfield, terjadi karena sebab perbedaan struktur melalui proses yang sangat lama.
Sedangkan perubahan eksternal terjadi sebagai akibat adanya pengaruh dari luar, seperti
peminjaman atau penyerapan kosakata dari bahasa lain. Selain itu perubahan eksternal juga bisa
terjadi karena kontak suatu bahasa dengan bahasa lain, dimana kontak bahasa ini dapat terjadi
dalam aktivitas sehari-hari manusia dengan berbagai kepentingannya seperti kepentingan
ekonomi, politik, penyebaran agama, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, dan
sebagainya. Berbagai kepentingan tersebut telah menyebabkan adanya pertemuan dan interaksi,
baik antarbangsa maupun antaretnik, sehingga mengakibatkan bahasa yang dipakai sebagai alat
komunikasi saling mempengaruhi.3

Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, apakah kaidah itu
direvisi, dihilangkan, atau munculnya kaidah baru; dan semuanya itu dapat terjadi pada setiap
tatanan linguistik, seperti fonologi, sintaksis, morfologi, semantik, dll. Pada bahasa-bahasa yang
memiliki sejarah panjang tentu perubahan-perubahan itu sudah terjadi berangsur dan bertahap.
Berikut akan dipaparkan secara singkat beberapa contoh perubahan terhadap bahasa:

a. Perubahan Fonologi

Ada perubahan bunyi dalam sistem fonologi bahasa Indonesia yang terjadi setelah
berlakunya EYD. Sebelum berlakunya EYD, fonem /f/, /x/, dan /s/ belum dimasukkan kedalam
khazanah bahasa Indonesia, tetapi kini ketiga fonem tersebut dimasukkan dalam sistem fonem
bahasa Indonesia. Chaer (2004:137) Perubahan fonologis dalam bahasa Inggris ada juga yang
berupa penambahan fonem. Bahasa Inggris kuno dan pertengahan tidak mengenal fonem /z/. lalu
ketika terserap kata-kata seperti azure, measure, rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/
tersebut ditambahkan dalam khazanah fonem bahasa inggris. Perubahan fonologis dalam bahasa
Arab juga terjadi, seperti pada bahasa ‘amiyah Mesir dalam beberapa kata, fonem ‫ ث‬mengganti
kedudukan fonem ‫ ثمن ; ت‬menjadi ‫تمن‬, ‫ ثالثة‬menjadi ‫ تالتة‬, dan lain sebagainya. Ada juga perubahan
fonologis yang menghasilkan bunyi baru, seperti huruf /g/ ketika mengucapkan fonem ‫ج‬, e.g. jamal
menjadi gamal.4

3
Akhmad Haryono, “Perubahan dan Perkembangan Bahasa: Tinjauan Historis dan Sosiolinguistik” dalam
Linguistika vol. 18. September 2011.
4
.117 .‫ ص‬.2010 ،‫ مطبعة دار العلوم اللغوية‬:‫ سورااباي‬.‫ حماضرة يف علم اللغة االجتماعي‬،‫حممد عفيف الدين دمياطي‬
3
b. Perubahan Morfologi

Chaer (2010: 137) Perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologi yakni
dalam proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan
dalam proses pembentukan kata dengan prefiks me- dan pe-. Kaidahnya adalah: (1) apabila kedua
prefiks itu diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /I/, /r/, /w/, dan /y/ tidak terjadi
penasalan; (2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal
/na/; (3) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/; (4)
kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/; dan bila
diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vokal diberi nasal
/ng/. Kaidah-kaidah ini menjadi agak susah diterapkan setelah bahasa Indonesia menyerap kata-
kata yang bersuku kata satu dari bahasa asing, seperti kata sah dan bom. Menurut kaidah di atas
kalau kata-kata tersebut diberi imbuhan pe- dan me- tentu bentuknya harus menyah (kan) dan
membom; dan penyah dan pembom. Tetapi dalam kenyataan berbahasa yang ada adalah bentuk
mensah (kan) atau mengesah (kan) dan membom atau mengebom; juga dengan prefiks pe- menjadi
pengesah dan pengebom.
Dalam bahasa Arab terdapat perubahan pada isim fail dari kata ‫ قرأ‬, dari ‫ قارئ‬menjadi
‫مقرئ‬, yang dipakai oleh sebagian orang Arab saat ini, atau perubahan pada isim maf’ul kata ‫دان‬,
dari ‫ مدين‬menjadi ‫مديون‬.
c. Perubahan Sintaksis

Chaer (2010: 138) Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga dapat kita
saksikan. Umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus
selalu mempunyai objek; atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif harus selalu
diikuti oleh objek. Tetapi dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek,
seperti:
- Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian.
- Pertunjukan itu sangat mengecewakan.
- Sekretaris itu sedang mengetik di ruangannya.
- Dia mulai menulis sejak duduk di bangku SMP.
- Kakek sudah makan, tetapi belum minum.

4
d. Perubahan Kosakata

Chaer (2010: 139) Perubahan bahasa yang paling mudah terlihat adalah pada bidang
kosakata. Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya kosakata baru, hilangnya kosakata lama,
dan berubahnya makna kata. Bahasa inggris yang diperkirakan memiliki lebih dari 60.000
kosakata adalah “berkat” penambahan kata-kata baru dari berbagai sumber bahasa lain, yang telah
berlangsung sejak belasan abad yang lalu. Sedangkan bahasa Indonesia yang kabarnya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki sekitar 65.000 kosakata (dalam kamus
poerwadarminta hanya terdapat 23.000 kosakata) adalah juga berkat tambahan berbagai sumber,
termasuk bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa nusantara.5
Kata-kata yang berasal dari bahasa lain disebut kata pinjaman atau kata serapan. Proses
penyerapan atau peminjaman ini ada yang dilakukan secara langsung dari bahasa sumbernya dan
ada juga yang melalui bahasa lain. Contohnya, kata feast dalam bahasa Inggris yang diambil dari
bahasa Prancis pertengahan festa. Kata algebra diserap oleh bahasa Inggris dari bahasa Spanyol,
dimana bahasa Spanyol sendiri mengadpsinya dari bahasa Arab.
Perubahan bahasa baru juga dapat terjadi karena proses pemendekan kata atau frase yang
panjang, seperti prof. Juga dapat terjadi melalui Akronim, seperti NASA, radar, laser, tilang,
menwa, dll. Selain itu penggabungan dua kata atau lebih juga banyak digunakan untuk penciptaan
kosakata baru, misalnya matahari, kakilima, matasapi, mahasiswa.
Namun, dalam perkembangannya sebuah bahasa dapat mengalami kehilangan
kosakatanya. Artinya, ada kosakata yang pada masa lalu masih digunakan, tapi sekarang tidak.
Seperti kata kempa yang berarti stempel/cap, ungkai berarti terbuka/terkoyak, tingkap yang berarti
jendela, terban untuk runtuh, dan lain sebagainya, yang sudah sangat jarang penggunaannya di
Indonesia.

e. Perubahan Semantik

Chaer (2010: 141) Perubahan semantik yang umumnya adalah berupa perubahan pada
makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas, atau juga menyempit. Perubahan

5
Abdul Chaer dan Leonie Agustina. Op.cit. hlm. 139

5
yang bersifat total, maksudnya, kalau pada waktu dulu kata itu, misalnya, bermakna ‘A’, maka
kini atau kemudian menjadi bermakna ‘B’.
Perubahan makna yang sifatnya meluas, maksudnya dulu kata tersebut hanya memiliki satu
makna, tetapi kini memiliki lebih dari satu makna. Dalam bahasa inggris kata holiday asalnya
hanya bermakna ‘hari suci (yang berkenaan dengan agama)’, tetapi kini bertambah dengan makna
‘hari libur’. Kata saudara dalam bahasa Indonesia bermakna orang yang lahir dari ibu yang sama,
tapi kini juga bisa diartikan sebagai kamu, saudara sebangsa dan setanah air, dll.
Perubahan makna yang menyempit, artinya kalau pada umumya kata itu memiliki makna
yang luas, tetapi kini menjadi lebih sempit maknanya. Umpamanya, kata sarjana dalam bahasa
Indonesia pada mulanya bermakna ‘orang cerdik pandai’, tetapi kini hanya bermakna ‘orang yang
sudah lulus dari perguruan tinggi’. Kata knight dulu juga diartikan sebagai pemuda, tapi kini
bermakna ksatria.6
Dalam bahasa Arab juga ada perubahan makna dalam kosakatanya. Kata ‫ مذياعة‬dulu dipakai
untuk menunjukkan kata radio, tapi kini masyarakat lebih banyak yang menggunakan bentuk
serapannya yaitu ‫ راديو‬. begitu juga kata ‫ جريدة‬yang sudah jarang digunakan dan diganti dengan
kata ‫ صحيفة‬. juga ada kata ‫ تنزيل‬atau ‫ تحميل‬berubah maknanya menjadi download/unduh.

B. Pergeseran Bahasa

Sumarsono (2009) menjelaskan bahwa pergeseran bahasa berarti, suatu guyup (komunitas)
meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi,
para warga guyup itu secara kolektif memilih bahasa baru.7

Sedangkan Chaer (2010) juga berpendapat bahwa pergeseran bahasa (language shift) itu
menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa
terjadi akibat perpindahan dari suatu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Kalau seorang atau
sekelompok orang penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur
dengan mereka, maka akan terjadilah pergeseran bahasa ini. Pendatang mau tidak mau harus
menyesuaikan diri dengan “menanggalkan” bahasanya sendiri, demi kelancaran komunikasi, lalu
menggunakan bahasa penduduk setempat. Dalam lingungan kelompok asalnya, mereka memang

6
Ibid. Hlm. 141.
7
Sumarsono. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda, 2009. Hlm. 231.

6
dapat berkomunikasi dengan meggunakan bahasa pertama mereka. Namun, untuk beromunikasi
dengan orang lain, tentunya mereka tidak dapat bertahan untuk tetap menggunakan bahasa sendiri.
Sedikit demi sedikit mereka harus mempelajari bahasa penduduk setempat. Seandainya kasus ini
terjadi di negara kita Indonesia, memang bisa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
komunikasi, sebagai bahasa nasional, namun beda halnya jika salah satu dari pendatang maupun
penduduk setempat kurang menguasai bahasa Indonesia, kesulitan dalam berkomunikasi akan
terus terjadi. Mau tidak mau seperti yang sudah dikatakan diatas, salah satu dari kedua pihak harus
mempelajari bahasa lawan tuturnya, disinilah kemungkinan pergeseran bahasa dapat terjadi. 8

Sebagai contoh: Muslim merupakan seorang pemuda asal Aceh. Setelah menamatkan
kuliahnya, ia merantau ke daerah Solo untuk mencari pekerjaan. Karena memiliki kenalan, singkat
cerita ia diterima di PTPN IX sebagai Asisten Kebun. Setiap harinya dia hanya mendengar
percakapan bahasa Jawa yang tidak bisa dipahaminya sama sekali karena perbedaan bahasa.
Memang untuk berkomunikasi dengan teman sesama pegawai dia bisa menggunakan bahasa
Indonesia , tapi jika harus turun ke lapangan dan berhadapan langsung dengan pekerja kasar
diperkebunan tersebut, ia merasa sangat kesulitan, sebab mereka memang hanya bisa
menggunakan bahasa Jawa. Akhirnya ia mencoba mempelajari bahasa Jawa sedikit demi sedikit
dan lama kelamaan ia dapat berbahasa jawa. Ia pun mulai sering bercakap-cakap dengan teman
sekantor dengan menggunakan bahasa Jawa. Terlebih lagi, rupanya si Muslim ini juga menemukan
tambatan hatinya yang merupakan seorang gadis jawa tulen, dan berasal dari keluarga desa yang
sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Akhirnya, karena sudah masuk dalam masyarakat tutur
jawa, ia tidak pernah lagi menggunakan bahasa ibunya, yaitu bahasa Aceh. Bahasa yang telah ada
sejak dia bayi telah mengalami pergeseran, diganti dengan bahasa Jawa.

Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan
untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang para imigran/transmigran
untuk mendatanginya. Pada contoh yang diberikan diatas, pergeseran bahasa tidak sampai
menyebabkan punahnya bahasa ibu karena pergeseran terjadi bukan ditempat bahasa ibu
digunakan. Namun ada kasus-kasus pergeseran bahasa yang menyebabkan punahnya suatu bahasa
di tempat yang tadinya digunakan karena tidak ada lagi penuturnya, atau penuturnya telah
berkurang secara drastis. Dalam penelitian Danie (1987) (dalam Chaer: 2010) ia menemukan

8
Abdul Chaer dan Leonie Agustina. Op.cit. hlm. 142

7
adanya bahasa daerah yang penuturnya sudah sangat menurun, di wilayah Minahasa Timur,
Sulawesi Utara. Hal ini disebabkan karena pertama, bahasa melayu Manado sudah lama berfungsi
sebagai Lingua Franca di daerah itu. Kedua, bahasa Melayu manado merupakan bahasa yang
berprestise tinggi di daerah itu. Ketiga, adanya kebutuhan bahasa Indonesia, sebagai bahasa
pengantar, bagi anak-anak untuk memasuki sekolah. Keempat, berkembangnya bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara dan bahasa nasional di daerah itu. Oleh karena itu, peranan bahasa melayu
Manado semakin kuat. Meskipun Danie tidak mengatakan secara langsung bahwa bahasa-bahasa
di Minahasa sudah punah, tapi melihat gelagatnya kepunahan itu tinggal menunggu waktu saja.9

Pergeseran bahasa dewasa ini semakin sering terjadi. Pemakaian bahasa daerah sebagai
identitas lokal semakin berkurang. Adanya serbuan budaya luar dan perkembangan teknologi
informasi memegang peranan besar dalam kasus pergeseran bahasa, sehingga membuat sebagian
orang sudah tidak memiliki kebanggaan terhadap bahasa ibunya. 10 Kebanggaan terhadap bahasa
ibu sangat erat kaitannya dengan usaha pemertahanan bahasa dan pelestarian bahasa yang akan
kita bahas selanjutnya.

Sumarsono juga menjelaskan lebih lanjut, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya
pergeseran terhadap bahasa. Pertama, adanya migrasi atau perpindahan penduduk yang bisa
menyebabkan dua kemungkinan; perubahan atau pergeseran yang terjadi terhadap bahasa
pendatang, atau perubahan pada bahasa masyarakat setempat. Kedua, perkembangan ekonomi.
Salah satu faktor ekonomi itu adalah industrialisasi (yang terkadang bergabung dengan faktor
migrasi). Kemajuan ekonomi terkadang mengangkat posisi sebuah bahasa menjadi bahasa yang
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Bahasa Inggris misalnya, menjadi minat banyak orang
untuk menguasainya. Ketiga, sekolah. Sekolah sering kali dituding sebagai faktor penyebab
bergesernya bahasa ibu si murid, karena sekolah mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak yang
membuat si anak menjadi seorang dwibahasawan. Seperti yang kita ketahui, kedwibahasawan
mengandung resiko bergesernya salah satu bahasa.11

Peristiwa pergeseran bahasa ini memang bisa saja terjadi di mana-mana, mengingat dunia
modern sekarang arus mobilitas penduduk sangat tinggi. Wilayah, daerah, atau negara yang

9
Ibid. Hlm. 145
10
R. Hery Budiono,”bahasa Ibu (Bahasa Daerah) di Palangkaraya: Pergeseran dan Pemertahanannya”. Adabiyat,
vol. 8, No. 1, Juni 2009. Hlm. 200.
11
Sumarsono, Op.Cit. hlm. 237.

8
memberi harapan kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik diserbu dari mana-mana, sedangkan
yang prospeknya suram segera ditinggalkan.

C. Pemertahanan Bahasa

Pergeseran dan pemertahanan bahasa adalah dua gejala kebahasaan yang saling berkaitan
satu sama lain. Kedua gejala ini juga tidak bisa terlepas dari gejala persaingan bahasa. Bahasa
dikatakan mengalami pergeseran ketika masyarakat mulai meninggalkan bahasa tradisionalnya
(bahasa daerah atau bahasa ibu). Akibat lanjut dari pergeseran bahasa ini adalah terpinggirkannya
suatu bahasa dan termuliakannya bahasa yang lain. Apabila bahasa yang terpinggirkan ini benar-
benar ditinggalkan penuturnya, maka bahasa tersebut bisa dianggap terancam punah. Upaya
pemertahanan bahasa perlu dilakukan agar bahasa yang terancam punah tersebut dapat terus hidup
dan dituturkan kembali oleh masyarakatnya.12

Pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan dua sisi mata uang (Sumarsono: 2009).
Fenomena ini merupakan dua fenomena yang terjadi bersamaan. Bahasa menggeser bahasa lain
atau bahasa yang tak tergeser oleh bahasa lain; bahasa yang tergeser adalah bahasa yang tidak
mampu mempertahankan diri. Kondisi tersebut terjadi pada saat suatu masyarakat (komunitas
bahasa) memilih untuk menggunakan atau meninggalkan pemakaian suatu bahasa. Pilihan atas
salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam rentang waktu yang panjang. Rentang waktu ini bisa
mencapai lebih dari dua atau tiga generasi.13
Seperti yang telah disinggung di atas, seorang dwibahasawan memiliki resiko terjadinya
pergeseran bahasa. Namun, keberadaan kedwibahasaan masyarakat tidak selalu berarti akan terjadi
pergeseran. Banyak kelompok masyarakat dwibahasa yang tetap pada dwibahasanya selama
beberapa puluh atau ratus tahun lamanya. Begitu juga dengan masyarakat ekabahasa tetap dapat
dipertahankan keekabahasaannya selama bahasa tersebut tetap jaya dihadapan pemiliknya.

Sebagai contoh kasus pemertahanan bahasa Melayu Loloan yang terjadi di daerah Nagara,
Bali. Berdasarkan desertasi Sumarsono, jumlah penduduk desa Loloan hanya berjumlah sekitar
3000 orang dan mereka tidak menggunakan bahasa Bali sebagai B1, tetapi menggunakan bahasa
Melayu Loloan sebagai B1 nya. Ditengah penggunaan B2 yang lebih dominan, yaitu bahasa Bali,

12
Ibid. Hlm. 196
13
Ibid. Hlm. 231

9
mereka dapat bertahan untuk menggunakan bahasa pertamanya, Melayu Loloan, sejak abad ke-18
yang lalu, ketika leluhur mereka yang berasal dari Bugis dan Pontianak tiba di tempat itu. Ada
beberapa faktor terjadinya pemertahanan bahasa di desa Loloan:

Pertama, wilayah pemukiman mereka yang terkonsentrasi pada satu tempat yang secara
geografis agak terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali.

Kedua, adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa
Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interaksi
itu kadang-kadang juga menggunakan bahasa Bali.

Ketiga, Anggota masyarakat Loloan mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif
terhadap masyarakat, budaya dan bahasa Bali. Pandangan ini ditambah dan dengan
terkonsenstrasinya penduduk Loloan membuat minimnya interaksi antara masyarakat Bali dengan
masyarakat Loloan.

Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap bahasa
Melayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan dan status bahasa ini yang menjadi lambang
identitas diri masyarakat Loloanyang beragama Islam, sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai
lambang identitas agama Hindu.

Kelima, adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi ke


generasi.14

Berdasarkan studi kasus diatas, dapatlah disimpulkan bahwa salah satu faktor penting
dalam pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat penuturnya. Dengan
loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mentransmisikan bahasanya dari generasi ke
generasi. Disamping itu, juga dibutuhkan sebuah komitmen dalam pemertahanan sebuah bahasa.
Hal ini dikarenakan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan masyarakat yang semakin maju, serta
semakin banyak bahasa –bahasa asing masuk ke dalam kehidupan masyarakat.

14
Abdul Chaer dan Leonie Agustina. Op.cit. hlm. 147

10
BAB III

KESIMPULAN

Bahasa memiliki sifat yang dinamis dan cenderung mengalami perubahan. Bahasa itu hidup dan
terus bergerak dan berkembang sepanjang waktu. Perubahan terhadap bahasa merupakan hal yang
sulit dihindari. Meskipun perubahan terhadap bahasa itu telah terjadi, namun bagaimana proses
perubahan itu terjadi adalah tidak dapat diamati. Hal ini karena perubahan itu tidak terjadi pada
satu titik waktu tertentu, melainkan merupakan sebuah proses yang panjang. Ada dua macam
perubahan bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal. Perubahan internal terjadi
dari dalam bahasa karena kebutuhan bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem fonologi, sistem
morfologi, atau sistem sintaksis. Sedangkan perubahan eksternal terjadi sebagai akibat adanya
pengaruh dari luar, seperti peminjaman atau penyerapan kosakata dari bahasa lain.

Pergeseran bahasa berarti, suatu guyup (komunitas) meninggalkan suatu bahasa


sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga guyup itu secara
kolektif memilih bahasa baru. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya pergeseran
terhadap bahasa. Pertama, adanya migrasi atau perpindahan penduduk yang bisa menyebabkan
dua kemungkinan; perubahan atau pergeseran yang terjadi terhadap bahasa pendatang, atau pada
bahasa masyarakat setempat. Kedua, perkembangan ekonomi. Salah satu faktor ekonomi itu
adalah industrialisasi (yang terkadang bergabung dengan faktor migrasi). Kemajuan ekonomi
terkadang mengangkat posisi sebuah bahasa menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi. Ketiga, sekolah. Sekolah sering kali dituding sebagai faktor penyebab bergesernya bahasa
ibu si murid, karena sekolah mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak yang membuat si anak
menjadi seorang dwibahasawan.

Pergeseran dan pemertahanan bahasa adalah dua gejala kebahasaan yang saling berkaitan
satu sama lain. Kedua gejala ini juga tidak bisa terlepas dari gejala persaingan bahasa. salah satu
faktor penting dalam pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat penuturnya.
Dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mentransmisikan bahasanya dari generasi
ke generasi. Disamping itu, juga dibutuhkan sebuah komitmen dalam pemertahanan sebuah

11
bahasa. Hal ini dikarenakan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan masyarakat yang semakin maju,
serta semakin banyak bahasa –bahasa asing masuk ke dalam kehidupan masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, R. Hery. ”bahasa Ibu (Bahasa Daerah) di Palangkaraya: Pergeseran dan


Pemertahanannya”. Adabiyat, vol. 8, No. 1, Juni 2009.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik: Perkenalan awal. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Haryono, Akhmad. “Perubahan dan Perkembangan Bahasa: Tinjauan Historis dan Sosiolinguistik”
dalam Linguistika vol. 18. September 2011.
Sumarsono. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda, 2009.
.117 .‫ ص‬.2010 ،‫ مطبعة دار العلوم اللغوية‬:‫ سورابايا‬.‫ محاضرة في علم اللغة االجتماعي‬،‫محمد عفيف الدين دمياطي‬

13

Anda mungkin juga menyukai