Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Machasin, M.A
(19561013 198103 1 003)
Oleh :
Ranjy Ramadani
(18201010033)
Penulisan makalah ini merupakan serangkaian dari tugas perkuliahan mata kuliah “Filsafat
Ilmu” pada semester pertama. Makalah ini ditujukan kepada para pembaca agar dapat memahami
serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep ilmu sebagai metode ilmiah dan
pengetahuan sistematis. Dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini tentu penulis menemui
banyak kendala, namun berkat bantuan, dukungan dan masukan dari beberapa pihak akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih
terutama kepada bapak Prof. Dr. H. Machasin, M.A Selaku Dosen Pengampu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini. Penulis juga
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Aamiin..
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada tiga pengertian ilmu menurut The Liang Gie (2012). Pengertian ilmu yang pertama
sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya merupakan sebuah aktivitas
penilitian yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teologis, yakni mengarah pada tujuan
tertentu yang ingin dicapai. Pengertian ilmu ini dapat beralih dari aktivitas menjadi metodenya.
Ilmu pengetahuan sebagai aktivitas penelitian perlu diurai kembali lebih lanjut agar dapat
dipahami berbagai unsur dan cirinya yang lengkap di dalamnya. Penelitian sebagai sebuah
rangkaian aktivitas mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang
mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan disebut metode.
Untuk menegaskan bidang keilmuan itu seringkali dipakai istilah metode ilmiah (scientific
method). Pengertian ilmu yang pertama diatas merupakan pengertian ilmu sebagai sebuah proses,
sedangkan pengertian ilmu yang kedua adalah prosedur yang mewujudkan metode ilmiah.
Proses dan prosedur ini nantinya akan melahirkan sebuah produk, yang juga merupakan
pengertian ilmu yang ketiga. Produk disini berupa pengetahuan ilmiah (scientific knowledge).
Pengetahuan ilmiah dapat dengan mudah kita jumpai di dalam sendi-sendi kehidupan, misal buku
pelajaran, majalah kejuruan, bacaan-bacaan ilmiah, atau bisa juga didapatkan melalui pernyataan
seorang ilmuan dalam sebuah perkuliahan atau pertemuan keilmuan. Namun pastinya ada tahapan-
tahapan sebuah ilmu sebelum menjadi sebuah produk, tahapan itu dilakukan melalui sebuah
metode ilmiah. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini makalah ini akan membahas ilmu sebagai
metode ilmiah dan pengetahuan sistematis.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa ilmu disebut sebagai metode?
2. Mengapa ilmu disebut sebagai pengetahuan sistematis?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana konsep ilmu sebagai metode.
2. Mengetahui bagaimana konsep ilmu sebagai pengetahuan sistematis.
1
BAB II
Bilamana dilakukan analisis lebih lanjut terhadap pengertian ilmu, ternyata kegiatan
penelaahan atau proses penelitian yang merupakan ilmu itu mengandung prosedur, yakni
serangkaian cara dan langkah tertentu. Rangkaian cara dan langkah ini dalam istilah dunia
keilmuan dikenal sebagai metode. Untuk lebih jelasnya metode ilmiah (scientific method). Dengan
demikian ilmu dapat pula dibahas, dipahami, dan dijelaskan sebagai metode.
G.J. Carraghan menyebutkan bahwa ilmu itu pada dasarnya adalah suatu metode untuk
menangani masalah-masalah. Robert Bruce juga mendefinisikan ilmu sebagai sebuah metode
untuk pendeskripsian, penciptaaan, dan pemahaman terhadap pengalaman manusia.1
Metode ilmiah merupakan sebuah prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola
kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan
pengetahuan yang ada. Menurut perumusan yang ada dalam The World of Science Encyclopedia,
metode ilmiah pada umumnya diartikan sebagai the prosedures used by scientist in the systematic
pursuit of new knowledge and the reexamination of existing knowledge (prosedur yang
dipergunakan oleh ilmuwan-ilmuwan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan baru dan
peninjauan kembali terhadap pengetahuan yang telah ada).2
Para ilmuwan dan filsuf memberikan pula berbagai perumusan mengenai pengertian
metode ilmiah. Arturo Rosenblueth memberikan definisi metode ilmiah sebagai prosedur dan
ukuran yang dipakai oleh para ilmuwan dalam penyusunan dan pengembangan cabang
pengetahuan khusus mereka. Harold Hitus juga merumuskan metode ilmiah sebagai proses-proses
dan langkah-langkah yang dengan itu ilmu memperoleh pengetahuan.
1
The Liang Gie. Pengantar Filsafat Ilmu. (Yogyakarta: Liberty, 2012). Hlm. 200
2
Ibid.Hlm. 110
2
Prosedur yang merupakan metode ilmiah sesungguhnya tidak hanya mencakup
pengamatan dan percobaan saja. Masih banyak prosedur lainnya yang dapat dianggap sebagai
pola-pola metode ilmiah, yakni :
- Analisis
- Pemerian/deskripsi
- Penggolongan
- Pengukuran
- Perbandingan
- Survei
Oleh karena ilmu merupakan sebuah aktivitas kognitif yang harus mematuhi berbagai
kaidah pemikiran yang logis, maka metode ilmiah juga berkaitan sangat erat dengan logika.
Dengan demikian, prosedur - prosedur yang tergolong metode logis termasuk pula dalam ruang
lingkup metode ilmiah, misalnya ialah deduksi, abstraksi, penalaran analogis, dan analisis logis. 3
Metode ilmiah meliputi suatu rangkaian langkah yang tertib. Dalam kepustakaan
metodologi ilmu, tidak ada kesamaan pandapat mengenai jumlah, bentuk, dan urutan langkah yang
pasti. Jumlah langkah merentang dari yang paling sederhana 3 langkah sampai 11 langkah yang
cukup rumit dan terinci.
Metode ilmiah yang mencakup 5 langkah disebutkan oleh J. Eigelberner sebagai berikut:
3
Ibid. Hlm. 111
3
1. Analisis masalah untuk menetapkan apa yang dicari, dan penyusunan hipotesis yang dapat
dipakai untuk memberi bentuk dan arah kajian penelitian.
2. Pengumpulan fakta-fakta yang bersangkutan.
3. Penggolongan dan pengaturan data agar supaya menemukan kesamaan-kesamaan, urutan-
urutan, dan hubungan-hubungan yang ada.
4. Perumusan kesimpulan-kesimpulan dengan memakai proses-proses penyimpulan yang
logis.
5. Pengujian dan pemeriksaan kebenaran hasil.
Dalam metodologi penelitian ilmiah, pengertian metode sering kali dipersamakan atau
dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metode, pendekatan, dan teknik merupakan
tiga hal yang berbeda walaupun bertalian erat satu sama lain. Pendekatan dalam menelaah sesuatu
hal dapat dilakukan berdasarkan atau dengan memakai sudut tinjauan dari berbagai cabang ilmu
seperti misalnya ilmu ekonomi, ilmu politik, sejarah, psikologi, dll. Dengan pendekatan ilmu
ekonomi, maka ukuran-ukuran ekonomiklah yang akan dipergunakan untuk memilih berbagai
masalah, pertanyaan, dan data yang akan dibahas dalam sebuah gejala. Demikian pula dalam
menelaah gejala-gejala lain berdasarkan ilmu-ilmu lainnya haruslah disesuaikan dengan tinjauan
keilmuannya.4
Pengertian metode tidak pula sama dengan teknik. Metode ilmiah adalah berbagai prosedur
yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah dalam pelaksanaan suatu penelitian ilmiah. Pola dan
tata langkah prosedural itu dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan teknis yang lebih
4
Ibid. Hlm. 116
4
terinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan teknik. Jadi, teknik adalah sesuatu cara operasional
teknis yang sering kali bercorak rutin, mekanis, atau spesialistis untuk memperoleh dan menangani
data dalam penelitian. Misalnya suatu penelitian terhadap gejala-gejala kemasyarakatan dapat
menggunakan metode survei. Teknik-teknik yang dapat digunakan pada metode tersebut antara
lain ialah investigasi, questioner, wawancara. Dalam ilmu kealaman seperti fisika dan kimia,
penelitian terhadap suatu materi dapat menggunakan metode pengukuran, sedang teknik-tekniknya
misalnya menggunakan tenik pemanasan atau teknik tekanan. Berbagai teknik penelitian itu
biasanya menggunakan alat bantu yang ada di laboratorium. Unsur-unsur metode ilmiah tersebut
dapat dirangkum pada tabel berikut:
METODE ILMIAH
Pola Prosedural Tata Langkah Teknik Alat
(Metode)
Pengamatan Penentuan masalah Wawancara Timbangan
Percobaan Perumusan hipotesis Questioner Meteran
Survei Pengumpulan data Pemanasan Komputer
Induksi Pengambilan Perhitungan Lainnya
kesimpulan
Lainnya Pengujian hasil Lainnya
Berdasarkan pemaparan data-data diatas dapat dikatakan bahwa sebuah ilmu dikatakan
sebagai sebuah metode karena ilmu hanya dapat diperoleh melalui serangkaian metode ilmiah.
Ilmu bersifat pasti dan kepastian itu muncul melalui proses berpikir secara ilmiah yang sistematis.
Hal ini berbeda dengan pengetahuan yang bersifat sederhana. Ilmu memiliki cara dalam
membuktikan kepastian dan kebenarannya. Cara inilah yang kemudian disebut dengan metode.
Sehingga dapat dipastikan ilmu tidak bisa ada tanpa adanya metode. Inilah kenapa ilmu dikatakan
sebagai sebuah metode ilmiah.
5
BAB III
ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN SISTEMATIS
Banyak pengertian ilmu yang merupakan sebuah pengetahuan yang dikemukakan oleh para
ilmuwan. S. Graham Brade-Briks mengatakan bahwa ilmu adalah sebuah cabang pengetahuan
yang memakai metode ilmiah untuk tujuan menemukan pola-pola umum. Arnold. H. Johnson
berpendapat bahwa ilmu adalah pengetahuan sistematis yang dirumuskan. Dari pengertian ilmu di
atas kini menjadi jelas bahwa ilmu merupakan pengetahuan. Hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut
adalah apa sesungguhnya pengetahuan itu. Masalah ini telah menjadi sumber perbincangan secara
filsafati, psikologis, maupun kebahasaan yang sampai sekarang belum mencapai penyelesaian
yang tuntas.
5
Ibid. Hlm. 119
6
Suparlan Suhartono. Filsafat Ilmu Pengetahuan. (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2008). Hlm. 48
6
Seorang ahli epistemologi Ledger Wood, membedakan pula pengetahuan dalam dua jenis
pokok yang masing-masing mempunyai rincian lebih lanjut. Secara ringkas dan dalam garis besar
pengetahuan dibedakan menjadi:
1. Non-inferensial Apprehension
Pengetahuan non-penyimpulan yang merupakan pengenalan langsung terhadap benda,
orang, atau sifat tertentu. Ini mempunyai dua bentuk:
a. Perception (persepsi), pengenalan objek-objek di luar diri seseorang.
b. Introspection (pengenalan diri), pengenalan seseorang terhadap dirinya sendiri dengan
segenap kemampuannya (pikiran, kehendak, perasaan).
2. Inferential Knowledge
Pengetahuan penyimpulan yang merupakan pengenalan terhadap objek-objek yang tidak
hadir di hadapan seseorang. Pengetahuan ini dapat dibedakan menjadi tiga macam:
Sebagaimana dikutip dari Keraf dan Dua (2016), pengetahuan adalah keseluruhan
pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala
isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah keseluruhan
sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis. Ini berarti pengetahuan lebih
spontan sifatnya, sedangkan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan reflektif. Dengan demikian,
pengetahuan jauh lebih luas daripada ilmu pengetahuan karena pengetahuan mencakup segala
sesuatu yang diketahui oleh manusia tanpa perlu dibakukan secara sistematis. Pengetahuan
mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu, termasuk
7
praktik dan kemampuan teknis dalam memecahkan persoalan hidup yang belum dibakukan secara
sistematis dan metodis.7
Setiap ilmu harus mempunyai suatu pokok soal (subject-matter). Seorang ahli logika
modern juga menyatakan bahwa suatu ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang sistematis atau
teratur yang berhubungan dengan pokok soal khusus. Pokok soal suatu ilmu itu dapat berupa ide
abstrak seperti misalnya sifat bilangan, atau benda fisis seperti umpamanya tanah, ataupun berupa
gejala kemasyarakatan seperti tindakan memerintah. Tetapi, pokok soal saja tidak cukup untuk
menjelaskan selengkapnya pengertian ilmu. Oleh karena itu, harus ada sesuatu hal atau aspek lain
untuk melengkapi pembicaraan tentang pokok soal ilmu. Aspek lain itu menurut para sarjana ialah
titik pusat minat (focus of interest).8
Setiap pokok soal yang rumit mempunyai aneka segi dan permasalahan. Suatu ilmu
biasanya membatasi diri pada permasalahan tertentu dalam penelaahannya terhadap pokok
soalnya, misalnya ilmu biologi, psikologi, dan filsafat bisa memiliki pokok soal yang sama yaitu
sama-sama mengkaji manusia. Perbedaan ketiganya terletak pada titik fokusnya. Ketiganya
mengkaji manusia berdasarkan ranah keilmuan masing-masing. Apakah manusia dilihat dari segi
psikologi, segi biologi, atau filsafat yang nantinya menghasilkan cara dan hasil yang berbeda.
Lebih lanjut, dalam literatur Fisafat, pokok soal ini lebih dikenal sebagai objek material
sedangkan titik pusat minat lebih dikenal dengan objek formal. Suatu objek materi memiliki
banyak segi di dalamnya dan dapat berupa benda material atau juga dapat berupa sesuatu yang
non-material seperti pendapat-pendapat, ide-ide, paham-paham, dan sebagainya. Segi-segi yang
dimiliki oleh objek materi itu berkaitan erat dengan batas kemampuan manusia, sebagai subjek,
7
A. Sony Keraf dan Mikhael Dua. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. (Yogyakarta: Kanisius, 2016). Hlm.
22
8
The Liang Gie. Op.cit. Hlm. 124
8
dalam rangka memahami kebenarannnya. Oleh karena itu, segi-segi tersebut dirumuskan sebagai
objek formal dan dari titik ini disusunlah berbagai tahapan sistematik tentang cara pendekatan,
atau metodologi dalam rangka mendapatkan kebenaran yang riil, jelas, dan pasti.9
Pokok soal (objek material) dan titik pusat minat (objek formal) ini nantinya membentuk
suatu sasaran yang sesuai dari ilmu yang bersangkutan. Pengertian ilmu yang demikian dapat
disajikan dalam skema berikut
Pokok Soal
Sasaran yang ditelaah oleh suatu ilmu itu harus diwujudkan dalam konsep-konsep yang tak
bermakna ganda dan pasti cakupannya. Perkembangan setiap ilmu, lebih-lebih untuk menyusun
teori-teori dan menghasilkan dalil-dalil atau asas-asas, mutlak memerlukan konsep tertentu
sebagai sasaran penelaahannya. Setiap ilmu yang telah cukup berkembang harus memiliki satu
atau beberapa konsep kunci dan konsep tambahan yang saling bertalian. Contoh konsep ilmiah
adalah bilangan dalam matematika, gaya dalam fisika, evolusi dalam biologi, stimulus dalam
psikologi, dan lain sebagainya. Suatu konsep ilmiah merupakan semacam sarana untuk ilmuwan
melakukan pemikiran dalam mengembangkan pengetahuan ilmiah. Misalnya saja dengan konsep
tentang evolusi, Charles Darwin dapat menyusun sebuah teori yang menyatakan bahwa bentuk-
bentuk organisme yang lebih rumit berasal dari sejumlah kecil bentuk-bentuk yang lebih sederhana
dan primitif dalam perkembangannya yang terus berangsur sepanjang masa.
Ilmu sebagai kumpulan pengetahuan yang sistematis memiliki ciri bahwa berbagai
keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan-
hubungan ketergantungan dan teratur. Berbeda dengan pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah
harus memiliki pertalian yang tertib di antara bagian-bagian yang merupakan pokok soalnya.
9
Suparlan Suhartono. Op.cit. Hlm. 96
9
Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu
pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode berfikir yang
jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini merupakan akumulasi dari
pengalaman/pengetahuan manusia yang terus dipikirkan, disistimatisasikan, serta diorganisir
sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang mempunyai kekhasan dalam objeknya.10
Ilmu sebagai pengetahuan sistematis merupakan hasil dari sebuah kegiatan penelitian.
Dikatakan sebagai pengetahuan yang sistematis karena ilmu terdiri dari konsep-konsep yang saling
bertalian sebagai dasar berpikir bagi para ilmuwan serta sebagai landasan bagi mereka dalam
mengembangkan pengetahuan ilmiah. Selain itu, konsep-konsep yang terdapat dalam sebuah ilmu
haruslah bersesuaian dengan fakta dan situasi sehingga dapat mengarah pada sebuah kesimpulan
yang umum dan ilmiah. Oleh karena itu, ilmu bukanlah sesuatu yang sederhana, melainkan sebuah
kumpulan pengetahuan yang kompleks, terstruktur, dan teratur.
10
Setya Widyawati. (2013). Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan. Jurnal seni Budaya:
GELAR, Vol. 11 No. 1 Juli 2013. Hlm. 91
10
BAB IV
KESIMPULAN
Sebuah ilmu dikatakan sebagai sebuah metode karena ilmu hanya dapat diperoleh melalui
serangkaian metode ilmiah. Ilmu bersifat pasti dan kepastian itu muncul melalui proses berpikir
secara ilmiah yang sistematis. Hal ini berbeda dengan pengetahuan yang bersifat sederhana. Ilmu
memiliki cara dalam membuktikan kepastian dan kebenarannya. Cara inilah yang kemudian
disebut dengan metode. Sehingga dapat dipastikan ilmu tidak bisa ada tanpa adanya metode. Inilah
kenapa ilmu dikatakan sebagai sebuah metode ilmiah.
Ilmu sebagai pengetahuan sistematis merupakan hasil dari sebuah kegiatan penelitian.
Dikatakan sebagai pengetahuan yang sistematis karena ilmu terdiri dari konsep-konsep yang saling
bertalian sebagai dasar berpikir bagi para ilmuwan serta sebagai landasan bagi mereka dalam
mengembangkan pengetahuan ilmiah. Selain itu, konsep-konsep yang terdapat dalam sebuah ilmu
haruslah bersesuaian dengan fakta dan situasi sehingga dapat mengarah pada sebuah kesimpulan
yang umum dan ilmiah.
11
DAFTAR PUSTAKA
Setya Widyawati. (2013). Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan.
Jurnal seni Budaya: GELAR, Vol. 11 No. 1 Juli 2013.
A. Sony Keraf dan Mikhael Dua. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. (Yogyakarta:
Kanisius, 2016
12