Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

UJIAN AKHIR SEMESTER


Kamis, 13 Mei 2015
Mata Kuliah: Perencanaan dan Pembangunan Berkelanjutan
Dosen: Raldy Hendro Koestoer, M.Sc., Ph.D., APU

TELAAH KRITIS JURNAL


Tema: Ketahanan Energi dan Energi Terbarukan

Biomassa Limbah, Sumber Energi Masa Depan

Kogenerasi Energi Terbarukan dari Biomassa


(pemanfaatan sampah kota sebagai produksi listrik: metode gasifikasi)
Cogeneration of renewable energy from biomass
(utilization of municipal solid waste as electricity production: gasification method)

Penulis:
Misgina Tilahun; Omprakash Sahu; Manohar Kotha & Hemlata Sahu

Received: 14 October 2014 / Accepted: 24 January 2015 / Published online: 13 February 2015
The Author(s) 2015. This article is published with open access at Springerlink.com

Disusun oleh (Pengulas):


Robby Cahyanto / NPM 1406598554

Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Lingkungan – Jenjang Doktor (S3)
Universitas Indonesia
JAKARTA, 2015

0
TELAAH KRITIS
Biomassa Limbah, Sumber Energi Masa Depan
Judul Asli:
Kogenerasi Energi Terbarukan dari Biomassa
(pemanfaatan sampah kota sebagai produksi listrik: metode gasifikasi)
Cogeneration of renewable energy from biomass
(utilization of municipal solid waste as electricity production: gasification method)

Judul Artikel:
Cogeneration of renewable
energy from biomass (utilization
of municipal solid waste as
electricity production:
gasification method)
Penulis:
Misgina Tilahun; Omprakash
Sahu; Manohar Kotha & Hemlata
Sahu
Penerbit:
Journal Mater Renew Sustain
Energy-SpringerLink
Vol. 4; No.4; 2015
ISSN
E-ISSN
Jumlah Halaman/Tahun:
8 halaman / 2015
Penelaah/Pengulas:
Robby Cahyanto / NPM
1406598554

1. Pendahuluan

Tulisan berjudul “Cogeneration of renewable energy from biomass (utilization of municipal


solid waste as electricity production: gasification method)” mengulas tentang keprihatinan
penulis pada masalah lingkungan yang disebakan belum optimalnya proses daur ulang dan
pemanfaatan limbah di kota padat penduduk, Kombolcha Ethiopia. Proses daur ulang dari
limbah padat dapat menjadi biomass, dan pemanfaatannya belum dijadikan sebagai issue dalam
mengatasi masalah lingkungan dan pemenuhan energi terbarukan. Energi saat ini di Kombolcha
masih bersumber dari fosil. Ditengah laju perkembangan dan pembangunan kota, populasi, serta
berbagai industri yang mekanis, Penulis melihat seharusnya pemanfaatan limbah yang diproses
menjadi biomass dapat menjadi alternative untuk memenuhi kebutuhan energy masa depan
sehingga penggunaan bahan bakar fosil dapat dikurangi.

1
Artikel ini cukup menarik untuk diulas karena adanya kesamaan persoalan pemanfaatan limbah
dan pencemaran lingkungan dengan kondisi di Indonesia. Indonesia memiliki banyak industri
yang menghasilkan sangat besar limbah yang bila diolah berpotensi menjadi biomass dan
sumber energy listrik terbaharukan yang besar. Salah satu limbah yang menghasilkan limbah
biomass tinggi adalah limbah dari industri pengolahan kelapa sawit. Penulis melihat bahwa
biomass merupakan sumber energy yang dapat diproses menjadi energy terbaharukan dalam
bentuk hydrogen melalui metode gasifikasi dengan memanfaatkan lumpur limbah yang telah
diproses terlebih dahulu. Hydrogen hasil metode gasifikasi dari lumpur limbah ini yang akan
digunakan sebagai sumber pembangkit listrik, baik melalui turbin atau reaksi kimia (alkali).

Menurut penulis, artikel ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui:


1. Potensi dari pengolahan limbah menjadi biomassa sebagai sumber energy terbaharukan
masa depan.
2. Alternatif penggunaan biomassa menjadi hydrogen sebagai sumber energy listrik masa
depan ramah lingkungan dan solusi meminimalisasi limbah dalam bentuk biomass.
3. Solusi pemenuhan energy terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energy masa depan dari
perkembangan dan pembangunan kota.
4. Solusi ketergantungan energy berbahan baku fosil.

Disinilah Pengulas memposisikan diri untuk menelaah dan mengkritisi analisis yang dilakukan
oleh Penulis pada artikel ini. Pengulas akan membandingkan dengan kondisi di Indonesia,
Malaysia, dan Thailand. Ketiga Negara tersebut dipilih Pengulas sebagai pembanding dalam
telaah jurnal ini karena ketiga Negara tersebut memiliki potensi biomassa yang besar dari
limbah hasil industri pengolahan kelapa sawit. Pembandingan dengan kondisi yang berlangsung
di tiga Negara tersebut akan menjadi salah satu pertimbangan di dalam memperkaya
pembahasan ulasan artikel ini.

2. Ulasan Artikel

Pada awal artikel, Penulis menyampaikan bahwa daur ulang dan pemanfaatan limbah
merupakan salah satu parameter kunci dari masalah lingkungan. Limbah merupakan hasil akhir
dari seluruh aktivitas produksi, baik industri maupun kegiatan rutin manusia. Limbah yang telah
diproses dapat menghasilkan biomassa. Biomassa dari limbah dapat dijadikan sumber bahan
bakar untuk berbagai kepentingan. Penulis menyampaikan bahwa biomassa dapat dipergunakan
sebagai sumber energy terbarukan yang sangat potensial dan berkelanjutan.

2
Penulis menyampaikan bahwa penggunaan gas hasil dari proses gasifikasi dapat dipergunakan
sebagai energy pada sel bahan bakar alkali dengan komposisi 88,8% hydrogen dengan
kepadatan karbon dioksida 45% akan menghasilkan daya maksimal dari kepadatan sel bahan
bakar alkali sebesar 9,24 Watt/cm2.

2.1. Metode Gasifikasi Biomass

Pengolahan biomassa dari limbah padat dapat menggunakan berbagai proses, yaitu konversi
termal, konversi kimia, dan konversi bio-kimia. Gasifikasi merupakan metode dari termo-kimia.
Hasil dari proses gasifikasi menghasilkan gas alam utama yang unsurnya terdiri dari H2 dan
CO, dengan jejak gas (kandungan) unsure CH4 yang berbeda-beda proporsinya. Gas yang
dihasilkan dari gasifikasi biomassa dapat dipergunakan sebagai bahan bakar mesin boiler, turbin
gas atau sel bahan bakar. Salah satu perangkat yang dipakai oleh Penulis dengan menggunakan
hasil proses gasifikasi dari biomassa adalah sel bahan bakar.

Gasifikasi adalah proses konversi bahan bakar yang mengandung karbon menjadi gas yang
memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial pada temperatur tinggi. Proses gasifikasi ini
dilakukan dalam reaktor gasifikasi atau biasa disebut gasifier dan gas hasilnya disebut gas
produser.

Gasifier merupakan alat yang relatif sederhana karena mekanisme operasinya, seperti
pengumpanan dan pembersihan gas hasil yang cukup mudah. Proses gasifikasi biomassa dapat
dilakukan baik secara langsung (menggunakan udara atau oksigen untuk membangkitkan panas
melalui reaksi eksotermis), maupun tidak
langsung (mentransfer panas ke dalam
reaktor dari luar) (Reed, 1988).
Gasifikasi umumnya terdiri dari 4 zona
proses, yaitu pengeringan, pirolisis,
oksidasi dan reduksi. Proses
pengeringan, pirolisis dan reduksi
bersifat endotermis, sementara proses
oksidasi yang bersifat eksotermis
berfungsi sebagai penyedia panas bagi
Sumber: Irfan, 2010 (pp.35)
ketiga proses tersebut.
Gambar 1. Penampungan Limbah Cair Industri
Pengolahan Minyak Kelapa Sawi (PMKS)

3
Gasifikasi sendiri intinya adalah proses yang mengubah bahan bakar karbon berbasis organic
atau fosil menjadi karbon monoksida (CO), hydrogen (H), dan karbon dioksida (CO2). Penulis
menyampaikan bahwa hydrogen dari biomassa limbah dan bahan bakar sel merupakan
teknologi kunci dari ketahanan energy dan energy terbarukan di masa depan. Penulis
memperkirakan bahwa kebutuhan energy terbarukan di tahun 2050 tumbuh menjadi 69% dari
36% ditahun 2025 (Turner, 2004:971-974). Saat ini, hydrogen yang digunakan masih dihasilkan
dari gas alam yang digunakan sebagai bahan bakar, walaupun sudah ada penerapannya dalam
kendaraan-kendaraan hibrida.

Sumber: USAID, 2009

Gambar 2. Proses Gasifikasi dari Biomassa.

Penulis menyampaikan pula bahwa biomassa saat ini telah diakui sebagai sumber bahan bakar
bagi energy terbarukan yang utama di dunia (Barreto, 2002; Boerrigter, 2005). Biomassa akan
memainkan peran penting dalam penyediaan bahan baku hydrogen di masa depan sebagai
infrastruktur utama energy global. Sedangkan proses gasifikasi akan menjadi kunci utama
sebagai perantara biomassa menjadi bahan bakar.

4
2.2. Hidrogen dan Sel Bahan Bakar

2.2.1. Hidrogen

Hidrogen adalah unsur kimia pada tabel periodik yang memiliki simbol H dan nomor atom 1.
Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non-logam,
bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomik yang sangat mudah terbakar. Dengan massa
atom 1,00794 amu, hidrogen adalah unsur teringan di dunia.

Hidrogen juga adalah unsur paling melimpah dengan persentase kira-kira 75% dari total massa
unsur alam semesta. Kebanyakan bintang dibentuk oleh hidrogen dalam keadaan plasma.
Senyawa hidrogen relatif langka dan jarang dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya
dihasilkan secara industri dari berbagai senyawa hidrokarbon seperti metana. Hidrogen juga
dapat dihasilkan dari air melalui proses elektrolisis, namun proses ini secara komersial lebih
mahal daripada produksi hidrogen dari gas alam.

Isotop hidrogen yang paling banyak dijumpai di alam adalah protium, yang inti atomnya hanya
mempunyai proton tunggal dan tanpa neutron. Senyawa ionic hidrogen dapat bermuatan positif
(kation) ataupun negatif (anion). Hidrogen dapat membentuk senyawa dengan kebanyakan
unsur dan dapat dijumpai dalam air dan senyawa-senyawa organik. Hidrogen sangat penting
dalam reaksi asam basa yang mana banyak rekasi ini melibatkan pertukaran proton antar
molekul terlarut.

Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah 4% H2 di
udara bebas. Entalpi pembakaran hidrogen adalah -286 kJ/mol. Hidrogen terbakar menurut
persamaan kimia: 2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol).

Pada suhu kamar, hydrogen berada dalam bentuk gas H2 yang tidak berwarna dan tidak berbau.
Hydrogen cair diperoleh pada tekanan tinggi, dengan suhu -252,87 derajat celcius. Hydrogen
cair memiliki viskositas yang sangat rendah. Hydrogen bentuk padat, membentuk Kristal
heksagonal (Irawati, 2011).

5
(a) (b)

Sumber: Irawati, 2011; Jennings, 2014. (c)

Gambar 3. (a) dan (b) proses hydrogen cair dan penyimpanan; (b) isotop hidrogen

Ketika dicampur dengan oksigen dalam berbagai perbandingan, hidrogen meledak seketika
disulut dengan api dan akan meledak sendiri pada temperatur 560 °C. Lidah api hasil
pembakaran hidrogen-oksigen murni memancarkan gelombang ultraviolet dan hampir tidak
terlihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu, sangatlah sulit mendeteksi terjadinya kebocoran
hidrogen secara visual. Karakteristik lainnya dari api hidrogen adalah nyala api cenderung
menghilang dengan cepat di udara, sehingga kerusakan akibat ledakan hidrogen lebih ringan
dari ledakan hidrokarbon.

2.2.2. Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

Saat ini listrik menjadi energi multifungsi yang berperan sangat fital dalam kehidupan manusia.
Bahkan mungkin, kita tak akan bisa hidup walau sehari tanpa listrik. Segala alat, sarana, dan
prasarana penunjang dan pemanja hidup pasti menggunakan listrik. Evolusi energi listrik
dimulai dari accumulator atau yang biasa kita sebut sebagai accu atau aki.

Alat penghasil listrik ini saat ini makin sering dijumpai, baik dalam bentik kompak maupun pun
kompleks. Sumber penghsil listrik sederhana ini kemudian disebut sebagai fuel cell. Fuel cell
yang dibuatnya terdiri atas elektrolit asam, keping platina serta tabung gas oksigen dan
hidrogen, dan menggunakan prinsip reaksi balik terbentuknya air, di mana hidrogen dan oksigen
akan bereaksi dalam larutan asam dan menghasilkan air dan listrik dengan arus sebesar 12
ampere dan tegangan 1,8 volt.

6
(a) (b) (c)
Sumber: www.hygen.com; www.wikipedia.org.

Gambar 4. (a) Sel Bahan Bakar (fuel cell) hydrogen; (b) proses gasifikasi; (c) anoda totanium

Fuel cell hasil pengembangan menghasilkan output 5.000 watt yang dapat menghidupkan mesin
pengelas oleh Bacon 1959. Di tahun yang sama, fuel cell dapat menjalankan 20 traktor berbahan
bakar fuel cell pertama. NASA menggunakan sebagai tenaga pesawat ruang angkasanya yaitu
Gemini dan Apollo. Bahan bakar utama fuel cell adalah hydrogen..

2.3. Uji Coba (Laboratorium), Hasil dan Penerapan (Lapangan)

2.3.1. Uji Coba

Pada artikel ini, Penulis memfokuskan pada scenario gasifikasi biomassa melalui proses
pemanfaatan lumpur limbah untuk memperoleh hidrogen yang dipergunakan sebagai
pembangkit listrik (sumber energi). Penulis menggunakan limbah padat hasil sampah kota
(Kombolcha, Ethiopia). Reactor yang dipakai dalam percobaan adalah reactor dengan dua sel
yang terbuat dari titanium sebagai anoda dan reactor shell dalam keadaan memiliki tekanan.

Reactor yang digunakan Penulis dilengkapi dengan pengaduk, termokopel, nozel, dan pengukur
tekanan. Reaksi dimulai dengan merendam reactor ke dalam bak mandi berisi garam cair.

7
Sumber: Misgina Tilahun, 2014: 4

Gambar 5. Diagram Skema Uji Coba Proses Gasifikasi dengan Bahan Baku Limbah Padat Kota

Tabel 1. Spesifikasi Skema Hasil Uji Coba Energy Terbarukan Metode Gasifikasi Biomassa
dengan Pemanfaatan Limbah dari Sampah Kota untuk Memproduksi Listrik.

Kluster Uji Coba Uraian dan Hasil

Sumber limbah : Lumpur limbah dari sampah padat buangan perkotaan


Reaktor Gasifikasi Biomassa : - Reaktor bertekanan
- Dilengkapi dengan alat pengaduk, termokopel, nozel, dan pengukur
tekanan reactor proses gasifikasi.
- Reactor dipenuhi dengan air yang dieonisasi dan lumpur limbah.
- Katalis beratnya 20% dari berat air.
- Udara dalam reactor diganti dengan gas argon. Reactor disegel dan
dimasukkan dalam bak pasir. Butuh waktu 5 menit (3 menit reaksi dan 2
menit tambahan pengaturan akhir reaksi) sehingga diperoleh suhu 700
derajat Celcius.
- Hasilnya diperoleh tekanan sebesar 1 MPa.

Separator : Solid residu dihasilkan, gas dengan unsur: CO2, CH4 atau CO.

Batteray : Reactor tipe dual-shell terbuat dari titanium (sebagai anoda)


Indikator Hasil Gasi Limbah : a. Pengaruh Suhu
Kota Pada suhu 600 derajat Celcius proses gasifikasi mengalami
keseimbangan H2 dan CO2 pada keseimbangan H2 sebesar 88,623%
mol per kilogram biomassa.
Artinya, secara hukum thermodinamika, temperature yang tinggi sangat
penting untuk memproduksi hydrogen dari metode gasifikasi (suhu
optimal 75 derajat Celcius) dengan pembakaran 600-650 derajat celcius.

8
Kluster Uji Coba Uraian dan Hasil
b. Waktu
Waktu yang optimal adalah 60 menit. Waktu tinggal yang lebih lama
menyebabkan proses gasifikasi pada suhu 600 derajat celcius untuk
memperoleh hydrogen optimal sbg bahan bakar.
c. Tekanan
Tekanan yang dibutuhkan antara 1-1,2 atm untuk memperoleh
keseimbangan pada suhu 75 derajat celcius dan lama proses gasifikasi 60
menit. Hasil panas pembakaran optimal yang dihasilkan 600-650 derajat
celcius.
Sumber: Misgina Tilahun, 2014

2.3.2. Hasil

Hasil proses gasifikasi yang dilakukan Penulis untuk memperoleh hydrogen dari biomassa
limbah perkotaan adalah: sebesar 88% dan 45% karbon dioksida pada suhu 600 derajat celcius,
tekanan 25 MPa dan lama waktu proses tekanan 60 menit. Kondisi tersebut akan mendapatkan
kerapatan daya maksimum output tenaga listrik yang dihasilkan oleh hydrogen tersebut adalah
9,24 Watt/cm2 pada suhu 750C.

Sumber: Irawati, 2011 (gambar disesuaikan oleh Pengulas)

Gambar 6. Ilustrasi Hasil Uji Coba Penulis (Asumsi dengan single fuel cell)

2.4. Keterkaitan Pemanfaatan Limbah menjadi Biomassa dan Perbaikan Lingkungan

Penulis menyampaikan secara umum bahwa limbah perkotaan sebagai pencemar telah menjadi
isu lingkungan. Selain itu, ketahanan energy secara global juga telah menjadi ancaman bagi
Negara-negara berkembang. Pencemaran dan ketahanan energy menjadi tantangan tersendiri
bagi Negara-negara berkembang. Penulis melihat bahwa pemanfaatn limbah dengan berbagai
pengolahannya dapat menjadi sumber energy baru di Negara-negara berkembang. Saat ini, yang

9
menjadi tantangan bagi upaya kelestarian lingkungan dan ketahanan energy di wilayahnya,
adalah ketersediaan sumber-sumber energy alternative yang terbarukan. Energy-energi
konvensial saat ini menjadi mahal dan memberikan polutan bagi lingkungan, selain
ketersediaannya yang semakin menipis.

Biomassa sebagai sumber energy dapat diperoleh dari seluruh sisa proses produksi, terlebih
limbah-limbah hasil perkebunan. Di Negara-negara berkembang, limbah hasil perkebunan
sangat berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energy. Biomassa
berpotensi besar sebagai penyedia sumber energy bagi pertumbuhan kota dan perkembangan
kota-kota besar yang mengarah kepada smart city.

2.5. Apa yang Seharusnya Dilakukan?

Dari artikel ini Pengulas melihat bahwa Penulis secara eksplisit tidak menyampaikan
gagasannya antara energi dan lingkungan, Namun Pengulas mencoba menyimpulkan dari
perspektif gagasan pemanfaatan biomassa yang diulas Penulis dengan ketersediaan energy
untuk masa depan. Perspektif tersebut adalah untuk ketersediaan energi terbarukan dan
mekanisme pengelolaan limbah serta proses pelestarian lingkungan. Dari perspektif tersebut,
Pengulas mencoba menyimpulkan dari tiga aspek (1) social; (2) ekonomi; dan (3) ekologi
sebagai berikut:

2.5.1. Aspek Sosial dan Ekonomi

Penulis menyampaikan bahwa pada aspek social masyarakat di wilayahnya, pemahaman


masyarakat dalam hal pengumpulan dan pemanfaatan limbah untuk dapat diproses lebih lanjut
yang dapay menjadikan output lain belum dipahami. Masyarakat dan para pelaku industri masih
menganggap bahwa limbah adalah bagian yang alami dari suatu proses produksi.

Saat ini, secara ekonomi sumber energy dari pemanfaatan biomassa belum begitu
menguntungkan dan menjanjikan, baik dalam skala mikro maupun makro. Sama halnya dengan
Negara-negara berkembang lainnya, Ethiopia masih menitikberatkan pasokan sumber energinya
dari sumber-sumber daya alam (minyak, gas, dan batubara).

2.5.2. Aspek Ekologi

Secara ekologi, Penulis mencoba menyampaikan pesan bahwa proses daur ulang dan reclycling
limbah perkotaan menjadi biomassa dapat mengurangan pencemaran yang terjadi diperkotaan.

10
Limbah-limbah padat di perkotaan dapat di jadikan sebagai sumber bahan bakar alternative
terbarukan yang sangat ramah lingkungan.

Dari ketiga aspek diatas, Penulis ingin memberikan pesan bahwa biomassa dan pengembangan
merupakan jawaban untuk mengatasi kebutuhan dan ketergantungan energy yang selama ini
bersumber dari fosil. Biomassa dimiliki hampir di seluruh Negara di dunia ini. Ketersediaanya
pun selalu ada. Dengan pemanfaatan dan pengembangan dengan dukungan teknologi dan
infrastruktur pengolahan yang baik, biomassa dapat dijadikan energy utama masa depan.

3. Ulasan untuk Membandingkan Persoalan Pengolahan Biomassa dari Limbah di


Ethiopia dan Indonesia, Malaysia, dan Thailand dan Manfaat untuk Lingkungan

Apa yang disampaikan Penulis dalam artikel diatas, Pengulas mencoba membandingkan dengan
kondisi perkembangan penggunaan biomassa dan pengolahan limbah menjadi biomassa di
Indonesia. Pengulas akan menggunakan parameter (1) industri yang telah mengaplikasikan
biomassa sebagai sumber energy untuk variable pemanfaatan limbah hasil industri, dan (2)
pengolahan limbah organic hasil industri perkebunan untuk variable potensi biomassa. Seperti
disebutkan diatas bahwa sumber utama biomassa adalah sisa-sisa (limbah) hasil produksi
kegiatan perkebunan, Indonesie memiliki perkebunan yang luas, salah satunya adalah
perkebunan kelapa sawit.

Produksi kelapa sawit Indonesia saat ini (2014) mencapai 6,5 juta ton pertahun. Total produksi
kelapa sawit Indonesia di tahun 2014 mencapai 29 juta ton pertahun. Malaysia mencapai 18,8
juta ton, dan disusul oleh Thailand dengan produksi mencapai 1,3 juta ton.

Tingginya produksi tersebut, ekuivalen dengan limbah yang dihasilkan. Limbah pabrik kelapa
sawit yang mengandung sejumlah padatan tersuspensi, terlarut dan mengambang merupakan
bahan-bahan organic dengan konsentrasi tinggi sumber biomassa (Kasnawati, 2011).

Tabel 2. Luas Perkebunan dan Produksi Kelapa Sawit Dunia Tahun 2013-2014
Luas dan Jumlah Indonesia Malaysia Thailand
Luas (ha) 10.956.231 5.000.000 5.700.000
Produksi (ton/tahun) 29.344.479 18.790.000 1.300.000
Sumber: http://www.narrada-sigma.com/tag/negara-penghasil-kelapa-sawit/

3.1. Ketersediaan dan Pemanfaatan Biomassa di Nigeria, Indonesia, Malaysia, dan


Banglades

Berdasarkan beberapa jurnal internasional dan ulasan diatas, penerapan teknologi gasifikasi
sebagai sumber energy telah dilakukan di beberapa Negara di Asia yang memiliki sumber

11
limbah penghasil biomassa. Negara-negara Asia yang telah menerapkan teknologi gasifikasi
untuk sumber energy listrik bagi industrinya adalah Negara-negara yang memiliki perkebunan
sawit. Negara-negara tersebut adalah Malaysia, dan Bangladesh.

Biomassa sebagai bahan baku energy terbarukan alternative suatu Negara perlu diperhitungan
ketersediaanya. Pengulas mencoba menggunakan potensi biomassa dari limbah yang dimiliki di
Negara Ethiopia dan bagaimana perlakuan dan perkembangan penggunaannya untuk
mengkritisi artikel Penulis, dibandingkan dengan Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh. Ketiga
Negara tersebut dipakai Pengulas sebagai pembanding karena di ketiga Negara tersebut
memiliki potensi biomassa cukup besar dari limbah industri kelapa sawit.

Tabel 3. Pemanfaatan Biomassa untuk Keperluan Energi berdasarkan Negara, Lokasi, Bahan
Baku Penggunaan, dan Output Energi yang Diperoleh, serta Perbandingan dengan
Ketersediaan Biomassa dari Limbah Sawit.
Prod. sawit dan
Negara Lokasi, jenis penggunaan, dan ouput kapasitas
limbah3)
Ethiopia Output pengolahan biomassa menjadi listrik. Belum optimal 990 juta ton/tahun
Thailand1) Wil. Nakhonsawan, wood chip, 800 kW; Wil. Chainat, wood chip, 1 MW; 11 juta ton/ tahun
Wil. Kanchanaburi, wood chip, 5,2 MW; Wil. Shaburi, wood chip, 250 kW; dan null
Wil. Trang, Para wood chip, 5,3 MW; Wil. Lopburi, wood chip, 2 MW; Wil.
Mahasarakham, Euca wood chip, 9,62 MW.
Malaysia2) Belum memanfaatkan limbah sawit sebagai energy terbarukan. Limbah sawit 18,790 juta/ ton
sebagian masih dimanfaatkan sbg pakan ternak. dan null
Indonesia2) Belum sepenuhnya limbah sawit dimanfaatkan sebagai energy terbarukan. 29 juta ton/ tahun
Limbah sawit sebagian masih dimanfaatkan sebagai pakan ternak. 20 juta ton/ tahun
Bangladesh2) Output pengolahan biomassa menjadi listrik. Belum optimal 7 juta ton/tahun
Sumber: 1) Piyapong Hunpinyo, 2014: 1179-1192.
2) Ishani Mukherjee, 2014:1-12.
3) http://www.narrada-sigma.com/tag/negara-penghasil-kelapa-sawit/

3.1.1. Ketersediaan dan Pemanfaatan Biomassa Total di Ethiopia

Ethiopia memiliki potensi energi dari sumberdaya biomassa tingkat makro dari sumber daya
biomassa terbarukan. Keberagaman sumberdaya biomassa di Ethiopia memberikan cukup
peluang untuk berbagai penggunaan biomassa sebagai bahan baku energy alternative.

Table 4. Potensi Bahan Baku Biomassa Ethiopia


Sumber Biomassa dan Ketersediaanya Sumber Biomassa dan Ketersediaanya
1. Agricultural biomass residue 1.2. Bamboo
1.1. Coffee Residues (214,299 tonnes/year; Largest bamboo growing area in Africa 469,664 ha
Production of briquettes charcoal) Charcoal briquettes & multiple goods
1.3. Enset 1.4. Banana
Indigenous drought resistant staple food Biomass residue for fuel
Multifold purposes residue (fuel, fed for cattle,)
1.5. Cotton Stalk residue 1.6. Sawmill residue 25,000 tonnes per year
Potential 400,301.5 tonnes Production of substitutable fuel industries
Yield 89,000 tonnes per year

12
Sumber Biomassa dan Ketersediaanya Sumber Biomassa dan Ketersediaanya
1.7. Chat (cash crop) 1.8. Energy plants (Jatropha, Castor bean, palm tree etc.)
Yield 6,608 tonnes year (826 charcoal tonnes/year suited to agro ecology
One of the exportable good cheap cost of factors
Charcoal production or directly used land for Jatropha investment 23.3million ha
1.9. Crop residues 1.10.Animal residue
Multiple uses (fertilizer, fodder, building material, Multi-uses (fertilizer/compost, fuel, house decoration,
etc.) utensil production etc.) Potential supply presented in
Potential supply presented in table2. table2
2. Woody biomass resources 2.2. Other woody biomass resources
2.1. Forest (Natural and planted) Coverage 44.65milion ha (41%)[9] 2.3. Grasses
Forest coverage 12.2 million ha (11% of total land Production of biofuels
mass), Timber & non‐timber products Used as fodder & other purposes
3. Waste industries 3.2. Agro-industrial by products
3.1. municipal solid wastes For bagasse and ethanol production
Clean urban environment 700,000 ha suitable land for sugarcane (MWE)
Data unavailable on potentialities 1billion ethanol potential(MWE)
Sumber: Dawit, 2012.

Tabel diatas menunjukkan bahwa total pasokan bahan bakar biomassa di Ethiopia dapat
mencapai 990 juta ton per tahun. Biomassa dari kayu mendominasi, yaitu 95% dari total potensi
pasokan. Kotoran hewan dan tanaman residu hanya 3% dan 2%. Semuanya hampir terdistribusi
secara merata sebagai pemasok biomassa.

Beratnya pemenuhan konsumsi energi Ethiopia terhadap sumber biomassa disebabkan karena
perampasan akses masyarakat, dan kemiskinan yang berakar dan mendalam, keterbelakangan
teknologi, dan berbagai faktor lainnya. Ketergantungan yang tidak sehat di Ethiopia terhadap
ekonomi pada sumber daya biomassa bahan bakar untuk energi nasional dan persyaratan yang
telah di terbitkan pemerintahnya menyebabkan energy dari biomassa belum berkembang
(Dawit, 2012).

Padahal, permintaan energi Ethiopia dari sumber energy biomassa mencapai 92% di tahun 2008.
Sisanya dari micro hidro dan energy fosil masing-masing sebesar 1% dan 7%. Hampir 99% dari
rumah tangga menggunakan kayu bakar untuk kegiatannya. Hanya sebagian kecil industri yang
menggunakan energy dari biomassa 30% (Dawit, 2012).

Potensi biomassa di Ethiopia cukup menjanjikan, namun dari potensi tersebut pemerintah
Ethiopia mendapat keprihatinan tersendiri dari penggunaan sumber bahan baku biomassa.
Terjadinya persaingan antara keamanan pangan dalam negeri dan produksi bahan baku
biomassa. Ethiopia menggunakan sumber bahan baku biomassa justru dari bahan dasar yang
seharusnya u makanan manusia, bukan dari limbah yang ada. Tradeoff ini timbul dari dua
perspektif. Pertama, kompetisi biofuel untuk tanaman pangan (tebu, jagung dll) langsung
mempengaruhi ketahanan pangan dalam demand biofuel. Kedua, persaingan untuk sumber daya

13
yang langka (lahan, tenaga kerja, modal dll) dengan produk makanan, dan terdegradasi tanah
yang dimiliki untuk pemenuhan demand tersebut.

Hidrogen hasil dari biomassa yang di ulas Penulis menggunakan teknologi dan infrastruktur
lebih modern dari metode gasifikasi. Teknologi modern dalam proses konversi biomassa
tersebut, selain membutuhkan persyaratan infrastruktur ditambah investasi modal besar dalam
penerapannya. Walaupun hidrogen dari biomassa adala energy alternative terbarukan dengan
beberapa memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Meskipun
kendala dari energy tersebut masih seputra penyediaan techno-ekonomi dan lingkungan di
Ethiopia.

3.1.2. Ketersediaan dan Pemanfaatan Biomassa dari Limbah Industri Sawit di Indonesia

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri,
maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga
banyak hutan dan perkebunan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah
penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia (Kemenperin, 2010).

Tabel 5. Luas Perkebunan dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2014
Produksi Produksi
Provinsi Luas (ha) Provinsi Luas (ha)
(ton/ tahun) (ton/ tahun)
Riau 2.296.849 7.037.636 Aceh 413.873 853.855
Sumatera Utara 1.392.532 4.753.488 Sumatera Barat 381.754 1.082.823
Kalimantan Tengah 1.156.653 3.312.408 Bengkulu 304.339 833.410
Sumatera Selatan 1.111.050 2.852.988 Kep. Babel 211.237 538.724
Kalimantan Barat 959.226 1.898.871 Lampung 165.251 447.978
Kalimantan Timur 856.091 1.599.895 Sulawesi Tengah 147.757 259.361
Jambi 688.810 1.857.260 Sulawesi Barat 101.001 300.396
Kalimantan Selatan 499.873 1.316.224 Jumlah 10.956.231 29.344.479
Sumber: Kementerian Penindustrian, 20010-2014

Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based
industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan
Thailand. Hal ini telah menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor Crude Palm Oil
(CPO) terbesar di dunia.

14
Sumber: BKPM, 2014

Gambar 7. Sebaran Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia sampai dengan Tahun 2014.

Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar tiga persen pada 10
tahun terakhir, sedangkan wilayah yang ditanami kelapa sawit meningkat selama sembilan
tahun terakhir. Industri berbasis kelapa sawit merupakan investasi yang relatif menguntungkan.
Kelapa sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar. Namun perlu
diperhatikan pula limbah yang ditimbulkan bila tidak dilaksanakan dengan baik. Limbah
industri dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah
gas yang dapat mencemari lingkungan (BKPM, 2014).

Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) berkisar 5 ton
limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/l dalam 1 ton CPO, atau 600-700 liter/ton dari
tandan buah segar (TBS) yang diolah. Limbah ini merupakan sumber pencemaran yang
potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah
melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of the pipe). Sedangkan limbah padatnya
terdiri dari tandan kosong, pelepah, batang dan serat mesocarp.

Limbah cair yang diolah dengan metode gasifikasi yang menghasilkan biomassa akan
menghasilkan biogas yang ada bisa menggantikan fungsi Liqued Petroleum Gas (LPG) dalam
bentuk hidrogen. Satu ton EFB/TBS bisa menghasilkan emisi sebanyak 23.25 kg CH4 yang jika
dikonversikan sepenuhnya ke dalam LPG, maka akan ada sekitar 58 rumah yang bisa
menggunakan biogas setiap bulan dengan rata-rata konsumsi 17,25 kg (Ristek, 2013). Limbah
padat dan cair dari industri kelapa sawit memiliki potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan. Beberapa aplikasi teknologi sederhana sudah ada yang berhasil cukup baik,

15
salah satunya adalah metode gasifikasi. Namun, jika dilakukan upgrade teknologi, limbah-
limbah tersebut bisa menghasilkan produk yang bernilai lebih tinggi lagi.

Berdasarkan data produksi yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit di Indonesia yang rata-
rata 26 juta ton/tahun, maka Indonesia memiliki potensi bahan baku untuk dijadikan biomassa
sebesar 604,5 juta ton/tahun. Biomassa ini equivalen dengan volume LPG atau hydrogen
sebesar 604,5 juta ton/tahun, yang dapat memenuhi kebutuhan energy bagi 35 juta lebih rumah.
Potensi Biomassa terbesar berapa di Pulau Sumatera yaitu 65% dari potensi sumber biomassa di
Indonesia (20,2 juta ton/tahun).

Dengan mengacu pada teknologi gasifikasi yang disampaikan Penulis, maka Indonesia
berpotensi sebagai pen-supply hydrogen dan tempat pengembangan energy ramah lingkungan.
Indonesia dapat menjadi tempat industri otomotif yang seharusnya sudah menggunakan motor-
motor listrik dan baterai-baterai sebagai sumber penggerak dan tenaga kendaraan. Saat ini di
Indonesia baru sebatas menggunakan biomassa sebagai energy di beberapa industri internalnya
saja seperti di PT Semen Indonesia (Tbk), PTPN VIII dan XI.

3.1.3. Ketersediaan dan Pemanfaatan dari Limbah Industri Sawit di Malaysia dan
Bangladesh

Kedua Negara ini dipakai Pengulas sebagai pembanding karena kedua memiliki karakteristik
sumber penghasil limbah yang sama. Malaysia sebagai penghasil limbah biomassa dari kelapa
sawit terbesat kedua setelah Indonesia. Sedangkan Bangladesh karena representative tengah
(rata-rata) penghasil sawti di Asia (± <10 juta ton/tahun).

Malaysia, memiliki produksi sawit 18,79 juta ton per tahun. Produksi sawit tersebut berpotensi
sebagai penghasil limbah dengan volume mencapai 10 juta ton lebih per tahun. Kapasitas
limbah sawit sebagai sumber biomassa untuk energy telah disadari oleh Malaysia untuk
pengembangan teknologi pengolahannya sebagai penyedian energy terbarukan. Energi
terbarukan (RE) industri di Malaysia dimulai pada tahun 2001 dalam konteks kekhawatiran
tentang penipisan masa depan bahan bakar konvensional dan keprihatinan lingkungan global
tentang emisi gas rumah kaca (GRK) (Meckhilef, 2011). The Small Renewable Energy Program
(SREP) adalah alat yang pertama kali dirancang untuk mendorong pengembangan industri
berdasarkan kelimpahan cadangan biomassa kelapa sawit tersebut, dan sumber energi
terbarukan lainnya yang telah diidentifikasi. Namun, program tersebut berjalan lambat. Pada
tahun 2011, dimulai lagi sistem baru, yaitu Feed-in Tariff (FiT). FiT dibuat untuk merangsang
industri. Dengan mempertimbangkan kekurangan dari skema sebelumnya. (Jennings, Umar,
2014).

16
Bangladesh telah mengalami beberapa masalah selama beberapa dekade terakhir. Ini termasuk
tingginya populasi penduduk, krisis energi dan pemanasan global, dsb. Pasokan energy untuk
pemenuhan kebutuhan energy masyarakatnya mengalami masalah yang cukup menghambat
pertumbuhan ekonominya. Energi terbarukan dapat memainkan peran yang efektif untuk
memenuhi permintaan energi. Sejak itu, Bangladesh sebagai negara agraris, biomassa dari
limbah pertanian, perkebunan dan industri kehutanannya sebagai salah satu potensi sumber
energi terbarukan di Bangladesh. Sisa tanaman pertanian, pupuk kandang dan limbah padat
perkotaan adalah sumber utama energi biomassa di negara ini (Ahsan, Huda, 2014). Walaupun
Bangladesh belum menerapkan secara optimal pemanfaatan sumber energy terbarukan dari
lembah tersebut, namun negaranya terus melakukan pengembangan teknologi biomassanya.

3.2. Pemanfaatan Energi Terbarukan untuk Kendaraan dan Industri


3.2.1. Pemanfaatan untuk Kendaraan (Komersial)

Energy terbarukan berupa hydrogen saat ini baru dimanfaatkan untuk prototype mesin mobil-
mobil ramah lingkungan. Salah satu korporasi adalah Toyota, Jepang yang memanfaatkan
hydrogen untuk sumber pembakaran pada mesin mobil hibrida-nya, Prius dan FCHV.

Sumber: Neni, 2008; www.google.com/fuelceel.jpg

Gambar 8. Skema Pemanfaatan Fuel Cell dan Hidrogen Biomassa pada Mobil-mobil Ramah
Lingkungan (hybrid prototype).

17
3.2.2. Pemanfaatan untuk Industri

Biomassa hasil limbah produksi untuk keperluan energy saat ini cukup banyak diaplikasikan.
Contoh yang sangat baik telah di laksanakan oleh Semen Indonesia (Persero) Tbk. Biomassa ini
digunakan sebagai alternatif pengganti penggunaan batu bara untuk produksi semen.
Penggunaan biomassa ini ternyata juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik
industrinya.

Biomassa sebagai alternatif energy bagi pabrik semen sangat memberikan manfaat dan efektif.
Beberapa manfaat dari biomassa di industri semen adalah:
1. Mereduksi emisi gas, khususnya CO2 yang juga dikenal sebagai penyebab utama efek
rumah kaca,
2. Memberikan solusi alternatif pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan sebagai
alternatif baru dalam pengolahan limbah,
3. Karena bahan-bahan yang digunakan dalam proses biomassa ini sebagian besar limbah
hasil pertanian yang sudah tidak digunakan lagi, dengan adanya biomassa ini tentu saja
petani-petani tidak akan membuang begitu saja sekam-sekam padinya yang ternyata
bernilai jual untuk sumber energi tinggi biomassa. Hal ini tentu saja sangat bermanfaat
karena mampu menambah penghasilan masyarakat,
4. Dengan metode biomassa ini, tentu dapat mengurangi banyaknya sumber daya tak
terbarukan yang digunakan dalam proses produsi semen seperti batu bara sehingga
eksploitasi sumber daya dapat berkurang. Hal ini dilakukan karena sebagai wujud usaha
mendukung program pemerintah dalam usaha pembangunan berkelanjutan, dan
5. Efisiensi biaya sehingga perusahaan pun akan memiliki profit lebih.

Semen Indonesia (Persero) Tbk menggunakan sekam padi, serbuk gergaji, serbuk kelapa
(cocopeat) dan limbah tembakau sebagai jenis biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar
alternatif.

Bahan baku pembuatan biomassa Semen Indonesia (Persero) Tbk ini di diambil dari beberapa
tempat di daerah dekat pabrik antara lain: kabupaten Tuban, Lamongan dan Bojonegoro. Semen
Indonesia (Persero), Tbk menggunakan metode co-processing dan gasifikasi untuk
menghasilkan biomassa.

18
(a) (b)
Bahan Baku Biomassa Mesin Gasifikasi Co-processing

Sumber: www.semenindonesia.co.id

Gambar 9. Pemanfaatan Limbah Perkebunan menjadi Biomassa untuk Pembangkit Listrik PT.
Semen Indonesia

3.3. Biomassa Limbah dan Lingkungan Hidup

Energi yang dihasilkan dari pengolahan limbah industri (perkebunan, pertanian, kehutanan,
maupun sampah kota) dapat memberikan input baru bagi penyediaan energy terbarukan.
Biomassa digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik dan bentuk-bentuk energi
lainnya. Bahan bakar ini bisa dalam bentuk gas, cair atau padat. Penggunaan energi biomassa
memiliki berbagai manfaat yaitu manfaat lingkungan dan ekonomi. Energi biomassa telah
menjadi energi alternatif bagi bahan bakar fosil yang saat ini umum dipakai untuk memproduksi
energi. Berikut manfaat lingkungan yang dapat diberikan dari pengolahaan limbah menjadi
biomasa.

Tabel 6. Manfaat Biomassa dan Keberlanjutan Lingkungan


Manfaat
Bentuk Pemanfaatan
Lingkungan
Mengurangi Jejak Biomassa menghasilkan emisi karbon lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Karbon Hal ini karena tanaman yang dipakai untuk biomassa baru tumbuh dan menggantikan yang
lama yang digunakan untuk menghasilkan energi biomassa sebelumnya. Penggunaan
bahan bakar fosil akan berkurang ketika sejumlah besar energi biomassa digunakan dan ini
berarti akan menurunkan tingkat karbon dioksida di atmosfer. Satu-satunya kelemahan
biomassa adalah bahan bakar fosil biasanya juga digunakan untuk memanen dan
memproduksi tanaman biomassa.

Mengurangi Jumlah Dengan menggunakan biomassa, jumlah metana di atmosfer dapat dikurangi. Metana
Metana di Atmosfer bertanggung jawab atas efek rumah kaca dan dengan produksi serta pemakaian energi
biomassa, tingkat gas metana diturunkan. Metana biasanya dihasilkan ketika bahan organik
terurai, oleh karena itu dengan berkurangnya proses ini (pembusukan), efek rumah kaca
dapat berkurang juga.

19
Manfaat
Bentuk Pemanfaatan
Lingkungan
Mencegah Kayu adalah salah satu bahan baku biomassa yang digunakan untuk menghasilkan energi
Kebakaran Hutan biomassa dan bahan ini biasanya diperoleh dari hutan. Penebangan pohon mungkin tampak
seperti hal yang tidak masuk akal untuk dilakukan guna mengurangi kebakaran hutan, tapi
cara ini benar-benar bekerja. Pemanenan pohon dari hutan dapat membantu untuk
mencegah melebarnya titik api karena pertumbuhan pohon yang padat. Jik terlalu banyak
pohon di hutan, ada resiko tinggi akan terjadi kebakaran hutan dan hal ini tidak baik untuk
lingkungan, karena ini berarti banyak karbon dioksida yang akan dilepaskan ke atmosfer.
Peningkatan Saat biomassa menggantikan bahan bakar fosil, hal ini berarti membantu untuk
Kualitas Udara meningkatkan kualitas udara karena akan ada lebih sedikit polusi. Penggunaan bahan bakar
fosil telah lama dipermasalahkan karena menyebabkan hujan asam. Biomassa tidak
menghasilkan emisi sulfur ketika dibakar dan ini akan mengurangi risiko hujan asam.
Dengan menanam tanaman bahan baku biomassa, karbon di atmosfer akan didaur ulang.
Hal ini akan memberikan sebuah manfaat besar bagi peradaban manusia, karena
berkurangnya polusi di udara.
Keandalan Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan ada peningkatan permintaan listrik dan
ini berarti kita perlu sumber energi yang dapat diandalkan. Energi biomassa dapat
diandalkan karena bahan tanaman dan hewan yang digunakan untuk memproduksinya
dapat dipasok secara konstan. Biomassa adalah sumber listrik yang dapat diandalkan, kita
tidak perlu khawatir mengenai pemadaman listrik. Biomassa juga murah untuk diproduksi
dan juga menurunkan jumlah tagihan listrik.
Daur Ulang Beberapa sumber energi biomassa meliputi limbah industri dan co-produk, hal ini
merupakan sebuah keuntungan besar karena ini berarti tidak ada keluaran industri yang sia-
sia. Semua produk limbah dari industri dapat digunakan untuk menghasilkan energi
biomassa.
Sumber: http://www.indoenergi.com/2012/04/keuntungan-energi-biomassa.html

4. Beberapa Catatan dan Rekomendasi

Menurut Pengulas, secara umum hasil yang disampaikan Penulis cukup memberikan informasi
pengembangan teknologi sel bahan bakar dan pemanfaatan biomassa menjadi hidrogen. Penulis
juga cukup dalam menyampaikan fakta manfaat biomass, metode pemanfaatan, dan potensi
pengembangan serta prospek demand masa depan. Namun, Pengulas ingin menambahkan
terkait ketersediaan dan dukungan dalam pengembangan pemanfaatan biomassa dan teknologi
pemanfaatannya.

Dari informasi yang disampaikan Penulis dan beberapa artikel yang Pengulas telaah, Pengulas
melihat bahwa Penulis belum menyampaikan secara menyeluruh perkembangan pengelolaan
dan pemanfaatan biomassa dari limbah dan kemajuan dari implementasi fuell cell dan hydrogen
sebagai bahan bakar alternative. Penulis belum memberikan secara detail dukungan dari pihak-
pihak yang berkepentingan untuk penggunaannya, baik disisi demand maupun supply-nya.
Penerapannya sendiri di Ethiopia, Pengulas memandang bahwa implementasi fuell cell dan
hydrogen belum diterapkan. Selain itu, Pengulas tidak memperoleh keterangan secara rinci
spesifikasi dari biomassa yang dihasilkan dari limbah padat kota. Spesifikasi ini diperlukan
karena biomassa hasil dari lumpur limbah kota dengan limbah perkebunan hasil industri
memiliki komposisi yang berbeda-beda.

20
Selain itu, Pengulas melihat bahwa berdasarkan Outlook Energi Indonesia 2011 menyebutkan
bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan PDB meningkat beriringan dengan
pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia sebagaimana teori Keynesian. Semakin banyak
penduduk (dalam hal ini 237.6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,5 persen
pertahun) dengan pendapatannya yang meningkat (dalam hal ini agregat PDB sebesar 6,11
persen dengan kenaikan kelas menengah sebesar 7 juta orang pertahun) maka tingkat konsumsi
energi dalam melakukan kegiatan ekonomi juga semakin meningkat. Dalam kurun waktu tahun
2000-2009 konsumsi energi nasional mengalami kenaikan dari 709,1 juta SBM (Setara Barrel
Minyak) menjadi 865,4 juta SBM pada tahun 2009 atau meningkat sekitar 7% pertahun. Angka
konsumsi di atas juga menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi di Indonesia merupakan
yang tertinggi di dunia, di mana tingkat konsumsi dunia hanya mencapai rata-rata 2,6%
pertahun. Yang menjadi permasalahan adalah konsumsi energi ini masih didominasi oleh Bahan
Bakar Minyak (BBM), gas bumi dan batu bara yang merupakan energi fosil yang tidak
terbaharukan (Fariz, 2011). Dari ulasan ini dimungkinkan biomassa menjadi energy terbarukan
potensial di masa depan.

Dari ulasan dan beberapa catatan ini, Pengulas mengkompilasi beberapa catatan penting maksud
dan tujuan dari artikel Penulis sebagai berikut:
1. Jawaban atas tujuan Penulis pada artikel diemukan bahwa:
a. Potensi dari pengolahan limbah menjadi biomassa sebagai sumber energy terbaharukan
masa depan dapat memberikan solusi akan pemenuhan sumber energy baru yang
terbarukan dan ramah lingkungan. Potensi ini dapat dilakukan dengan distribusi
pengumpulan dan pengangkutan limbah yang terstruktur, serta mendorong pelaku
usaha menerapkannya pada lingkungan industrinya.
b. Biomassa dan limbah perkebunan yang banyak dimiliki Negara-negara berkembang
dapat dipakai sebagai alternatif pemenuhan energy. Penggunaan biomassa dapat
jadikan bahan bakar motor penggerak dalam bentuk hydrogen sebagai sumber energy
listrik masa depan ramah lingkungan dan solusi meminimalisasi limbah dalam bentuk
biomass.
c. Biomassa menjadi kunci pemenuhan energy terbarukan untuk memenuhi kebutuhan
energy masa depan dari perkembangan dan pembangunan kota (kebutuhan energy bagi
smart city, smart building, smart village).
d. Biomassa menjadi solusi ketergantungan energy dari bahan baku fosil (minyak bumi,
batu bara).

21
2. Biomassa sebagai hasil dari pengolahan limbah padat, baik limbah kota maupun hasil
perkebunan, pertanian, dan sisa hasil industri dapat dijadikan sebagai sumber bahan bakar
untuk pemenuhan energy yang terbarukan yang sangat ramah lingkungan.
3. Limbah, sebagai sisa hasil industri tersebut banyak ditemukan di Negara-negara
berkembang (perkebunan sawit, pertanian, industri perkayuan), yang bila dikelola dengan
baik maka Negara-negara tersebut mendapatkan manfaat dan benefit yang besar. Manfaat
dalam hal penyediaan energy yang terus menerus tanpa bergantung pada sumber fosil.
Benefit yang diperoleh berupa penghematan Negara untuk impor sumber energy fosil, dan
Negara dapat menjadi pemasok sumber energy ramah lingkungan. Selain itu terjaganya
lingkungan.
4. Stimulus untuk pengembangan lebih lanjut akan teknologi pengolahan biomassa diberbagai
bidang ilmu pengetahuan. Pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam hal ini
teknologi baterai fuel cell, mesin-mesin berbahan bakar hydrogen, motor listrik dan mesin-
mesin pemasok energy lain.

Rekomendasi Pengulas tentang biomassa dari limbah di Indonesia untuk pengembangan


teknologi baterai dan mesin hibrida sebagai berikut:

1. Aspek Ekologi
Pengembangan teknologi ramah lingkungan melalui penggunaan mesin dan sumber bahan
bakar yang memiliki polutan sangat minim dapat menekan proses pemanasan global dan
menjaga lestarinya lingkungan.

Para pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah akan lebih efektif dan efisien dalam
pengelolaan limbah/sisa hasil usahanya. Sisanya hasil kegiatan akan terdistribusi secara
baik untuk menjamin terjaganya pasokan energy.

Dari aspek ekologi, pemerintah dapat memberikan insentif bagi siapapun yang dapat
mengelola limbah dengan baik. Sisi industri, akan memperoleh manfaat ketersediaan bahan
baku yang terus menerus bagi usahanya (apapun usahanya). Sedangkan dari sisi
masyarakat, akan memperoleh kualitas lingkungan yang lebih baik.

22
2. Aspek Ekonomi
Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energy dapat memperbaiki taraf hidup, baik
pengguna, produsen, maupun alam lingkungannya. Mereka akan memiliki kesempatan
peningkatan pendapatan yang lebih besar, serta cukup terjaminnya keamanan energy di
masa depan. Negara pengelola sumber energy biomassa dapat memperoleh mata uang
asing dalam bentuk devisi, bila dapat menjadi pen-supply energy terbarukan tersebut
(baterai fuel cell dan hydrogen).

3. Aspek Sosial
Masyarakat memperoleh manfaat energy yang cukup untuk melakukan berbagai kegiatan
kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA
Alya Limayema, Steven C. Ricke. (2012). Lignocellulosic biomass for bioethanol production:
Current perspectives, potential issues and future prospects.
www.elsevier.com/locate/enconman (pp.449-467).
A.S.N.Huda, S.Mekhilef (2014). Biomass energy in Bangladesh: Current status and prospects.
Department of Electrical Engineering. University of Malaya.
www.elsevier.com/locate/enconman (pp.504-517).
Dawit Diriba Guta (2014). Assessment of Biomass Fuel Resource Potential And Utilization in
Ethiopia: Sourcing Strategies for Renewable Energie. Department of Economics and
Technological Change, Centre for development Research (ZEF). University of Bonn.
www.elsevier.com/locate/enconman (pp.444-460).
Fariz, Mohammad. (2011). “Green Energy Village”, sebuah Cerita yang Terlupakan dari
Biomassa sebagai Kunci Indonesia Mandiri Energi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Studi
Ilmu Ekonomi. Malang.
Irvan, Bambang Trisakti, Michael Vincent, Yohannes Tandean. (2012). Pengolahan Lanjut
Limbah Cair Kelapa Sawit secara Aerobik menggunakan Effective Microorganism guna
menggurangi Nilai TSS. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, Volume 1
Nomor 2. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
(pp.27-30).
Irawati, Utami. (2011). Paparan Biomassa dan Gasifikasi. Program Studi Kimia Fakultas MIPA
Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.
Ishani Mukherjee, Benjamin K, Sovacool. (2014). Palmoil-based biofuels and sustainability in
southeast Asia: A review of Indonesia, Malaysia, and Thailand. Lee KuanYew Schoolof
Public Policy. National University of Singapore. www.elsevier.com/locate/enconman
(pp.1-12).
Lihawa, Fitryane; Yuniarti Utina. (2009). Prediksi Dampak Erosi Permukaan pada
Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Pohuwato. Program Studi
Pendidikan Geografi Fakultas MIPA UNG.

23
Mohd Shaharin Umar, Philip Jennings, Tania Urmee. (2014). Generating renewable energy
from oil palm biomass in Malaysia: The Feed-in Tariff policy framework School of
Engineering and Information Technology. Murdoch University, 90, South Street,
Western Australia 6150, Australia. www.elsevier.com/locate/enconman (pp.37-46).
Muliawati, Neni. (2008). Hidrogen sebagai Sel Bahan Bakar Sumber Energi Masa Depan.
Makalah terpublikasi Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik Universitas Lampung.
(pp.15-27).
Satriadi, Hantoro; Widayat. (2012). Proses Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit dengan
Mikro Algae Liar. Prosiding SNST ke-3 Tahun 2012. Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Ulrich ElmerHansen a,n, IvanNygaard. (2014). Sustainable energy transition sinemerging
economies: Theformation of a palm oil biomass waste-to-energy niche in Malaysia
1990–2011. UNEP Risø Centre, Department of Management Engineering, Technical
University of Denmark (DTU). Journal homepage: www.elsevier.com/locate/enconman
(pp.666-676).
Piyapong Hunpinyo, Peam Cheali, Phavanee Narataruksa, Sabaithip Tungkamani, Nuwong
Chollacoop. (2014). Alternative route of process modification for biofuel production by
embedding the Fischer–Tropsch plant in existing stand-alone power plant (10 MW)
based on biomass gasification – Part I: A conceptual modeling and simulation
approach (a case study in Thailand). Journal homepage:
www.elsevier.com/locate/enconman. (pp.1179-1192).
S. Mekhilefa, R. Saidurb, A. Safari a, W.E.S.B. Mustaffaa. (2011). Biomass energy in
Malaysia: Current state and prospects. Department of Electrical Engineering and
Department of Mechanical Engineering, University of Malaya, 50603 Kuala Lumpur,
Malaysia. www.elsevier.com/locate/enconman (pp.3360-3370).
S.M. Shafie, T.M.I.Mahlia, H.H.Masjuki, A.Ahmad-Yazid. (2012). A review on electricity
generation based on biomass residue in Malaysia. Department of Mechanical
Engineering, University of Malaya. www.elsevier.com/locate/enconman (pp.5879-
5889).
http://www.indoenergi.com/2012/04/keuntungan-energi-biomassa.html.

24

Anda mungkin juga menyukai