Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Profil Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi


Rumah sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor adalah rumah sakit jiwa
pertama yang berdiri di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Rumah
sakit pertama kali berdiri pada tanggal 1 Juli 1882 dengan nama resmi
Krankzinnigengestich Te Buitenzorg. Setelah masa kemerdekaan Republik
Indonesia yaitu tahun 1945, kepemilikan rumah sakit pun berpindah ke tangan
pemerintah Republik Indonesia dan diubah namanya menjadi Rumah Sakit
Jiwa Bogor dengan direktur pribumi pertama yaitu dr. H. Marzoeki Mahdi.
Seiring berjalannya waktu perubahanpun terjadi pada Rumah Sakit
Jiwa Bogor ini. Pada tahun 1978 berdasarkan SK Menteri Kesehatan
No.135/MENKES/SK/IV/78 Rumah Sakit Jiwa Bogor berubah namanya
menjadi Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor. Kemudian pada tahun 2002 tepatnya
tanggal 10 April 2002 Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor berubah namanya
menjadi Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor berdasarkan SK Menkes
No. 266/Menkes/SK/IV/2002. Pada tahun 2007, Rumah Sakit dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor menjadi Instansi Pemerintah yang menerapkan PPK-BLU
berdasarkan SK Menkeu No. 279/KMK.05/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan
ditetapkan Menjadi 15 UPT Depkes dengan menerapkan PPK-BLU
berdasarkan SK Menkes No. 756/Menkes/SK/VI/2007 tanggal 26 Juni 2007.
Meskipun telah banyak berganti nama, tetapi rumah sakit dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor tetap menjadikan pelayanan kesehatan jiwa sebagai
pelayanan utama,dengan unggulan pelayanan kesehatan jiwa dan rehabilitasi
NAPZA.
Rumah sakit ini adalah salah satu rumah sakit terluas yang ada di
wilayah Indonesia. Luas area lahannya mencapai 572.026,00 m2 dengan luas
bangunan 34.035,56 m2 yang dibagi menjadi beberapa bangunan yaitu untuk
ruang rawat inap dan rawat jalan seluas 14.449,27 m2, untuk instalasi seluas
638,35 m2, bangunan administrasi 3.858,83 m2 dan ruangan lainnya seluas
15.089,11 m2.

3
1. Visi dan Misi
Visi
Menjadi rumah sakit jiwa rujukan nasional dengan unggulan layanan
rehabilitasi psikososial tahun 2019
Misi
1) Mewujudkan layanan kesehatan jiwa dengan unggulan rehabilitasi
psikososial
2) Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan riset
unggulan dalam bidang kesehatan jiwa
3) Meningkatkan peran strategis dalam program kesehatan jiwa
nasional
4) Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan stake holder
5) Meningkatkan komitmen dan kinerja pegawai untuk mencapai
kesejahteraan

2. Data Monografi
Kapasitas tempat tidur tercatat sejumlah 640 tempat tidur (TT),
pendistribusiannya terdiri dari rawat inap psikiatri 483 TT, rawat inap
pemulihan ketergantungan NAPZA 97 TT dan rawat inap umum 138 TT.
Rumah Sakit dr. H Marzoeki Mahdi Bogor mempunyai tiga layanan utama,
yaitu:
1) Rawat Jalan
a. Rawat Jalan Psikiatri
- Psikiatri Dewasa
- Psikiatri anak dan remaja
- Klinik Psikogeriatri
- Klinik Penanganan Trauma
- Klinik Cemas dan Depresi
- Klinik CLP
- Klinik Psikologi
- Medical Chek Up Terpadu
- Klinik Konsultasi Keperawatan
- Klinik NAPZA
- Klinik HIV/VCT/PMT CT

4
b. Rawat Jalan Non Psikiatri
- Klinik Neurologi
- Klinik Penyakit Dalam
- Klinik Jantung dan Pembuluh Darah
- Klinik Diabetes Terpadu
- Klinik Anak
- Klinik THT
- Klinik Mata
- Klinik Paru
- Klinik Obgin
- Klinik Bedah
- Klinik Kulit
- Klinik Gigi dan Mulut
2) Rawat Inap
a. Rawat Inap Psikiatri
- Ruang Akut (PHCU)
- Ruang Intermediet (mulai dihapuskan)
- Ruang Stabilisasi
- Ruang Psikiatri Forensik
- Ruang Komorbiditas Forensik
- Ruang Geriatri
- Ruang Mental Organik
- Ruang Anak dan Remaja
- Ruang CLP
b. Rawat Inap Non Psikiatri (termasuk ICU)
c. Rawat Inap NAPZA
- Ruang Detoxifikasi
- Ruang Rehabilitasi
- Ruang Infeksi
3) Instalasi Gawat Darurat dan Penunjang
a. Intalasi Gawat Darurat (Psikiatri dan Non Psikiatri)
b. Penunjang Medik
- Laboratorium
- Gizi

5
- Farmasi
- Radiologi dan Imaging
- Haemodialisa (sedabg tidak aktif)
- Rekam Medik
- OK
c. Penunjang Non Medik
- IPAL
- Pemulasaraan Jenazah
- Laundry dll

B. Peran, Fungsi dan Tugas Perawat


Perawat Profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan
berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenagannya
(Depkes RI, 2002 dalam Aisiyah 2004). Perawat memiliki peran, fungsi dan
tugasya masing-masing.
1. Peran Perawat
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri
dari :
1) Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan
diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian
asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai
dengan kompleks.
2) Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada

6
pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-
hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak
atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk
menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat
kelalaian.
3) Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang
diberikankan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
4) Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuan klien.
5) Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
6) Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan
atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
7) Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

7
2. Fungsi Perawat
Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai
fungsi diantaranya:
1) Fungsi Independent
Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana
perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan
fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan
kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan
dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan
kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
2) Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan
atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan
pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke
perawat pelaksana.
3) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini
dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim
dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks.
Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun yang lainnya.

3. Tugas Perawat
Tugas pokok Perawat adalah melakukan kegiatan pelayanan
keperawatan yang meliputi asuhan keperawatan, pengelolaan
keperawatan dan pengabdian pada masyarakat. Tugas perawat ini
disepakati dalam lokakarya tahun 1983 yang berdasarkan fungsi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan adalah:

8
1) Mengumpulkan Data
2) Menganalisis dan mengintrepetasi data
3) Mengembangkan rencana tindakan keperawatan
4) Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
ilmu perilaku, sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan
asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi KDM.
5) Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana
keperawatan
6) Menilai tingkat pencapaian tujuan.
7) Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan
8) Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.
9) Mencatat data dalam proses keperawatan
10) Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan
keperawatan
11) Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang
keperawatan
12) Membuat usulan rencana penelitian keperawatan
13) Menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.
14) Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan
15) Membuat rencana penyuluhan kesehatan
16) Melaksanakan penyuluhan kesehatan
17) Mengevaluasi penyuluhan kesehatan
18) Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
19) Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan
maupun tim kesehatan lain.

C. 6 Sasaran Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien (patient safety) adalah prioritas utama dalam
dunia medis. Karena itu, hal tersebut senantiasa disosialisasikan di setiap
lingkungan fasilitas kesehatan. Seluruh tindakan medis terhadap pasien pasti
memiliki risiko tersendiri. Pastinya tidak ada satu petugas kesehatan atau
dokter pun yang menginginkan pasiennya mengalami risiko tidak diinginkan

9
tersebut. Oleh sebab itu, keselamatan pasien harus diutamakan dalam setiap
penanganan medis. Setiap tenaga medis harus memahaminya, sehingga bisa
menerapkannya dengan baik. Dalam hal ini perawat di ruangan ikut terlibat
langsung dalam terciptanya keselamatan pasien tersebut.
Berikut ini adalah 6 sasaran keselamatan pasien:
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar
Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat
paling sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien,
tanggal lahir, nomor rekam medik, atau bentuk lainnya (misalnya, nomor
induk kependudukan atau barcode). Identifikasi pasien dilakukan sebelum
dilakukan tindakan, prosedur diagnostik, dan terapeutik.
2. Meningkatkan komunikasi yang Efektif
Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak
mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang
bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi
yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah
melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil
pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Oleh sebab itu
pesan secara verbal atau verbal lewat telpon harus ditulis lengkap di
catatan pasien lalu dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi
oleh pemberi pesan (TBAK).
3. Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai
Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien,
bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien,
terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai
adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah
menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas :
a. Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau
kemoterapeutik;

10
b. Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan
sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax
dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama
obat rupa ucapan mirip (NORUM);
c. Elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama
atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama
atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi
lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%,
atau lebih. Penggunaan obat-obatan ini harus diberi label High Alert!.
4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai
berikut:
a. Beri tanda di tempat operasi
b. Dilakukan verifikasi praoperasi;
c. Melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai.
5. Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di
lingkungan fasilitas kesehatan. Upaya terpenting menghilangkan masalah
infeksi ini adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan.
Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand hygiene)
dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi
pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur
menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel),
tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman.
Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain :
a. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan
antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik
(handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar
ruangan pelayanan pasien secara merata.
b. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60
detik.
c. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

11
Berikut adalah 6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO:
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan
gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling


mengunci

12
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

Atau pada poster yang lebih ringkas pada gambar berikut ini :

6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh


Ada berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain:
kondisi pasien; gangguan fungsional pasien (contoh gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif);
lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit; riwayat jatuh pasien; konsumsi
obat tertentu; konsumsi alkohol.

13
Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh
dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh
operasi dan/atau anestesi, perubahan mendadak kondisi pasien, serta
penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen selama
dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk
identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh. Dan apabila
terdapat resiko dari hasil assessment maka pasien tersebut diberi gelang
identitas berlabel kuning (beresiko jatuh).

14

Anda mungkin juga menyukai