Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lebih dari 80% penderita trauma yang datang ke rumah sakit selalu
disertai cedera kepala. Sebagaian besar penderita trauma kepala disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas,berupa tabrakan sepeda motor,mobil,sepeda dan
penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari
ketinggian,tertimpa benda (ranting pohon,kayu,dll), olahraga, korban
kekerasan (misalnya: senjata api,golok,parang,batang kayu,palu,dll)
Kontribusi paling banyak terhadap trauma kepala serius adalah ada
kecelakaan sepeda motor,dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan
helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%).Dalam hal ini
dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang terlalu tipis dan
penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai,sehingga saat penderita
terjatuh,helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai.
Akibat dari trauma kepala akan menimbulkan beberapa masalah, salah
satunya perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat
mengkaji secara adekuat pasien cedera kepala dan memulai tindakan
keperawatannya.Meskipun peran perawat dalam program pencegahan amat
penting, perannya dalam mengenali dan merawat cedera otak juga tidak kalah
pentingnya.

1.2Rumusan masalah

a. Bagaimana anatomi fisiologi kepala?


b. Apa definisi trauma kepala?
c. Apa saja jenis trauma kepala?
d. Bagaimanapenyebab Trauma Kepala?
e. Bagaimanapatofisiologi trauma kepala?
f. Bagaimana WOC trauma kepala?
g. Bagaimanapenilaian Skor Koma Glasgow ?
h. Bagaimana penatalaksanaannya?

1
i. Apa saja pemeriksaan penunjang trauma kepala?
j. Bagaimana Komplikasi trauma kepala?
k. Teori asuhan keperawatan pada trauma kepala?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui anatomi fisiologi kepala


b. Untuk mengetahui Definisi trauma kepala
c. Untuk mengetahui jenis trauma kepala
d. Untuk mengetahui Penyebab trauma kepala
e. Untuk mengetahui Patofisiologi trauma kepala
f. Untuk mengetahui WOC trauma kepala
g. Untuk mengetahui Penilaian Skor Koma Glasgow
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma Kepala
i. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma kepala
j. Untuk mengetahui Komplikasi trauma kepala
k. Untuk mengetahui Teori asuhan keperawatan pada trauma kepala

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Kepala

2.1.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.

Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,


temporal dan oksipital.Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga
dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat
lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum .

3
2.1.2 Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :

1) Dura mater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium.Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam


dari kranium (ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan

4
epidural.Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2) Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus


pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak.Selaput ini dipisahkan dari dura mater
oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh
spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub
arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

3) Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater

2.1.3 Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan

5
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan


dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses
penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik.Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi
dan keseimbangan.

2.1.4 Cairan Serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan


kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS
dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.

2.1.5 Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang


supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

2.1.6 Vaskularisasi otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot

6
didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut
keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

2.2 Definisi Trauma Kepala

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain
Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

2.3 Jenis Trauma Kepala

Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara
garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka.Trauma kepala tertutup
merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala
setelah luka.The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma
kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-
tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.Trauma kepala
terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater.

2.4 Penyebab Trauma Kepala

Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma


kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak
20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan
sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama
trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien
trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan
adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak
7,1per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab
utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:

7
1. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor


bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga

2. Jatuh

Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur


ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di
gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

3. Kekerasan

Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau


perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan

2.5 Patofisiologi Trauma Kepala

Otak dilindungi oleh perisai kubah tengkorak (rambut, kulit, tulang,


meningen, dan cairan serebrospinal) yang akan meredam kekuatan dari suatu
benturan fisik. Di bawah tingkat kekuatan tertentu (kapasitas absorpsi), kubah
tengkorak dapat mencegah energy benturan sehingga tidak mengenai jaringan
otak.Derajat cedera kepala akibat trauma biasanya sebanding dengan besar
kekuatan yang mencapai jaringan kranial.Lebih lanjut, kemungkinan cedera leher
harus diasumsikan terjadi pada pasien trauma kepala kecuali bila kemungkinan ini
sudah dapat disingkirkan (Corwin, 2009).

Trauma tertutup secara khas merupakan cedera akselerasi deselerasi


(coup/contrecoup) yang terjadi secara tiba-tiba.Pada cedera coup/contrecoup,
kepala membentur benda yang relative dalam keadaan stasioner sehingga terjadi
cedera pada jaringan kranial di dekat tempat benturan (yang disebut coup).
Kemudian kekuatan atau gaya yang masih tersisa mendorong otak hinga
menghantarkan sisi tengkorak yang lain dan dengan demikian terjadi benturan
serta cedera sekunder (yang disebut contrecoup). Kontusio dan laserasi dapat pula
terjadi pada saat contecoup ketika jaringan otak yang lunak menggelincir pada

8
tulang rongga tengkorak yang kasar. Di samping itu, serebrum dapat mengalami
robekan karena terpeluntir, yang merusak pars mesensefalon superior dan daerah-
daerah otak pada lobus frontalis, temporalis, serta oksipitalis (Corwin, 2009).

Trauma terbuka dapat menembus kulit kepala, tulang tengkorak,


meningen, atau otak.Cedera kepala yang terbuka biasanya disertai dengan fraktur
tulang tengkorak (fraktur cranium), dan fragmen tulang yang patah serin
menimbulkan hematoma serta rupture meningen dengan kehilangan cairan
serebrospinal sebagai akibatnya.

2.6 WOC

9
2.7 Skor Koma Glasgow (SKG)

Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien
trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat
kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;

1. Proses membuka mata (Eye Opening)

2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)

3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu


tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

1. Eye Opening

RESPON ≥ 1 TAHUN 0-1 TAHUN


MATA
4 Mata terbuka dengan spontan Membuka mata spontan
Membuka mata oleh
3 Mata membuka setelah diperintah teriakan
Mata membuka setelah diberi Membuka mata oleh
2 rangsang nyeri nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata

2. Best Motor Response

RESPON
MATA ≥ 1 TAHUN 0-1 TAHUN

6 Menurut perintah Belum dapat dinilai

5 Dapat melokalisir nyeri Melokalisasi nyeri

4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri

10
Fleksi abnormal
3 Fleksi (dekortikasi) (decortikasi)

2 Ekstensi (decerebrasi) Eksternal abnormal

1 Tidak ada gerakan Tidak ada respon

3. Best Verbal Response

RESPON MATA >5 TAHUN 2-5 TAHUN 0-2 TAHUN


Orientasi baik dan Menyebutkan
mampu kata-kata yang
5 berkomunikasi sesuai Menangis kuat
Disorientasi tapi Menyebutkan
mampu kata-kata
4 berkomunikasi yangtidak sesuai Menangis lemah
Menyebutkan kata- Kadang-kadang
kata yang tidak sesuai Menangis dan menagis /
3 (kasar, jorok) menjerit menjerit
Mengeluarkan Mengeluarkan
2 Mengeluarkan suara suara lemah suara lemah
Tidak ada Tidak ada
1 Tidak ada respon respon respon

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;

1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15

2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13

3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8

11
a) Trauma Kepala Ringan

Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan,
tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes,
1999).Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi
neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya
(Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15
(sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,
hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah
cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001).Cedera
kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-
rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L.

Tanda dan gejala:

1) Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat


2) Mual atau dan muntah.
3) Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
4) Perubahan keperibadian diri.
5) Letargik.

b) Trauma Kepala Sedang

Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam
CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit.Pasien mungkin bingung atau
somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13).
Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam
laktat rata-rata 3,15 mmol/L

c) Trauma Kepala Berat

Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah
Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999).Hampir 100% cedera kepala berat dan
66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera
kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder

12
apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan
dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara
klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat
disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan
serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles etal.,
1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam
laktat 3,25 mmol/L

Tanda dan gejala:

1) Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak


menurun atau meningkat.
2) Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
3) Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
4) Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau
posisi abnormal ekstrimitas.

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Penatalaksanaan Medis

a) Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b) Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c) Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan
perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa
dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
d) pembedahan

13
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil
fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil
benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak
lebih lanjut akibat fraktur dapat dikurangi.
e) Mobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan
pemasangan servical colar.Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh
khusus untuk leher.Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang
servical yang dapat memperparah kerusakan tulang servical yang patah
maupun pada cedera kepala.Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal
pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.

2.8.2Penatalaksanaan keperawatan

a) Kontusio dengan kehilangan kesadaran kurang dari 20 menit : Biasanya tidak


perlu dirawat, Tirah baring
b) Kontusio, laserasi atau kehilangan kesadaran lebih dari 20 menit : Rawat di
UPI, Tirah baring, Lakukan tidakan untuk mengatasi meningkatnya tekanan
intracranial mencegah kejang
c) Mengkaji riwayat cedera
d) Pantau tanda-tanda vital dan periksa cedera tambahan. Palpasi tulang
tengkorak untuk menemukan gejala nyeri tekan atau hematoma
e) Jika pasien mengalami perubahan tingkat kesadaran lakukan observasi tanda-
tanda vital, tingkat kesadaran, dan besar pupil setiap 15 menit.
f) Pasien dengan kondisi stabil setelah dilakukan observasi selama empat jam
atau lebih dapat dipulangkan di bawah pengawasan orang dewasa yang
bertanggung jawab
g) Bersihkan dan cuci luka yang superfisial pada kulit kepala.
h) Berikan edukasi pada klien untuk mewaspadai kemungkinan sakit kepala
bertambah berat, vomitus, tanda-tanda perdarahan cairan serebrospinal dari
dalam telinga
i) Jika pada pasien mengalami kontusio serebri dan fraktur cranium pertahankan
patensi jalan napas dengan memasang pipa Mayo, pemasangan pipa jalan

14
napas melalui hidung merupakan kontraindikasi pada pasien fraktur basis
kranii. Intubasi bisa diperlukan. Lakukan pengisapan (suction) melalui mulut
dan bukan melalui hidung untuk mencegah bakteri masukjika terjadi
j) Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari hidung, bersihkan
rembesan dan jangan biarkan pasien menghembuskannya keluar seperti
k) Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari dalam telinga, tutup
telinga secara hati-hati tanpa menekannya dengan kasa steril dan jangan
memasukkan kasa tersebut ke dalam liang telinga
l) Atur posisi pasien sedemikian rupa agar secret dapat mengalir keluar dengan
benar, tinggikan bagian kepala ranjang hingga membentuk sudut 30 derajat
m) Terapkan kewaspadaan terhadap serangan kejang atau bangkitan epilepsi,
tetapi jangan menghalangi pasien dengan banyak larangan
n) Batasi asupan total cairan per oral sampai 40% hingga 50% (1200 hingga
1500 ml/hari) untuk mengurangi volume cairan tubuh dan edema
intraserebral.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a) CT-scan (dengan tanpa kontras)
b) MRI
c) Angiografi berkala
d) EEG berkala
e) Foto rontgen
f) PET
g) Pemeriksaan CFS
h) Kadar elektrolit
i) AGD
2.10 Komplikasi Trauma kepala
a) Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
b) Perdarahan
c) Kejang
d) Infeksi (trauma terbuka)
e) Depresi pernapasan dan gagal napas
f) Herniasi otak

15
g) Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis.

16
BAB 3

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TRAUMA KEPALA

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar
daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15
hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

3.1.2 Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka


dikepala

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi,


adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis,
takipnea.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.

3.1.3 Pemeriksaan Primer

1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:

a. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada


pasien tidak sadar).

17
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal
(pada pasien tidak sadar).

c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah
karena hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.

d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi


intratrakeal).

e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).

2. Breathing/pernapasan:

a. Kaji pemberian O2.

b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan


dinding dada (simetris)/posisi trakea.

c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.

3. Circulation/sirkulasi:

a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi


apeks/JVP/bunyi jantung/bukti hilangnya darah.

b. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.

c. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,


hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi
urin.

3.1.4 Pemeriksaan Sekunder

1. Penampilan atau keadaan umum

Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.

2. Tingkat kesadaran

Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.

18
3. Tanda-Tanda Vital

Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5-


37,5°C)

Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)

Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)

RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)

4. Pemeriksaan Nervus Cranial

a. Nervus I : Penurunan daya penciuman.

b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan karena


edema pupil.

c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,


perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor.

d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah dahi.

e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa


pada 2/3 anterior lidah.

f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.

g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.

h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.

19
5. Pemeriksaan Head to Toe

a. Pemeriksaan Kepala

Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada


deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala)
Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)

Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada
kemerahan)

Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan


simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)

Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada
uban) Palpasi (rambut mudah rontok)

Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil


anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap
rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi
(bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)

Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal


keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi
septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan)

Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada


otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna biru
atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid), dan memotipanum
(perdarahan di daerah membrane timpani telinga)) Palpasi (tidak ada
lipatan, ada nyeri)

Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran


mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak
bersih, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada
pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi
(tidak ada lesi, lidah tidak ada massa)

20
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp,
tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak
ditemukan kaku kuduk)

b. Pemeriksaan Dada dan Thorak

· Paru-paru :

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada
cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.

Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Sonor pada kedua paru.

Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.

· Jantung :

Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia

Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan

Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun

c. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal

Auskultasi : Bising usus normal

Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada
nyeri pada Titik Mc. Burney.

Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup

21
d. Pemeriksaan Genetalia

Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan

e. Pemeriksaan Ekstremitas

Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot,


adanya sianosis

Palpasi : Turgor buruk, kulit kering

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (mis, trauma kepala)
2. Hipovolemia b.d gangguan mekanisme regulasi.
3. Nyeri akut b.d Gejala terkait penyakit
4. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (mis, trauma kepala)

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 diharapkan


pola napas kembali efektif

KH:

1) Kedalaman inspirasi dalam kisaran normal (RR : 16-24 x/menit)


2) Kepatenan jalan napas dalam kisaran normal, klien tidak merasa
tercekik, tidak ada suara nafas abnormal
3) Frekuensi dan irama pernapasan dalam keadaan normal
Intervensi:
1.Dukungan kepatuhan program pengobatan.
2. Dukungan Ventilasi.
3. Manajemen jalan napas buatan.
4. Pengaturan posisi
5. Pemberian obat

22
2. Hipovolemia b.d gangguan mekanisme regulasi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam


diharapkan kekurangan volume cairan teratasi.
KH:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak rasa haus yang berlebihan
3. TTV dalam batas normal

Intervensi:

1. Obsersavi TTV
2. Monitor status hidrasi (mis., membrane mukosa lembab denyut nadi
adekuat, dan tekanan darah ortostatik)
3. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
4. Dorong pasien dan keluarga untuk menambah intake oral misalnya
minum
5. Kolaborasi pemberian cairan IV

3. Nyeri akut b.d gejala terkait penyakit

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam


Diharapkan rasa nyaman kembali
KH:
1. Mengontrol nyeri (mengetahui penyebab nyeri, mengetahui cara
mengurangi nyeri)
2. Rasa nyaman tidak terganggu
3. Mengontrol gejala nyeri
Intervensi:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, identitas
nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Tingkatkan istirahat dan tidur

23
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
4. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebralyang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam klien
tidak menunjukan peningkatan TIK .
KH:
1. Klien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman
2. Mencegah cedera
3. GCS dalam batas normal
4. Peningkatan pengetahuan pupil membaik
5. Tanda vital dalam batas normal
Intervensi:

1. Ubah posisi klien secara bertahap


2. Jaga suasana tenang
3. Atur posisi pasien bedrest
4. Kurangi cahaya ruangan
5. Tinggikan kepala
6. Hindari rangsangan oral
7. Angkat kepala dengan hati-hati
8. Awasi kecepatan tetesan cairan infuse
9. Berikan makanan personde susuai jadwal
10. Pasang pagar tempat tidur
11. Pantau tanda gejala TIK
12. Kaji respon pupil

3.4 Implementasi Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (mis., trauma
kepala).
Implementasi:

24
1. Memberikan dukungan kepatuhan program pengobatan.

2. Memberikan dukungan Ventilasi.


3. Manajemen jalan napas buatan.
4. Mengatur posisi
5. Memberikan obat
6. Memantau neorologis
2. Hipovolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Implementasi:
1. Mengobservasi TTV
2. Memonitor status hidrasi (mis., membrane mukosa lembab denyut nadi
adekuat, dan tekanan darah ortostatik)
3. Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat
4. Memdorong pasien dan keluarga untuk menambah intake oral
misalnya minum
5. Memgolaborasi pemberian cairan IV
3. Nyeri akut b.d gejala terkait penyakit
Implementasi:
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
identitas nyeri.
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Meningkatkan istirahat dan tidur
4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
5. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan


peningkatan tekanan intracranial
Implementasi:
1. Mengubah posisi klien secara bertahap
2. Menjaga suasana tenang
3. Mengatur posisi pasien bedrest

25
4. Mengurangi cahaya ruangan
5. Meninggikan kepala
6. Menghindari rangsangan oral
7. Menngangkat kepala dengan hati-hati
8. Mengawasi kecepatan tetesan cairan infuse
9. Menberikan makanan personde susuai jadwal
10. Memasang pagar tempat tidur
11. Memantau tanda gejala TIK
12. Mengkaji respon pupil

26
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional
(pekerjaan)yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan
lambatnya pembentukan hematoma.Trauma atau cedera kepala juga dikenal
sebagai cedera otak dengan gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
karena trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena
robeknya subtansi alba,iskemia,dan pengaruh massa karena hemoragik,serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Berdasarkan GCS cedera kepala/otak dapat
terbagi menjadi 3:
1. Cedera kepala ringan,bila GCS 13-15
2. Cedera kepala sedang,bila GCS 9-12
3. Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8.

4.2 SARAN
Sebaiknya kita harus melindungi kepala dari ancaman bahaya seperti
kecelakaan, karena bila kepala kita sudah mengalami cedera maka, hal tersebut
dapat mengakibatkan fatal bahkan dapat menyebabkan kematian.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ninda, Junita. (2017). http://nindajunita96.blogspot.com/2017/09/konsep-askep-


trauma-kepala.html di akses pada tanggal 08 Oktober 2019 pada jam 19.20
WIB.

Mulyono, (2014). http://gloriabetsy.blogspot.com/2012/12/trauma-kepala.html di


akses pada tanggal 08 Oktober 2019 pada jam 19.00 WIB.

Musliha,S.Kep.,Ns. (2010). Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha


Medika

Muttaqin Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Khafinuddin. (2012). https://lomboksehat.blogspot.com/2012/03/anatomi-dan-


fisiologi-kepala.html di akses pada tanggal 08 Oktober 2019 pada jam 19.00
WIB.

PPNI. (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator


diagnostik, edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

28
29

Anda mungkin juga menyukai