PENDAHULUAN
1.2Rumusan masalah
1
i. Apa saja pemeriksaan penunjang trauma kepala?
j. Bagaimana Komplikasi trauma kepala?
k. Teori asuhan keperawatan pada trauma kepala?
1.3 Tujuan
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.
3
2.1.2 Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1) Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium.Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.
4
epidural.Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2) Selaput Arakhnoid
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater
2.1.3 Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
5
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
2.1.5 Tentorium
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
6
didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut
keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain
Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara
garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka.Trauma kepala tertutup
merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala
setelah luka.The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma
kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-
tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.Trauma kepala
terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater.
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien
trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan
adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak
7,1per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab
utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
7
1. Kecelakaan Lalu Lintas
2. Jatuh
3. Kekerasan
8
tulang rongga tengkorak yang kasar. Di samping itu, serebrum dapat mengalami
robekan karena terpeluntir, yang merusak pars mesensefalon superior dan daerah-
daerah otak pada lobus frontalis, temporalis, serta oksipitalis (Corwin, 2009).
2.6 WOC
9
2.7 Skor Koma Glasgow (SKG)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien
trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat
kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;
1. Eye Opening
RESPON
MATA ≥ 1 TAHUN 0-1 TAHUN
10
Fleksi abnormal
3 Fleksi (dekortikasi) (decortikasi)
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
11
a) Trauma Kepala Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan,
tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes,
1999).Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi
neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya
(Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15
(sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,
hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah
cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001).Cedera
kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-
rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L.
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam
CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit.Pasien mungkin bingung atau
somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13).
Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam
laktat rata-rata 3,15 mmol/L
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah
Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999).Hampir 100% cedera kepala berat dan
66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera
kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder
12
apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan
dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara
klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat
disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan
serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles etal.,
1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam
laktat 3,25 mmol/L
2.8 Penatalaksanaan
a) Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b) Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c) Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan
perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa
dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
d) pembedahan
13
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil
fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil
benda asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak
lebih lanjut akibat fraktur dapat dikurangi.
e) Mobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan
pemasangan servical colar.Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh
khusus untuk leher.Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang
servical yang dapat memperparah kerusakan tulang servical yang patah
maupun pada cedera kepala.Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal
pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
2.8.2Penatalaksanaan keperawatan
14
napas melalui hidung merupakan kontraindikasi pada pasien fraktur basis
kranii. Intubasi bisa diperlukan. Lakukan pengisapan (suction) melalui mulut
dan bukan melalui hidung untuk mencegah bakteri masukjika terjadi
j) Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari hidung, bersihkan
rembesan dan jangan biarkan pasien menghembuskannya keluar seperti
k) Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari dalam telinga, tutup
telinga secara hati-hati tanpa menekannya dengan kasa steril dan jangan
memasukkan kasa tersebut ke dalam liang telinga
l) Atur posisi pasien sedemikian rupa agar secret dapat mengalir keluar dengan
benar, tinggikan bagian kepala ranjang hingga membentuk sudut 30 derajat
m) Terapkan kewaspadaan terhadap serangan kejang atau bangkitan epilepsi,
tetapi jangan menghalangi pasien dengan banyak larangan
n) Batasi asupan total cairan per oral sampai 40% hingga 50% (1200 hingga
1500 ml/hari) untuk mengurangi volume cairan tubuh dan edema
intraserebral.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a) CT-scan (dengan tanpa kontras)
b) MRI
c) Angiografi berkala
d) EEG berkala
e) Foto rontgen
f) PET
g) Pemeriksaan CFS
h) Kadar elektrolit
i) AGD
2.10 Komplikasi Trauma kepala
a) Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
b) Perdarahan
c) Kejang
d) Infeksi (trauma terbuka)
e) Depresi pernapasan dan gagal napas
f) Herniasi otak
15
g) Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis.
16
BAB 3
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar
daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15
hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
a. Keluhan Utama
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
17
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal
(pada pasien tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah
karena hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
2. Breathing/pernapasan:
3. Circulation/sirkulasi:
2. Tingkat kesadaran
18
3. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)
h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
19
5. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada
kemerahan)
Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada
uban) Palpasi (rambut mudah rontok)
20
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp,
tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak
ditemukan kaku kuduk)
· Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada
cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
· Jantung :
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun
c. Pemeriksaan Abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada
nyeri pada Titik Mc. Burney.
21
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan Ekstremitas
KH:
22
2. Hipovolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Intervensi:
1. Obsersavi TTV
2. Monitor status hidrasi (mis., membrane mukosa lembab denyut nadi
adekuat, dan tekanan darah ortostatik)
3. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
4. Dorong pasien dan keluarga untuk menambah intake oral misalnya
minum
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
23
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
4. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebralyang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam klien
tidak menunjukan peningkatan TIK .
KH:
1. Klien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman
2. Mencegah cedera
3. GCS dalam batas normal
4. Peningkatan pengetahuan pupil membaik
5. Tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
24
1. Memberikan dukungan kepatuhan program pengobatan.
25
4. Mengurangi cahaya ruangan
5. Meninggikan kepala
6. Menghindari rangsangan oral
7. Menngangkat kepala dengan hati-hati
8. Mengawasi kecepatan tetesan cairan infuse
9. Menberikan makanan personde susuai jadwal
10. Memasang pagar tempat tidur
11. Memantau tanda gejala TIK
12. Mengkaji respon pupil
26
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional
(pekerjaan)yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan
lambatnya pembentukan hematoma.Trauma atau cedera kepala juga dikenal
sebagai cedera otak dengan gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
karena trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena
robeknya subtansi alba,iskemia,dan pengaruh massa karena hemoragik,serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Berdasarkan GCS cedera kepala/otak dapat
terbagi menjadi 3:
1. Cedera kepala ringan,bila GCS 13-15
2. Cedera kepala sedang,bila GCS 9-12
3. Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8.
4.2 SARAN
Sebaiknya kita harus melindungi kepala dari ancaman bahaya seperti
kecelakaan, karena bila kepala kita sudah mengalami cedera maka, hal tersebut
dapat mengakibatkan fatal bahkan dapat menyebabkan kematian.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29