Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu,
diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan
dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa
penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan
memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak (Rico dkk,
2008). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%)
dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan data 10 besar penyakit
terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang
terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di
Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan
Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan
perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).

1
Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat
meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas fisik,
dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit stroke (Aulia dkk, 2008).
Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang menyerang usia
produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat
dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah
serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang
berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya
penumpukan energi dalam tubuh (Dourman, 2013).
Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu,
stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang mulai usia 40
tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke usia
muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol.
Berdasarkan pengamatan di berbagai rumah sakit, justru stroke di usia produktif
sering terjadi akibat kesibukan kerja yang menyebabkan seseorang jarang olahraga,
kurang tidur, dan stres berat yang juga jadi faktor penyebab (Dourman, 2013).
Menurut hasil penelitian Bhat, et.al (2008), merokok merupakan faktor risiko
stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali terhadap kejadian stroke pada
wanita muda. Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel darah
menggumpal pada dinding arteri, menurunkan jumlah HDL (High Density
Lipoprotein), menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang
berperan dalam perkembangan arterosklerosis.
Hasil penelitian Rico dkk (2008) menyebutkan bahwa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian stroke pada usia muda adalah riwayat hipertensi,
riwayat keluarga dan tekanan darah sistolik. Sedangkan faktor yang tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian stroke usia muda adalah jenis kelamin,
kelainan jantung, kadar gula darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kadar gula darah
PP, total kadar kolesterol darah dan total trigliserida.

2
Cara mencegah dan cara mengurangi risiko terkena stroke yakni
adalahmengatasi tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu
penyebab utama stroke. Oleh karena itu, penting untuk selalu rutin memeriksakan
tekanan darah. Dengan mengetahui kondisi tekanan darah, tindakan cepat dapat
segera diambil untuk menurunkan tekanan darah. Tekanan darah umumnya berubah
sesuai usia, namun rata-rata tekanan darah yang kurang dari 120/80 mmHg dianggap
normal. Sedangkan di atas 120/90 mmHg tergolong tinggi.
Selanjutnya memeriksakan detak jantung dapat mengetahui kondisi jantung.
Orang dengan detak jantung yang tidak teratur lima kali lebih mungkin terkena
stroke. Detak jantung yang tak teratur sering kali ditandai dengan kelelahan, sesak
napas dan nyeri dada. Mengatasi detak jantung yang tak teratur ini dapat dilakukan
dengan berolahraga yang teratur.
Selanjutnya menjaga gaya hidup sehat, menjaga gaya hidup mengambil
peranan besar menjadi penyebab stroke. Pasalnya, gaya hidup dapat memicu tekanan
darah tinggi dan fibrilasi atrial. Memulai gaya hidup sehat dapat diawali dengan
berhenti merokok. Merokok dapat merusak arteri dan membuat darah cenderung
menggumpal, sekaligus meningkatkan tekanan darah. Penelitian menyebut tekanan
darah otomatis meningkat 10 menit setelah merokok. Mengurangi konsumsi alkohol
juga bisa menurunkan tekanan darah. Konsumsi minuman beralkohol yang banyak
dalam satu waktu dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat. Alih-alih
merokok dan minuman beralkohol, sebaiknya konsumsi asupan yang sehat dan
seimbang. Perbanyak buah dan sayuran, dan membatasi daging merah dapat
mengurangi risiko stroke. Asupan garam dan lemak jenuh juga sebaiknya dibatasi. Ini
banyak terkandung dalam makanan cepat saji. Asupan bergizi mesti diikuti dengan
olahraga yang teratur. Tak harus olahraga berat, para ahli menyarankan cukup dengan
beraktivitas sekitar 30 menit selama lima kali dalam sepekan. Aktivitas fisik itu dapat
berupa apa saja mulai dari naik turun tangga, berjalan dan berkebun. Perlu diingat,
aktivitas fisik itu harus dapat meningkatkan detak jantung. Mengurangi berat badan
yang berlebih juga efektif menurunkan risiko stroke. Selain itu, mengurangi stress
juga terbukti bisa mencegah stroke (Fina, Kusuma, 2019).

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian stroke ?
2. Apa saja klasifikasi stroke ?
3. Apa penyebab storke ?
4. Bagaimana patofisiologi stroke ?
5. Apa tanda dan gejala stroke ?
6. Apa saja komplikasi stroke ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang stroke ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis stroke ?
9. Apa saja pengobatan bagi penderita stroke ?
10. Apa saja fase-fase stroke ?
11. Bagaimana Teori Asuhan keperawatan pada pasien stroke ?
1.3 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian stroke
2. Mahasiswa dapat menjelaskan klasifikasi stroke ?
3. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab storke ?
4. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi stroke ?
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tanda dan gejala stroke ?
6. Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi stroke ?
7. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan penunjang stroke ?
8. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan medis stroke ?
9. Mahasiswa dapat menjelaskan pengobatan bagi penderita stroke ?
10. Mahasiswa dapat menjelaskan fase-fase stroke ?
11. Mahasiswa dapat menjelaskan Teori Asuhan keperawatan stroke ?

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
2.2 Klasifikasi
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan

5
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap
atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali
oleh serangan TIA berulang.

6
2.3 Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan
dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta
dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)

7
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia

8
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
2.4 Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat)
pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering ataucenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur.

9
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6
menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen
vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara
30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc
dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Muttaqin 2008)
2.5 Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak
akan membaik sepenuhnya.

10
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
2.6 Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus, Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal (Huda,
Amin, 2016).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).

11
3. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
2.8 Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

12
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan.
a. Stroke Iskemik
1) Terapi Umum
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidursetiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-
2 liter/menit sampai didapatkan hasilanalisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolitsesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya
baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah< 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali
bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit),atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta

13
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤
70 mmHg, diberi NaCl0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat
diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg perhari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomenarebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl3%) atau furosemid.
2) Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan
anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant
tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
b. Stroke Hemoragik
1) Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat
gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10

14
mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali
6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitorpompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobatidengan
antibiotik spektrum luas.
2) Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atauserebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurismaatau malformasi arteri-vena
(arterio venous malformation, AVM).
2.9 Pengobatan
1. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.

15
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
2. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
2.10 Fase Stroke
Fase stroke ada tiga stadium yaitu sebagai berikut:
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen
2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara danm
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan
dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke
terhadap pasien dan keluarga sertatata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.

16
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca
stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami
dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.
b. Penatalaksanaan komplikasi.
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.
d. Prevensi sekunder.
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning (Yeni, Asmara, 2016).

17
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
3.1 Pengkajian
Pengkajian Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolonga
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat
ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.

18
e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian psikologis klien stroke meliputi
bebera pa dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan- keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

19
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter
urine eksternal hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/

20
hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
h. Pengkajian Tingkat Kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter
yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
i. Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
j. Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
k. Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan
untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
l. Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

21
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
m. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.

n. Pengkajian Sistem Motorik Stroke

22
Penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
3.2 Diagnosa
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi
kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi
Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu
melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan,
mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif,
merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke meliputi :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
a. Interupsi aliran darah
b. Gangguan oklusif, hemoragi
c. Vasospasme serebral
d. Edema serebral
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler
b. Kelemahan, parestesia
c. Paralisis spastis
d. Kerusakan perseptual/kognitif

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan

23
a. Kerusakan sirkulasi serebral
b. Kerusakan neuromuskuler
c. Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
d. Kelemahan/ kelelahan
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
a. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis
atau defisit)
b. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan
oleh ansietas)
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
b. Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Nyeri/ ketidaknyamanan
d. Depresi
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan:
a. Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
7. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan:
a. Kurang pemajanan
b. Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat
c. Tidak mengenal sumber-sumber informasi

24
3.3 Intervensi dan Implementasi
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan merupakan langkah
awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi
serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan
keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria
evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus),
messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time
(terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan
kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan
komponen pernyataan kriteria hasil.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke adalah sebagai
berikut :
1. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
a. Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
b. Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c. Intervensi;
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
Tekanan Intra Kranial (TIK).

25
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
2. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan.
a. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
b. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
c. Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat
memberikan informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit
tidak menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.

26
Rasional program khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut
dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler.
a. Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
b. Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat,
terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
c. Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan
indikator dari derajat gangguan serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional:Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda
tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi
pesan yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
4. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan
dengan stress psikologis.
a. Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
b. Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi
perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.

27
c. Intervensi;
1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan
perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap
pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien
suatu benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat
yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
3.4 Evaluasi
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke
adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot
bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan
kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan
diri secara mandiri, klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan
klien dapat memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.

28
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau
pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling
serius dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat
setiap tahunnya, bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-
orang muda pada usia produktif.
Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum
memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan kalau tidak
meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya pengobatan awal/dini
seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus disertai dengan pengenalan
dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan komjunitas dalam masyarakat.
4.2 Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di
kalangan kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus
kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur.
Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.

29
Daftar Pustaka

Kusuma, Fina. 2019. Latar Belakang Stroke. Review dari


http://eprints.umm.ac.id/28140/2/jiptummpp-gdl-finakusuma-33651-2-
babi.pdf. diakses pada tanggal 10 Oktober 2019. 20.12 pm.

Huda, Amin. 2016. Buku Nanda Nic Noc. Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Yeni, Asmara. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai