Anda di halaman 1dari 8

Kasus 2

Demam dan sering berkeringat malam


Seorang pria berusia 45 tahun, buruh pabrik rotan datang ke puskesmas karena batuk berdahak
kurang lebih 1 bulan. Berat badan pasien dirasakan menurun, selain itu pasien sering merasakan
demam yang naik turun dan sering berkeringat malam. Pasien bekerja di bagian penghalus
rotan dan ada beberapa teman pasien yang sedang dalam pengobatan paru di puskesmas
tersebut.

Pada pemeriksaan fisik indeks massa tubuh rendah, 17 kg/m. tanda vital dalam batas normal.
Tidak ada limfadenopati servikal. Dari auskultasi didapatkan ronkhi kasar pada lapang paru atas,
tengah dan bawah, tidak ada wheezing. Pemeriksaan jantung tidak ditemukan kelainan, tidak
ada murmur atau gallop. Hasil pemeriksaan dahak S(psitif 1) P (positif2) S (negative). Oleh
dokter pasien diminta untuk rontgen, namun pasien menolak karena tidak punya uang.

Step 1 : klarifikasi istilah

- Indeks massa tubuh ?


- Limfadenopati servikal ? pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher
- Ronkhi kasar ? suara tambahan yang terdengar saat auskultasi yang disebabkan oleh
cairan atau mucus pada alveolus
- Ronkhi sedang dan halus ? pada bronchus dan bronkhiolus
- Wheezing ? suara nafas tambahan karena ada penyempitan
- Murmur ? suara bocor (aliran udara) seperti pluit
- Gallop ? suara tambahan s3, s4
- Pemeriksaan dahak : s +1, p+2, s -,
- S (sewaktu), p(pagi) +2, s( sewaktu)

Step 2 : daftar masalah

1. Mengapa pada pasien ini mengalami batuk kurang 1 bulan ?


2. Mengapa BB menurun, demam naik turun dan berkeringat malam?
3. Apa hubungan pekerjaan dan lingkungan dengan kondisi pasien?
4. Kenapa pada pasien ini tanda vital dalam batas normal ?
5. Kenapa tidak ada limfadenopati servikal?
6. Kenapa pada auskultasib tersengar ronkhi kasar pada lapang paru atas, tengah, dan
bawah?
7. Gambaran rongen yang mungkin?
8. Tindakan dokter terhadap pasien?
9. Pemeriksaan selain rongen?
10. Akibat tidak dlakukannya rongen?
11. Pemeriksaan sputum yang meliputi cara, hasil, produksi, dan interprestasi?
12. Diagnosis yang mungkin?
13. Diagnosis banding?
14. Penatalaksanaan?
15. Komplikasi?

Step 3 : analisis masalah

1. Karena terdapat iritasi sehingga terjadi infeksi yang kronis yang mengakbatkan
obstruksi
2. - kenpa berat badan menurun : karena hasil metabolisme dalam tubuh digunakan
untuk melawan bakteri sehingga asupan gizi yang diserap berkurang, sehhingga
kurang nafsu makan yang mengakibatkan berart badan menurun
- demam naik turun : tergantung dengan daya tahan tubuh dan berat ringannya
infeksi kuman yang masuk
- kringat malam : ATP dogunakan pada malam hari untuk melawan bakteri sehingga
keluar keringat malam hari
3. Berhubuhan , temannya pasien ada yang mengalami sakit aru-paru dan jadi
penularan dan pekerjaannya pun mempengaruhu kesehatannya pasien
4. Karena sakitnya masih local belum menyebar
5. Infeksi masih local belum menyebar
6. Karena ada timbunan cairan / mucus pada alveolus
7. - terlihat infiltrate diseluruh lapang paru
- adanya timbunan cairan dan paru sehingga jarak antara costa lebih sempit atau
tidak sama
- terlihat lubang pada paru (cavitas apex)
8. Melakukan pengobatan
9. – pemeriksaan lab (sputum/tes tuberculin/tes darah (LED))
- CT scan MRI USG
10. Tidak berdampak negative hanya memperkuat diagnose dokter
11. SB
12. TB paru
13. SB
14. SB
15. SB

Step 4 : main problem

Batuk kurang lebih keringat malamindeks masa


1 bulan tubuh
Tubercolosis

paru
Suhu naik turun lingkungan pekerjaan limfa denopati

Pemeriksaan dahak ronkhi kasar +

Step 5 : sasaran belajar

1. Indeks masa tubuh


2. Murmur
3. Gallop
4. Pemeriksaan dahak : cara, hasil, interpretasi
5. Diagnosis banding
6. Penatalaksanaan
7. Komplikasi
8. TB paru

Step 6 : belajar mandiri

Step 7 : kesimpulan

1. Indeks masa tubuh : ukuran yang membantu untuk menentukan apakah beresiko karena
penyakit yang berhubungan dengan berat badan
Rumus : berat badan (kg)/tinggi badan (m2 )

2. Murmur : suara auskultasi benigna atau patologik, terutama suara periodic yang
berlangsung singkat yang berasal dari jantung atau pembuluh

3. Gallop : suara tambahan atau gangguan irama jantung.


S3 (diastolic) : buny jantung ketiga yang lebih keras terdeteksi pada pasien pada penyakit
jantung yang ditandai dengan perubahan patologis, pengisian ventrikel dibawah
diastole.
S4 (atrial ) : bunyi jantung ke empat yang lebih keras dan terdengar, biasanya berhungan
dengan penyakit jantung, sering ditandai dengan perubahan ventrikel ( ventricular
compliance)

4. Pemeriksaan sputum
o Pemeriksaan sputum dapat dilakukan dengan 2 cara dalam Laboratorium
Mikrobiologi yaitu: Secara Mikroskopis (menggunakan mikroskop) dan Secara
Biakan atau Kultur.
o Untuk pemeriksaan tersebut maka kita butuh mengambil specimen sputum dari
penderita yang diduga menderita TBC,baik sbg bahan pemeriksaan mikroskopis
ataupun kultur.
Cara pengambilan specimen :
• Penderita dipersilahkan duduk tegak dalam ruangan yang tidak beratap(ada
cahaya matahari),kemudian dipersilahkan untuk menarik napas yang dalam, dan
ditahan, setelah itu dibatukkan sekaligus,sehingga sputum yang keluar berasal
dari paru-paru,bukan dari tenggorokan atau hidung,bila penderita sulit
mengeluarkan dahak,dapat dibantu dengan memberikan ekspektoran,baru
kemudian dibatukan.
Macam-macam sputum :
• Specimen sputum yang diperiksa secara mikroskopis adalah : sputum pagi-
sputum sewaktu- sputum pagi( p – s – p )(2hari).
• Sputum pagi ,adalah sputum yg dikeluarkan ketika penderita baru bangun tidur
pagi.
• Sputum Sewaktu /Spot Sputum, adalah sputum yang diambil ketika penderita
datang ke laboratorium (kapan saja).
• Koleksi Sputum,sputum yg ditampung selama 24jam.

5. Diagnosis banding
o Bronkopneumonia
o Bronchitis
o Tubercolosis paru

Tubercolosis
 WHO: urutan ke-2 infeksi penyebab kematian

 USA: 16.000 kasus pertahun

 Epidemiologi: imigran, sos-ek rendah, narapidana, ODA

 Penyebab: Mycobacterium tuberculosis

Mycrobacterium tubercolosis

 WHO: urutan ke-2 infeksi penyebab kematian

 USA: 16.000 kasus pertahun

 Epidemiologi: imigran, sos-ek rendah, narapidana, ODA


 Penyebab: Mycobacterium tuberculosis

Pathogenesis

 Bakteri memasuki tubuh melalui saluran pernafasan à droplet inhalation

 Menetap di alveolus, terutama pada apex paru

 Menyebar melalui pembuluh darah dan limfa

Tubercolosis primer

 Bakteri memasuki tubuh melalui saluran pernafasan à droplet inhalation

 Menetap di alveolus, terutama pada apex paru

 Menyebar melalui pembuluh darah dan limfa

Tubercolosis dekunder

 Terjadi pada individu yang pernah terinfeksi

 Terjadi reaktivasi infeksi laten pada individu dengan daya tahan tubuh yang menurun

 Pada gambaran radiologis biasanya ditemukan kavitasi pada apeks lubus atas paru

 Gejala umum: demam subfebris, keringat malam, berat badan menurun.

Diagnosis

 Ditemukan basil tahan asam pada sputum atau kultur jaringan.

 Kelainan tergantung pada stadium penyakit infeksi, lokasi infeksi, status imun.

 Mikroskopik: ditemukan tuberkel (khas)

Farmakologi

OBAT Lini – I :

 INH (H), Rifampisin (R), Etambutol (E), dan Pirazinamid (Z), Streptomisin (S)

OBAT Lini - II :

 ORAL à PAS (P), Etionamid, Sikloserin

 PARENTERAL à Minosiklin, Viomisin, Kanamisin, Amikasin, Kapreomisin

INH :
 Struktur & mekanisme kerja :

 Suatu analog piridoksin

 Hambat sintesis as. Mikolat dinding sel mikobakteri

 Potensi antibakteri :

 Fase stationer à bakteriostatik

 Fase replikasi cepat à bakterisidal

 Resistensi : Tidak ada kros-resistensi dengan OAT lain

 Kombinasi dengan 1 atau 2 OAT lini I

 Sering digunakan INH dan Rifampisin intensif, tiap hari selama 1 – 3 bulan. Lalu 2x seminggu
selama 9 bulan.

 Diberikan PO dan parenteral

 Dosis: 5 mg/kgBB, maks 300 mg

 Dosis anak: 5-15 mg/kg BB/Hari

 Pemberian tunggal untuk profilaksis anggota keluarga

Rifampisin

 Mekanisme kerja: hambat fase awal sintesis RNA (RNA-polimerase yang tergantung DNA)

 Potensi antibakteri: bakterisidal untuk mirobakteri intraseluler & ekstraseluler

 Resistensi: tidak ada kros-resistensi, resistensi dapat meningkat dengan pemberian tunggal.
Sensitif terhadap mikobakterial atipik.

 Ansamycin: derivat rifampisin, aktivitas baik untuk strain atipik

 Digunakan tunggal atau kombinasi dengan INH (150 mg INH, 300 mg R)

 R dan INH: obat efektif untuk terapi tbc

 Dosis dewasa: 600 mg, 1 kali sehari, sejam sebelum makan atau 2 jam setelah makan

 Dosis anak: 10-15 mg/kgBB/hari

 R dapat untuk profilaksis penyakit meningokokus dan meningitis H.influenzae


Etambutol

 Diaminodibutanol

 Mekanisme kerja, tidak diketahui pasti

 Potensi antibakteri : bakteriostatik & spesifik untuk M-tbc

 Pemberian PO dengan INH atau INH dan R

 Sensitif pada mikobakterum atipik (M. kansasii, M.avium intracellulare)

 Dosis anak: 15-20 mg/kgBB/hari

 Resistensi:

• Bukan masalah serius, bila dikombinasikan dengan obat lain

• Tidak ada kros-resistensi

Pirazinamid

 Suatu analog nikotinamid

 Bakterisidal terhadap mikobakteri yang aktif membelah, terkuat dalam suasana asam
(intraseluler)

 Hanya untuk jangka pendek

 Tidak dianjurkan pada anak < 13 tahun

 Penting untuk terapi jangka pendek (6 bulan) terapi tbc dengan obat kombinasi

 Dosis harian dewasa: 15-30 mg/kg per oral, diberikan dosis terbagi 3-4, max. 3 gr.

 Dosis anak-anak: 15-40 mg/kg/hari, dosis terbagi tiap 12-24 jam, max. 2 gr.

Streptomisin

 Mekanisme kerja : hambat sintesis protein (langsung pada ribosom)

 Potensi antibakteri : Bakterisidal (terutama pada dosis tinggi)

 Resistensi : kros-resistensi dengan kanamisin dan neomisin

 Diberikan parenteral dikombinasikan dengan OAT lainnya. Jarang digunakan, terutama untuk
keadaan yang berat seperti meningitis tb.
 Dosis dewasa 15 mg/kg/hari dibagi tiap 12 jam, maks. 2 gr/hari. Dosis anak 20 – 40 mg/hari
dibagi tiap 12-24 jam atau 15-30 mg/kgBB/hari maks 2 gr/hari. Diberikan selama 2-3 bulan
atau lebih cepat bila kultur didapatkan negatif.

Anda mungkin juga menyukai