Anda di halaman 1dari 4

Percobaan 2

Penetapan Kadar Abu Total

I. TUJUAN
Untuk mengukur kandungan kadar abu yang terdapat pada simplisia
daun cincau.
(nidya)
II. TEORI DASAR
III. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan pada saat percobaan ke 2 penetapan
kadar abu total ini adalah :
 Timbangan Analitik
 Krus Silikat
 Oven
 Tanur
 Gelas Kimia 50 mL
 Daun Cincau Kering
(nidya)
IV. PROSEDUR
Sebuah krus beserta tutupnya dipanaskan di dalam oven selama kurang
lebih 1 jam. Setelah 1 jam, krus didinginkan di dalam desikator selama 5
menit. Kemudian krus beserta tutupnya ditimbang, dicatat sebagai W0.
Sebanyak 1 g simplisia daun cincau (Cycleae barbatae folium) dihaluskan dan
kemudian dimasukkan ke dalam krus dan ditimbang kembali, dicatat sebagai
W0’. Krus berisi simplisia dipijar dengan tutup krus yang terbuka di dalam
tanur selama kurang lebih 2-6 jam atau sampai simplisia telah berubah
menjadi abu. Pemijaran dilakukan bertahap dari suhu 250 °C, lau dinaikkan ke
400 °C, dan hingga 600 °C. Setelah dilakukan pemijaran hingga simplisia
menjadi abu, krus beserta tutupnya didinginkan di dalam desikator selama
kurang lebih 5 menit. Setelah dingin, dilakukan penimbangan yang dicatat
sebagai W1. Lalu dilakukan perhitungan kadar abu total.
(mugia)
V. HASIL PENGAMATAN
Simplisia yang digunakan adalah daun cincau (Cycleae barbatae
folium) dari Cyclea barbata. Daun cincau yang telah halus ditimbang
sebanyak 1.0096 g.
Bobot krus kosong = W0 = 32.8603 g
Bobot krus + simplisia = W0’ = 33.9474 g
Bobot krus + abu = W1 = 32.9747 g
32.9747−32.8603
%Kadar abu total = 33.9474−32.8603 × 100% = 10.52%

Simplisia berwarna hijau, setelah dipijar berwarna putih keabuan.


(tazkia)
VI. PEMBAHASAN
Simplisia disiapkan yaitu daun cincau kering. Daun cincau dihaluskan
terlebih dahulu ditujukan agar pada saat dipijar untuk pengamatan kadar abu,
daun cincau akan lebih cepat menjadi abu. Selain ukuran, kecepatan
pembentukan abu dipengaruhi oleh jenis simplisia yang digunakan. Lalu
simplisia ditimbang hingga 1.0096 g.
Krus silikat dipijar selama kurang lebih 60 menit. Seharusnya lebih
cepat dari 60 menit namun pada saat pemanasan krus dilakukan di dalam oven
karena alat yang tidak memadai. Setelah dilakukan pemanasan, krus bersama
tutupnya ditimbang. Penimbangan krus dilakukan setelah dipanaskan atau
dipijar ditujukan agar berat yang didapat benar-benar berat krus tanpa adanya
pengotor lain pada krus. Bobot krus kosong beserta tutupnya yang ditimbang
sebagai W0.
Simplisia yang sebelumnya telah ditimbang, dimasukkan ke dalam
krus yang telah dipijar. Bobot krus dan simplisia yang didapat sebagai W0’.
Penimbangan ini sebagai bobot awal simplisia sebelum dipijar menjadi abu.
Krus yang telah diisi dengan simplisia dibawa ke alat tanur untuk dipijar
hingga simplisia menjadi abu yang ditandai berubah warna menjadi keputihan.
Pemijaran dilakukan secara bertahap. Pertama dilakukan pemijaran hingga
250-400 °C yang ditujukan untuk pengarangan simplisia. Lalu dinaikkan
kembali suhunya hingga 600 °C untuk pengabuan. Lamanya proses pemijaran
tergantung kecepatan simplisia menjadi abu, biasanya 2-6 jam. Namun dalam
percobaan dilakukan selama 1 hari karena waktu praktikum yang tidak
memadai.
Setelah simplisia berubah menjadi warna putih keabuan, krus
dikeluarkan dari tanur dan didinginkan dalam desikator. Selain untuk
mendinginkan, dimasukkannya krus dalam desikator juga untuk menyerap uap
air yang diperkirakan ada dalam krus. Lalu dilakukan penimbangan krus berisi
abu simplisia setelah dingin. Bobot yang didapat sebagai W1 yaitu bobot akhir
berupa abu. Pada percobaan seharusnya dilakukan pemijaran ulang hingga
bobot konstan. Namun karena diperkirakan waktu yang dibutuhkan akan lebih
lama, maka tidak dilakukan pemijaran ulang. Selain itu simplisia sudah
membentuk abu dan diperkirakan sudah memenuhi standar untuk dilakukan
perhitungan kadar abu total.
Kadar abu total yang didapat adalah 10.52%. Dalam literatur
disebutkan bahwa kadar abu total untuk daun cincau adalah tidak lebih dari
17%. Dengan demikian, simplisia yang digunakan telah melewati proses
pengolahan atau standardisasi dengan baik. Penetapan kadar abu tidak larut
asam dan kadar abu larut air tidak dilakukan karena waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan percobaan akan lama dan tidak cukup untuk dilakukan saat
praktikum. Penentuan kadar abu tidak larut asam ditujukan untuk mengetahui
banyaknya pengotor dalam simplisia yang berasal dari lingkungan diluar
tumbuhan atau simplisia seperti pasir dan silikat yang disebut sebagai abu
non-fisiologis. Kadar abu larut air ditujukan untuk mengetahui zat-zat
anorganik yang ada dalam tumbuhan atau simplisia seperti mineral kalsium,
sodium, potassium yang disebut sebagai abu fisiologis. Kadar abu non-
fisiologis akan lebih kecil hasilnya daripada kadar abu fisiologis.
(kuntum, irena)
VII. KESIMPULAN
a. Kadar abu total Cycleae barbatae folium adalah 10.52%.
b. Simplisia daun cincau yang digunakan telah memenuhi standardisasi awal
untuk simplisia.
(semua)
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai