Anda di halaman 1dari 22

tuberculosis (TBC)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobac terium tuberculosa,
mycobacterium boviss e rta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering disebakan oleh
Mycobacterium tuberculosa (FKUI, 1998). Pada tahun 1993, WHO telah mencanangkan
kedaruratan global penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada sebagian besar negara di dunia,
penyakit tuberkulosis menjadi tidak terkendali. Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis
merupakan masalah kesehatan yang utama. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT), menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok umur.
Di Indonesia sendiri, menurut Kartasasmita (2002), karena sulitnya mendiagnosa
tuberkulosis pada anak, maka angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui pasti,
namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis
pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan
menularkan pada 10-15 orang dilingkungannya, terutama anak-anak (Depkes RI, 2002;
Kartasasmita, 2002; Kompas, 2003).
Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.
Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya
gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa penyakit tuberkulosis
pada anak (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan, baik secara fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh nesar terhadap
status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah merupakan salah satu
faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup
selama 1 – 2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni
rumah.

B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas masalah :
1. Apa Pengertian Tuberculosis?
2. Bagaimana Anatomi Dan Fisiologi ?
3. Bagaimana Etiologi TBC?
4. Bagaimana Patofisiologi TBC?
5. Bagaimana Manifestasi klinik TBC?
6. Apa Tanda Dan Gejala TBC?
7. Bagaimana Penatalaksanaan TBC?
8. Apa dampak Komplikasi?
9. Bagaimana Diagnosa Keperawatan TBC?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gejala-gejala dari penyakit sehingga masyarakat bisa mengantisipasi
dalam kehidupan sehari-hari, selain itu makalah ini juga bisa menjadi bahan bacaan bagi
akademik.

b. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan anamnesa pada pasien yang terkena TB Paru
2. Mampu melakukan pemeriksaan fisik pada pasien yang terkena TB Paru.
3. Mampu membuat diagnosa pada pasien yang terkena TB Paru.
4. Mampu memberikan pelayanan pada pasien yang terkena TB Paru.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuberculosis
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang,
dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).
dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama parenkim paru.
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis,
radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulsis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka.
Tuberkulosis tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif)
b. TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tandatanda lain meragukan)
(Suyono, 2001)

B. Anatomi Dan Fisiologi


1. Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran didalam rongga
hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga
hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di depan bagian
terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai
ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan
membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua
bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah
belakang trakhea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira vertebra
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis
dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah
sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar
20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh
dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura
yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang
berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas
untuk tempat permukaan/pertukaran gas. (Pearce,2002)
2. Fisiologi
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan ekternal, oksigen diambil melalui mulut
dan hidung pada waktu bernafas, dan oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dalam darah dalam kapiler pulmonal. Alveoli memisahkan oksigen dari darah,
oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung
dipompakan ke seluruh tubuh.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih
banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandun oksigen dari seluruh tubuh masuk
kedalam jaringan mengambil karbon dioksida dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi
pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml (4,5-5 liter).
Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %, kurang lebih
500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada
pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pernafasan
secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya
terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga penafasan terbalik. (Syaifuddin, 2006)

C. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil
tahan asam (BTA). (Suyono, 2001)

D. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan
melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui system
limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak
bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan
penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia. Massa jaringan
paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag
membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut
komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju.
Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman,
tanpa perkembangan penyakit aktif.
Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem
imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara,
mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak
mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer, 2001).

E. Manifestasi klinik
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak
akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi aktif klien biasanya
memperlihatkan gejala : batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari),
malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan (Corwin, 2001).

F. Tanda Dan Gejala


1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.

2. Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian
setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
ulkus dinding bronkus.
c. Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e. Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam

G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M.
tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul
berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi
dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan,
nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping
rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat
menyebabkan warnam merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan
pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus
kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.

2. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang
rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat
polip granulomatosa tuberculosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
3. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan
status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi,
isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian
imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis
virulen.

H. Komplikasi
Penderita TB paru antara lain:
1. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret yang berlebihan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan
membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
sekunder terhadap mual.
4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas.
6. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain berhubungan dengan
kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil)
yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberculosis
Jenis-Jenis Tuberculosis
 Tuberculosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
 Tuberculosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
 Tuberculosis pada sistem saraf
Gejala-Gejala Tuberculosis
Gejala Umum :
 -Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
Gejala lain yang sering dijumpai :
 Dahak bercampur darah
 Batuk darah

B. Saran-saran
1. Bagi pihak rumah sakit hendaknya menyediakan fasilitas-fasilitas yang lebih lengkap sehingga
dapat menangani orang yang terkena TB Paru.
2. Bagi mahasiswa hendaknya lebih giat dalam mencari ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan Penyakit TB Paru.
3. Diharapkan kepada pihak Akademik dan Dosen agar lebih efektif dalam menyediakan buku-
buku yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, ECG, Jakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 431, 432, Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Simon, Harvey E., 2002, Infections due to Mycobacteria, in Infectious Disease: The Clinician’s Guide
to Diagnosis, Treatment, and Prevention, WebMD Profesional Publishing
Penyakit TBC: Apa Penyebab, Gejala,
dan Pengobatan yang Tepat
Edited by Fitriya Fitriya • 27 Januari 2018

Banyak yang salah kaprah bahwa TBC sama seperti halnya batuk biasa. Padahal, sejatinya batuk
ini lebih berbahaya ketimbang batuk biasa. Oleh karena itu, penanganan dari batuk akibat
penyakit TBC (tuberculosis) berbeda penangananya.

TBC ini juga dikenal dengan penyakit yang menular. Tak heran bila penyebarannya juga relatif
cukup mudah dan cepat karena bisa melalui udara. Untuk penderita TBC kerap memiliki riwayat
tertular dari penderita lainnya. Penyakit TBC ini menyerang paru-paru, yang disebabkan oleh
basil Mycrobacterium Tuberculosis.

Bingung cari asuransi kesehatan terbaik dan termurah? Cermati punya solusinya!

Bandingkan Asuransi Kesehatan Terbaik!


Bila Tertular, Gejala ini yang Akan Muncul pada
Penderita TBC

Waspadai tanda dan gejala penyakit TBC yang menyerang

Penyakit TBC memang tidak mudah dikenali pada stadium awal. Sebab gejalanya memang mirip
dengan batuk pada umumnya. Sesaat setelah tertular, gejala-gejala yang muncul terlihat biasa
saja seperti orang terkena flu.

Bagaimana gejalanya?
Gejala TBC biasanya batuk, nafsu makan menghilang, demam dan keringat dingin pada malam
hari, batuk berdarah, kurang berenergi, rasa nyeri di dana, dan batuk berdahak dengan waktu
yang berlangsung cukup lama yakni sekitar 21 hari.

Penyakit TBC ini mudah menyerang apabila sistem kekebalan tubuh sedang menurun. Sehingga
jika sistem kekebalan tubuh Anda baik-baik saja dan dalam kondisi prima, jangan khawatir akan
penyakit TBC ini.
Akan tetapi, tak jarang sistem kekebalan tubuh ini gagal melawan dan melindungi dari serangan
TBC karena sistem kekebalan tubuh seringkali juga berfluktuatif dengan cepat karena berbagai
faktor. Dan biasanya, meski sudah diberantas oleh sistem kekebalan tubuh, basil ini juga bisa
saja tetap aktif. Nah, kondisi inilah yang disebut TBC laten.

Sementara itu, bila basil TBC ini berkembang hingga menyebabkan kerusakan jaringan paru-
paru, maka selanjutnya akan menimbulkan kondisi yang disebut dengan tuberculosis aktif.
Bagaimana Proses Diagnosa Risiko Tinggi TBC?
Gejala TBC hampir sama dengan beberapa gejala penyakit pernafasan lainnya. Oleh karena itu,
penting untuk mengkonsultasikan ke dokter guna menjalankan diagnosa yang tepat. Sehingga
bisa diketahui dengan pasti apakah Anda tertular TBC atau tidak.

Dokter biasanya akan menjalankan diagnosis, terdiri dari tes darah, tes dahak, rontgen dada,
dan Mantoux test. Tes tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis tuberculosis tersebut apakah
laten atau aktif. Siapa saja yang termasuk dalam kelompok TBC?
 Perokok aktif
 Pengguna narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya
 Sering berhubungan dengan pengidap TBC aktif
 Orang yang sering menjalani kemoterapi
 Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah
 Pengidap HIV/AIDS
Oleh sebab itu, melakukan diagnosa TBC secara dini diperlukan, agar tidak berkembang dari
tuberculosis laten menjadi tuberculosis aktif. Ini sebagai langkah pencegahan sekaligus untuk
mempermudah pengobatan. Sebab hanya dengan pengobatan yang tepat saja, maka risiko
komplikasi yang muncul akibat penyakit TBC dapat dicegah.

Baca Juga: Kenapa Peserta Wajib Tahu Sistem Rujukan BPJS Kesehatan?
Bagaimana Pencegahan dan Pengobatan TBC
yang Tepat?

Pemberian vaksin di imunisasi pada bayi

TBC memang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang benar dan tepat tentunya. Secara
umum, pengobatan TBC saat ini dijalankan dengan memberikan beberapa jenis antibiotic kepada
pengguna dengan dosis yang tepat, serta dalam jangka waktu tertentu.

Vaksin juga diberikan sebagai langkah pencegahan. Vaksin ini disebut dengan BCG
(Bacillus Calmette-Guerin) dan vaksin jenis ini di Indonesia telah diberikan pada bayi-bayi
yang belum berusia 2 bulan serta masuk dalam imunisasi dasar.
Langkah pengobatan serta pencegahan TBC sangatlah penting untuk dilakukan. Mengingat
penyakit ini tergolong berat dan menular, dengan skema penularan yang relatifcukup mudah,
yakni melalui pernapasan. Terlebih lagi juga terdapat risiko komplikasi yang mungkin saja
terjadi, yakni:
 Meningitis
 Kerusakan sendi
 Gangguan organ tubuh, seperti ginjal, hati, jantung
 Merasa nyeri pada punggung
Mengingat besarnya risiko yang bisa muncul karena penyakit TBC ini, maka pengobatan yang
diberikan dalam bentuk antibiotik juga sangat beragam. Obat-obatan yang biasa diberikan
oleh dokter untuk pengidap TBC aktif antara lain:
 Isoniazid
 Rifampicin
 Pyrazinamide
 Ethanol
Obatan-obatan tersebut mengandung efek samping, seperti dapat menurunkan efektifitas alat
kontrasepsi yang mengandung hormon. Efek samping yang demikian terutama terjadi untuk
pengguna obat antibiotik seperti rifampicin.
Sementara itu, untuk ethambutol, berpengaruh pada kondisi penglihatan. Begitu juga
dengan isoniazid yang berpotensi merusak saraf.
Selain itu, juga terdapat efek samping umum, seperti muntah, mual, penurunan nafsu makan,
sakit kuning, perubahan warna urine menjadi lebih gelap, demam, gatal-gatal, dan ruam pada
kulit.

Meski demikian, pengidap diharuskan mengonsumsi antibiotik selama lebih kurang lebih 2
minggu, dan untuk memastikan kesembuhan, dokter biasanya mengharuskan konsumsi antibiotik
selama 6 bulan.

Obat resep yang diberikan untuk pengidap TBC harus diminum hingga waktu yang dianjurkan.
Ini dikarenakan meski kondisinya membaik, pengidap TBC masih mungkin untuk menurun
kembali kondisinya.
MAKALAH LENGKAP TBC
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen Mata Kuliah Keperawatan medikal bedah yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai
upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Wassalam...

Makassar, 07 November 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka
kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan
penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam
hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis
(TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan
penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia
terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens
rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus
meningkat.

Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat
TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang
penyakit TBC.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari TBC?

2. Bagaimana penyebab penyakit TBC?

3. Bagaimana cara Penularan TBC?

4. Apa gejala-gejala seseorang menderita TBC?

5. Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan TBC?

6. Bagaimana cara pengobatan kepada penderita TBC?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari TBC.

2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TBC.

3. Untuk mengetahui cara Penularan TBC.

4. Untuk mengetahui gejala-gejala TBC.

5. Untuk mengetahui cara penanggulangan/pencegahan TBC.

6. Untuk mengetahui cara pengobatan kepada penderita TBC.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan
dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar
140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara
ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%.
Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004,
angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

B. Penyebab TBC

Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis)
yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Percikan dahak
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilierbronkus,
dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC
berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di
dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah sekitar 4-6 minggu.

 Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
TBC.

Tuberkulosis Pasca Primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas
dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.

C. Cara Penularan TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang
rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.

Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru,
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi
paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.

D. Gejala penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi 2, yaitu gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

1. Gejala Sistemik/Utama
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
malam.

a. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.

c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala Khusus

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran
yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat
membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

d. Pada anak–anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran
dan kejang – kejang.

E. Cara Pencegahan TBC

Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;

a. Menyembuhkan penderita.

b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.

d. Menurunkan tingkat penularan.

Cara-cara pencegahan TBC sebagai berikut;

a) Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa sakit di dada
dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.

b) Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.

c) Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah segera dibawa
kepuskesmas atau ke rumah sakit.

d) Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh penderita.

e) Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG. Karena vaksin tersebut
akan memberikan perlindungan yang amat bagus.

F. Pengobatan TBC

1. Jenis Obat

Isoniasid

Rifampicin

Pirasinamid

Streptomicin

2. Prinsip Obat

Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap
lanjutan ditelan dalam dosis tunggal,sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat
yangdigunakan tidak adekuat, kuman TB akan berkembangmenjadi kuman kebal. Pengobatan TB
diberikan dalan 2 Tahap yaitu:

a) Tahap intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat (minum obat) setiap hari selama 2 - 3 bulan.
b) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat (minum obat) tiga kali seminggu selama 4 – 5 bulan.

3. Efek Samping Obat

Beberapa efek samping yang mungkin muncul akibat mengkonsumsi obat TB bervariasi mulai dari
ringan hingga berat. Efek samping ringan dapat berupa berubahnya warna urine menjadi kemerahan
yang diakibatkan oleh rifampisin.

Efek samping lainnya dapat berupa nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual, kesemutan dan rasa
terbakar di hati, gatal dan kemerahan dikulit gangguan keseimbangan hingga kekuningan (ikterus). Jika
pasien merasakan hal-hal tersebut, pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh
penanganan lebih lanjut, fase lanjutan. Dalam beberapa kasus pengobatan bisa berlangsung hingga
delapan bulan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini sebaiknya harus
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga penyakit yang harus benar-benar segera
ditangani dengan cepat.

B. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan,
untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan
oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan) Bandung

Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai