Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan setiap manusia memerlukan harta sebagai
bekal untuk memenuhi segala kebutuhannya. Untuk mendapatkan harta
tersebut manusia harus berikhtiar salah satunya dengan bekerja. Karena dalam
Al-Qur’an memberi penekanan terhadap pekerjaan dan menerangkan dengan
jelas bahwa bahwa manusia diciptakan dibumi ini untuk bekerja keras guna
mencari penghidupan masing-masing (Afzalur Rahman,1995:253). Berbisnis
merupakan salah satu ragam bekerja yang dapat dijadikan pilihan, dengan
berbisnis manusia dapat mengembangkan modalnya dengan harapan akan
mendapatkan profit yang besar. Namun yang peru diingat, untuk meningkatkan
modal sebagai salah satu faktor produksi harus sesuai dengan syari’at yang
telah ditentukan dalam islam.
Dalam zaman modern seperti ini, banyak praktik-praktik bisnis yang
tidak sesuai dengan ajaran islam. Pengembangan modal yang dilakukan oleh
pembisnis di era ini seringkali menggunakan cara-cara yang bertentangangan
dengan syari’at, hal tersebut menyebabkan kerugian yang dialami oleh
sebagian besar pihak dan menguntungkan sebagain kecil lainnya.
Dengan melihat fenomena pengembangan modal yang jelas melanggar
aturan islam yang terjadi saat ini. Islam menawarkan solusi dengan konsep
pengembangan modal yang benar dan tidak merugikan diri sendiri maupun
orang lain. Dalam berbisnis secara islami, modal atau harta harus
dikembangkan dengan memperhatkan cara perolehan dan pengguanaannya
dengan menimbang aspek hokum halal atau haram. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Ibnu Jauzi jika mengumpulkan harta halal jauh lebih utama, dengan
syarat, maksud dan tujuan pengembangan harta atau modal tersebut benar dan
lurus. (Yusuf Qardawi,1995:99)
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang diatas, Maka Rumusan Makalah ini :
1. Bagaimana Pandangan Islam mengenai Modal dalam Bisnis?

1
2. Bagaimana Pengumpulan Modal Menurut syariat Islam?
3. Bagaimana Pengembangan Bisnis dalam Bingkai Islam?
C. Tujuan
Dari Rumusan Masalah diatas, maka Tujuan Makalah ini:
1. Mengetahui pandangan Islam mengenai Modal dalam Bisnis
2. Mngetahui Pengumpulan Modal Menurut Syariat Islam
3. Mengetahui Cara Pengembangan Bisnis dalam bingkai Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Modal dalam Bisnis: Faktor Vital dalam Produksi


Dalam Bahasa arab modal atau harta disebut al-mal (mufrad-tunggal),
atau al-anwal (jama’). Secara harfiah al-mal (harta) adalah ma malaktahu min
kulli syay. Artinya segala sesuatu yang engkau punyai. Adapun dalam istilah
syar’i harta diartikan sebagai segala ssuatu yang dimanfaatkan dalam perkara
yang legal menurut syara’ (hukum islam)
Selain tanah, tenaga kerja dan organisasi, modal merupakan salah satu
faktor produksi yang cukup vital. Seperti yang telah diketahui kemajuan
industry pada saat ini, modal memiliki peran yang cukup penting. Modal
merupakan asset yang digunakan untuk membantu distribusi asset berikutnya.
Menurut Prof. Thomas, milik individu dan negara yang digunakan dalam
menghasilkan asset berikutnya selain tanah adalah modal. Modal dapat
memberikan kepuasan pribadi dan membantu untuk menghasilkan kekayaan
lebih banyak.1
Sedangkan dalam ilmu fikih, dinyatakan oleh kalangan hanafiyah
bahwa harta itu adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan
mungkin disimpan untuk digunakan saat dibutuhkan. Namun, harta tersebut
tidak akan bernilai kecuali bila dibolehkan menggunakannya secara syari’at.
Muhammad H. Behesti mendefinisikan modal sebagai sekumpulan konsumsi
yang diperoleh, yang dapat dipergunakan untuk memperoleh nilai yang sama
dan yang lebih banyak.2

Dalam Teori Islam mengenai modal yang diprakasi oleh Abdul


Mannan, tidak saja mengakui gagasan klasik tentang penghematan dan
produktivitas, tetapi juga gagasan Keynes tentang preferensi likuiditas, karena
dalam Islam, modal itu produktif dalam arti, bahwa tenaga kerja yang dibantu

1
Afzalur rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jiid 1. (Yogyakarta, PT Dana Bhakti Wakaf:1995)
hlm.285
2
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, (Malang, UIN Maliki Press:2016) hlm.127

3
oleh modal akan lebih menghasilkan daripada yang tanpa modal. Laba yang
diperkenankan oleh Islam adalah hasil investasi dalam produksi yang
merupakan proses waktu. Motif laba, merangsang seseorang menabung dan
menginvestasi, sehingga dengan demikian menunda konsumsi sekarang untuk
waktu yang akan datang.

Dikatakan oleh Abdul Mannan, bahwa teori Islam modal lebih realistik,
luas, mendalam, dan etik daripada teori modern. Dikatakan realistik, karena
produktivitas modal yang mengalami perubahan berkaitan dengan kenyataan
produksi, yang dianggap mudah berubah dalam keadaan pertumbuhan yang
dinamis. Dikatakan luas dan mendalam, karena ia memperhatikan semua
variabel seperti mata uang, jumlah penduduk, penemuan baru, kebiasaan,
setingkat hidup, ketinggalan waktu dan sebagainya. Sedangkan dalam kaitan
dengan etik karena keikutsertaannya dalam berbagai bidang di suatu negara
Islam harus bersifat adil, wajar, bebas dari para pelaku.3
Pentingnya modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam al-Qur’an
surat Ali ‘Imran ayat 14 yaitu:

ِّ ‫ط َرةِّ ِّمنَ الذَّ َه‬


‫ب‬ َ ‫ير ْال ُمقَ ْن‬ ِّ ‫اء َو ْال َبنِّينَ َو ْالقَن‬
ِّ ‫َاط‬ ِّ ‫س‬
َ ِّ‫ت ِّمنَ الن‬ َّ ‫اس حُبُّ ال‬
ِّ ‫ش َه َوا‬ ِّ َّ‫ُز ِّينَ ِّللن‬
َ ‫ض ِّة َو ْال َخ ْي ِّل ْال ُم‬
‫س َّو َم ِّة َو ْاْل َ ْن َع ِّام‬ َّ ‫و ْال ِّف‬2 َّ ‫ث ۗ َٰذَ ِّل َك َمتَاعُ ْال َحيَاةِّ الدُّ ْنيَا ۖ َو‬
َ ُ‫َّللا‬ ِّ ‫َو ْال َح ْر‬
ِّ ‫ِّع ْندَهُ ُحس ُْن ْال َمآ‬
‫ب‬

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-


apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading.
Itulah kesenangan hidup didunia, dan disisi allah lah tempat kembali yang baik
(surga)”. 4

3
Muhammad Dja’far, Agama,Etika, dan Ekonomi. (Malang, UIN maliki Press:2014) hlm.121-122
4
QS Al-Imran (14)

4
Kata “mata’un” berarti modal karena disebut emas dan perak, kuda
yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Sedangkan pada
kata “zuyyina” menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia.5

Memang perlu diakui, bahwa dalam system ekonomi islam modal harus
selalu berkembang, dal aarti tidak boleh dianggurkan. Artinya modal harus
diambil manfaatnya dengan cara diputar sebagai alat untuk berbisnis. Islam
dengan sistemnya sendiri, dalam upaya memanfaatkan dan mengembangka
modal, menekankan agar tetap memikirkan kepentingan orang lain.6 Namun
yang menjadi catatan pemanfaatan modal harus sesuai dengan syariat agama
dan pengalokasian tidak boleh sembarangan, berikut adalah pengalokasian
dana yang tidak diperbolehkan dalam syariat:

1. Pengalokasikan dana di tempat-tempat yang terlarang merupakan tindakan


yang menyimpang dari tujuan dan maksud syariat yang berkenaan dengan
kekayaan dan harta benda. Ia merupakan pelanggaran terhadapnya dan
pendayagunaan harta benda di tempat yang tidak semestinya. Oleh karena
itu, syariat tidak membiarkan orang kaya mengalokasikan dana
kekayaannya sekehendak nafsu dan keinginannya sendiri, namun harus
disesuaikan dengan kehendak Allah SWT dan disesuaikan pula dengan
syariatnya.
2. Pengalokasikan dan di tempat-tempat yang terlarang merupakan perilaku
penyia-nyiaan dan penghamburan harta benda. Hal ini dilarang oleh
syariat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih, bahwa
Rasullah SAW. Melarang sikap dan perilaku menyia-nyiaakan dan
menghamburkan harta benda. Dengan demikian, barang siapa
mengalokasikan dana di tempat-tempat yang diharamkan, maka dia telah
menyia-nyiakan dan menghamburkan harta benda.
3. Pengalokasian dana di tempat-tempat yang terlarang merupakan
penghancuran hak umat secara keseluruhan yang terkait dengan harta.

5
Muhammad Dja’far, Hukum Bisnis, hlm.129
6
Ibid, 130

5
Oleh karena itu, Allah SWT menyuruh untuk tidak memberikan harta
benda kepada orang-orang yang tidak cakap mengelolanya. 7
B. Pengumpulan Modal: Motivasi dan Pesan Syariah
Modal merupakan hasil kerja apabila pendapatan melebihi pengeluaran.
Untuk meningkatkan jumlah modal dalam sebuah negara sebaiknya
masyarakat terus berusaha meningkatkan pendapatannya, hemat dan cermat
dalam membelanjakan pendapatan, menghindari pengeluaran yang berlebihan,
dan adanya rasa aman dan keselamatan terjamin bagi masyarakat dalam
mendapatkan asset yang mudah.8 Hanya saja, untuk meningkatkan
pendpatannya yang berujung pada meningkatnya modal perlu memperhatikan
berberapa hal yang diajarkan oleh syartiat islam yaitu:9
1. Peningkatan Pendapatan
a. Pembayaran Zakat
Zakat merupakan pengeluaran yang wajib atas ternak, tanaman, barang
dagangan, emas, perak dan uang tunai. Zakat bukanlah pajak, ia
dikenakan kepada asset yang dimiliki sepanjang tahun. Apakah
pemiliknya menggunakan asset tersebut atau tidak, dia wajib membayar
zakat setiap tahun. Hendaknya para pemilik modal mengeluarkan lebih
banyak harta untuk zakat, atau sebaliknya modal tersebut akan habis
setiap tahun akibat pembayaran zakat. Setiap peningkatan dalam
penanman modal, pendapatan dan juga keuntungan juga meningkat.
Secara umum dan global, Al-Qur’an menyatakan bahwa zakat itu diambil
dari setiap harta yang kita miliki dan juga diambil dari setiap usaha yang
baik dan halal. Imam Al-Qurthubi mengemukakan bahwa zakat itu
diambil dari semua harta yang dimiliki, meskipun kemudian sunnah nabi
mengemukakan rician harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.10
Zakat merupakan sumber potensial untuk mengentaskan kemiskinan
bahkan menjadi salah satu tumpuan umat islam dalam mengentaskan

7
Ibrahim, Abdullah. Fiqih Financial. (Solo: Era Intermedia:2005) hlm.113
8
Afzlurrahman, Doktrin Ekonomi Islam. Hlm.287
9
Muhammad Dja’far, Hukum Bisnis. Hlm. 131-137
10
Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern .(Jakarta.Gema Insani Press:2002)
hlm.39

6
kemiskinan. zakat dapat berfungsi sebagai modal kerja bagi orang miskin
agar dapat membuka lapangan pekerjaan. Dia bias berpenghasilan dan
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Atau sebagai tambahan modal
bagi sesorang yang kekurangan modal sehingga usahanya bias berjalan
lancer, penghasilannya pun bertambah dan dapat mencukupi kebutuhan
hidupnya. Dengan demikian, beban negara dalam masalah pengangguran
dan kemiskinan bias terkurangi.11
b. Larangan mengenakan Bunga
Menurut Akram Khan tidak ada seorang pun pakar (ilmuwan) ekonomi
islam yang membolehkan bunga bank. Islam telah melarang bunga
karena merupakan kendala dalam mewujudkan tujuan kesejahteraan
masyarakat. Bahkan menurut ijma’ konsessus para ahli fikih tanpa
terkecuali, bunga tergolong riba. Karena riba memiliki persamaan
makna dan kepentingan dengan bunga (Interest). Lebih jauh lagi,
Lembaga islam internasional maupun nasional telah memutuskan sejak
1965 bahwa bunga bank atau sejenisnya adalah sama dengan riba dan
haram secara Syariah.12
Bunga dilarang dalam Islam dan masyarakat tidak dibenarkan
menghasilkan uang dari pinjaman modal dengan bunga. Oleh kaena itu,
sebaiknya orang menanamkan modal dalam hal-hal yang produktif
yang dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan.
c. Penggunaan harta anak yatim
Untuk meningkatkan pertumbuhan modal dalam masyarakat, pengasuh
anak yatim hendaknya tidak menyimpan harta anak yatim, tetapi
memanfaatkan untuk perdagangan atau perusahaan yang lebih
menguntungkan. Mereka diminta menggunakan untuk kebaikan serta
tidak memboroskanya, Hal tersebut disinggung dalam Al-Qur’an An-
Nisa’ ayat 5:

11
Havis Aravik. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.(Depok,PT Kharisma Putra
Pertama:2017) hlm.152
12
Ibid, hlm.150

7
‫ار ُزقُو ُه ْم ِّفي َها‬ َّ ‫سفَ َها َء أ َ ْم َوالَ ُك ُم الَّ ِّتي َج َع َل‬
ْ ‫َّللاُ لَ ُك ْم ِّق َيا ًما َو‬ ُّ ‫َو ََل تُؤْ تُوا ال‬
‫سو ُه ْم َوقُولُوا لَ ُهم َق ْو ًَل َم ْع ُروفًا‬
ُ ‫َوا ْك‬

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum


sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”.13
Rasulullah saw dengan tegas mengingatkan para pengasuh agar tidak
membekukan (menyimpan) harta anak yatim “ Awas! Barang siapa
menjadi pengasuh anak yatim yang mempunyai harta, hendaklah
menanamkan dalam perdagangan yang menguntungkan dan tidak
membekukannya”.
Menurut Imam Malik, Sayyidinah Aisyah r.a menyerahkan harta anak
yatim kepada pedagang untuk memperdagangkannya yang akan
memberikan keuntungan. Sayyidina Umar, Usman, dan Ali juga telah
menanamkan harta anak yatim dalam perdagangan. Umar r.a pernah
berkata “Perdagangkanlah harta anak yatim daripada habis akibat
dikeluarkan zakat setiap tahun”.14
d. Penanaman modal secara tunai
Pertumbuhan modal dianggap sangat penting dan setiap muslim
diharapkan menanamkan modal secara tunai dalam perniagaan.
Rasulullah saw bersabda “Barang siapa menjual rumah atu sebidang
tanah akan menghasikan pendapatan, tetapi jika dia tidak menanamkan
lagi hasilnya kepada benda-benda serupa, dia akan mendapatkan berkat
daripadanya (dan asetnya tidak akan bertambah)”.
Ini menunjukan bahwa rasulullah saw sangat berhati-hati dalam
memelihara pertumbuhan modal dalam masyarakat. Beliau
menyerukan supaya umat islam menyimpan modalnya dan tidak
menjualnya tetapi boleh digunakan untuk menghasilkan asset yang
lebih banyak atau dengan kata lain dijadikan sebagai modal.

13
QS An-Nisa 5
14
Afzilurahman, Doktrin. hlm.289

8
Seandainya pemilik harta menjualnya, dianjurkan agar membeli harta
benda (yang produktif) yang serupa dari uang yang diperolehnya.
e. Meninggalkan harta waris
Untuk membantu pertubuhan modal dalam masyarakat, Islam
mendorong umatnya agar meninggalkan ahli waris dalam keadaan
berharta dan berkecukupan serta tidak menyerahkan amal mereka untuk
kebajikan.
2. Menghindari Sikap Berlebih-lebihan (Mubadzir)
Pertumbuhan pendapatan tidak meningkatkan tabungan jika pada waktu
yang sama pengeluaran bertambah melebihi pendapatan. Oleh karena
itu, perlu dikurangi pengeluaran yang tidak perlu, seperti gaya hidup
mewah dan dijaga agar tidak hidup berlebih-lebihan dalam masyarakat.
Sebagaimana firma-Nya dalam Al-A’raf ayat 31 yaitu:

‫يَا َبنِّي آدَ َم ُخذُوا ِّزينَتَ ُك ْم ِّع ْندَ ُك ِّل َمس ِّْج ٍد َو ُكلُوا َوا ْْش َربُوا َو ََل تُس ِّْرفُوا ِِّإنَّهُ ََل‬
َ‫ي ُِّحبُّ ْال ُمس ِّْرفِّين‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki)


masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.
Sebagaimana al-Qur’an mengecam kemewahan, didalam al al-qur’an
juga mengecam sikap berlebih-lebihan dn pemborosan. Diantara
keduanya terdapat relevansi keumuman dan kekhususan masing-
masing. Sikap hidup mewah biasanya harus diiringi dengan sikap
berlebih-lebihan. Sedangkan sikap berlebih-lebihan tidak harus disertai
kemewahan.15 Sehingga dalam islam terdapat Batasan tentang
pembelanjaan harta. Batasan pembelanjaan harta ini digolongkan
menjadi dua kriteria, yaitu :16
a. Batasan pada Cara dan Sifat

15
Ibid, 259-261
16
Yusuf Qardhawi, peran Nllai dan Moral dalam Perekonomian. (Jakarta,Robbani Press:1997) hlm
253.

9
Batasan cara dan sifat ini terkait dengan hal-hal yang diharamkan
islam seperti, khamar dengan jenis dan Namanya, berbagai macam
rokok yang merusak badan, melemahkan semangat dan membuang
uang, judi yang telah diharamkan dengan nash a-qur’an dan patung-
patung yang telah diharamkan rasul saw. Setiap pembelanjaan
dalam hal-hal yang diharamkan adalah suatu perbuatan berlebih-
lebihan dan pemborosan yang dilarang oleh syariat islam.
b. Batasan pada Kuantitas dan Ukuran
Diantara yang termasuk kriteria kedua, yaitu membelanjakan harta
yang diperlukannya dari yang tidak dapat ditanggung oleh
pendapatannya.
3. Larangan Pembekuan Modal
Apabila asset tidak digunakan untuk lebih banyak menghasilkan
kekayaan, maka akan menyebabakan berkurangnya jumlah modal kerja
yang digunakan untuk usaha dalam perdagangan, pertanian dan
industry. Hal ini akan memperlambat pembangunan ekonomi, yang
pada akhirnya akan menjadikan sebuah Negara miskin. Karena itu Islam
melarang dalam membekukan modal karena akan menutup atau
mengurangi modal yang akan digunakan untuk industry dan
perdagangan.
Harta itu adalah titipan Allah yang harus kita gunakan untuk
kemaslahatan masyarakat banyak. Karena itu harta perlu dijadikan
sebagai modal produktif bukan konsumtif, apalagi berfoya-foya,
demonstration effect (pamer kekayaan) yang akan menimbulkan
kecemburuan social. Dalam kaitanya ini bisa disimak dalam firman
Allah dalam Al-Qur’an:

ِّ َّ‫ان َل َيأ ْ ُكلُونَ أ َ ْم َوا َل الن‬


‫اس‬ ِّ ‫الر ْه َب‬
ُّ ‫ار َو‬ ً ‫َيا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنُوا ِِّإ َّن َك ِّث‬
ِّ ‫يرا ِّمنَ ْاْل َ ْح َب‬
َّ ‫َب َو ْال ِّف‬
‫ضةَ َو ََل‬ َ ‫َّللاِّ ۗ َوالَّذِّينَ َي ْك ِّن ُزونَ الذَّه‬ َ ‫ع ْن‬
َّ ‫س ِّبي ِّل‬ َ َ‫صدُّون‬ ُ ‫اط ِّل َو َي‬ِّ ‫ِّب ْال َب‬
‫ب أ َ ِّل ٍيم‬
ٍ ‫َّللاِّ فَ َبش ِّْر ُه ْم ِّب َعذَا‬ َ ‫يُ ْن ِّفقُو َن َها فِّي‬
َّ ‫س ِّبي ِّل‬

10
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim yahudi dan rohib-rohib nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan bathil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak serta tidak menafkahkanya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih”.
Dengan begitu jangan dibiarkan modal diam, tapi haruslah harta itu
dibuat menghasilkan (produktif). Banyak pemilik uang yang hanya mau
menyimpan saja, mereka tidak mau membuka usaha, mungkin karena
alasan takut rugi, tidak berbakat, malas, gengsi, dan sebagainya. Padahal
pekerjaan pedagang adalah paling mulia dalam Islam dan paling banyak
memberikan kesempatan membantu orang lain.
4. Ada Jaminan Keselamatan dan Keamanan
Pada hakikatnya produksi dan khususnya pengumpulan modal, sangat
dipengaruhi oleh keamanan dan keselamatan. Apabila ada jaminan
keselamatan dan keamanan dalam suatu Negara , rakyat akan lebih giat
dalam bekerja dan mengumpulkan harta kekayaan. Al-Qur’an
memerintahkan umat Islam untuk menjaga keamanan dan kstabilan
negaranya, agar rakyat dapat hidup bahagia dan sejahtera. Sebagai
firma-Nya dalam Al-Baqarah ayat 193 yaitu:

َّ ‫عد َْوانَ ِإِّ ََّل َعلَى ال‬


َ‫ظا ِّل ِّمين‬ ِّ َ‫َوقَاتِّلُو ُه ْم َحت َّ َٰى ََل تَ ُكونَ فِّتْنَةٌ َويَ ُكون‬
ُ ‫الدينُ ِّ َّّلِلِّ ۖ فَإ ِّ ِّن ا ْنت َ َه ْوا فَ ََل‬

“Dan pergilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), Kecuali terhadap
orang-orang dzalim”. 17
C. Pengembangan Bisnis dalam Bingkai Syariah
Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki
tangguangan untuk bekerja, karna bekerja merupakan salah satu pokok yang
memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan

17
QS Al-Baqarah 193

11
manusia berusaha mencari nafkah allah melapangkan bumi serta menyediakan
berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki. Hal
ini diterangkan dalam al-Qur’an surah Al-Mulk ayat 15:

‫شوا ِّفي َمنَا ِّك ِّب َها َو ُكلُوا ِّم ْن ِّر ْز ِّق ِّه ۖ َو ِِّإلَ ْي ِّه‬ َ ‫ُه َو الَّذِّي َج َع َل لَ ُك ُم ْاْل َ ْر‬
ً ُ‫ض ذَل‬
ْ َ‫وَل ف‬
ُ ‫ام‬
‫ور‬
ُ ‫ش‬ُ ُّ‫الن‬

Artinya: “Dialah yang menyediakan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan
hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. 18
Pengembangan bisnis yang memerlukan modal dalam islam harus berorientasi
syari’ah, sebagai pengendali agar bisnis itu berada dijalur yang benar sesuai
dengan ajaran islam. Dengan kendali syariat, aktivitas bisnis diharapkan bisa
mencapai empat hal utama :
1. Target Hasil : Profit-Materi dan Benefit-Non Materi.
Tujuan perusahaan tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai
materi) setinggi-tingginya tetapi juga harus dapat memperoleh dan
memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) non materi kepada internal
organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana
persaudaraan, kepedulian social, dan sebagainya.
2. Pertumbuhan yang terus meningkat.
Jika profit materi dan benefit non-materi telah diraih sesuai target, perusahaan
akan mengupayakan pertumbuhan atau kenaikan terus menerus dari setiap
profit dan benefitnya itu. Hasil perusahaan akan terus diupayakan agar tumbuh
meningkat setiap tahunnya. Upaya pertumbuhan itu tentu dijalankan dalam
koridor syariat. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi seiring
dengan perluasan pasar, peningkatan inovasi sehingga bisa menghasilkan
produk baru dan sebagainya
3. Keberlangsungan dalam kurun waktu selama mungkin.
Belum sempurna orientasi suatu perusahaan bila hanya berhenti pada
perencanaan target hasil dan pertumbuhan. Karena itu, perlu diupayakan terus

18
Qs Al-Mulk :15

12
agar pertumbuhan target hasil yang telah diraih dapat dijaga
keberlangsunganya dalam kurun waktu yang cukup lama.
4. Meraih Keberkahan atau Keridhaan Allah swt.
Faktor keberkahan untuk menggapai ridho Allah SWT. Merupakan puncak
kebahagiaan hidup manusia muslim. Bila ini tercapai, menandakan
diterimanya dua syarat diterimanya amal manusia yakni adanya niat iklas dan
cara yang sesuai dengan tuntutan syari’at.
Namun demikian, Al-Qur’an Melarang mengembangkan harta dengan cara
menyengsarakan masyarakat, dan juga memakan harta manusia dengan tidak
sah, sebagai firman-Nya dalam Al-Baqarah ayat 188 yaitu:

‫اط ِّل َوت ُ ْدلُوا ِّب َها ِِّإلَى ْال ُح َّك ِّام ِّلتَأ ْ ُكلُوا فَ ِّريقًا ِّم ْن‬
ِّ َ‫َو ََل تَأ ْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِّب ْالب‬
َ‫اْلثْ ِّم َوأ َ ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون‬ ِّ َّ‫أ َ ْم َوا ِّل الن‬
ِّ ْ ‫اس ِّب‬
“Dan jangalah sebagian kamu memakan harta sebagian diantara kamu
dengan jalan yang bathil (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta daripada orang
lain itu dengan (jalan bathil) dosa, padahal kamu mengetahui”
Diantara pokok-pokok penting dalam pengembangan harta adalah sebagai
berikut :19
1. Menghindari sentralisasi modal, artinya agar harta itu tidak terkonsenntrasi
pada satu orang atau kelompok tertentu saja. Agar tidak terjadi hal tersebut
dalam islam terdapat beberapa cara pendistribusian modal agar dapat
diterima oleh masyarakat luas, yaitu :20
a. Al-Mudharabah
Prinsip ini dapat diterapkan kedalam semua jenis pembiayaan penuh yang
merupakan penyertaan ad-hock tanpa campur tangan pengelolaan bank.
Prinsip ini diterapkan pada suatu usaha atau proyek yang jangka waktunya
sangat luwes dengan system bagi hasil sesuai dengan perjanjian yang telah
diikat. Dalam prinsip ini semakin jelas terlihat bahwa system perbankan

19
Muhammad Dja’far. Hukum Bisnis. hlm.143
20
Suhrawardi dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) hlm.57-63

13
islam tampak jelas memiliki sifat dan semangat kebersamaan serta
keadilan.
b. Al-Musyarakah
Yaitu pemilik modal yang mengadakan perjanjian untuk menyertakan
modalnya pada suatu proyek. Masing-masing pihak memiliki hak untuk
ikut serta dalam manajemen proyek tersebut.
c. Al-Murabahah
Dinamakan al-murabah apabila pembiayaan yang diberikan kepada
nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi (inventory).
Pembiayaan al-murabaha ini mirip dengan “kredit modal kerja” yang
dikenal dalam produk bank konvensional. Itulah sebabnya pembiayaan al-
murabaha bersifat short run financing.
d. Al- Bai’u Bithaman Ajil
Apabila dilihat secara tata bahasa, maka al-bai’u bithaman ajil dapat
diartikan pembelian barang dengan pembayaran cicilan. Dengan demikian
berarti pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank kepada pihak nasabah
dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang modal (investasi).
Apabila diperhatikan produk bank konvensional maka al-bai’u bithaman
ajil ini dapat disertakan dengan kredit investasi. Karena kredit yang
diberikan adalah kredit investasi, maka al-bai’u bithaman ajil ini bersifat
long run financing. Prinsip ini dapat diterapkan pada semua jenis
pembiayaan penuh yang merupakan talangan dana untuk pengadaan barang
ditambah keuntungan yang disepakati dengan pembayaran cicilan.
e. Al-Qordhul Hasan
Prinsip ini dapat diterapkan pada semua jenis pembayaran penuh atau
sebagian yang merupakan talangan dana baik tunai maupun untuk
pengadaan barang, disertai kewajiban membayar biaya administrasi secara
mencicil sesuai dengan kesepakatan para pihak.
2. Mengembangkan Yayasan-yayasan kemanusiaan dengan orientasi
kemasyarakatan, artinya, hendaknya harta yang dikuasai oleh seseorang,
perlu didistribusikan pula untuk kepentingan orang lain.

14
3. Menguatkan ikatan persaudaraan dan kemsyarakatan melalui zakat dan
infaq, artinya, karena harta yang kita miliki tidaklah hanya untuk diri
sendiri, namun di dalamnya ada hak kolektif yang secara hokum wajib
dikeluarkan sesuai tuntunan syariat.

Pengembangan modal sudah jelas, apa yang akan diraih yaitu untuk
meningkatkan atau memperbanyak jumlah modal dengan upaya yang halal,
baik melalui produksi atau investasi. Pada prinsipnya system ekonomi islam
tidak membahas tentang harta, melainkan hanya membahas tentang
pengembangan kepemilikannya. Islam tidak pernah mengemukakan tentang
pengembangan harta, karena menyerahkan hal tu kepada individu agar
mengembangkannya sesuai nilai-nilai Syariah.21

21
Muhammad Dja’far. Hukum Bisnis. hlm.146

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dalam Bahasa arab modal atau harta disebut al-mal (mufrad-tunggal), atau
al-anwal (jama’). Secara harfiah al-mal (harta) adalah ma malaktahu min
kulli syay. Artinya segala sesuatu yang engkau punyai. Adapun dalam
istilah syar’i harta diartikan sebagai segala ssuatu yang dimanfaatkan dalam
perkara yang legal menurut syara’ (hukum islam)
2. Dalam mengumpulkan modal terdapat beberapa factor yang harus
diperhatikan, antara lain :
a. Peningkatan Pendapatan
1) Pembayaran Zakat
2) Larangan menegenakan Bunga
3) Penggunaan harta anak yatim
4) Penanaman modal secara tunai
5) Meninggalkan harta waris
b. Menghindari Sikap Berlebih-lebihan (Mubadzir)
c. Larangan Pembekuan Modal
d. Ada Jaminan Keselamatan dan Keamanan
3. Dalam Pengembangan Bisnis dalam Bingkai Syariah terdapat 4 hal utama
yang menjadi tujuannya, yaitu:
a. Target Hasil: Profit-Materi dan Benefit-Non Materi.
b. Pertumbuhan yang terus meningkat.
c. Keberlangsungan dalam kurun waktu selama mungkin.
d. Meraih Keberkahan atau Keridhaan Allah swt.

16
DAFTAR PUSTAKA

Djakfar, Muhammad.2016. Hukum Bisnis. Malang: UIN Maliki Press.


Djakfar, Muhammad.2014. Agama, Etika, dan Ekonomi. Malang: UIN
maliki Press.

Suhrawardi, Wajdi, Farid.2012. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar


Grafika.

Qardhawi, Yusuf.1997. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian.


Jakarta: Robbani Press.
Aravik, Havis. 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.
Depok:PT Kharisma Putra Pertama.

Hafidhudin, Didin.2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta:


Gema Insani Press.

Rahman, Afzalur.1995. Doktrin Ekonomi Islam, Jiid 1. Yogyakarta: PT


Dana Bhakti Wakaf.
Karim, Adiwarman.2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.

Ibrahim, Abdullah.2005. Fiqih Financial. Solo: Era Intermedia.

Kadir. 2010. Hukum Bisnis Syari’ah Dalam Al-ur’an. Palu: AMZAH.

17

Anda mungkin juga menyukai