Laporan Pendahuluan Tindakan Keperawatan Dengan Kasus Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Di Rsj. Dr. Radjiman Widyodiningrat Lawang
Laporan Pendahuluan Tindakan Keperawatan Dengan Kasus Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Di Rsj. Dr. Radjiman Widyodiningrat Lawang
I. MASALAH UTAMA
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya
proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan,
dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya
merasakannya.
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien
dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Tanda dan gejala
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005).
E. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan : perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Data yang perlu dikaji
1. Data subjektif :
a. Klien mengatakan mendengar sesuatu mengatakan melihat bayangan putih
b. Klien mengatakan kepalanya melayang di udara cemas dan khawatir
2. Data objektif :
a. klien terlihat berbicara/tertawa sendiri saat dikaji
b. Disorentasi
c. Kosentrasi rendah
e. Kekacauan alur pikiran
f. Pikiran cepat berubah-ubah
F. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang
nyata/lingkungan. Dengan kata lain yang berada disekitar klien tidak mendengar
bunyi atau suara yang didengar klien tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang nyata dari
lingkungan
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa makanan yang
tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
G. Masalah Keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
d. HDR Kronis
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat
yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki
yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada
keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
diberikan tidak bertentangan.
I. Pohon Masalah
J. Diagnosa
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
K. Rencana Tindakan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rencana :
1. Bina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap pasien
- Jelaskan tujuan pertemuan
TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rencana :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandanya
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri
4. Bereikan pujian terhadap kemapuan klien mengungkapkan perasaan
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan .keuntungan b/d orang lain dan kerugian tidak b/d
orang lain
Rencana :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat keuntungan/ kerugian b/d orang lain
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
b/d orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan persaan tentang
keuntungan/kerugian b/d orang lain
TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Rencana :
1. Kaji kemapuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu klien untuk b/d orang lain
3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain
5. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
Daftar Pustaka
http://io-note.blogspot.com/2016/10/laporan-pendahuluan-lp-keperawatan-jiwa-halusinasi-
perubahan-persepsi-sensori.html
Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 : ECG : Jakarta
2. Kerja
“ Baiklah, kalau begitu hari ini saya akan mengobrol dengan ibu selama 20 menit ya.”
“Ibu tinggal di sini sama siapa saja bu?”
“Apakah ibu sering mengobrol dengan keluarga ibu yang berada di rumah?”
“Apakah ibu bisa menyebutkan nama saudara ibu satu persatu bu?” (sampai bisa
menyebutkan beberapa nama saudaranya)
“Apa kegiatan Ibu sehari-hari?”
“Apakah ibu membantu pekerjaan rumah sehari-hari?”
“Kalau memang membantu dan ada di rumah, saya boleh bertemu dengan saudaranya bu?”
Maaf ya bu, tetapi menurut ibunya bu isti, bu isti hanya mempunyai ank 1 orang saja
bernama mbak Ulfa.
“Apakah benar namanya mbk Ulfa ya bu isti?”
“Biasanya kalau ibu pengen cerita sesuatu seperti masakan atau masalah lain, bercerita
sama siapa?”
“Begini bu, Bu isti mengerti keuntungan mengobrol dengan ibu atau adik dari bu isti?” Jadi
keuntungannya adalah ibu bisa mendapat pemecahan masalah karena ibu atau adik bu isti
sudah dewasa, daripada bu isti memikirkannya sendiri.”
“Kalau dengan anaknya bu isti kan katanya jarang di rumah, suka main, dan mbak ulfa juga
sedang kuliah di malang, jadi apakah bu isti mau untuk mencoba mengobrol dengan ibunya
bu isti?”
“Kalau saya kesini lagi, saya ingin ngobrol dengan bu isti dan ibunya juga ya?”
3. Terminasi
Evaluasi subjektif
“Sekarang bagaimana perasaan Ibu setelah kita mengobrol tadi? Merasa senang atau
tidak dengan cara yang kita bicarakan tadi?”
Evaluasi Objektif
“Sekarang bu isti bisa menyimpulkan apa yang kita bicarakan tadi?”
“Apa saja keuntungan mengobrol dengan ibunya atau adiknya bu isti?”
Rencana Tindak Lanjut
“Kalau begitu, ibu harus mempraktekkan mengobrol tiap kali ada hal yang
mengganjal ya bu?” tidak boleh disimpan sendiri karena mengobrol dengan keluarga
itu banyak keuntungannya”.
Kontrak yang akan datang
“Bu, bagaimana kalau minggu depan ketika saya kesini lagi, kita ngobrol lagi
tentang pengobatan yang dulu sempat berhenti ya bu?”
“Apakah satu minggu lagi saya boleh kesini lagi bu?”
“Saya permisi dulu ya bu istiqomah, terima kasih sudah mau mengobrol dengan
saya.”
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
‘’PERILAKU KEKERASAN’’
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di
sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
C. Rentang respon marah
Adaptif maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Marah/Amuk
Keterangan :
1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan
2. Frustasi : individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak menemukan
alternatif
3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tertapi
masih terkontol.
5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol
D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima
sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang
wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku
kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
F. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas lain
dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena
masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien.
H. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
K. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
L. RencanaTindakan
Perilaku kekerasan
- Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan
- Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
Tindakan :
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 : ECG :
Jakarta
3. www.google.com
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena dirumah sering marah-marah dan
ingin memukul seseorang yang menasehatinya.
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan.
3. Tujuan khusus
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien dapat mengidentifikasi penyebab marah
- Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan :
Beri salam setiap berinteraksi
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat
berkenalan
menanyakan nama dan panggilan kesukaan klien
Menunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali berinteraksi
Menanyakan perasaan dan masalah yang di hadapi klien
Buat kontak interaksi dengan jelas
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan kemarahannya :
Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkel
Dengarkan tanpa menyela atau member penilaian setiap ungkapan
perasaan klien.
c. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan :
Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku
kekerasan
Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional)
saat terjadi perilaku kekerasan
Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan cara lain (tanda-
tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
“Selamat pagi mbak” Apakah saya boleh duduk disamping mbak?”
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan mbak hari ini?”Wah pagi ini mbak terlihat sangat cerah sekali?
“Perkenalkan mbak,nama saya ....,saya adalah perawat yang akan merawat mbak.”
“Kalau boleh tahu nama mbak siapa?mbak suka dipanggil dengan
Sebutan siapa? Pakai mbak atau ibu?”
“Pada 2 minggu ini saya yang akan bertanggung jawab merawat
mbak dan saya dinas dari jam 07.00 wib-14.00 wib,jadi jika mbak ada sesuatu yang
diperlukan atau ingin disampaikan mbak bisa menyampaikannya kepada saya”
“Saya disini siap membantu mbak untuk menyelesaikan masalah yang mbak hadapi,
Sehingga nantinya saya harapkan mbak pada akhirnya dapat menyelesaikan masalah mbak
sendiri meskipun mbak sudah tidak dirawat di rumah sakit ini.”
“Kalau mbak bersedia untuk bercerita tentang masalah mbak,saya akan mencoba bersama
mbak untuk mencari solusi dari masalah yang mbak hadapi,kalau mbak tidak mau bercerita
mengenai apa yang mbak rasakan, saya tidak dapat mengetahui apa kebutuhan yang mbak
perlukan dan pada akhirnya saya sulit untuk bisa mencari solusi dari masalah yang mbak
hadapi.”
3. Kontrak
Topik
“Baik mbak, pagi hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara membina
hubungan saling percaya dengan perawat,mendiskusikan apa yang menyebabkan mbak
marah,dan tanda-tanda ketika mbak sedang marah. Adapun tujuan dari kegiatan ini
adalah agar mbak tidak melakukan tindakan kekerasan.”
Tempat
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 15 menit?”apakah mbak bersedia?’’
Waktu
“Mbak ingin berdiskusi dimana,disini atau ditempat lain yang mbak merasa nyaman
untuk bercerita dengan saya?”
“ Mbak,Saya akan merahasiakan informasi yang mbak berikan kepada saya dan informasi
ini hanya akan saya gunakan untuk proses perawataan.”
“ Sebelum kita mulai kegiatan apakah ada yang ingin mbak tanyakan atau yang ingin
mbak sampaikan kepada saya?”
Kerja
“ Bagaimana mbak kalau kita mulai sekarang?”
“Apa yang membuat mbak menjadi marah?”
“Apakah ada yang membuat mbak kesal?”
“Apakah sebelumnya mbak pernah marah?”
“Apa penyebabnya? Apakah sama dengan yang sekarang?”
“Baiklah, jadi ada yang menyebabkan mbak marah-marah ya!”
“Mbak pada saat dimarahi oleh ibu apa yang mbak rasakan?”
“Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir?”
“Lalu apa yang biasanya mbak lakukan?”
“Apakah sampai memukul? Atau Cuma marah-marah saja?”
Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah mbak bercerita kepada saya?”Apakah mbak
merasa lega dan tenang?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba apakah mbak masih ingat dengan nama saya?’’
“Apakah mbak bisa menceritakan kembali apa yang menjadi penyebab mbak marah
dan tanda-tanda ketika mbak sedang marah?”
“ Bagus sekali mbak mampu menyebutkan penyebab dan tanda-tanda yang dapat
membuat mbak marah.”
c. Rencana tindak lanjut
“ Baik mbak dari hasil kegiatan hari ini kita telah mengetahui bahwa mbak menjadi
marah karena sering dimarahi oleh ibu sehingga mbak menjadi tertekan,merasa
marah,jengkel dan mengepalkan tangan.”Baiklah mbak sesuai dengan kontrak kita di
awal,diskusi ini kita akhiri sampai disini dulu,saya berharap mbak bisa menyapa saya
ketika kita bertemu dan bila mbak merasa akan marah dan butuh bantuan saya mbak
bisa mengungkapkannya pada saya”
d. Kontrak
Topik
“ Bagaimana mbak kalau besok kita bertemu lagi dan berdiskusi tentang jenis
perilaku kekerasan yang pernah mbak lakukan ketika sedang marah”
Tempat
“mbak ingin kita bertemu dimana? “bagaimana kalau di taman?”
Waktu
“ mbak mau jam berapa kita ketemunya?”Berapa lama mbak,bagaimana kalau 20
menit?’’ Baik jam 10.00 ya mbak, sesuai kesepakatan kita.”baiklah mbak besok kita
bertemu di taman jam 10.00 wib ya mbak?”
“saya permisi dulu ya mbak”selamat siang.
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
ISOLASI SOSIAL
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Masalah Utama
Isolasi Sosial
B. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009,
hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat,
2009, hlm. 93).
C. Tanda dan gejala
Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart &
Sundeen, 2006), yaitu :
Saling tergantung
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang
dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon
adaptif meliputi :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau
frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan,
tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang
lain.
Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada rentang respon
maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain dan lingkungan.
E. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh
kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan
gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan
menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota
keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan
kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak
tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian
atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis,
terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang
mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi
sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi
skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga menderita
skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun
eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara.
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan
terbatas untuk mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.
1) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada
anak, misalnya dengan tekanan suara yang tinggi, hal ini membuat anak bingung,
karena belum dapat mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di satu
sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.
F. Akibat
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul
perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih
lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang dapat
berpengaruh terhadap kemempuan untuk melakukan perawatan secara mandiri
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
1. Obat anti psikosis : Penotizin
2. Obat anti depresi : Amitripilin
3. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
4. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian
a. BHSP
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 : ECG :
Jakarta
3. www.google.com
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pertemuan : Disesuaikan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :
Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
DO :
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
‘’DEFISIT PERAWATAN DIRI’’
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
I. Masalah Utama
Defisit Perawatan diri
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan diri
yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
B. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
F. Pohon Masalah
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 : ECG :
Jakarta
3. www.google.com
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pertemuan : Disesuaikan
A. Proses Keperawatan
1. Deskripsi Pasien
Tn. D umur 38 tahun masuk ke rumah sakit jiwa tanggal 4 Mei 2014. Pasien tidak
mau mandi dan gosok gigi sejak kejadian gagal dalam pemilu DPRD. Tanggal 5 Mei
2014 perawat melakukan pengkajian dan melakukan intervensi hari pertama. Dari hasi
pengkajian didapat klien mengatakan tubuhnya gatal dan bau, belum mandi, dan terlihat
kotor
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri: Kebersihan diri
3. Tujuan Keperawatan pada Klien
a. Mengkaji kemampuan klien melakukan perawatan diri meliputi mandi/kebersihan
diri, berpakaian/berhias, makan serta BAB/BAK secara mandiri
b. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
4. Rencana Tindakan Keperawatan Pada Pasien Defisit Perawatan Diri
SP 1: Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri (pengkajian dan melatih cara
menjaga kebersihan diri: mandi
a. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri: mandi
b. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri: mandi
c. Menjelaskan alat-alat untuk mandi
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat
gigi, cuci rambut, potong kuku
e. Melatih pasien mempraktekkan cara mandi.
f. Memasukkan dalam jadwal kegiatan.
B. Rencana Komunikasi Keperawatan Pada Pasien Defisit Perawatan Diri
1. Fase Orientasi:
a. Salam Terapeutik
“Selamat Pagi, Bapak”.
“Saya suster Aulia Anggraini, suster suka dipanggil suster Aulia, saya suster yang
bertugas pada pagi ini dari jam 08.00-14.00 WITA. Selama 1 minggu kedepan suster
akan merawat Bapak.”
b. Validasi klien
“Nama Bapak siapa? Biasanya dipanggil siapa, pak?”
“Suster lihat dari tadi Bapak menggaruk badannya. Kenapa, pak?” “Bapak, apa tadi
pagi bapak sudah mandi?”
“Kenapa, Bapak belum mandi?”
c. Kontrak Kerja
“Kalau begitu pak, bagaimana kalau kita bicara tentang perawatan kebersihan diri,
kira-kira waktunya 20 menit, tempatnya disini saja. Gimana pak?”
2. Fase Kerja:
SP 1: Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri (pengkajian dan melatih cara
menjaga kebersihan diri: mandi
a. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri
“Bapak berapa kali biasanya mandi”
“Kenapa jadi seperti itu, pak?”
b. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
“Kalau begitu kita sekarang bicara tentang pentingnya mandi. Coba bapak pikirkan,
kalau bapak mandi, apa yang bapak rasakan?”
“Nah, sekarang suster akan menyebutkan gunanya jika bapak mandi. Pertama, Bapak
bersih. Kalau, yang kedua apa Bapak?”
“Coba, Bapak ingat-ingat dulu”
“Iya bapak benar, lalu apa lagi pak?”
“Iya, Bapak bagus sekali. Terus, kalau kita tidak mandi apa akibatnya?” “Iya, Bapak
bagus sekali”
c. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
“Baiklah pak, Sekarang coba bapak sebutkan dulu alat-alat yang biasanya digunakan
bapak untuk mandi”
“Suster sebutkan dulu ya pak.. pertama sabun.. lalu apa lagi pak?”
“Benar pak, lalu apa lagi pak?”
“Benar sekali bapak”
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri: mandi dan ganti
pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku dan melatih pasien
mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
“Nah bapak sudah tahu kan alat-alat untuk mandi. Sekarang suster akan menjelaskan
cara-cara mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku,”
“Kita mulai dengan mandi ya pak, pertama kita guyur seluruh tubuh, ambil sabun,
tuangkan sabun ke telapak lalu gosok-gosok, pak Donny. Kemudian usapkan
keseluruh tubuh.”
“Sekarang pakai shampoo pak, pertama tuangkan sedikit shampoo di telapak tangan,
lalu gosok-gosok, lalu gosokkan di kepala”
“Terakhir kita guyur seluruh badan sampai shampoo dan sabunnya hilang, ya Pak.”
“Kemudian pakai handuk. Selanjutnya gosok gigi.”
“Pertama beri pasta gigi di atas sikat gigi, beri sedikit air lalu digosokkan ke mulut
dan gigi, setelah itu kumur-kumur dan buang airnya.”
“Kalau sudah ganti baju dulu, terus kita lanjutkan dengan memotong kuku”
“Kalau pak Donny melakukan kegiatan ini nanti badannya tidak gatal sama bau lagi,
pak. Tiap hari bapak jadi wangi, pak.”
“Sekarang suster praktekkan dulu, pak Donny lihat ya.”
e. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
“Nah sekarang kita praktekkan di kamar mandi ya pak”
f. Memasukkan dalam jadwal kegiatan.
“Bapak Donny tadi kita sudah selesai mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri,
nanti Bapak mau latihan mandinya jam berapa?”
“Kalau sikat gigi? potong kukunya?”
“Baik, pak Donny suster masukkan ke jadwal ya”
3. Fase Terminasi Sementara
a. Evaluasi Subjektif
“Nah, Bapak bagaimana perasaanya setelah mandi?”
b. Evaluasi Objektif
Bapak masih ingat apa yang kita lakukan tadi?”
c. Tindak Lanjut
“Bapak Donny, tadi kan sudah dibuat jadwal kapan pak Donny mau melakukannya,
besok suster cek ya sudah dilakukan apa belum. Kalau pak Donny sudah melakukan
sendiri tanpa diingatkan, nanti dijadwal suster tulis M ya, kalau masih perlu
diingatkan nanti suster tulis B ya.”
d. Kontrak Yang Akan Datang
“Kalau begitu Pak, Saya akan kembali ke ruang perawat, besok saya akan menemui
bapak lagi jam 09.00 pagi untuk latihan berdandan, tempatnya di ruangan ini saja.
Bagaimana, pak?”
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
HARGA DIRI RENDAH
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat
bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010).
B. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri
dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.
C. Etiologi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/
dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life
span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya
sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima
dalam kelompok (Yosep, 2007).
C. Rentang respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang
rentang respon konsep diri, yaitu adaptif dan maladaptif.
Adaptif Maladaptif
Gambar 1.1 Skema Rentang Respon Konsep Diri (sumber: Stuart, et al, 1988: 320)
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam buku Nur Fajariyah (2012: 7) respon
individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif dan
maladaptif:
beraktualisasi diri.
c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri yang
D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran
kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang
tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh,
perubahan fisik berhubungan dengan tumbang normal moral dan prosedur medis
keperawatan
E. Tanda dan gejala
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1 Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2 Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3 Gangguan dalam berhubungan
4 Rasa diri penting yang berlebihan
5 Perasaan tidak mampu
6 Rasa bersalah
7 Pandangan hidup yang pesimis
8 Penolakan terhadap kemampuan personal
9 Menarik diri secara social
10 Khawatir dan menarik diri dari realitas
F. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
G. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Obat anti psikosis: Penotizin
Obat anti depresi: Amitripilin
Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
Obat anti insomnia: Phneobarbital
b. Terapi modalitas
♦ Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian
1. BHSP
2. Jangan memancing emosi klien
3. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4. Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
5. Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialaminya
♦ Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas lain
dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena
masalah sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi musik
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan kesadaran klien
H. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri
Berduka disfungsional
I. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah
4. FASE KERJA
a. Sekarang Bapak Saya ajak Ngobrol-ngobrol ya! Bapak tidak usah malu
saya ngajak ngobrol, Bapak ungkapkan saja apa yang Bapak Rasakan?
b. Bapak berasal dari mana ?
c. Bapak sudah berapa lama di sini?
d. Bapak ingat tidak, siapa yang mengajak Bapak kesini?
e. Menurut Bapak, dibawa kesini karna apa?
f. Selama disini setiap hari apa saja yang Bapak lakukan?
g. Bagaimana perasaan Bapak saat melakukan kegiatan tersebut?
h. Kalau boleh tahu, hobi Bapak apa ?
i. Kegiatan apa yang sering Bapak lakukan dirumah ?
j. Apakah Bapak sering melakukan kegiatan tersebut ?
k. Bagaimana perasaan bapak saat ini?
5. FASE TERMINASI
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap ?
Evaluasi Obyektif
- Klien mampu mengungkapkan atau mengulang kembali pembicaran
- Klien mampu mempertahankan kontrak
- Klien mau melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
Rencana Tindak Lanjut
Pak kalau nanti ada yang mau Bapak ceritakan atau ditanyakan kepada saya,
Bapak bisasampaikan saat kita bertemu lagi
Kontrak
Saya kira, sekian dulu perbincangan kita hari ini. Nanti kita lanjutkan
dengan membahastentang kemampuan yang Bapak miliki baik itu dirumah, di sini
ataupun ditempat lain.Menurut Bapak kita berbincang-bincang jam berapa ?
bagaimana kalau jam 10 besok setelah kegiatan rehabilitasi.Dimana tempatnya ?
Bagaimana kalau di kursi belakang.
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
WAHAM
DI RSJ. Dr. RADJIMAN WIDYODININGRAT LAWANG
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi
tidakai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam
kenyataan. (Harold K, 2004).
B. Rentang Respon
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamat.
d. Virus : paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. Adanya gejala pemicu
D. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra berulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang yang
tidak sesuai kenyataan.
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan.
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran
yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun dia tidak
menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai
kenyataan.
E. Tanda dan gejala
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
F. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis: Penotizin
b. Obat anti depresi: Amitripilin
c. Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia: Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian.
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas
lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena
masalah sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi music
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan kesadaran klien
G. Pohon Masalah
H. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir : waham
I. Rencana Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat.
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Tirta. 2009. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
2. Keliat, Bidiana. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 : EC
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
a) Sedih
b) Marah
c) Putus asa
d) Tidak berdaya
e) Memberikan isyarat verbal maupun non verbal
2. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah.
Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
a) Stroke
b) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c) DiabetesPenyakit arteri koronaria
d) Kanker
e) HIV / AIDS
3. Faktor Psikososial & Lingkungan:
a) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan
objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan
terakhir depresi.
b) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
c) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya
sistem pendukung social
3. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
a) Keputusasaan
b) Menyalahkan diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Perasaan tertekan
e) Insomnia yang menetap
f) Penurunan berat badan
g) Berbicara lamban, keletihan
h) Menarik diri dari lingkungan social
i) Pikiran dan rencana bunuh diri
j) Percobaan atau ancaman verbal
C. POHON MASALAH
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
b) Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Tindakan :
a) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting,
tali, kaca, dan lain lain).
b) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
Tindakan:
d) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan
lain lain.
e) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.
4) Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
Tindakan:
b) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kesehatan.
c) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
Tujuan khusus :
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
Tindakan:
3) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
Tindakan:
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
Tindakan :
Tindakan :
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
1) Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
2) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
a) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
c) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
d) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
3) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
b) Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara:
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika
Press.
SP 1 PASIEN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
DS :
Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
Klien mengatakan lebih baik mati saja
Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
Ekspresi murung
Tak bergairah
Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa keperawatan : Resiko bunuh diri
3. Tujuan
Klien tidak dapat melakukan percobaan bunuh diri
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
b. Mengamankan benda-benda yang dapat mengamankan pasien
c. Melakukan kontrak treatment
d. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
e. Melatih cara mengendalikan bunuh diri
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum…perkenalkan nama saya Perawat Siti Awaliyah Ulfa, saya
senang dipanggil Ulfa. Saya mahasiswa praktek dari STIKes Bhamada Slawi.
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa Pak?”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan dan kabar Bapak hari ini? Bagaimana tidur Bapak
semalam?”
c. Kontrak
“Bagaimana Pak kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang benda-benda
apa saja yang dapat membahayakan diri Bapak, serta bagaimana
cara mengendalikan dorongan bunuh diri? Tujuannya agar bapak tahu benda-
benda apa saja yang dapat membahayakan diri bapak, serta bapak dapat
mengetahui cara mengendalikan dorongan bunuh diri. Dimana kita akan bicara?
Bagaimana kalau di taman Pak? Berapa lama kita akan berbincang-bincang?
Bagaimana kalau waktu berbimcang-bincang kita selama 15 menit? Apakah
Bapak setuju?”
2. Fase kerja
“Bapak, apakah Bapak tahu benda-benda yang dapat membahayakan diri bapak?
coba sebutkan apa saja benda-benda tersebut. Bagus sekali Bapak, Bapak tahu
benda-benda yang dapat membahayakan diri Bapak. Apakah salah satu benda
tersebut ada dikamar Bapak? Kalau ada benda tersebut jangan Bapak dekati atau
pegang ya Pak. Apa bapak sering mendengar bisikan yang mendorong Bapak untuk
melakukan bunuh diri? Apa yang Bapak lakukan ketika suara-suara itu datang?
Bapak, bagaimana kalau saya ajarkan cara-cara lain untuk mengusir suara-suara
itu, apakah Bapak mau? Pak, kalau suara-suara itu ada, bapak tutup kedua telinga
rapat-rapat seperti ini Pak, dan katakan dengan keras JAUHI SAYA, PERGI
KAMU !!! KAMU PALSU. Coba Bapak lakukan seperti yang saya ajarkan tadi. Iya
Pak seperti itu, bagus sekali”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan Bapak setelah Bapak mengetahui benda-benda yang
dapat membahayakan diri Bapak, dan mengetahui cara mengusir suara-suara
yang menyuruh Bapak melakukan bunuh diri? Coba Bapak ulangi lagi apa yang
saya ajarkan tadi. Iya begitu pak, bagus”
b. RTL
“Bapak, selama kita tidak bertemu, bila Bapak melihat benda-benda yang dapat
membahayakan Bapak, segera jauhi, dan jika Bapak mendengar suara-suara itu
kembali, segera Bapak usir dengan cara yang sudah kita pelajari tadi ya Pak”
c. Kontrak yang akan datang
“Baiklah sekarang Bapak saya tinggal dulu, kapan kita bisa bertemu lagi Pak?
Bagaimana kalau besok? Baiklah besok kita akan membahas tentang cara
berfikir positif tentang diri sendiri dan menghargai diri sebagai individu yang
berharga. Tempatnya mau dimana Pak? Bagaimana kalau di taman Pak? Jam
berapa Pak ? Bagaimana kalau jam 09.00 ? Apakah Bapak setuju ?Baiklah Pak
selamat beristirahat”