Anda di halaman 1dari 30

Desain Penelitian:

Grounded Theory, Histori, Etnografis, Fenomenologis

Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah


Penelitian Kualitatif
Dosen pengampu :
Dr. Dian Septi Nur Afifah, M.Pd.

Disusun oleh:
Nandaning Tryas Apriliani (17204163024)
Linda Yuni Istiqomah (17204163033)
Sela Oktaviani (17204163037)
Alvina Hawin Rizkya (17204163039)
Alfi Zahrotul Faida (17204163040)
Pathul Khaer (17204163043)
Shinta Wahyu Ningrum (17204163072)
Vicky Saputra (17204163296)
Kelompok 5
TMT 6A

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... i

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 1

A. Desain Penelitian Grounded Theory ............................................................................... 1

B. Desain Penelitian Historis ............................................................................................... 6

C. Desain Penelitian Etnografis ........................................................................................... 9

D. Desain Penelitian Fenomenologis ................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27

i
PEMBAHASAN

A. Desain Penelitian Grounded Theory

Penelitian Grounded Theory dikembangkan pertama kali pada tahun 1960 oleh dua
sosiologis, Barney Glaser dan Anselm Strauss.Meskipun masing-masing berasal dari
latar belakang filsafat dan penelitian yang berbeda, mereka memberi sumbangsih yang
sama-sama penting. Keduanya bekerja sama menyusun teknik-teknik untuk menganalisis
data kualitatif yang sesuai dengan pendidikan dan latar belakang mereka. Latar
belakangnya itu memberi kontribusi bagi desain penelitian grounded theory ini, antara
lain:1
a. Perlunya memasuki lapangan jika ingin mengetahui apa yang terjadi;
b. Pentingnya teori, yang berdasar kenyataan, bagi pengembangan suatu disiplin;
c. Sifat terus berlanjutnya pengalaman masa lalu ke masa kini;
d. Peranan aktif manusia dalam membentuk dunia yang mereka tempati;
e. Penekanan pada proses dan perubahan, keragaman serta kompleksitas hidup; dan
f. Hubungan timbal balik antara kondisi, makna, dan tindakan.
Menurut (Denzin & Lincoln, 1994), grounded theory adalah “In this approach,
researchers are responsible for developing other theories that emerge from observing a
group. The theories are “grounded” in the group’s observable experiences, but researchers add their
own insight into why those experiences exist. In essence, grounded theory attempts to “reach
a theory or conceptual understanding through stepwise, inductive process”
Intinya: “Dalam pendekatan ini, peneliti bertanggung jawab untuk mengembangkan
teori-teori lain yang muncul dari pengamatan terhadap suatu kelompok. Teori-teori itu
bersifat “grounded” dalam pengalaman-pengalaman kelompok yang diamati; tetapi
peneliti menambahkan pemahamannya sendiri ke dalam pengalaman-pengalaman itu.
Esensinya, grounded theory berusaha mencapai suatu teori atau pemahaman konseptual
melalui proses bertahap dan induktif.”2
Grounded theory adalah teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang
fenomena yang dijelaskannya. Karenanya, teori ini ditemukan, disusun, dan dibuktikan

1
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013).
2
A Aprinalistria, “Grounded Theory dan Pengodean (coding),” n.d., https://www.academia.edu/-
4739199/BAB_V_GROUNDED_THEORY_DAN_PENGODEAN_CODING_.

1
2

untuk sementara melalui pengumpulan data yang sistematis dan analisis data yang
berkenaan dengan fenomena itu.3
Pada dasarnya, tujuan grounded theory adalah untuk menghasilkan atau menemukan
suatu teori yang berhubungan dengan situasi tertentu. Situasi di mana individu saling
berhubungan, bertindak, atau terlibat dalam suatu proses sebagai respon terhadap suatu
peristiwa. Inti dari pendekatan grounded theory adalah pengembangan suatu teori yang
berhubungan erat dengan konteks peristiwa yang dipelajari atau teoretisasi data.
Teoretisasi data adalah sebuah metode penyusunan teori yang berorientasi
tindakan/interaksi. grounded theory tidak bertolak dari suatu teori atau untuk menguji
teori seperti paradigma penelitian kuantitatif, melainkan bertolak dari data menuju suatu
teori. Hal yang diperlukan untuk mencapai semua itu adalah prosedur yang terencana
dan teratur.4
1. Ciri-Ciri Grounded Theory
Ciri-ciri grounded theorysebagaimana penjelasan Strauss dan Corbin adalah sebagai
berikut:5
a. Grounded theory dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu hasil
pengembangan teori yang sudah ada.
b. Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan analisis data secara induktif bukan
secara deduktif seperti analisis data yang dilakukan pada penelitian kuantitatif.
c. Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang benar disamping harus dipenuhi
4 (empat) kriteria yaitu:
1) Cocok (fit), yaitu apabila teori yang dihasikan cocok dengan kenyataan sehari-
hari sesuai bidang yang diteliti.
2) Dipahami (understanding), yaitu apabila teori yang dihasilkan
menggambarkan realitas (kenyataan) dan bersifat komprehensif, sehingga
dapat dipahami oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti.
3) Berlaku umum (generality), yaitu apabila teori yang dihasilkan meliputi
berbagai bidang yang bervariasi sehingga dapat diterapkan pada fenomena
dalam konteks yang bermacam-macam.
4) Pengawasan (controll), yaitu apabila teori yang dihasilkan mengandung
hipotesis-hipotesis yang dapat digunakan dalam kegiatan membimbing secara

3
Strauss dan Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.
4
Baren Bamabas, “Grounded Theory (Metode Penelitian Grounded),” n.d.
5
Aprinalistria, “Grounded Theory dan Pengodean (coding).”
3

sistematik untuk mengambil data aktual yang hanya berhubungan dengan


fenomena terkait.
d. Kemampuan peneliti untuk memberi makna terhadap data sangat dipengaruhi
oleh kedalaman pengetahuan teoretik, pengalaman dan penelitian dari bidang
yang relevan dan banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut menyebabkan
si peneliti memiliki informasi yang kaya dan peka atau sensitif terhadap kejadian-
kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam fenomena yang diteliti.
2. Langkah-langkah dalam Grounded Theory6
a. Merumuskan Masalah Penelitian
Perumusan masalah pada penelitian grounded theory dilakukan secara bertahap,
yakni pada tahap awal atau sebelum pengumpulan data, rumusan masalah
dikemukakan secara garis besar yang berfungsi sebagai panduan dalam
mengumpulkan data data, kemudian data-data yang bersifat umum tersebut
dikumpulkan, setelah itu rumusan masalah dipersempit dan difokuskan sesuai
sifat data yang dikumpulkan. Rumusan masalah yang kedua ini digunakan
peneliti sebagai panduan dalam menyusun teori. Jadi, perlu kita catat bahwa
dalam merumuskan masalah pada penelitian GR tidak hanya dilakukan satu kali.
b. Melakukan penjaringan data
Grounded theory digali dari berbagai fenomena atau perilaku yang sedang
berlangsung yang digunakan untuk melihat prosesnya serta untuk menangkap
hal-hal yang bersifat kausalitas/sebab akibat.
c. Menganalisis data
Tahap-tahap analisis data yakni, (a) open coding atau pengodean terbuka, peneliti
membentuk beberapa kategori awal informasi tentang fenomena yang diteliti
dengan memilah-milah data ke dalam jenis yang relevan; (b) axial coding atau
pengodean poros, peneliti memilih salah satu kategori dan memosisikannya
sebagai inti fenomena yang sedang diteliti; (c) selective coding atau pengodean
selektif, peneliti menulis teori dari berbagai hubungan dari seluruh kategori
dalam tahap axial coding sebelumnya.
d. Menyusun teori

6
Bamabas, “Grounded Theory (Metode Penelitian Grounded)”, 57.
4

Proses penyusunan teori meliputi analisis dari hubungan yang terjadi pada
keseluruhan kategori yang telah ditemukan sebelumnya. Teori dapat dituliskan
dalam bentuk narasi yang menggambarkan kesalingterkaitan antarkategori.
e. Memvalidasi teori
Proses validasi ini dilakukan setelah teori selesai dirumuskan dengan cara
membandingkannya dengan proses-proses sejenis yang terdapat dalam penelitian
sebelumnya. Creswell (2008: 450) mengemukakan bahwa penilai luar, seperti
partisipan, juga dapat diminta untuk memeriksa keabsahan teori maupun validitas
dan kredibilitas data.
f. Menyusun laporan penelitian
Creswell (2008: 450) mengemukakan bahwa struktur laporan dalam penelitian
grounded theory sangat tergantung pada desain yang digunakan. Jika desain yang
digunakan adalah pendekatan sistematik, laporan penelitian relatif mirip dengan
struktur laporan penelitian kuantitatif, yang mencakup bagian-bagian perumusan
masalah, metode penelitian, analisis dan diskusi, dan hasil penelitian. Jika desain
yang digunakan adalah pendekatan emerging atau konstruktivis, struktur laporan
penelitikan bersifat fleksibel.
3. Metode Pengumpulan Data dalam Grounded Theory 7
Pada umumnya, metode pengumpulan data dalam grounded theory
menggunakan interview /wawancara dan observasi. Hasil interview atau
pencatatan/perekaman (audio atau video) interaksi dan atau kejadian dijelaskan atau
dituliskan kembali (ditulis dalam format teks atau ditangkap dalam bentuk
identifikasi yang jelas dari sub-elemen).Sebagai contoh, video dapat dianalisis detik
per detik. Elemen data kemudian diberi kode dalam kategori apa yang sedang
diobservasi.
Dalam pengumpulan data, dibedakan antara empiri dengan data.Hanya empiri
yang relevan dengan objek dan dikumpulkan oleh peneliti dapat disebut data. Maka
diperlukan proses seleksi dalam kewajaran menangkap semua empiri. Sesudah
melakukan observasi atau wawancara, peneliti harus segera membuat catatan hasil
rekaman observasi partisipan atau wawancara.
4. Kelebihan dan kekurangan Grounded Theory 8
a. Kelebihan Grounded Theory

7
Ibid.,58.
8
Ibid., 58.
5

Beberapa kelebihan Grounded Theory antara lain sebagai berikut.


1) Kelebihan utama dari grounded theory adalah probabilitas kesalahan
pengukuran dapat dikurangi. Hal ini karena konsep merupakan cermin dari
data yang diobservasi secara empiris.
2) Grounded theory merupakan desain penelitian kualitatif yang memungkinkan
peneliti untuk menurunkan konstruk dan membangun teori dari data yang
langsung dikumpulkan oleh peneliti, bukan dari teori yang sudah ada. Antara
pengumpulan data dan analisis data memiliki hubungan kontinue. (Adebayo,
2004 dalam Widjajani dkk., 2009: 6).
3) Grounded Theory memiliki sifat komprehensif dari perspektif yang diperoleh
peneliti dengan cara terjun langsung ke dalam fenomena sosial dan
mengobservasinya selengkap mungkin sehingga peneliti dapat
mengembangkan pengertian yang lebih dalam dan menyeluruh.
4) Peneliti dengan grounded theory dapat mengenali berbagai nuansa sikap dan
perilaku yang tidak diperoleh peneliti yang menggunakan metode lain.
(Babbie, 1992 dalam Widjajani dkk., 2009).
b. Kekurangan Grounded Theory
Vredenbregt (1981) dalam Nazir (1988: 92) mengungkapkan beberapa
kelemahan dari grounded theory. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain
sebagai berikut:
1) Grounded theory menggunakan analisis perbandingan dan menyifatkan
analisis perbandingan sebagai penemuan yang baru. Karena grounded theory
tidak menggunakan probability sampling, maka generalisasi yang dibuat akan
mengandung banyak bias.
2) Akhir suatu penelitian bergantung pada subjektivitas peneliti. Apakah hasilnya
suatu teori atau hanya satu generalisasi saja, tidak ada seorang pun yang tahu
kecuali peneliti itu sendiri.
3) Secara umum dapat disimpulkan bahwa teori yang diperoleh dalam grounded
theory tidak didasarkan atas langkah-langkah sistematis melalui siklus empiris
dari metode ilmiah. Spekulasi dan sifat impresionistis menjadi kelemahan
utamanya sehingga diragukan adanya representativitas, validitas, dan
reliabilitas dari data.
4) Grounded theory dapat disamakan dengan pilot studi atau exploratory
research belaka.
6

5) Karena dalam memberikan definisi banyak sekali digunakan aksioma atau


asumsi mereka sendiri, maka sukar sekali dinilai dengan metode-metode
umum lainnya yang sering dilakukan dalam penelitian kemasyarakatan.

B. Desain Penelitian Historis

Dalam kamus bahasa inggris historis berasal dari kata history artinya sejarah, atau
peristiwa.9Kata sejarah dari bahasa Arab yang berarti pohon.Pengambilan istilah ini
agaknya berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah setidaknya dalam pandangan orang
pertama yang menggunakan kata ini menyangkut tentang, antara lain, syajarat al-nasab,
pohon geneologis yang dalam masa sekarang agaknya bisa disebut sejarah keluarga
(family history).10
Historis adalah asal usul, silsilah, kisah, riwayat, dan peristiwa.Historis merupakan
suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur
tempat, waktu, objek, dan latar belakang peristiwa tersebut.11
Penelitian historis adalah penelitian yang mempelajari dan menggali fakta-fakta dan
menyusun kesimpulan mengenai peristiwa masa lampau. Peneliti dituntut menemukan
fakta, menilai dan menafsirkan fakta yang diperoleh secara sistematik dan obyektif.12
Tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi dan
mensintesiskan bukti-bukti untuk memperoleh kesimpulan yang kuat.13
Studi historis meneliti peristiwa-peristiwa yang telah berlalu. Penelitian ini
menggunakan pendekatan, metode dan materi yang hampir sama dengan etnografis,
tetapi dengan fokus tekanan dan sistematika yang berbeda. Salah satu ciri khas dari
penelitian historis adalah periode waktu kegiatan, peristiwa, karakteristik, nilai-nilai,
kemajuan bahkan kemunduran, dilihat dan dikaji dalam konteks waktu.14
Pendekatan sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai
peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku
dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat

9
Desi Anwar, Kamus Lengkap Inggris – Indonesia, (Surabaya: 2015), 177
10
Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 1
11
Yatimin Abdullah. Studi Islam Kontemporer. (Jakarta: Amzah, 2006) , 59
12
Nasution, Metode Research (Bandung: Jemmars, 1982).
13
Nana Sudyana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru, 1989).
14
Sukmadinata N.S, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011).
7

kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa
tersebut.15
Pendekatan sejarah (historical approach) adalah cara pandang untuk melihat sesuatu
dengan mendasarkan pada analisis rekonstruksi peristiwa masa lampau (sejarah)
berdasarkan data-data dan fakta/ bukti historis untuk mengungkap peristiwa sejarah
secara ilmiah (objektif dan valid). Unsur pengaruh hasil kajian (penulisan) sejarah adalah
sebagai berikut.
a. Sumber sejarah (evident/bukti historis)
b. Informasi/ data sejarah (lisan dan tulisan)
c. Persepsi dan sikap peneliti/sejarawan (subjektif, objektif)
d. Kemampuan analisis historis (daya kritis, critical historis).16

Dengan menggunakan pendekatan sejarah terdapat teori yang bisa digunakan yaitu: 17
a. Idealist approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan
menafsirkan fakta sejarah dengan mempercayai secara penuh fakta yang ada
tanpa keraguan.
b. Reductionalist approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan
menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan.
c. Diakronik adalah penelusuran sejarah dan perkembangan satu fenomena yang
sedang diteliti. Misalnya kalau sedang meneliti konsep riba menurut Muhammad
Abduh, diakroniknya adalah harus lebih dahulu membahas kajian-kajian orang
sebelumnya yang pernah membahas tentang riba.
d. Sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari
fenomena yang sedang diteliti. Kembali pada contoh konsep riba menurut
Muhammad Abduh, maka sosial kehidupan Muhammad Abduh dan sosial
kehidupan tokoh-tokoh yang pernah membahas fenomena yang sama juga harus
dibahas.
e. Sistem nilai adalah sistem nilai atau budaya sang tokoh dan budaya di mana dia
hidup.
Maka penelitian dengan teori diakroni, sinkronik dan sistem budaya adalah penelitian
yang menelusuri latar belakang dan perkembangan fenomena yang diteliti lengkap

15
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 1999) Cet. Ke-3. 46.
16
Ahmad Arifi, “Pendekatan Historis”. Disampaikan dalam Kuliah Mata Kuliah Pendekatan dalam
Pengkajian Islam.
17
Ibid.,206.
8

dengan sejarah sosio-historis dan nilai budaya yang mengitarinya.Maka menjadi wajar
kalau alat analisis ini dikenal sebagai alat analisis sejarah atau sosial(sosiologi).18
Suatu prosedur yang tidak boleh di lupakan oleh peneliti saat menggunakan penelitian
historis adalah suatu kronologis dinamika pengalaman hidup seseorang atau keluarga
informan .dalam hal ini peneliti dapat di bimbing oleh saat-saat penting yang membawa
perubahan dalam kehidupan.Seperti umpamanya seseorang yang memperoleh hadiah
jutaan rupiah membuat seseorang mengalami perunahan perilaku konsumtif, perubahan
perilaku social dengan kelompoknya. Bahkan kebangkrutan yang mendadak secara
drastic dapat mengubah perilaku seseorang, dapat mengubah pperilaku dan interaksi
kelompok,pandangan hidup, persepsi, bahkan dapat mengubah tentang hidupnya.
Turning point juga dapat seperti kematian suatu anggota keluarga yang mengakibatkan
perubahan anggot keluarga mengalami perubahan radikal. Keputusan untuk menikan
kejadian traumaticdan sebagaianya bias menjadi pengalaman di mulainya sebuah drama
kehidupan baru bagi informan.

Koentjaraningrat mencatat beberapa faedah penelitian historis bagi penelitian social,19


terutama dilihat dari materi pendekatan ini :

1. Data histori penting bagi peneliti memperoleh pandangan dari dalam


mengenai gejala dalam suatu masyarakat melalui pandangan diri pada warga
berarti masyarakat dan partisipan bersangkutan.
2. Data history penting bagi penneliti untuk mencari pengertian mengenai
masalah individu warga masyarakat yang suka berkelakuan menyimpang dari
yang biasa, dan mengenai masalah peranan deviant individual seperti
bagaiman pendorong gagasan baru, perubahan masyarakat dan kebudayaan.
3. Data history penting bagi peneliti untuk memeperoleh pemahahaman yang
mendalam tentang hal-hal psikologis yang tak mudah di peroleh ,melalui
observasi. Atau melalui metode interview langsung.
4. Data histori penting bagi peniliti untuk mendapatkan gambaran yang lebih
mendalam mengenai detail danpersoalan yang tidak mudah untuk diceritakan
kepada orang lain, seperti umpamanya cara hidup anak nakal ,gelandangan
,pelacur, penjahat, dan sebagianyya. Atau pemahaman mengenai pemalas

18
Nasution, Khoiruddin. Pengantar Studi Islam.(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016).
19
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1977).
9

mengapa masyarakat tersebut menjadi miskin , masyarakat tertentu menjadi


pencuri, peerampok dan sebagainya.

C. Desain Penelitian Etnografis

Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial.
Peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan dan cara
hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Etnografi adalah
suatu bentuk penelitian yang terfokus pada makna sosiologi melalui observasi lapangan
tertutup dari fenomena sosiokultural.
Menurut Haris seperti yang dikutip oleh Cresswell, etnografi adalah suatu desain
kualitatif dimana seorang peneliti menggambarkan dan menginterpretasikan pola nilai,
perilaku, kepercayaan dan bahasa yang dipelajari dan dianut oleh suatu kelompok
budaya.Suatu penelitian etnografi adalah penelitian kualitatif yang melakukan studi
terhadap kehidupan suatu kelompok masyarakat secara alami untuk mempelajari dan
menggambarkan pola budaya satu kelompok tertentu dalam hal kepercayaan, bahasa, dan
pandangan yang dianut bersama dalam kelompok itu. Sebagai sebuah proses, etnografi
melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, sehingga peneliti
memahami betul bagaimana kehidupan keseharian subjek penelitian tersebut (Participant
observation, life history), yang kemudian diperdalam dengan indepth interview terhadap
masing-masing individu dalam kelompok tersebut.
Penelitian etnografi khusus menggunakan tiga macam metode pengumpulan data:
wawancara, observasi, dan dokumen dan menghasilkan tiga jenis data: kutipan, uraian,
dan kutipan dokumen tergabung dalam satu produk yaitu uraian naratif. Pemilihan
informan dilakukan kepada mereka yang mengetahui yang memiliki sudut
pandang/pendapat tentang berbagai kegiatan masyarakat.Para informan tersebut diminta
untuk mengidentifikasi informan - informan lainnya yang mewakili masyarakat
tersebut.Informan - informan tersebut diwawancarai berulang - ulang, menggunakan
informasi dari informan - informan sebelumnya untuk memancing klarifikasi dan
tanggapan yang lebih mendalam terhadap wawancara ulang. Proses ini dimaksudkan
untuk melahirkan pemahaman–pemahaman kultur umum yang berhubungan dengan
fenomena yang sedang diteliti. Dengan demikian penelitian etnografi menghendaki
etnografer /peneliti : (1) mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan
interaksi dalam kelompok dalam situasi budaya tertentu, (2) memahami budaya atau
10

aspek budaya dengan memaksimalkan observasi dan interpretasi perilaku manusia yang
berinteraksi dengan manusia lainnya, (3) menangkap secara penuh makna realitas budaya
berdasarkan perspektif subjek penelitian ketika menggunakan simbol-simbol tertentu
dalam konteks budaya yang spesifik.
a. Asumsi penelitian etnografis
1. Etnografi mengasumsikan kepentingan penelitian yang prinsip terutama
dipengaruhi oleh pemahaman kultural masyarakat. Metodologi secara
sungguhsungguh menjamin bahwa pemahaman kultural umum akan diidentifikasi
untuk kepentingan peneliti. Interpretasi menempatkan tekanan besar pada
kepentingan kausal dari pemahaman kultual seperti itu. Fokus etnografi
mempertimbangkan secara berlebihan peran persepsi budaya dan tidak
mempertimbangkan peran kausal kekuatan-kekuatan objektif.
2. Etnografi mengasumsikan suatu kemampuan mengidentifikasi masyarakat secara
relevan dari kepentingan. Masyarakat, organisasi formal, kelompok non formal
dan persepsi tingkat lokal semuanya mungkin memainkan peran dalam banyak
subjek yang diteliti, dan kepentingan ini mungkin bervariasi menurut waktu,
tempat dan masalah.
3. Etnografi mengasumsikan peneliti mampu memahami kelebihan kultural dari
masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa atau jargon teknis dari kebudayaan
tersebut, dan memiliki temuan yang didasarkan pada pengetahuan komprehensif
dari budaya tersebut.
4. Penelitian etnografi lintas budaya menghindari risiko asumsi yang keliru bahwa
pengukuran yang ada memiliki makna yang sama lintas budaya.
b. Ciri-ciri Penelitian Etnografi
Penelitian etnografi memiliki ciri khas yaitu penelitian bersifat holistik,
integrative, thick description dan menggunakan analisis kualitaif dalam mencari sudut
pandang yang semula (native’s point of view).Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan obeservasi-partisipasi dan wawancara secara terbuka dan
mendalam, sehingga penelitian etnografi memerlukan waktu yang lama.
Penelitian etnografi secara umum dilakukan secara bertahap dengan dimulai
tahap perkenalan yang meliputi mempelajari bahasa penduduk yang sedang
diteliti.Selanjutnya pembelajaran terhadap bahasa asli dipakai untuk membantu dalam
menganilis permasalahan-permasalahan yang muncul dari aktivitas sehari-hari.
11

Elemen-elemen inti dari penelitian etnografi oleh Creswell (dalam. Engkus,


2008, 34) dijabarkan:
1. Penggunaan penjelasan yang detail.
2. Gaya laporan bersifat cerita (story telling)
3. Menggali tema-tema kultural, seperi tema-tema tentang peran dan perilaku
masyarakat.
4. Menjelaskan kehidupan keseharian orang-orang (everyday life of persons) bukan
peristiwa khusus yang menjadi pusat perhatian.
5. Laporan keseluruhan perbaduan antara deskriptif, analitis dan interpretatif.
6. Hasil penelitian memfokuskan bukan pada apa yang menjadi agen perubahan
tetapi pada pelopor untuk berubah yang bersifat terpaksa.

Beberapa karakteristik penelitian etnografi baik yang dirangkum dari Wolcott dan
Gay, Mills dan Airasian.

1. Berlatar alami bukan eksperimen di laboratorium


2. Peneliti meneliti tema-tema budaya tentang peran dan kehidupan sehari-hari
seseorang
3. Interaksi yang dekat dan tatap muka dengan partisipan
4. Mengambil data utama dari pengalaman di lapangan
5. Menggunakan berbagai metode pengumpulan data seperti wawancara,
pengamatan, dokumen, artifak dan material visual.
6. Peneliti menggunakan deskripsi dan detail tingkat tinggi
7. Peneliti menyajikan ceritanya secara informal seperti seorang pendongeng
8. Menekankan untuk mengekplorasi fenomena sosial bukan untuk menguji
hipotesis.
9. Format keseluruhannya adalah deskriptif, analisis dan interpretasi

Ciri-ciri penelitian etnografi menurut Nur Syam, yaitu:

1. Deskripsi etnografis sepenuhnya disusun sesuai dengan pandangan, pengalaman


warga pribumi (emic view)
2. Memanfaatkan metode wawancara mendalam dan observasi terlibat.
3. Peneliti tinggal di lapangan untuk belajar tentang budaya yang dikajinya.
12

4. Analisis datanya bercorak menyeluruh (holistik) yaitu menghubungkan antara


suatu fenomena budaya dengan fenomena budaya lainya atau menghubungkan
antara suatu konsep dengan konsep lainnya.
g. Prinsip penelitian etnografi
Dalam penelitian etnografi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan adalah meliputi:
1. Mempertimbangkan tentang informan. Artinya peneliti harus secara selektif dalam
meimilih informan yang akan diwawancarai dan diteliti. Peneliti harus melindungi
informan dan akibat-akibat yang ditimbulkan bila memilih mereka.
2. Mengerti informan. Mengerti di sini memiliki arti bahwa peniliti harus
memperhatikan hak-hak asasi, kepentingan dan sensivitas. Seorang peneliti
memiliki tanggung jawab untuk melindungi mereka terhadap konsekuensi yang
akan muncul.
3. Menyampaikan tujuan penelitian. Peneliti harus menympaikan kepada informan
sehingga mereka dapat membantu penelitian yang ada.
4. Melindungi privasi informan. Setiap kerahasiaan informan harus dilindungi, bila
mereka tidak mau disebutkan identitas mereka maka kitapun harus menjaga
kerahasiaan mereka (prinsip anonimitas) dan peneliti juga harus memperhatikan
keberatan-keberatan dari pihak informan.
5. Jangan mengeksploitasi informan. Peniliti tidak boleh hanya menfaatkan informan
untuk mencapai tujuan penelitian, tetapi setelah penelitian selesai harus
memberikan balas jasa kepadanya karena telah menjadi informan yang membantu
selama penelitian berlangsung sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. 6.
Memberikan laporan kepada informan. Setelah penelitian selesai etnografer harus
memperlihatkan (melaporkan kepada informan).
c. Jenis-jenis penelitian etnografi
1. Etnografi realis
Etnografi realis mengemukakan suatu kondisi objektif suatu kelompok
dan laporannya biasa ditulis dalam bentuk sudut pandang sebagai orang ke-3.
Seorang etnografi realis menggambarkan fakta detail dan melaporkan apa yang
diamati dan didengar dari partisipan kelompok dengan mempertahankan
objektivitas peneliti.
2. Etnografi studi kasus
13

Studi kasus merupakan jenis penting dari etnografi, meskipun berbeda dari
etnografi dalam beberapa cara penting. Peneliti studi kasus dapat fokus pada
kejadian, acara, atau kegiatan yang melibatkan individu, bukan hanya kelompok
(Stake, 1995). Juga, ketika penulis studi kasus penelitian kelompok, mereka
mungkin lebih tertarik untuk menggambarkan kegiatan kelompok bukannya
mengidentifikasi pola perilaku bersama yang ditunjukkan oleh kelompok. Peneliti
studi kasus cenderung untuk mengidentifikasi tema budaya pada awal studi,
terutama salah satu dari antropologi;,mereka fokus pada eksplorasi "kasus" yang
sebenarnya (Yin, 2008) secara mendalam. Sebuah studi kasus adalah eksplorasi
mendalam tentang sistem yang dibatasi (misalnya, kegiatan, acara, proses, atau
individu) berdasarkan pengumpulan data luas (Creswell, 2007).Batasan berarti
bahwa kasus ini dipisahkan untuk penelitian dalam hal waktu, tempat, atau batas-
batas fisik.
3. Etnografi kritis
Pendekatan etnografi kritis ini penelitian yang mencoba merespon isu-isu sosial
yang sedang berlangsung misalnya dalam masalah gender/emansipasi,
kekuasaan, ketidaksamaan hak, pemerataan dan lain sebagainya.
4. Etnografi Konfensional
Laporan mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang dilakukan etnografer.
5. Autoetnografi
Refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri.
6. Mikroetnografi
Studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan kelompok budaya.
7. Etnografi feminis
Studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang merasakan
pengekangan akan hak-haknya.
8. Etnografi postmodern
Suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan keprihatinan mengenai masalah-
masalah sosial terutama mengenai kelompok marginal.
d. Kelebihan dan kekurangan
1. Kelebihan
Penelitian etnografi memiliki keunggulan dibandingkan dengan penelitian yang
lain kelebihan etnografi oleh Anne Suryani (2008, 124) dijelaskan bahwa
etnografi menyediakan kesempatan yang lebih dalam mengumpulkan data yang
14

komplet dan relevan dalam menjawab permasalahan karena penelitian etnografi


ini mengadakan penelitian secara mendalam dan bersifat partisipan. Etnografi juga
mempertimbangkan data dari sumber terbaik untuk studi perbandingan dan
analisis.Seorang etnografer dapat berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari
dengan memperhatikan, mendengar, bertanya dan mengumpulkan data.
2. Kelemahan
Dalam research etnografi hanya dapat meneliti sedikit atau bahkan hanya satu
kasus, dan hasil dari penelitian etnografi tidak dapat digeneralisasi ke dalam
konteks sosial yang lain. Kelemahan lainnya adalah peneliti sebagai instrumen
primer dalam mengumpulkan data.
e. Prosedur penelitian
Penelitian etnografi secara umum mempunyai kesamaan dengan seseorang
penjelajah yang mencoba memetakkan suatu wilayah hutan belantara.Penjelajah
memulai dengan sesuatu masalah umum, mengidentifiksi ciri-ciri utama dari wilayah
tersebut, peneliti etnografi ingin mendeskripsikan wilayah kultural.Kemudian
penjelajah mulai mengumpulkan informasi, menapak rute tersebut, selanjutnya
memulai menyelidiki satu arah baru.Pada sebuah penemuan sebuah danau di tengah
sebuah hutan berpohon-pohon besar, penjelajah mungkin berjalan melewati daerah
yang sudah dikenalnya untuk mengukur jarak danau dari tepi hutan tersebut.
Penjelajah akan sering membaca kompas, memeriksa arah matahari, membuat catatan
tentang tanda-tanda yang menonjol, dan menggunakan umpan balik dari setiap
pengamatan dari setiap pengamatan untuk dimodifikasi informasi awal. Setelah
beberapa minggu penyelidikan, penjelajahan mungkin mengalami kesulitan menjawab
pertanyaan “apa yang telah kamu temukan?” seperti seseorang peneliti etnografi,
penjelajah mencari untuk mendeskripsikan suatu area hutan belantara daripada
berusaha menemuakan sesuatu.
Menurut Spradley (1980:26) dalam praktiknya penelitian nyata berbedaan ini
dapat diungkapkan dalam dua pola penelitian.Sementara para peneliti ilmu sosial
cenderung mengikuti penyelidikan pola “linear”, peneliti etnografi cenderung
mengikuti pola “siklus”.
a. Siklus penelitian etnografi
Menurut Spradley (1980:22-35) prosedur penelitian etnografi bersifat siklus,
bukan bersifat urutan linear dalam penelitian ilmu sosial.Prosedur siklus penelitian
etnografi mencakup enam langkah yaitu pemilihan suatu proyek etnografi,
15

pengajuan pertanyaan etnografi, pengumpulan data etnografi, pembuatan suatu


rekaman etnografi, analisis data etnografi, dan penulisan sebuah etnografi. Berikut
ini uraian masing - masing siklus penelitian:
1) Pemilihan suatu objek etnografi Siklus dimulai dengan pemilihan suatu proyek
etnografi. Barangkali yang pertama peneliti etnografi mempertimbangkan
ruang lingkup dari penyelidikan mereka.
2) Pengajuan pertanyaan etnografi Pekerjaan lapangan etnografi dimulai ketika
mulai mengajukan pertanyaan etnografi. Itu memperlihatkan bukti yang cukup
ketika pelaksanaan wawancara, 10 tetapi observasi yang sangat sederhana dan
entri catatan lapangan pun melibatkan pengajuan pertannyaan. Terdapat tiga
jenis utama pertanyaan etnografi, masing – masing mengarah pada jenis
observasi yang berbeda dilapangan. Semua jenis etnografi mulai dengan
“pertanyaan deskriptif” umum / luas seperti “siapa orang yang ada disini ?’’ “
apa yang mereka lakukan?” dan “apa latar fisik dari situasi sosial ini?”
Kemudian setelah penggunaan jenis pertanyaan ini untuk menuntun observasi,
dan setelah analisis data awal, dilanjutkan dengan menggunakan “pertanyaan
struktural” dan “pertanyaan kontras” untuk penemuan. Ini akan membimbing
observasi agar lebih terfokus. Dalam sebuah etnografi, eseorang dapat
mengajukan sub - sub pertanyaan yang berhubungan dengan:
a) suatu deskriptif tentang konteks;
b) analisis tentang tema - tema utama;
c) interprestasi perilaku kultural
3) Pengumpulan data etnografi
Dengan cara observasi partisipan dapat mengamati aktivitas seseorang,
karakteristik fisik situasi sosial, dan apa yang akan menjadi bagian dari tempat
kejadian. Anda akan memulai dengan melakukan observasi deskriptif secara
umum, mencoba memperoleh suatu tinjauan terhadap situasi sosial dan yang
terjadi disana. Kemudian setelah perekaman dan analisis data awal anda, anda
akan mempersempit penelitian dan mulai melakukan observasi ulang
dilapangan, anda akan mampu mempersempit penyelidikan anda untuk
melakukan observasi selektif. Walaupun observasi anda semakin terfokus
anda akan selalu melakukan observasi deskriftif umum hingga akhir studi
lapangan anda.
4) Pembuatan suatu rekaman etnografi
16

Tahap ini mencakup pengambilan catatan lapangan, pengambilan foto,


pembuatan peta, dan penggunaan cara – cara lain untuk merekam observasi
anda. Rekaman ini akan membantu membangun sebuah jembatan antara
observasi dengan analisis. Sebagian analisis anda akan tergantung pada apa
yang telah anda rekam.
5) Analisis data etnografi
Langkah berikutnya dalam siklus tidak perlu perlu menunggu hingga
terkumpul banyak data.Peneliti etnografi menganalisis data lapangan yang
dikumpulkan dari observasi partisipan untuk menemukan pertanyaan. Anda
perlu menganalisis catatan-catatan lapangan anda setelah setiap periode
pekerjaan lapangan untuk mengetahui apa yang akan dicari dalam observasi
periode berikutnya dari observasi partisipan. Terdapat empat jenis analisis,
yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis
tema.
a) Analisis domain, yaitu memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari
objek penelitian atau situasi sosial. Melalui pertanyaan umum dan
pertanyaan rinci peneliti menemukan berbagai kategori atau domain
tertentu sebagai pijakan penelitian selanjutnya.
b) Analisis taksonomi, yaitu menjabarkan domain - domain yang dipilih
menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internalnya.
c) Analisis komponensial, yaitu mencari ciri spesifik pada setiap strukur
internal dengan cara mengontraskan antar elemen. Hal ini dilakukan
melalui observasi dan wawancara terseleksi melalui pertanyaan yang
mengontraskan.
d) Analisis tema budaya, yaitu mencari hubungan diantara domain dan
hubungan dengan keseluruhan, yang selanjutnya dinyatakan kedalam tema
- tema sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian. Seorang peneliti
etnografi yang berpengalaman dapat melakukan bentuk - bentuk analisis
berbeda secara simultan selama periode penelitian. Sedangkan peneliti
pemula dapat melakukannya dengan cara berurutan, belajar melakukan
masing - masing dalam putaran sebelum bergerak ke analisis berikutnya.
Observasi partisipan dan perekaman catatan lapangan selalu diikuti oleh
pengumpulan data, yang mengarah pada penemuan pertanyaan etnografi
baru, pengumpulan data, catatan lapangan, dan analisis data lebih lanjut.
17

6) Penulisan sebuah etnografi


Penulisan sebuah etnografi memaksa penyelidik ke dalam suatu jenis analisis
yang lebih intensif.Peneliti etnografi hanya dapat merencanakan dari awal
perjalanan penyelidikan mereka dalam pengertian yang paling umum.Setiap
tugas utama dalam tindakan siklus penelitian dianggap sebagai kompas untuk
memlihara diperjalanan.Kesadaran terhadap siklus penelitian etnografi dapat
memelihara dari kehilangan jalan bahkan dalam proyek penelitian yang sangat
kecil. Peneliti etnografi yang menghabiskan beberapa jam sehari melakukan
observasi partisipan secara proporsional akan memiliki sejumlah besar data
lapangan.

D. Desain Penelitian Fenomenologis

Kata “fenomenologi” berasal dari bahasa Yunani “phainomenon”, yaitu sesuatu


yang tampak, yang terlihat karena bercahaya, yang dalam bahasa Indonesia disebut
“fenomena”; Inggris (phenomenon; jamak phenomena) dan logos (akal budi). Jadi
fenomenologi adalah ilmu tentang penampakan, yaitu penampakan tentang apa yang
menampakkan diri ke pengalaman subjek.20 Fenomenologi merupakan salah satu jenis
metode penelitian kualitatif yang diaplikasikan untuk mengungkap kesamaan makna
yang menjadi esensi dari suatu konsep atau fenomena yang secara sadar dan individual
dialami oleh sekelompok individu dalam hidupnya.

Sebagai metode untuk mengungkap esensi makna sekumpulan individu,


fenomenologi menjadi metode riset yang dekat dengan filsafat dan psikologi, serta
penerapannya syarat upaya-upaya filosofis dan psikologis. Abstraksi dan refleksi
filosofis kerap dipraktikkan oleh para fenomenolog dalam rangka menangkap maksud
dari informan sebelum diekstrak ke dalam narasi yang mendalam.

Mengapa melakukan studi fenomenologis? Salah satu poin penting yang menjadi
kelebihan studi fenomenologis adalah pengalaman yang tersembunyi di dalam aspek
filosofis dan psikologis individu dapat terungkap melalui narasi sehingga peneliti dan
pembaca seolah dapat mengerti pengalaman hidup yang dialami oleh subjek penelitian.

20
Abdul Main, Fenomenologi dalam Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hal.
1.
18

Tujuan dari penelitian fenomenologis, seperti yang sudah disinggung di awal


adalah mereduksi pengalaman individual terhadap suatu fenomena ke dalam deskripsi
yang menjelaskan tentang esensi universal dari fenomena tersebut. Fenomenolog
berupaya ”memahami esensi dari suatu fenomena”. Creswell memberi satu contoh esensi
universal dari suatu fenomena yang menurut saya cukup mudah dipahami, yaitu duka
cita. Duka cita adalah fenomena yang dialami oleh individu secara universal. Duka cita
memiliki esensi universal yang dialami oleh individu terlepas dari siapa objek yang
hilang atau meninggalkannya sehingga sekelompok individu tersebut berduka. Entah
orang terdekatnya yang hilang atau hewan peliharaan yang disayanginya, duka cita
memiliki esensi universal sehingga sangat mungkin diteliti secara fenomenologis.

Adapun tentang prosedur riset fenomenologis. Riset fenomenologis selalu


berusaha untuk mereduksi pengalaman-pengalaman personal ke dalam kesamaan
pemaknaan atau esensi universal (essentializing) dari suatu fenomena yang dialami
secara sadar oleh sekelompok individu. Perlu dicatat sekali lagi bahwa pengalaman
tersebut merupakan pengalaman individual. Peneliti mengumpulkan cerita dari
sekelompok individu untuk dicari kesamaan maknanya.

Bila kita melakukan studi fenomenologi, maka cerita oral tentang pengalaman
hidup menjadi bentuk data primer yang wajib dikumpulkan. Untuk memperoleh data
tersebut tentu saja dibutuhkan keterbukaan informan untuk mengungkapkan apa yang
dialaminya di masa lalu. Beberapa langkah perlu dipahami ketika melaksanakan riset
fenomenologis. Saya merujuk pada pendapat pakar metodologi Creswell dalam
pemaparan langkah-langkah ini:

1. Pertama, peneliti memastikan bahwa apakah rumusan masalah yang dibuat relevan
untuk diteliti menggunakan pendekatan fenomenologis. Rumusan masalah penelitian
yang relevan menerapkan fenomenologi adalah masalah penelitian dimana sangat
penting untuk memahami pengalaman pribadi yang dirasakan sekelompok individu
terhadap suatu fenomena yang dialaminya. Pemahaman terhadap pengalaman
tersebut sekiranya nanti dapat membantu proses mengembangkan kebijakan atau
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena yang
diteliti.
2. Kedua, dalam menyusun masalah penelitian, peneliti menangkap fenomena untuk
dipertanyakan maknanya bagi sekelompok individu yang mengalaminya. Misalnya,
19

apa maknanya menjadi seorang profesional, apa maknanya menjadi korban


HIV/AIDS, apa maknanya kehilangan sesuatu atau orang yang disayangi, dan lain
sebagainya.
3. Ketiga, peneliti sebagai manusia harus sejauh mungkin meninggalkan pengalaman
pribadinya terkait dengan fokus penelitiannya. Upaya ini disebut dengan ”bracket
out”. Bracket out dilakukan untuk membantu peneliti memperoleh pemahaman
sedalam dan se-objektif mungkin fenomena yang dialami secara personal oleh
informan tanpa terkontaminasi oleh pengalaman peneliti sendiri. Sebagai contoh
studi fenomenologis tentang orang-orang yang baru saja patah hati. Fenomenolog
harus sejauh mungkin menginggalkan pengalamannya patah hati, misalnya.
4. Keempat, data fenomenologis berupa narasi deskriptif yang dikumpulkan dari cerita
individu yang mengalami suatu fenomena yang diteliti. Data riset fenomenologis
diperoleh dari wawancara mendalam dengan sekelompok individu. Jumlahnya tidak
dapat ditentukan. Beberapa peneliti merekomendasikan antara 5-25 orang.
Pertanyaan yang diajukan seorang fenomenolog bisa beragam. Tipikalnya, peneliti
menanyakan tentang apa yang dialami dan bagaimana fenomena tersebut bisa
dialami.
5. Kelima, proses analisis data pada prinsipnya mirip dengan analisis kualitatif lainnya,
yaitu data ditranskrip, lalu dengan merujuk pada rumusan masalah, peneliti
melakukan koding, klastering, labelling secara tematik dan melakukan interpretasi.
Proses tersebut berlangsung bolak-balik sebagaimana analisis data kualitatif pada
umumnya.
6. Keenam, masing-masing tema yang muncul dalam proses analisis mengandung
narasi verbatim. Secara garis besar berupa deskripsi tekstual tentang apa yang
dialami oleh partisipan dan bagaimana mereka mengalaminya. Dari deskripsi tekstual
tersebut peneliti mendeskripsikan esensi universal dari fenomena yang ditelitinya.
Tipikal deskripsi tektual yang disusun dalam riset fenomenologi adalah terdiri dari
paragraf yang cukup panjang dan mendalam.21

21
http://sosiologis.com/fenomenologi diakses pada tanggal 13 April 2019 pukul 18:30.
20

➢ Kelebihan dan kelemahan Fenomenologi

Kelebihan perperspektif fenomenologi untuk penelitian kualitatif bahwa fenomenologi


akan mampu menjelaskan sesuatu dari realitas subyektif, selain itu kelebihan
fenomenologi adalah sebagai metode penelitian sosial yang pada awalnya telah didasari
teori kefilsafatan yang dikembangkan oleh Hegel, Husserl, Scheller, Schutz dan Berger.22

Dari berbagai kelebihan tersebut, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari
berbagai kelemahan, seperti :

1. Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada
pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama ataupun ilmu
pengetahuan, merupakan suatu yang absurd.
2. Pengetahuan yang di dapat tidak bebas nilai (value-free), tapi bermuatan nilai (value-
bound).

Dari kelebihan dan kekurangan tersebut maka kebenaran yang dihasilkan cenderung
subjektif, yang hanya berlaku pada kasus tertentu, situasi dan kondisi tertentu pula serta
dalam waktu tertentu. Dengan ungkapan lain pengetahuan dan kebenaran yang
dihasilkan tidak dapat digeneralisasikan.23

Dalam pengertian sederhana, sesungguhnya kita pada waktu-waktu tertentu


mempraktikkan fenomenologi dalam keseharian hidup kita. Kita mengamati fenomena,
kita membuka diri, kita membiarkan fenomena itu tampak pada kita, lalu kita
memahaminya. Kata Brouwer (1984:3), seorang fenomenolog senang melihat gejala
(fenomena). Melihat gejala merupakan dasar dan syarat mutlak untuk semua aktivitas
ilmiah. Ia bukan ilmu, tetapi merupakan cara pandang, metode pemikiran, a way of
looking at things. Untuk meyakinkan orang atas suatu fenomena, seorang fenomenolog
akan mengajak orang untuk menyaksikan langsung fenomena yang bersangkutan, atau
menunjukkannya melalui bahasa. Bagi Brouwer, fenomenologi tidak bisa hilang dan
menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang mau memikirkan dasar dari usaha ilmiah atau
dasar dari hidupnya sendiri.

22
Tjipto Subadi, Metode Penelitian Kualitatif (Surakarta: Muhammadiyah University Press Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2006), hal. 24.
23
http://popiamalia21.blogspot.com/2015/12/kelebihan-dan-kelemahan-filsafat.html diakses pada
tanggal 13 April 2019 pukul 18:41.
21

Dengan demikian, fenomenologi secara sedeerhana dapat dipandang sebagai


sikap hidup dan sebagai metode ilmiah. Sebagai sikap hidup, fenomenologis
mengajarkan kita untuk selalu membuka diri terhadap berbagai informasi dari mana pun
berasal, tanpa cepat-cepat menilai, menghukumi, atau mengevaluasi berdasarkan
prakonsepsi kita sendiri.

Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata “fenomena” dan


“logos”.Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti
menampak.Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang
menampakkan.24

Fenomena dapat dipandang dari dua sudut.Pertama, fenomena selalu“menunjuk


ke luar” atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran.Kedua, fenomena dari sudut
kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalamkesadaran kita.Oleh karena itu
menurut DennyMoeryadi, dalam memandang fenomena harus terlebih dahulumelihat
“penyaringan” (ratio) sehingga mendapatkan kesadaran yang murni.Selain itu, Donny
menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentangesensi-esensi kesadaran dan esensi ideal
dari obyek-obyek sebagai korelasi dengankesadaran.25

Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untukmenyelidiki


pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran untukmemperoleh
ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang adadengan langkah-
langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan apriori/prasangka,dan tidak dogmatis.
Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalamfilsafat tetapi juga dalam
ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian
yang teliti dan seksamapada kesadaran pengalaman manusia.26

➢ Konsep fenomenologi
Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna.Makna merupakan isi penting
yang muncul dari pengalaman kesadaranmanusia. Konsep lain fenomenologis yaitu
Intensionalitas danIntersubyektifitas.27

24
Mami Hajaroh, “Paradigma Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi,” n.d., 8.
25
Hajaroh.
26
Ibid., 9.
27
Ibid., 9.
22

Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami dalam kesadaran


individu, yang disebut sebagai intensionalitas. Intensionalitas (intentionality),
menggambarkan hubungan antara proses yang terjadi dalam kesadaran dengan obyek
yang menjadi perhatian pada proses itu. Intensionalitas adalah keterarahan kesa-daran
(directedness of consciousness).Dan intensionalitas juga merupakan keterarahan
tindakan, yakni tindakan yang bertujuan pada satu obyek.28

Menurut Heidegger pandangan lain dalam konsep fenomenologi adalah mengenai


person (orang) yang selalu tidak dapat dihapuskan dari dalam konteks dunianya (person-
in-context) dan intersubyektifitas. Keduanya juga merupakan central dalam
fenomenologi. Intersubyektifitas adalah konsep untuk menjelaskan hubungan dan
perkiraan pada kemampuan mengkomunikasikan dengan orang lain dan membuat rasa
(make sense) pada yang lain.29

➢ Analisis Data dalam penelitian fenomenologi


Data dari fenomena sosial yang diteliti dapat dikumpulkan dengan berbagai cara,
diantaranya observasi dan interview, baik interview mendalam (in-depth interview). In
depth dalam penelitian fenomenologi bermakna mencari sesuatu yang mendalam untuk
mendapatkan satu pemahaman yang mendetail tentang fenomena sisoal dan pendidikan
yang diteliti. Pada sisi lain peneliti juga harus memformulasikan kebenaran peristiwa/
kejadian dengan pewawancaraan mendalam ataupun interview. Data yang diperoleh
dengan in-depth interview dapat dianalisis
proses analisis data dengan Interpretative Phenomenological Analysis sebagaimana
ditulis oleh Smith.30

Tahap-tahap Interpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan


sebagai berikut: 1) Reading and re-reading; 2) Initialnoting; 3) Developing Emergent
themes; 4) Searching for connections acrossemergent themes; 5) Moving the next cases;
and 6) Looking for patterns across cases. Masing-masing tahap analisis diuraikan
sebagai berikut:

1. Reading and Re-reading

28
Ibid., 10.
29
Ibid., 10.
30
Ibid., 13.
23

Dengan membaca dan membaca kembali peneliti menenggelamkan diri dalam


data yang original.Bentuk kegiatan tahap ini adalah menuliskan transkrip
interview dari rekaman audio ke dalam transkrip dalam bentuk tulisan.Rekaman
audio yang digunakan oleh peneliti dipandang lebih membantu pendengaran
peneliti dari pada transkrip dalam bentuk tulisan. Imaginasi kata-kata dari
partisipan ketika dibaca dan dibaca kembali oleh peneliti dari transkrip akan
membantu analisis yang lebih komplit. Tahap ini di laksanakan untuk memberikan
keyakinan bahwa partisipan penelitian benar-benar menjadi fokus analisis.31
Peneliti memulai proses ini dengan anggapan bahwa setiap kata-kata partisipan
sangat penting untuk masuk dalam fase analisis dan data kata-kata itu
diperlakukan secara aktif. Membaca kembali data dengan model keseluruhan
struktur interview untuk selanjutnya dikembangkan, dan juga memberikan
kesempatan pada peneliti untuk memperoleh pemahaman mengenai bagaimana
narasi-narasi partisipan secara bersama-sama dapat terbagi dalam beberapa
bagian.32
2. Initial Noting
Analisis tahap awal ini sangat mendetail dan mungkin menghabiskan waktu.
Tahap ini menguji isi/konten dari kata, kalimat dan bahasa yang digunakan
partisipan dalam level eksploratori.Analisis ini menjaga kelangsungan pemikiran
yang terbuka (open mind) dan mencatat segala sesuatu yang menarik dalam
transkrip.
Peneliti memulai aktivitas dengan membaca kemudian membuat catatan
eksploratori atau catatan umum yang dapat ditambahkan dengan membaca
berikutnya. Jadi pada tahap ini peneliti mulai memberikan komentar dengan
menduga pada apa yang ada pada teks.33
Data yang asli/original dari transkrip diberikan komentar-komentar dengan
menggunakan ilustrasi komentar eksplonatory.Komentar eksplonatori meliputi
komentar deskriptif (descriptive comment), komentar bahasa (linguistic comment)
dan komentarkonseptual (conceptual comment) yang dilakukan secara simultan.34
Komentar deskriptif difokuskan pada penggambaran isi/content dari apa
yangdikatakan oleh participant dan subjek dari perkataan dalam transkrip.
31
Ibid., 14.
32
Ibid.,14.
33
Ibid., 15.
34
Ibid.,15.
24

Komentarbahasa difokuskan pada catatan eksploratori yang memperhatikan pada


penggunaanbahasa yang spesifik oleh participant.Peneliti fokus pada isi dan dan
makna daribahasa yang disampaikan. Komentar konseptual ini lebih interpretative
difokuskanpada level yang konseptual. Koding yang konseptual ini menggunakan
bentukbentuk yang interogatif (mempertanyakan).35
Setelah memberikan komentar eksploratori peneliti melakukan dekonstruksi
(deconstruction). Ini membantu peneliti untuk mengembangkan strategi
dekontekstualisasi yang membawa peneliti pada fokus yang lebih detail dari setiap
kata dan makna dari partisipan penelitian. De-konstekstualisasi membantu
mengembangkan penilaian yang secara alamiah diberikan pada laporan-laporan
partisipan dan dapat menekankan pentingnya konsteks dalam interviu sebagai
keseluruhan, dan membantu untuk melihat interrelationship (saling hubungan)
antar satu pengalaman dengan pengalaman lain.36
Setelah dekonstruksi peneliti melakukan tinjauan umum terhadap tulisan catatan
awal (overview of writing initial notes). Langkah ini dilaksanakan dengan
memberikan catatan-catatan eksplonatori yang dapat digunakan selama
mengeksplore data dengan cara: 1) peneliti memulai dari transkrip,
menggarisbawahi teks-teks yang kelihatan penting juga berusaha menuliskan
keterangan-keterangan mengapa dianggap penting. 2) mengasosiasi secara bebas
teks-teks dari partisipan, menuliskan apapun yang muncul dalam pemikiran ketika
membaca kalimat-kalimat dan kata-kata tertentu.37

3. Developing Emergent Themes (Mengembangkan kemunculan tema-tema)


Meskipun transkrip interview merupakan tempat pusat data, akan tetapi data itu
akan menjadi lebih jelas dengan diberikannya komentar eksploratori (exploratory
commenting) secara komphrehensip. Dengan komentar eksploratori tersebut maka
pada seperangkat data muncul atau tumbuh secara substansial. Untuk
memunculkan tema-tema peneliti memenej perubahan data dengan menganalisis
secara simultan, berusaha mengurangi volume yang detail dari data yang berupa
transkrip dan catatan awal yang masih ruwet (complexity) untuk di mapping
kesalinghubungannya (interrelationship), hubungan (connection) dan pola-pola

35
Ibid.,16.
36
Ibid., 16.
37
Ibid., 17.
25

antar catatan eksploratori. Pada tahap ini analisis terutama pada catatatan awal
lebih yang dari sekedar transkrip.Komentar eksploratori yang dilakukan secara
komprehensip sangat mendekatkan pada simpulan dari transktip yang asli.Analisis
komentar-komentar eksploratori untuk mengidentifikasi munculnya tema-tema
termasuk untuk memfokuskan sehingga sebagian besar transkrip menjadi jelas.38
4. Searching for connection a cross emergent themes
Partisipan penelitian memegang peran penting semenjak mengumpulkan data dan
membuat komentar eksploratori. Atau dengan kata lain pengumpulan data dan
pembuatan komentar eksploratori di lakukan dengan berorientasi pada partisipan.
Mencari hubungan antar tema-tema yang muncul dilakukan setelah peneliti
menetapkan seperangkat tema-tema dalam transkrip dan tema-tema telah
diurutkan secara kronologis. Hubungan antar tema-tema ini dikembangkan dalam
bentuk grafik atau mapping/pemetaan dan memikirkan tema-tema yang
bersesuaian satusama lain. Level analisis ini tidak ada ketentuan resmi yang
berlaku.Peneliti didorong untuk mengeksplore dan mengenalkan sesuatu yang
baru dari hasil penelitiannya dalam term pengorganisasian analisis. Tidak semua
tema yang muncul harus digabungkan ] dalam tahap analisis ini, beberapa tema
mungkin akan dibuang. Analisis ini tergantung pada keseluruhan dari pertanyaan
penelitian dan ruang lingkup penelitian.39
Mencari makna dari sketsa tema-tema yang muncul dan saling bersesuaian dan
menghasilkan struktur yang memberikan pada peneliti hal-hal yang penting dari
semua data dan aspek-aspek yang menarik dan penting dari keterangan-
keterangan partisipan. Hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi yang mungkin
muncul dalam Interpretative Pheno-menology Analysis selama proses analisis
meliputi: Abstraction, Subsumtion, Polarization, Contextualization, Numeration,
dan Function.
5. Moving the next cases
Tahap analisis 1- 4 dilakukan pada setiap satu kasus/partisipan.Jika satu kasus
selesai dan dituliskan hasil analisisnya maka tahap selanjutnya berpindah pada
kasus atau partisipan berikutnya hingga selesai semua kasus. Langkah ini
dilakukan pada semua transkrip partisipan, dengan cara mengulang proses yang
sama.

38
Ibid., 18.
39
Ibid., 18.
26

6. Looking for patterns across cases


Tahap akhir merupakan tahap keenam dalam analisis ini adalah mencari pola-pola
yang muncul antar kasus/partisipan. Apakah hubungan yang terjadi antar kasus,
dan bagaimana tema-tema yang ditemukan dalam kasus-kasus yang lain memandu
peneliti melakukan penggambaran dan pelabelan kembali pada tematema. Pada
tahap ini dibuat master table dari tema-tema untuk satu kasus atau kelompok
kasus dalam sebuah institusi/ organisasi.40

40
Ibid., 19
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatimin. (2006). Studi Islam Kontemporer.Amzah. Jakarta


Anwar, Desi. (2015). Kamus Lengkap Inggris – Indonesia.Penerbit Amelia. Cetakan Pertama.
Surabaya
Arifi,Ahmad. Pendekatan Historis. Disampaikan dalam Kuliah Mata Kuliah Pendekatan
dalam Pengkajian Islam.
Aprinalistria, A. “Grounded Theory dan Pengodean (coding),” n.d.
https://www.academia.edu/-
4739199/BAB_V_GROUNDED_THEORY_DAN_PENGODEAN_CODING_.

Bamabas, Baren. “Grounded Theory (Metode Penelitian Grounded),” n.d.

Hajaroh, Mami. “Paradigma Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi,” n.d., 8.

Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1977.

Main, Abdul. Fenomenologi dalam Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Prenadamedia Group,
2018.

N.S, Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Nasution. Metode Research. Bandung: Jemmars, 1982.

Nasution, Khoiruddin. (2016). Pengantar Studi Islam. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Nata, Abuddin. (1999). Metodologi Studi Islam. Raja Grafindo Persada. Cetakan Ketiga.
Jakarta
Strauss, Anselm, dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013.

Sudyana, Nana, dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru,
1989.

Vredenbregt. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1978.

Bungin, Burhan. (2007). Analisis Data Penelitian Komunikasi. Jakarta: Raja


GrafindoPersada.

26
28

Kuswarno, Engkus. (2008). Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya
Padjadjaran.

Mulyana, Deddy. (2001). Metodologi Penelitian Kualitataif. Bandung: PT.


RemajaRosdakarya.

Mulyana, Deddy dan Solatun. (2008). Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-


ContohPenelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis. Bandung: PT.
RemajaRosdakarya.

Muriel Sabille-Troike. (1982). The Ethonography Of Communication: An Intrduction.

Southampton: Basil Blackwell Publisher Limited.

Subadi, Tjipto. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Muhammadiyah University


Press Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sukidin, Basrowi. (2002). Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:Insan
Cendekia

Suryani, Anne. (2008). Comparing Case Stury and Ethnography as Qualitative Research
Approaches. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 5, No. 1. September
2008.Yogyakarta: Universitas Atma Jaya

Yatim, Badri. (1997). Historiografi Islam.Logos Wacana Ilmu. Jakarta


http://agustocom.blogspot.com/2010/04/etnografi-dan-contoh-penelitian-sebuah.

htmlhttp://dwipur_sastra.staff.uns.ac.id/2009/06/03/etnografi-komunikasi-dan-register/

http://cyberticket.blogspot.com/2011/11/metode-penelitian-komunikasi-
kualitatif.html#ixzz3VKDTGPch

http://popiamalia21.blogspot.com/2015/12/kelebihan-dan-kelemahan-filsafat.html diakses
pada tanggal 13 April 2019 pukul 18:41.

Anda mungkin juga menyukai