Anda di halaman 1dari 23

Tugas Praktikum 2

Nama : Justitia Intan


NPM : 1906428404

RADANG DAN PEMULIHANNYA

I. RADANG
Perhatikan gambar berikut ini !

http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL002.html
Apa pengertian dan tujuan pemeriksaan darah tepi dan hitung darah lengkap?
Apakah kaitan pemeriksaan tersebut dengan radang?
A. Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan terhadap jumlah leukosit
(diproduksi oleh sumsum tulang) di dalam perifer. Hitung darah lengkap
merupakan perhitungan Hb, Leukosit, Eritrosit, Hitung jenis Leukosit, dan
Trombosit. Bertujuan untuk membantu kita ke arah membuat diagnosa tentang
penyakit darah untuk mengevaluasi dan untuk mendeteksi leukopenia atau
leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi atau yang lebih jarang lagi adalah
keganasan darah. Sedangkan hitung darah lengkap adalah pengukuran jumlah,
ukuran dan kematangan sel-sel darah yang berbeda dalam volume darah tertentu.
Bertujuan untuk membandingkan jumlah sel darah normal dengan jumlah sel
darah yang dihitung.
Kaitan kedua pemeriksaan tersebut dengan radang:
Kaitan pemeriksaan dengan radang adalah setelah ditemukan hasil perhitungan
yang ternyata menemukan banyak sel darah putih di daerah tepi pembuluh darah
maka dapat menjadi indikator telah terjadi peradangan atau proses pemulihan.
Misalnya : hasil pemeriksaan menunjukkan adanya peningkatan jumlah eosinofil
dalam sel leukosit. Hal ini dapat mengindikasikan adanya proses resolusi atau
penyembuhan. Eosinofil yang terjadi dalam jaringan maupun di dalam
pembuluh darah sering berhubungan dengan adanya reaksi radang berupa alergi.

Perhatikan animasi dibawah ini !


http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL070.html
Jelaskan mekanisme aksi neutrofil pada respons radang akut berdasarkan
animasi tersebut!
B. Mekanismenya aksi neutrofil pada respons radang akut adalah
1. Marginasi
Melekatnya leukosit darah, terutama neutrofil dan monosit dengan sel endotel
jaringan yang terkena cedera. Interaksi ini dibantu dengan meningkatnya
permeabilitas vascular yang terjadi pada inflamasi dini yang menyebabkan
cairan keluar dari pembuluh darah dan aliran darah melambat.
2. Rolling
Selanjutnya leukosit yang berguling-guling pada permukaan endotel, untuk
sementara melekat di sepanjang perjalanannya. Di sini leukosit dan endotel
bersama melepaskan reseptor selektin yang ditandai dengan adanya daerah
ekstrasel yang mengikat gula tertentu. Selektin ini meliputi selektin L (pada
permukaan leukosit), selektin E (pada endotel) dan selektin P (pada endotel dan
trombosit). Pada leukosit selektin E secara khusus tidak terdapat pada endotel
normal, diinduksi setelah adanya perangsangan oleh mediator inflamasi.
3. Adhesi
Leukosit akhirnya melekat kuat pada permukaan endotel (adhesi) sebelum
keluar diantara sel endotel dan melewati membrane basalis masuk ke ruang
ekstravaskuler (diapedesis). Adhesi kuat ini diperantarai oleh molekul
superfamily immunoglobulin pada sel endotel yang berinteraksi dengan integrin
yang muncul pada permukaan sel leukosit. Integrin biasanya muncul pada
membrane plasma tetapi tidak melekat pada ligannya yang sesuai sampai
leukosit oleh agen atau rangsang (dihasilkan oleh sel endotel atau sel lainnya di
tempat jejas).
4. Diapedesis
Selain adhesi kuat leukosit berintegrasi terutama dengan merembes diantara sel
pada interselular junction dengan diperantarai oleh molekul adhesi CD31.
Setelah melintasi endhotelial junction, leukosit menembus membrane basalis
dengan mendegradasinya secara fokal menggunakan kolagen yang disekresi.
5. Kemotaksis
Setelah terjadi ekstravasasi dari darah, leukosit bermigrasi menuju tempat jejas
mendekati gradient kimiawi pada suatu proses yang disebut kemotaksis.
Kemotaksis kemudian berikatan dengan reseptor protein di membrane plasma
sel fagositik yang menyebabkan peningkatan pemasukan Ca2+ ke dalam sel.
Kalsium kemudian mengaktifkan perangkat kontraktil sel yang diperlukan untuk
pergerakan.
6. Fagositosis
Sel-sel fagositik memiliki banyak lisosom yaitu organel yang berisi enzim
hidrolitik. Setelah sebuah fagosit memasukkan benda sasaran terjadi fusi
lisosom dengan membrane yang membungkus benda tersebut dan lisosom
mengeluarkan enzim-enzim hidrolitiknya ke dalam vesikel yang terbungkus
membrane tersubut sehingga benda yang terperangkap dapat diuraikan. Hal ini
dibantu dengan protein serum opsonin yang berfungsi memfasilitasi
pengikatannya dengan reseptor opsonin spesifik pada leukosit.
Langkah akhir dalam fagositosis adalah pembunuhan dan degradasi.
Pembunuhan dilakukan oleh spesies oksigen reaktif. Fagositosis merangsang
suatu pembakaran oksidatif yang ditandai dengan peningkatan konsumsi oksigen
tiba-tiba, katabolisme glikogen dan produksi metabolit oksigen reaktif yang
selama prosesnya mengubah O2 menjadi ion superoksida O2- (2O2 + NADPH
→ 2O2- + NADP+ → H+ ). Superoksisa kemudian diubah menjadi hidrogen
peroksida (O2- + 2H+ → H2O2 ). Digunakan untuk membunuh bakteri namun
pada umumnya tidak cukup efektif membunuh bakteri. Namun demikian
lisosom neutrofil mengandung enzim milopeoksidase dan dengan adanya Cl-.
Setelah mikroba tersebut tersebut mati kemudian akan didegradai oleh asam
hidrolasi asam lisosom.
7. Killing
Proses membunuh bakteri terjadi melalui generasi spesies racun oksigen
(superoksida) yang diubah di dalam granul neutrofi. Melalui adanya oksidasi,
lisozim dari granul neutrofil dapat membentuk lubang di dalam membrane
mikroba.

Perhatikan gambar dibawah ini !

http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL008.html
Apa peran benang fibrin dalam proses inflamasi ?
C. Peran benang-benang fibrin dalam proses inflamasi adalah untuk membekukan
cairan radang sehingga dapat menyumbat saluran-saluran limfe dan sela-sela
jaringan. Hal ini lah yang dapat mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Selain
itu serabut fibrin berperan penting dalam membatasi meluasnya peradangan. Jadi
benang-benang fibrin ini penting bagi penyembuhan serta pembentukan jaringan
ikat. Pembentukan jaringan ikat inilah yang dapat membatasi peradangan. Selain
itu, dapat juga berfungsi :
- Menangkap sel-sel darah yang menyempurnakan pembentukan pembekuan.
- Melapisi permukaan alat tubuh yang mengalami radang.
- Membatasi meluasnya radang.
- Penting bagi penyembuhan dan pembentukan jaringan ikat.

Perhatikan gambaran mikroskopik di bawah ini!


http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL001.html
Gambarkan di lembar praktikum!
Gambarkan apa yang ada pada slide tersebut? Apakah penanda paling sederhana
suatu radang dikatakan radang akut?
D. Pada gambar di atas yang terjadi adalah peningkatan inflamasi sel. Indikator
yang paling sederhana dari radang akut adalah peningkatan jumlah dalam sel
darah putih.di peripheal darah, hal ini ditandai dengan peningkatan sel neutrofil
atau leukosit polimorfonukleus (PMN).
Tanda klinis radang akut berupa cardinal signs yaitu rubor, kalor, dolor, tumor,
dan functio laesa. Namun, tidak semua jaringan yang terjadi radang mengalami
functio laesa.
1. Rubor (kemerahan)
Rubor merupakan hal yang pertama terlihat pada daerah yang terjadi
peradangan. Saat peradangan dimulai, arteriol berdilatasi sehingga
memungkinkan adanya peningkatan jumlah darah yang mengalir ke
mikrosirkulasi lokal. Kemudian terjadi hyperemia atau kongesti, yaitu saat
pembuluh darah kapiler secara cepat terisi penuh dengan darah, yang
menyebabkan kemerahan local.
2. Kalor (panas)
Reaksi ini terjadi bersamaan dengan rubor. Panas ini merupakan reaksi
peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh yang suhu normalnya lebih
dingin dari 37o C (suhu inti tubuh). Panas ini terjadi karena darah (37oC) yang
dialirkan ke daerah yang radang lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah
normal. Reaksi panas tidak terlihat pada daerah yang terletak jauh di dalam
tubuh karena daerah tersebut sudah bersuhu 37oC.
3. Dolor (nyeri)
Nyeri dapat diakibatkan oleh perubahan pH local atau konsentrasi local
ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pembengkakan
jaringan yang meradang akan meningkatkan tekanan local yang tentu akan
menyebabkan nyeri.
4. Tumor (bengkak atau tonjolan)
Tumor disebabkan karena berpindahnya cairan dan sel-sel dari aliran darah ke
jaringan interstisial.
5. Functio laesa (hilangnya fungsi)
Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2001). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan
tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi
jaringan yang meradang (Abrams, 1995).
Apakah isi dan manfaat granula dalam neutrofil dalam proses radang?
E. Manfaat granula pada neutrofil :
Fungsi utama neutrofil ialah fagositosis bakteri dan destruksi sel dengan enzim
lisosomal. Enzim tersebut dijumpai pada granula intraseluluer terdiri atas :
1. Mieloperoksidase (MPO) yaitu komponen aktif granulosit yang merupakan
enzim antibakteri yang utama. Enzim ini bergabung dengan hidrogen
peroksidase.
2. Hidrolase Asam, bekerja pada benda organik termasuk bakteri.
3. Protease mengakibatkan degradasi protein termasuk elastin, kolagen dan
protein yang dijumpai pada membran basalis.
4. Lisozime, bekerja pada mikroorganisme melalui hidrolisis dan dijumpai
pada netrofil dan monosit.
5. Protein kation, mencegah pertumbuhan bakteri dan mengakibatkan
kemotaksis monosit dan permeabilitas vaskuler.
Isi granula adalah histamine, heparin, protein, lisozim,protein dasar utama, dan
defensin.
1. Histamine dan heparin, manfaatnya adalah untuk reaksi hipersensitifitas.
2. Protein, meningkatkan permiabilitas bakterisidal (menyebabkan aktivasi
fosfolipase dan degradasi fosfolipid membran); lisozim (menyebabkan
degradasi oligosakarida selubung bakteri); protein dasar (unsur granula
eosinofil yang penting dengan sitotoksitas yang kuat terhadap parasit);
Defensin ( peptide yang membunuh mikroba dengan membentuk lubang di
dalam membarannya
Dominasi PMN jenis neutrofil khas terdapat pada mekanisme jenis
inflamasi apa saja?
F. Jenis sel yang terlibat dalam radang adalah neutrofil. Neutrofil merupakan
primadona pada radang akut, dijumpai pada abses dan empiema serta
mengakibatkan lekositosis (Pringgoutomo, et al., 2002). Oleh karena itu
dominasi PMN jenis neutrofil khas terdapat pada mekanisme jenis inflamasi
supuratifa. Radang supuratifa ditandai dengan keluarnya nanah atau eksudat
supuratifa. Pada rongga tubuh dapat menyebabkan empiema. Pada organ padat
terjadi abses atau pencairan jaringan nekrotik atau leukosit pecah sehingga
terbentuk nanah.
Makrofag yang teraktivasi akan mensekresi?
G. Makrofag dijumpai pada alveoli, pleura, peritoneum, sebagai sel Kupffer di hati,
histiosit jaringan ikat, sel mesangial ginjal, makrofah tetap dan makrofag yang
menyebar pada kelenjar getah bening, limpa, dan sumsum tulang. Makrofag
berasal dari sumsum tulang yang dilepas dalam pembuluh darah dan kemudian
menyebar ke berbagai organ. Mobilisasi makrofag dari sumsum tulang dapat
segera terjadi tiap saat bila diperlukan.
Makrofag diaktifkan melalui sitokinin yang dihasilkan oleh sel T yang
diaktifkan imun (terutama interferon-ɣ [INF- ɣ]) atau oleh faktor non-imun
(misalnya, endotoksin). Makrofag yang teraktivasi ini akan mensekresi produk
biologis aktif yang sangat bervariasi yang dapat mengeliminasi agen injuri
seperti mikroba dan menginisiasi proses penyembuhan. Diantaranya yaitu Asam
Arakidonat; faktor pertubuhan meliputi PDGF (Platelet-Derived Growth Factor),
PGF (Fibroblast Growth Factor), dan TGF β (Transforming Growth Factor β);
Protease; faktor koagulan; nitrit oksida; dan sitokin fibrogenik.
Perhatikan gambar mikroskopik tuba fallopi normal berikut ! Perhatikan
struktur lapisan mukosa, lume dan tuba fallopi

http://pathcuric1.swmed.edu/PathDemo/inf1/inf110.htm

Terkait dengan radang, apa yang disimpulkan dari gambar tersebut ?

H. Terkait dengan radang, dapat disimpulkan bahwa lapisan mukosa, lumen, dan
tuba falopi pada gambaran mikroskopik tersebut tidak terjadi inflamasi pada sel
dan tidak terdapat cardinal signs (rubor, tumor, kalor, dolor, dan fungsio laesa),
sehingga jaringan tersebut merupakan jaringan yang sehat dan normal.
Apa cardinal signs yang bisa Anda amati pada kasus tersebut? Apa mediator utama
yang berperan dalam peningkatan aliran darah ke area radang?

I. Cardinal sign yang bisa diamati diantaranya: dolor (nyeri), kalor (panas), rubor
(kemerahan), tumor (pembengkakan) dan functiolaesa (kehilangan fungsi).
Mediator utama yang berperan yaitu histamin, prostaglandin (PGI2,PGE, PGD2)
dan oksida nitrat.
Mengapa bentuk tuba-ovarium yang mengalami radang memanjang dan tidak
beraturan? Mekanisme apa yang mendasari? Bagaimana kira-kira riwayat
penyakit klien dengan kelainan tersebut
J. Tuba-ovarium yang mengalami radang memanjang dan tidak beraturan karena
adanya eksudasi fibrinosa (fibrinogen) pada daerah tersebut yang menyumbat
tuba-ovarium. Hal ini merupakan manifestasi dari peningkatan permeabelitas
vaskular.
Klien dengan kelainan ini pada awalnya pernah terjadi inflamasi akut pada daerah tersebut.
Sebagian besar akan mengarah ke salpingitis akut. Selain ada tanda inflamasi akut dispesimen
ini, juga memperlihatkan adesi yang berbeda antara tuba falopi kanan dan ovarium, yang
mengindikasikan waktu inflames lebih lama dari sejarah kliniknya. Klien dengan kelainan ini
pada awalnya pernah terjadi inlamasi akut pada daerah tersebut.
Mekanisme apa yang mendasari pindahnya neutrofil dari plasma menuju arah
radang
K. Yang pertama didalam lumen terjadi marginasi, rolling dan adhesi. Kemudian
transmigrasi melewati endothelium dan yang terakhir migrasi di dalam jaringan
intertisial menuju stimulus kemoktasis. Pindahnya neutrofil dari plasma menuju
arah radang yaitu melalui proses diapedesis, keluarnya leukosit dari pembuluh
darah. Neutrofil itu kemudian akan menuju ke lokasi jaringan yang cedera
secara kemotaksis. Adapun urutan yang dialami oleh sel neutrofil adalah
neutrofil bergerak ke tepi pembuluh darah -melekat pada dinding pembuluh
darah -keluar dari pembuluh darah - neutrofil menelan bakteri dan debris
jaringan (fagositosis).

Gambaran apa struktur tersebut? Diambil dari klien dengan keluhan apa kira- kira
mikroskopik tersebut ?
L. Struktur tersebut menunjukan klien terkena tuba falopi yang di ambil dari klien
dengan keluhan penyakit radang panggul.
Penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Disease - PID) adalah suatu
peradangan pada tuba fallopi (saluran yang menghubungkan indung telur dengan
rahim). Peradangan tuba fallopi terutama terjadi pada wanita yang secara seksual
aktif. Cara penyembuhannya PID tanpa komplikasi bisa di obati dengan
antibiotik dan penderita tidak perlu di rawat. Jika terjadi komplikasi atau
penyebaran infeksi, maka penderita harus di rawat di rumah sakit. Antibiotik di
berikan secara intravena (melalui pembuluh darah) lalu di berikan per - oral
(melalui mulut). Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik, mungkin
perlu di lakukan pembedahan. Penyakit ini hanya menyerang orang dewasa saja.
M. Adanya sel plasma (limfosit dan makrofag) dapat menandakan radang kronik.

II. EKSUDAT
N. Perhatikan gambar berikut! Tampilan apakah yang tampak pada gambar
tersebut?

Gambar di atas adalah contoh efusi pleura yang terjadi pada bayi. Efusi pleura
bisa terjadi secara eksudat atau transudat. Efusi pleura transudatif disebabkan
oleh gagal jaringan kongestif, emboli paru, sirosis hati, dialisis peritoneal, dan
sindrom nefrotik. Sedangkan efusi pleura eksudatif dapat disebabkan oleh
neoplasma, infeksi, penyakit intraabdominal, penyakit jaringan ikat, dan
imunologik. Eksudat terjadi karena peradangan atau infiltrasi jaringan yang
berdekatan dengan pleura. Kerusakan kapiler darah menyebabkan cairan kaya
protein dari pembuluh darah dan terakumulasi di rongga pleura. Secara
sederhana, efusi tergolong eksudatif apabila kadar proteinnya >3 gram/100 ml
dengan berat jenis >1,016. Sedangkan efusi tergolong transudatif apabila kadar
proteinnya <3 gram/100 ml dengan berat jenis <1,016.

O. Efusi pleura dapatterjadi pada klien dengan masalah apa?

Efusi pleura adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan cairan berupa


transudat atau eksudat akibat ketidakseimbangan produksi dan absorpsi di
kapiler dan pleura viseralis.
Infeksi pada tuberkulosis karena Mycobacterium tuberculosis yang masuk
melalui saluran pernapasan menuju alveoli sehingga terjadi infeksi primer.
Infeksi primer ini memicu terjadinya peradangan pada saluran getah bening.
Radang pada getah bening mempengaruhi permeabilitas membran. Permeabilitas
membran meningkat mengakibatkan akumulasi cairan di dalam rongga paru.
Kebanyakan efusi pleura terjadi karena tuberkulosis pada paru.

P. Apakah beda antara eksudat dan transudat? Mengapa eksudat dikategorikan


sebagai serosa, sero anguinosa, fibrinosa, dan purulenta? Bedakan berbagai
eksudat tersebut!
Eksudat adalah penggumpalan cairan dalam rongga tubuh yang dikarenakan
peradangan. Jika cairan menggumpal tidak dikarenakan peradangan melainkan
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan kadar protein plasma disebut
transudat dengan lebih sedikit protein dan sel dibandingkan eksudat.

Jenis cairan eksudat dipengaruhi oleh beratnya reaksi, penyebab, dan lokasi lesi.

a. Eksudat serosa, merupakan eksudat jernih mengandung sedikit protein akibat


radang yang ringan dan terdapat sedikit leukosit. Eksudat serosa pada
dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah
permeabel didaerah peradangan. Penimbunan eksudat serosa dapat
ditemukan didalam rongga pleura walaupun tidak mencolok. Eksudat serosa
berasal dari serum atau hasil sekresi sel mesotel yang melapisi peritoneum,
pleura, dan perikardium. Contoh: cairan pada luka bakar.
b. Eksudat supuratifa/purulenta, merupakan eksudat yang mengandung
nanah/pus, yaitu campuran leukosit yang rusak, jaringan nekrotik serta
mikroorganisme yang musnah. Organisme tertentu semisal stafilokok akan
mengakibatkan supurasi dan disebut kuman piogenik.
c. Eksudat fibrinosa, merupakan eksudat yang mengandung banyak fibrin yang
keluar dari pembuluh darah yang mengalami peradangan. Eksudat fibrinosa
sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang, seperti pleura dan
perikardium, tempat fibrin yang diendapkan mengeras menjadi lapisan diatas
membran. Jika lapisan fibrin tebal tertimbun diatas permukaan serosa dan
bergesekan dengan permukaan lain maka akan timbul gejala nyeri. Gesekan
pada permukaan kasar menimbulkan tanda yang disebut friction rub yang
dapat didengar melalui stetoskop diatas daerah yang meradang. Keadaan in
terjadi pada jejas berat yang mengakibatkan permiabilitas pembuluh
meningkat dan molekul besar seperti fibrin dapat keluar.
d. Eksudat musinosa atau kataral. Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk
diatas permukaan membran mukosa tempat sel-sel menyekresi musin. Jenis
eksudat ini berbeda dari eksudat lain karena eksudat ini merupakan sekresi
seluler dan bukan keluar melalui darah. Sekresi musin merupakan sifat
normal membran mukosa dan eksudat musinosa merupakan percepatan
proses fisiologi dasar. Contoh eksudat musin yang paling banyak dikenal dan
sederhana adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pernafasan bagian
atas.
e. Eksudat hemorgika ialah eksudat yang mengandung darah.
Q. Proses apakah yang terjadidanapa penyebabnya? Apakah kira-kira dampak
proses tersebut bagi fungsi organ dan bagi klien penderita?

Pengumpulan cairandalam ruangadalahsebuahtransudate. Jikacairan inikaya


proteinataumemilikibanyak selmaka menjadieksudat. Jumlah besarfibrindalam
cairantersebut dapatmembentukeksudatfibrinosapada permukaanrongga tubuh.
Inflamasi fibrinosa dapat terjadi di permukaan serosa meliputi perikardium atau
pleura. Gambar di atas adalah contoh perikarditis fibrinosa. Penyebab
perikarditis yag dikenal secara umum adalah infeksi. Penyebab lainnya dapat
berupa trauma, penyakit kolagen, infark jantung, dan uremia.
R. Perhatikan jenis eksudat lain berikut! Bagaimana proses ini dapat mengganggu
fungsi organ dan apakah dampaknya bagi klien?

Sebuah eksudat purulen terlihat di bawah meninges dalam otak pasien dengan
meningitis akut ini dari infeksi Streptococcus pneumoniae. Pada meningitis
bakteri, bakteri masuk ke lapisan meninges melalui aliran darah dan menyebar
melalui CSS. Bakteri yang masuk ini bertindak sebagai toksin kemudian
menimbulkan inflamasi pada lapisan meninges hingga terjadi eksudat purulen.
Akibat eksudat ini, infeksi menyebar lebih cepat. Eksudat yang terjadi seringkali
menyumbat pleksus koroid dan vili araknoid sehingga dapat menyebabkan
hidrosefalus. Selain itu, kongesti vaskular dan inflamasi dapat menyebabkan
nekrosis sel-sel otak hingga dapat terjadi kerusakan permanen bahkan kematian.

III. ABSES
S.
Gambar 1 Abses Paru pada Lobus Atas

Gambar 2 Abses Bronkopneumonia


Abses adalah terkumpulnya eksudat purulen. dalam suatu rongga akibat
respon adanya infeksi dalam tubuh (Hermana, 2013).
Mekanisme terjadinya abses, yaitu :

Organisme atau benda asing masuk ke dalam tubuh



Membunuh sel-sel lokal (sebagian sel mati dan hancur sehingga membentuk
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang rusak)

Merangsang pelepasan sitokin

Memicu leukosit datang ke area yang terpajan

Leukosit mati setelah selesai menelan bakteri

Membentuk nanah dan mengisi rongga yang terbentuk tadi
IV. ULKUS
T. Menampilakn gambaraan apakah sediaan berikut?
Gambar 3 Ulkus Peptikum

Penyebab proses tersebut :

1. Adanya aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung


2. Penyakit gastritis akibat adanya bakteri H. Pylori
3. Sekresi bikarbonat mukosa
4. Genetik
5. Stres
6. Berkurangnya suplai darah
7. Penurunan regenerasi sel epitel (normalnya diganti setiap 3 hari sekali)
8. Kerusakan sawar mukosa

Konsekuensi untuk klien :

1. Hemoragi interstisial
2. Nyeri 2-3 jam setelah makan atau saat lambung kosong (biasanya terjadi
pada malam hari)
3. Eksaserbasi dan remisi
4. Mual
5. Anoreksia
6. Penurunan berat badan
U. Perhatikan contoh ukus pada organ lain dengan penyebab yang berbeda
Gambar 4 Ulkus Dekubitus

Mekanisme terjadi ulkus deubitus :

Adanya tekanan eksternal yang meleibihi tekanan kapiler (sekitar 25mmHg)


secara konstan selama 2 jam

Aliran darah terganggu

Terjadi iskemia dan hipoksia

Jaringan tersebut kekurangan oksigen

Terjadi nekrosis dan ulserasi
Penyebab ulkus dekubitus itu bisa karena :

1. kurangnya imobilisasi
2. adanya gesekan
3. rendahnya tekanan arteriol
4. adanya penyakit-penyakit seperti diabetes melitus

Sedangkan akibat yang ditimbulkan dari ulkus dekubitus, digolongkan menjadi :

1. stadium satu, pada stadium ini ciri-cirinya adalah kulit berwarna kemerahan
yang menetap pada orang yang berkulit putih sedangkan pada orang yang
berkulit gelap berwarna merah, ungu atau biru yang menetap
2. stadium dua, pada stadium ini ciri-cirinya adalah akan membentuk luka yang
dangkal
3. stadium tga, pada stadium ini ciri-cirinya adalah membentuk luka yang
terlihat dalam akibat adanya nekrosis jaringan subkutan
4. stadium empat, pada stadium ini ciri-cirinya adalah membentuk luka yang
dalam akibat adanya nekrosis pada jaringan
V. JARINGAN GRANULASI

Perhatikan gambaran jaringan granulasi pada sediaan berikut.


Sumber : http://www.wccta.net/gallery/pjsplace/blog/aug07/hole814.jpg
Apakah jaringan granulasi? Proses fisiologis atau patologiskah terbentuknya
jaringan granulasi?
W. jaringan granulasi adalah Jaringan jaringan fibrosa yang terbentuk dari bekuan
darah sebagai bagian dari proses penyembuhan luka, sampai matang menjadi
jaringan parut (kamuskesehatan.com). Jaringan fibrosa adalah jaringan yang
dibentuk oleh fibrinogen yang nantinya akan membentuk kolagen. Sedangkan
jaringan parut adalah jaringan yang dibentuk oleh kolagen. Bekuan darah terjadi
akibat dari peradangan akut.
Jaringan granulasi merupakan fenomena perbaikan dengan mengerut untuk
mengurangi lebar luka, yang akhirnya akan mengalami penyempitan. Sewaktu
mengalami kerusakan, dan tidak dapat direkonstruksi, jaringan tertentu akan
diikuti suatu respons stereopik yang disebut sebagai perbaikan (Sudiono Janti,
2001). Sel endotel kapiler berproliferasi dan tumbuh ke dalam daerah yang akan
diperbaiki, dimulai dari tunas yang padat yang kemudian segera terbuka menjadi
saluran vaskuler.
Pembuluh vaskuler ini tersusun sebagai lengkung-lengkung yang masuk ke
dalam daerah yang mengalami kerusakan. Pada waktu bersamaan, fibroblast
akan terangsang untuk membelah diri dan menghasilkan kolagen. Fibroblast
akan memerlukan serabut otot dan perlekatan pada storma serta sel didekatnya.
Sel yang mengalami perubahan ini disebut sebagai miofibroblast dan
memperlihatkan bentuk serta fungsi yang sesuai dengan fibroblast dan sel otot
polos. Disamping menghasilkan anyaman kolagen, mereka mempunyai peranan
yang fundamental dalam pengerutan luka. Campuran lengkung kapiler dan
miofibroblast dikenal sebagai jaringan granulasi. Nama ini berasal dari bentuk
dasar luka kulit, pada saat proses perbaikan berlangsung.
Jaringan granulasi ini ada 2, antara lain:
 Jaringan granulasi tidak spesifik
dijumpai pada jaringan yang mengalami radang kronis, misalnya pada
granuloma gigi, dasar ulkus.
 Jaringan granulasi spesifik
dijumpai pada jaringan yang mengalami radang spesifik, seperti pada
infeksi turbokolosis.
Jaringan ganulasi terbentuk berdasarkan proses fisiologis, yaitu karena terjadi
secara alamiah dalam proses penyembuhan luka
Berdasarkan tampilannya melalui jenis pemulihan luka primer ataukah sekunder
proses pemuliahnnya? Mengapa demikian?
X. Berdasarkan tampilannya pemulihan luka yang terjadi adalah pemulihan luka
sekunder. Pemulihan luka sekunder terjadi karena luka tersebut meninggalkan
celah cukup luas diantara tepi luka bekas pada tulang atau ujung saraf sesudah
perbaikan jaringan. Jika kita perhatikan luka pada gambar terdapat celah yang
cukup luas. Kerusakan jaringan yang luas tersebut mempunyai jumlah debris
nekrotik, eksudat, dan fibrin yang lebih besar yang harus disingkirkan. Proses
pemulihan luka sekunder terjadi dalam waktu lebih lama. Sedangkan pemulihan
luka instensi primer terjadi pada luka lebih sempit dari pemulihan instensi
sekunder. Pemulihan luka primer misalnya luka akibat pisau operasi steril yang
akan segera sembuh.
VI. JARINGAN SKAR
Perhatikan sediaan makroskopik berikut. Proses apakah yang terjadi pada
organ-organ tersebut dan mengapa terjadi proses tersebut? Apakah dampaknya
bagi fungsi masing-masing organ tersebut?
Hasil terbaik pada proses inflamasi adalah resolusi lengkap, meninggalkan
jaringan utuh dan tidak rusak. Namun, peradangan kronis dapat terjadi dalam
hubungannya dengan beberapa derajat jaringan parut. Di sini, peradangan kronis
pada bronkus telah menyebabkan pelebaran dan jaringan parut mengalami
peningkatan pada jaringan kolagen putih.
Sumber : http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL039.html

Y. Proses yang terjadi pada organ tersebut adalah bronkioktaksis. Brokiektaksis


adalah dilatasi (pelebaran) bronkus yang disebabkan oleh kelemahan dinding
bronkus yang sifatnya permanen. dilatasi bronkus ini bersifat menahun dan
diperoleh dari kerusakan dinding bronkus yang menyebabkan pergantian
jaringan mukosa bronkus digantikan oleh jaringan parut fibrosa (kolagen).
Proses patologis bronkiektasis dimulai dengan inflamasi yang diakibatkan oleh
beberapa faktor contohnya adalah infeksi bakteri, infeksi ini menyerang lapisan
mukosa dan dinding bronkus. Selanjutnya infeksi ini memicu terjadinya
eksudasi purulen. Infeksi kronis mengakibatkan terjadinya kerusakan parah pada
dinding bronkus yang kemudian digantikan oleh jaringan skar fibrosa. Jaringan
ini tumbuh dan menyebabkan dilatasi bronkus permanen. Akibat dari
bronkiektasis adalah saluran pernapasan menjadi mudah terkena infeksi dan
infeksi yang terjadi sulit ditangani karena adanya timbunan bahan purulen yang
terus melebar. Selain itu juga menyebabkan kenaikan tekanan intratoraks yang
mengakibatkan luka apabila terjadi batuk.
Sumber : http://ae.medseek.com/adam04/graphics/images/en/10298.jpg
Y2. Gambar dia atas adalah gambar dari kontraktur parut. Hal ini terjadi
akibatjaringan yang hilang saat terjadi luka merupakan jaringan yang esensial.
Kontraktur parut dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan terutama apabila
terjadi pada area persendian. Hal ini disebabkan karena adanya reduksi jaringan
karena jaringan yang hilang pada saat luka terlalu banyak.
Kontaktur parut dapat diatasi dengan menggunakan teknik Z-plasty, yaitu suatu
teknik yang digunakan untuk memperpanjang jaringan yang mengalami
kontraktur parut.
Daftar Pustaka

Corwin, E.J. (2007). Buku Saku Patofisiologi. Ed. 3, (Terj. Nike Budhi Subhekti).
Jakarta : EGC.

Cotran, Ramzi S. 1999. Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: W.B. Saunders


Company.

Djojodibroto, Darmono. (2007). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Golan, David E.et.all. 2012. Principles of Pharmacology: The Pathophysiologic basis of


Drug Therapy 3rd Edition. Philladelphia: Lippincott William and Wilkins

Hermana, Asep. (2013). Insisi Drainase Abses. Dipublikasikan dalam website


http://bedahminor.com/index.php/main/show_page/234.

Kumar, Vinay, MD, FRCPath, Ramzi S. Cotran, MD, dan Stanley L. Robbins,
MD.(2007). Buku ajar patologi edisi 7, hal 628. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC

Mitchell. Kumar. Abbas. Fausto. 2009. Buku Saku: Dasar Patologis Penyakit Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Michel, Kumar, Abbas dan Fausto. (2006). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi
7. Jakarta: EGC
Muscari, Mary .E. (2001). Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik Ed. 3.
(Diterjemahkan oleh: Alfrina Hany, S.Kp.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Nowark, Handford. (1994). Essentials of Pathophysiology. Dubque: Wm. C. Brown


Publishers

Porth, C. M. (1994). Pathophysiology Concepts of Altered Health States 4th Ed.


Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2002). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses PenyakitEdisi 6 Volume 1 (Brahm U. Pandit, dkk, Penerjemah). Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.

Pringgoutomo, Sudarto, et al. (2002). Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto.

Pringgoutomo, S., Himawan, S., & Tharta, A. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum)
Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto.

Robbins. dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. ed 7. Jakarta: EGC.

Sudiono, Janti et al. (2001). Penuntun Praktik Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

Surati, Surati (2012) Pengaruh Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Terhadap
Aktivitas Makrofag Pada Mencit Balb /C yang Diinfeksi Salmonella
Typhimurium. Masters thesis, Diponegoro University.
http://eprints.undip.ac.id/35607/3/Bab_2.pdf (diunduh tanggal 02 Oktober 2019)
http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL001.html (diunduh tanggal 02
Oktober 2019)

http://kamuskesehatan.com/arti/hitung-darah-lengkap/ (diunduh tanggal 02 Oktober


2019)

http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL002.html (diunduh tanggal 02


Oktober 2019)

http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL008.html (diunduh tanggal 02


Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai