PENDAHULUAN
1
2
memberi kesempatan semua siswa untuk menjadi ahli dalam setiap bidang materi.
Menurut Susilo (2005) model pembelajaran Jigsaw dipandang dapat
meningkatkan rasa tanggung-jawab terhadap kemampuan menguasai materi
pelajaran secara mandiri karena setelah siswa berdiskusi pada kelompok ahli,
maka berkewajiban menyampaikan informasi hasil diskusi kepada teman pada
kelompok asal, dengan menganggap setiap siswa sebagai ahli diharapkan
pembelajaran ini dapat membuat siswa lebih percaya diri dan hasil belajar siswa
dapat meningkat. Menurut Lela, dkk., (2012), model pembelajaran Jigsaw
ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar biologi siswa
kelas VIII-3 pada siklus I diperoleh rata-rata nilai sebesar 67,03 berubah menjadi
71,25 pada siklus II, dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan model
pembelajaran jigsaw efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran Jigsaw juga memiliki kelemahan, diantaranya
pengalaman belajar siswa menjadi tidak sama, serta informasi yang disampaikan
oleh siswa yang kurang percaya diri akan menjadi hambatan bagi pemahaman
konsep suatu materi (Susilo, 2005). Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka
perlu dipadukan dengan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
Menurut Purnamasari (2014) berdasarkan temuan di lapangan menunjukkan
bahwa model pembelajaran TGT dapat membuat peserta didik merasa lebih
tertantang dan bersemangat untuk mempelajari materi pelajaran sehingga melatih
kemandirian belajar peserta didik. Perpaduan model ini perlu dilakukan agar
kegiatan pembelajaran menjadi aktif, menarik dan menantang, sehingga dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar Biologi siswa di kelas XI Lintas-minat 3
SMA Negeri 1 Gondanglegi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Apakah model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMA Negeri 1 Gondanglegi ?
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa, diharapkan siswa mendapatkan pengalaman baru dalam belajar
biologi sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
2. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan dalam
memilih model pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa.
3. Bagi sekolah, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi
dan model pembelajaran yang dapat diterapkan, yang mampu meningkatkan
kualitas proses pembelajaran di sekolah.
4. Bagi peneliti, diharapkan dapat memperoleh pengalaman dalam penerapan
model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT untuk meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa.
5. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan digunakan sebagai referensi untuk
mengembangkan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Jigsaw
dipadu dengan TGT lebih lanjut.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
7
KAJIAN PUSTAKA
A. Motivasi Belajar
8
9
2. Relevance (Ketertarikan)
Relevance diartikan sebagai keterkaitan atau kesesuaian antara materi
pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar siswa. Relevance
(keterkaitan) ini otomatis dapat menimbulkan motivasi belajar dalam diri siswa
karena siswa merasa bahwa materi pelajaran yang disajikan mempunyai manfaat
langsung secara pribadi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Motivasi belajar siswa
akan bangkit dan berkembang apabila mereka merasakan bahwa apa yang
dipelajari itu memenuhi kebutuhan pribadi, bermanfaat serta sesuai dengan nilai
yang diyakininya.
3. Confidence (Percaya Diri)
Confidence yaitu menumbuhkan rasa yakin (percaya diri) pada siswa.
Komponen ini kaitannya dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang
berhubungan dengan harapan untuk berhasil. Sikap seseorang yang merasa yakin,
percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka dalam
bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Siswa yang memiliki sikap
percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan
prestasi yang baik secara terus menerus.
4. Satisfaction (Kepuasan)
Kepuasan yang dimaksud adalah perasaan gembira, perasaan ini dapat
menjadi positif yaitu timbul kalau orang mendapatkan penghargaan terhadap
dirinya. Perasaan ini dapat meningkat kepada perasaan percaya diri siswa nantinya
dengan membangkitkan semangat belajar, diantaranya dengan mengucapkan
“baik”, “bagus”, dan seterusnya bila peserta didik menjawab atau mengajukan
pertanyaan, memuji dan memberi dorongan, dengan senyuman, anggukan dan
pandangan yang simpatik atas partisipasi siswa, memberi tuntunan pada siswa
agar dapat memberi jawaban yang benar dan memberi pengarahan sederhana agar
siswa memberi jawaban yang benar.
Menurut Kompri (2016) Motivasi berfungsi sebagai berikut.
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
10
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya.
C. Pembelajaran Kooperatif
dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap
siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.
Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam
kelompok yang disebut kelompok ahli .
2. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang
sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya
jika kembali ke kelompok asal.
3. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan
informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun
kelompok asal.
4. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
Tabel 2.1 Langkah Pembelajaran Jigsaw
Tahap Kegiatan Keterangan
1 Membentuk kelompok asal Guru membagi siswa dalam kelompok asal
yang heterogen yang berjumlah 4-6 siswa
2 Memberi Tugas/materi Guru/siswa membagi tugas /materi yang
berbeda pada tiap siswa dalam kelompok
3 Membentuk kelompok ahli Siswa dari masing-masing kelompok asal
bergabung dengan siswa lain yang memiliki
segmen materi yang sama
4 Diskusi kelompok ahli Siswa berdiskusi dalam kelompok
berdasarkan persamaan materi masing-masing
5 Diskusi kelompok asal Siswa kembali ke kelompok asalnya dan
bergiliran mengajarkan materi kepada anggota
kelompok lain
6 Evaluasi Guru melakukan penilaian
Diadaptasi dari: Aronson (2010)
dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda
tingkat kemampuannya. Guru menyampaikan pelajaran,lalu siswa bekerja dalam
tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota telah menguasai materi
pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, dimana siswa memainkan game
akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya
(Slavin, 2009). Melalui pembelajaran tersebut siswa akan menikmati bagaimana
suasana turnamen dan arena kompetisi dengan kelompok-kelompok yang
memiliki komposisi kemampuan yang setara, maka kompetisi dalam TGT terasa
lebih fair dibandingkan kompetisi dalam pembelajaran-pembelajaranlain (Huda,
2011). Aktivitas belajar siswa pada TGT dapat membentuk karakter siswa
(Purwanti, 2015).
Menurut Slavin (2010) model TGT terdiri atas lima komponen utama.
Deskripsi dari setiap komponen dijelaskan sebagai berikut.
1. Presentasi kelas (Presentation)
Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti diskusi pelajaran yang
dipimpin oleh guru, atau dapat juga dengan menggunakan presentasi audiovisual.
2. Kelompok (Team)
Kelompok terdiri dari 3 sampai 5 siswa yang memiliki komposisi kelompok
berdasarkan kemampuan akademik, ras, etnik, dan gender.
Keberhasilan kelompok sangat dipengaruhi oleh keberhasilan setiap individu
dalam kelompok. Belajar dalam tim biasanya berupa pembahasan permasalahan
bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman
apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
3. Permainan (Games)
Pertanyaan dalam permainan dirancang dari materi yang relevan dengan materi
yang telah disampaikan guru pada presentasi kelas untuk menguji pengetahuan
siswa yang telah diperoleh. Permainan dilakukan di atas meja dengan 3 atau 4
orang siswa (sesuai jumlah kelompok), perwakilan setiap kelompok.
4. Pertandingan (Tournament)
Pertandingan adalah susunan beberapa permainan yang dipertandingkan di meja
turnamen. Pertandingan dilakukan setelah guru memberikan presentasi kelas dan
kelompok melaksanakan kerja kelompok, biasanya dilaksanakan pada akhir
16
minggu atau akhir unit. Saat pertandingan, guru menempatkan beberapa siswa
berkemampuan tinggi dari setiap kelompok pada meja turnamen 1, siswa
berkemampuan sedang di meja turnamen 2 atau 3, dan siswa berkemampuan
rendah pada meja turnamen 4.
5. Penghargaan (Reward)
Kelompok yang mencapai skor rata-rata berdasarkan kriteria tertentu akan
mendapatkan penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik atau
menempatkan foto anggota tim mereka di ruang kelas.
Tahap Deskripsi
Tahap 2: Pembentukan kelompok Guru membagi siswa menjadi kelompok
heterogen secara heterogen, setiap kelompok terdiri atas
4-5 orang
Tahap 3: Menyajikan materi Guru menyajikan materi pelajaran secara
pembelajaran umum kepada siswa dengancara demonstrasi
lewat bahan bacaan atau LKS
Tahap 4: Turnamen Guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnamen kemudian membagi
perangkat pertandingan kepada setiap
kelompok.
Tahap 5: Penghargaan kelompok Guru memberikan penghargaan kepada
kelompok yang memiliki poin tertinggi
(Sumber: Slavin, 2010)
Menurut (Purwanti, 2015) langkah-langkah utama dalam pelaksanaan
model pembelajaran TGT secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan
ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik
materi yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang
bersangkutan. Pada kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat
mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase
ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor
kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.
2. Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)
Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan
4-6 orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang.
Fungsi kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk
belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu
anggota yang kemampuan akademiknya kurang sehingga mereka secara tim
nantinya siap untuk mengikuti kuis. Kekompakkan kerjasama tim akan mampu
meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan
keakraban antar siswa.
3. Tahap Permainan (Games Tournament)
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan. Materinya terdiri
dari sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan
18
oleh guru pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa
setelah memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di
kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi meja turnamen diatur sebagai
berikut.
4. Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok
Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota
setiap kelompok, kemudian dicari rata-rata skor turnamennya. Dari skor Rata-
rata kelompok ini guru dapat memberikan penghargaan kepada kelompok
pemenang turnamen.
belajar pada siklus II penguasaan konsep rata-rata kelas IX putra naik menjadi
88,27, sedangkan siswa putri naik menjadi 86,8.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kesnajaya (2015) diketahui bahwa
motivasi belajar siswa Kelas V SD Negeri 3 Tianyar Barat yang mengikuti model
pembelajaran Jigsaw hasilnya lebih baik daripada motivasi belajar siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional (kelompok kontrol) pada mata
pelajaran IPA. Berdasarkan data hasil analisis multivariat dengan bantuan SPSS
17.00 for windows diperoleh nilai F sebesar 30,107 df = 1, dan Sig = 0,000. Nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan
motivasi belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran
Jigsaw dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Pada penelitian yang dilakukan Hamid (2014) penerapan model
pembelajaran Team Games Tournament dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa
antara siklus I dan siklus II. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I diperoleh
presentasi 47,83% sedangkan ketuntasan belajar siswa pada siklus II diperoleh
presentase 86,96. Penelitian lain yang dilakukan Pangestuti (2014) bahwa model
pembelajaran Biologi berbasis Reading – Concept Map – Teams Games
Tournaments dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas X IPA 4 SMA
Laboratorium UM. Berdasarkan hasil analisis tes akhir siklus siswa, diketahui
bahwa pada siklus I memiliki rata-rata nilai kelas 49,74 sedangkan pada siklus II
memiliki rata-rata nilai kelas 69,69.
kelabu dalam. Otak terbagi atas 3 bagian yaitu otak depan (prosensefalon), otak
tengah (mesensefalon), dan otak belakang (rombensefalon).
b) Sum-sum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang atau tali spinal merupakan tali putih kemilau
berbentuk tabung dari dasar otak menuju ke tulang belakang. Pada irisan
melintangnya, tampak ada dua bagian, yakni bagian luar yang berpenampakan
putih dan bagian dalam yang berpenampakan abu-abu dengan berbentuk kupu-
kupu. Bagian luar sumsum tulang belakang berwarna putih, karena tersusun oleh
akson dan dendrit yang berselubung mielin. Sedangkan bagian dalamnya
berwarna abu-abu, tersusun oleh badan sel yang tak berselubung mielin dari
interneuron dan neuron motorik. Apabila sumsum tulang belakang diiris secara
vertikal, bagian dalam berwarna abu-abu terdapat saluran tengah yang disebut
ventrikel dan berisi cairan serebrospinal.
2) Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi dinamakan pula sistem saraf perifer. Sistem saraf tepi
merupakan bagian dari sistem saraf tubuh yang meneruskan rangsangan (impuls)
menuju dan dari sistem saraf pusat. Karena itu, di dalamnya terdapat serabut saraf
sensorik (saraf aferen) dan serabut saraf motorik (saraf eferen). Serabut saraf
sensorik adalah sekumpulan neuron yang menghantarkan impuls dari reseptor
menuju sistem saraf pusat. Sedangkan serabut saraf motorik berperan dalam
menghantarkan impuls dari sistem saraf pusat menuju efektor (otot dan kelenjar)
untuk ditanggapi. Berdasarkan asalnya, sistem saraf tepi terbagi atas saraf kranial
dan saraf spinal yang masing-masing berpasangan, serta ganglia (tunggal:
ganglion).
b. Sistem Hormon
Hormon merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh suatu bagian dalam
tubuh. Organ yang berperan dalam sekresi hormon dinamakan kelenjar endokrin.
Disebut demikian karena hormon yang disekresikan diedarkan ke seluruh tubuh
oleh darah dan tanpa melewati saluran khusus. Di pihak lain, terdapat pula
kelenjar eksokrin yang mengedarkan hasil sekresinya melalui saluran khusus.
Jumlah hormon yang diperlukan tubuh hanya sedikit, namun keberadaan
sangatlah penting. Contoh fungsi hormon dalam tubuh yakni membantu dalam
22
4) Indera Pembau
Bau farfum yang harum dan bau masakan yang nikmat dapat kita rasakan
karena adanya indra pembau. Organ yang berperan sebagai indra pembau ialah
hidung. Hidung memiliki reseptor khusus yang disebut kemoreseptor. Bagian
yang berperan sebagai kemoreseptor pada hidung yakni sel olfaktori yang terletak
pada jaringan epitel olfaktori di langit-langit rongga hidung. Setiap epitel olfaktori
pada kedua rongga hidung mempunyai ukuran luas kurang lebih 250 mm2. Udara
yang masuk ke dalam rongga hidung tentu akan melaluinya. Di dalam sel-sel
olfaktori terdapat sekumpulan rambut mikro atau silia. Silia akan mendeteksi
partikel-partikel pembawa bau tertentu dari udara, yang melewati hidung sehingga
mendarat pada silia. Partikelpartikel ini larut dalam lapisan mukus. Silia
berhubungan dengan sel saraf olfaktori yang membawa impuls saraf menuju otak.
Berikut adalah gambar anatomi hidung manusia.
5) Indera Pengecap
Kita bisa mengatakan bahwa gula berasa manis, sedangkan obat terasa
pahit. kemudian, kita juga bisa mengatakan bahwa makanan itu enak atau
sebaliknya. Ini dapat kita ketahui karena di rongga mulut kita terdapat organ
pengecap. Organ demikian disebut lidah. Rasa berasal dari partikel-partikel kecil
dalam makanan dan minuman. Partikel kecil ini terlarut dalam ludah, sehingga
membentuk rangsangan kimia yang menyebar ke seluruh permukaan lidah.
Rangsangan direspon oleh reseptor kimia atau biasa disebut kemoreseptor.
Kemoreseptor berbentuk tunas pengecap atau kuncup rasa. Sebagian besar kuncup
rasa berada pada permukaan lidah. Sementara yang lainnya, terletak pada langit-
langit lunak tinggi di belakang mulut. Secara struktural, kuncup rasa terletak pada
epitel lidah dan bersanding dengan tonjolan-tonjolan kecil yang dinamakan papila.
Pada lidah, papila memiliki jumlah yang amat banyak, yakni sekitar 2.000 buah.
Bentuk papila ada yang besar dan kecil.
Selain ciri tersebut, kuncup rasa tersusun atas sel pendukung dan
pengecap. Pada bagian permukaan sel pengecap terdapat mikrovilus yang
merespon rangsangan berbagai rasa. Selanjutnya, sel pengecap ini berhubungan
dengan banyak sel saraf yang akan mengirimkan impuls menuju otak untuk
ditanggapi. Ada ratusan rasa yang berbeda. Namun, semuanya merupakan
25
campuran dari empat rasa pengecap dasar, yakni manis, asam, asin, dan pahit.
Berbagai rasa ini dapat dikecap oleh bagian lidah yang berbeda. Bagian depan
lidah digunakan mengecap rasa manis; bagian samping depannya berfungsi
mengecap rasa asin; bagian samping belakang pada kedua sisi lidah digunakan
sebagai pengecap rasa asam; dan bagian pangkal lidah sebagai pengecap rasa
pahit (Rochmah, 2009).
2. Psikotropika
a. Pengertian
Menurut UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika,
definisi psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah atau sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat
adiktif ini berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku.
b. Efek Samping Penggunaan Psikotropika
Psikotropika dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan
syaraf pusat, menimbulkan kelainan perilaku, yang disertai dengan timbulnya
halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan,
dan menyebabkan kertergantungan, serta mempunyai efek stimulasi (merangsang)
bagi para pemakainya.
c. Contoh Zat Psikotropika
1) Ecstasy
Ecstasy dikenal dengan nama inex, I, dan kancing. Biasanya berbentuk
tablet dan kapsul. Jenis ecstasy yang populer beredar di masyarakat, yaitu alladin,
apel, electric, dan butterfly.Efek penggunaan ecstasy mengakibatkan tubuh
berenergik, tetapi mata sayu dan pucat, berkeringat, tidak bisa diam, susah tidur,
kerusakan saraf otak, dehidrasi (kurang cairan), gangguan lever, tulang dan gigi
lepas, kerusakan saraf mata, tidak nafsu makan, mual, dan muntah–muntah.
Gejala pecandu yang putus obat akan cepat marah, tidak tenang, cepat lelah, tidak
besemangat, dan ingin tidur terus.
26
2) Sabu–sabu
Nama aslinya methamphetamine, berbentuk kristal seperti gula atau
bumbu penyedap masakan. Jenisnya, gold river, coconut, dan kristal. Ditemukan
dalam bentuk kristal, tidak mempunyai warna, dan bau. Dikenal dengan julukan
glass, quartz, dan hirropon. Sabu–sabu dikonsumsi dengan cara membakarnya di
atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain.
Kemudian, asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa
yang didalamnya berisi air). Air bong tersebut berfungsi sebagai filter karena asap
kering pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih
membakar sabu–sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang
mungkin ditimbulkan aluminium foil yang tertutup. Efek yang ditimbulkan bagi
penggunanya seperti menjadi, tidak tenang, cepat lelah, tidak bersemangat, dan
ingin tidur terus. Gejala pecandu yang putus obat ini, yaitu cepat marah, tidak
tenang, cepat lelah, dan tidak bersemangat.
d. Penggolongan Zat Psikotropika
Penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif tanpa pengawasan dan
petunjuk dokter dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi sistem saraf
manusia. Obat yang digunakan manusia atas petunjuk dokter mempunyai indikasi,
kerja ikutan, dan kontra indikasi. Indikasi, artinya petunjuk yang menyatakan
khasiat obat tersebut, misalnya indikasi untuk menyembuhkan batuk, asma, pilek,
dan menambah nafsu makan. Kerja ikutan menjelaskan pengaruh yang
ditimbulkan obat di samping khasiat obat. Misalnya, membuat mulut menjadi
kering atau mengantuk. Kontra indikasi menjelaskan waktu dan kondisi,
bagaimana suatu obat tidak boleh digunakan. Misalnya, dilarang digunakan untuk
perempuan yang sedang hamil atau tidak dianjurkan untuk mereka yang lemah
jantung.Dalam pemberian obat-obatan tersebut, ada batasan yang dikenal dengan
ADI (Acquared Dailiy Intake), yaitu batas pemberian obat dalam sehari dengan
satuan mg. Ketiga jenis bahan di atas mempunyai pengaruh berbeda sehingga
digolongkan sebagai berikut.
1) Obat psikoaktif
Obat psikoaktif adalah obat yang digunakan di bidang ilmu kedokteran jiwa
untuk mengobati penyakit mental dan syaraf.
27
2) Stimulan
Stimulan adalah golongan obat yang dapat membuat orang lebih aktif, lebih
kuat bekerja, menghilangkan kantuk, menggugah semangat, dan memberikan
perasaan tersedianya tenaga tanpa batas.
3) Depresan
Depresan adalah jenis obat penenang, yaitu obat yang dapat menurunkan
ketegangan saraf manusia. Biasanya digunakan pada pengobatan penyakit
kejiwaan.
4) Halusinogen
Halusinogen adalah jenis obat yang menimbulkan halusinasi pada
pemakainya. Orang yang terkena halusinasi akan merasa ringan seolah-olah
melayang dan diikuti oleh perasaan yang penuh kenikmatan.
5) Euforia
Euforia adalah obat yang memberi rasa gembira pada pemakai zaat
psikotropika.
e. Dampak Personal dan Sosial Penggunaan Zat Psikotropika Berbahaya
Dampak sosial yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan zat adiktif dan
psikotropika oleh manusia, yakni:
1) susah dalam bersosialisasi,
2) tidak percaya diri,
3) sulit pengendalian diri,
4) susah menyambung pembicaraan,
5) berpikiran negatif pada diri sendiri,
6) bergembira secara berlebihan,
7) lebih banyak berdiam diri,
8) dikucilkan dalam masyarakat dan orang terdekat,
9) kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah atau
perguruan tinggi,
10) tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba akan
gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal,
11) dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta menjalani
kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya,
28
12) bisa dijebloskan ke dalam tembok derita / penjara yang sangat menyiksa lahir
batin,
13) mendorong pemakainya untuk melakukan tindak kriminal karena harganya
mahal dan sudah ketergantungan terhadap obat itu sehingga pemakai akan
memaksakan diri untuk mengkonsumsi obat itu.
f. Dampak Ekonomi Penggunaan Zat Psikotropika
Berikut ini beberapa dampak dalam bidang ekonomi akibat dari penggunaan zat
adiktif dan zat psikotropika oleh manusia.
1) Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan
kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun.
2) Masalah keuangan. Obat-obatan yang dikonsumsi biasanya mahal.Namun, bila
sudah kecanduan maka pengguna akan melakukan apa saja untuk
mendapatkannya. Mereka bisa menjual barang pribadi atau mengambil milik
orang lain dan keluarga.
3) Pemakai tidak akan dapat menabung dan memenuhi kebutuhan pokoknya
sebagai manusia biasa,karena pemakai akan lebih mementingkan obat itu
daripada kebutuhan pokoknya.
f. Tindak Pidana Psikotropika dan Zat Adiktif
1) Menggunakan untuk diri sendiri atau terhadap orang lain dikenakan ancaman
pidana mulai dari maksimal 15 tahun minimal 2 tahun dan denda maksimal 5
milyar minimal 25 juta (pasal 78).
2) Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan atau menguasai
narkotika golongan II ancaman pidana mulai dari maksimal 12 tahun minimal
5 tahun dan denda maksimal 3 milyar - minimal 100 juta (pasal 79).
3) Memproduksi, Mengolah, Mengekstraksi, Mengkonversi, Merakit Atau
Menyediakan Narkotika Golongan I, Golongan II Dan Golongan III
Dikenakan Ancaman Pidana Mulai Dari Maksimal Pidana Mati Minimal 4
Tahun Dan Denda Maksimal 7 Milyar Minimal 200 Juta (Pasal 80).
4) Mengimport, mengeksport, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual,
membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau
menukar narkotika golongan I, atau golongan II atau golongan III dikenakan
29
ancaman pidana mulai dari maksimal pidana mati minimal 4 tahun dan denda
maksimal 7 milyar minimal 200 juta (pasal 82).
5) Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan
narkotika golongan I, atau golongan II atau golongan III dikenakan ancaman
pidana mulai dari maksimal 20 tahun minimal 5 tahun dan denda maksimal
750 juta minimal 250 juta (pasal 84).
6) Menggunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri , atau golongan II atau
golongan III dikenakan ancaman pidana mulai dari maksimal 5 tahun minimal
2 tahun (pasal 85).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif. Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengkaji tentang
penerapan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan model pembelajaran TGT.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki
pembelajaran di dalam kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu upaya
untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok siswa dengan memberikan sebuah
tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan. Proses pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas ini didesain dari model Kemmis & Mc. Taggart yang
perangkatnya terdiri atas empat tahapan, yaitu planning (perencanaan), acting
(tindakan), observing (pengamatan), dan reflecting (refleksi). Proses tersebut
secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 3.1 yang menjelaskan mengenai
tahapan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini akan dilaksanakan
dalam beberapa siklus hingga terjadi peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.
Gambar 3.1. Desain Model PTK Model Kemmis & McTaggart (Sumber: Susilo,
dkk., 2011)
30
31
C. Kancah Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi yang berlokasi di Desa Ketawang No.2 Kecamatan Gondanglegi,
Kabupaten Malang pada bulan Mei tahun 2017 pada KD 3.10, 3.11, 4.10, dan
4.11 dengan materi sistem koordinasi dan zat psikotropika.
D. Subjek Penelitian
Subjek yang akan diteliti adalah siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi Kabupaten Malang yang berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 12
siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.
F. Pengumpulan Data
5. Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan instrumen yang dikerjakan oleh observer
untuk mencatat segala hal yang terjadi dalam catatan singkat. Catatan ini meliputi
seluruh aktivitas siswa yang belum tercatat ketika diberi tindakan. Catatan
lapangan ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang tidak terekam
dalam lembar observasi selama proses pembelajaran berlangsung (Dapat dilihat
pada Lampiran 12).
6. Dokumentasi
Pada penelitian yang akan dilakukan, dokumentasi berupa foto-foto yang
dibutuhkan sebagai bukti keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Jigsaw
dipadu dengan TGT (Teams Games Tournament) yang dilakukan selama
penelitian.
G. Analisis Data
1. Keterlaksanaan Tindakan
Keterlaksanaan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat diukur
melalui lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Data yang diperoleh yakni dari hasil observasi oleh observer, siswa, dan guru.
Persentase keterlaksanaan tindakan dapat dihitung dengan rumus :
∑ Tindakan yang terlaksana
Keterlaksanaan tindakan = x 100%
∑ Tindakan yang seharusnya terlaksana
Adapun kategori keberhasilan tindakan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 3.2
berikut ini.
Tabel 3.2 Tabel Presentase Keterlaksanaan Pembelajaran
Persentase Penilaian (%) Taraf Keberhasilan Nilai dengan
huruf
81 – 100 Sangat Baik A
61 – 80 Baik B
41 – 60 Cukup C
21 – 40 Kurang D
0 – 20 Gagal E
Sumber: (Arikunto, 2012)
2. Hasil Motivasi Belajar Siswa
Data motivasi belajar siswa diperoleh melalui pemberian angket motivasi
belajar ARCS kepada siswa meliputi empat indikator, yaitu Attention, Relevance,
Confidence, dan Satisfaction. Dari masing-masing indikator tersebut akan di
34
Keterangan:
MBS = Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh data tentang persentase ketercapaian secara
klasikal. Kemudian data persentase tersebut dikelompokkan dalam taraf tindakan
seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kategori Penentuan Taraf Keberhasilan Motivasi Belajar Siswa
Keterlaksanaan (%) Taraf Keberhasilan Nilai dengan
huruf
85 – 100 Sangat Baik A
70 – 84 Baik B
55 – 69 Cukup C
25 – 54 Kurang D
(Sumber Islami, 2013).
Hasil belajar siswa yang dianalisis dalam penelitian ini adalah ranah
kognitif.Hasil belajar kognitif siswa dapat diukur dengan hasil tes pada tiap akhir
siklus PTK. Indikator ketuntasan belajar siswa apabila mendapatkan skor sama
atau lebih besar dari nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 70.
Keberhasilan belajar kognitif individu siswa dapat diukur dengan rumus sebagai
berikut.
35
H. Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari
empat tahap yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (implementing),
observasi (observating), dan refleksi (reflecting). Rincian prosedur penelitian
adalah sebagai berikut.
1. Pra Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian terlebih dahulu dilaksanakan kegiatan pra
penelitian yang terdiri dari tahapan berikut ini.
a. Observasi ke sekolah
b. Mengurus surat ijin penelitian
c. Membuat Instrumen penelitian, yakni lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran, format catatan lapangan, lembar observasi motivasi belajar siswa,
lembar observasi hasil belajar ranah afektif dan psikomotor.
2. Siklus I
a. Perencanaan (Planning)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut.
1) Menyusun jadwal penelitian
2) Menyiapkan silabus pembelajaran
3) Menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus 1 yang
mengacu pada penerapan model Jigsaw dipadu dengan model TGT. Sintaks
model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT dapat dilihat pada Tabel 3.4.
4) Menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dan kunci jawaban
5) Menyusun kisi-kisi soal tes akhir siklus I untuk mengukur hasil belajar
kognitif siswa.
36
A. Paparan Data
Hasil yang diperoleh peneliti pada saat observasi dan wawancara sebagai
berikut.
a. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama pelaksanaan KPL (Kajian
Pengalaman Lapangan) pada bulan Agustus-September 2016 di kelas X1 IPS 3
SMA Negeri 1 Gondanglegi diketahui bahwa program Lintas-minat di kelas
XI SMA Negeri 1 Gondanglegi bukan merupakan suatu program yang bebas
dipilih oleh siswa, namun merupakan program yang harus ditempuh oleh
setiap siswa, baik program IPA, IPS, maupun Bahasa. Dalam kelas XI Lintas-
minat 3 siswa terlihat tidak minat dengan pembelajaran biologi, terdapat sekitar
6 siswa yang mengganggu proses pelajaran dengan bergurau, 3 siswa tertidur
dan tidak mendengarkan penjelasan guru, 2 siswa berkeliling saat guru
menerangkan, dan sekitar 8 siswa bermain smartphone. Krisis motivasi
terhadap mata pelajaran Biologi yang terjadi pada kelas X1 IPS 3 menjadi
suatu permasalahan yang harus dipecahkan agar diperoleh hasil belajar yang
optimal. Proses pembelajaran mata pelajaran Biologi di kelas XI Lintas-minat
3 dilaksanakan dengan menggunakan metode diskusi dan ceramah.
b. Berdasarkan data dokumentasi berupa rekapitulasi nilai ulangan harian pada
materi jaringan tumbuhan menunjukkan hasil belajar yang tidak optimal. Dari
sebanyak 25 siswa dalam satu kelas, diketahui hanya terdapat sejumlah 7 siswa
atau 28% siswa yang mencapai nilai KKM. Nilai KKM (Ketuntasan Kriteria
Minimum) yang ditentukan sekolah yakni sebesar 70. Berdasarkan data
tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar mata pelajaran biologi di kelas XI
Lintas-minat 3 rendah.
c. Berdasarkan hasil pemberian angket pada tanggal 24 April 2017 diketahui
bahwa motivasi belajar siswa adalah 61,94%, dengan rincian attention
62,00%, relevance 64,37%, confidence 61,55%, dan satisfaction 59,83%.
39
40
e. Menurut hasil wawancara dengan sejumlah 3 siswa pada hari Senin 24 April
2017 yang dilaksanakna di kanopi taman SMAN 1 Gondanglegi, mereka
sepakat bahwa dalam pembelajaran di kelas guru sering menerapkan
pembelajaran melalui kegiatan diskusi berkelompok, ceramah, mencatat, dan
merangkum materi. Setelah siswa selesai mengerjakan siswa disuruh
menjelaskan didepan kelas, namun menurut pengakuan siswa guru sangat
jarang sekali memberikan penjelasan yang menguatkan jawaban dari siswa
sehingga siswa kurang yakin dengan konsep yang didapat dari kegiatan
pembelajaran. Siswa mengaku sangat bosan terhadap pembelajaran yang
diterapkan oleh guru, mereka merasa bahwa tugas yang diberikan guru sangat
memberatkan baginya, evaluasi yang diberikan guru sering tidak sesuai dengan
apa yang dipelajari oleh siswa. Siswa menyatakan bahwa mereka bosan dengan
metode pembelajaran yang diterapkan guru di kelas. Siswa mengaku
menyukai pembelajaran yang berbasis games dan praktik.
motivasi dan hasil belajar siswa masih rendah sehingga perlu dilakukan perbaikan
proses pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas
XI Lintas-minat 3. Salah satu upaya dalam memperbaiki proses pembelajaran
adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa dalam
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Sehubungan dengan pernyataan
tersebut dipilihlah model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi. Pelaksanaan PTK ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus
terdiri atas 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
3. Siklus 1
a) Perencanaan Tindakan 1
b) Pelaksanaan Tindakan I
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Mei 2017 dengan dua observer
yaitu Luluk Faricha (Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester 8) dan Maria
Fransisca ( Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester 8). Alokasi waktu pada
pertemuan 1 yaitu 2X45 menit. Siswa yang hadir sejumlah 25 siswa dalam arti
seluruh siswa hadir atau nihil. Guru memulai pembelajaran dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu beserta observernya serta menyampaikan
42
tugasnya guru mempersilahkan siswa agar berkumpul sesuai dengan materi ahli
yang dipilih.
tahap berikutnya yakni pada tahap diskusi kelompok asal. Pada tahap diskusi
dengan kelompok asal dilaksanakan pada pertemuan berikutnya, sehingga setelah
siswa menyelesaikan diskusi kelompok ahli guru segera meminta salah satu siswa
untuk memberikan kesimpulan serta refleksi pembelajaran dan guru memberi
penguatan atas kesimpulan yang diberikan oleh siswa. Kegiatan akhir ditutup guru
dengan mengucapkan salam.
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 5 Mei 2017 yang
dihadiri oleh 25 siswa. Pertemuan ini hanya dihadiri oleh 2 observer yaitu saudari
Maria Fransisca dan Rizka Permatasari (Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester
8). Pembelajaran dimulai oleh guru dengan memberian salam kepada siswa dan
menanyakan kabar siswa hari ini. Siswa menjawab salam dan pertanyaan guru
dengan sangat antusias. Guru tak lupa pula dalam memeriksa kehadiran siswa.
Kegiatan apersepsi dilakukan dengan dilakukannya review singkat untuk
mengingatkan materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Kegiatan
pembuka hanya menghabiskan sekitar 8 menit, kemudian guru segera memulai
dengan kegiatan inti.
dalam kondisi terang yang berfungsi optimal adalah fotoreseptor sel kerucut yang
berperan dalam menerima rangsangan cahaya terang dan berwarna, sedangkan
pada kondisi gelap dilakukan oleh sel batang yang berfungsi untuk menerima
rangsangan cahaya hitam putih. Dalam kondisi seseorang yang baru saja melihat
cahaya terang diluar dan kemudian masuk kedalam ruangan yang gelap maka
terjadi proses transisi fungsi dari sel kerucut yang berfungsi dominan saat kondisi
terang berganti dengan sel batang yang berfungsi dominan pada ruang gelap,
dimana sel kerucut mulai menurunkan fungsinya dan sel batang sedang mulai
untuk aktif. Pada kondisi inilah yang menyebabkan mata kita tidak berfungsi
dengan baik pada beberapa saat. Dengan jawaban ini siswa penanya dan seluruh
siswa merasa puas dan setelah tidak ada lagi yang menyampaikan pertanyaan,
kemudian guru menunjuk beberapa siswa untuk memberi kesimpulan tentang
pelajaran hari ini dan guru memberikan penguatan setelah beberapa siswa
memberikan kesimpulan. Kegiatan penutup ditutup guru dengan salam.
3) Pertemuan Ketiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 Mei 2017 dengan
alokasi waktu 2x 45 menit. Observer yang bertugas pada hari ini yakni saudari
Rizka Permatasari. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan sapa salam
kepada siswa dan memeriksa kehadiran siswa. Pada pertemuan ini seluruh siswa
hadir namun terdapat sebanyak 4 siswa yang terlambat selama 10 menit dalam
mengikuti pelajaran dikarenakan sedang mengikuti kegiatan UKS. Setelah guru
47
memeriksa kehadiran siswa, guru segera menyuruh siswa untuk berkumpul sesuai
dengan kelompok asal.
Sebelum memasuki kegiatan inti guru terlebih dahulu untuk mengulang ingatan
siswa terkait materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Guru
menanyakan kepada siswa tentang peran sistem koordinasi pada manusia dan
dijawab dengan baik oleh siswa bernama Ahmad Maghfur dengan jawaban bahwa
sistem koordinasi berfungsi untuk mengintegrasikan aktivitas tubuh manusia.
Ketika siswa menjawab benar guru memberikan pujian kepada siswa yang
bersangkutan dengan tujuan agar siswa tersebut merasa puas dengan usahanya
dalam menjawab benar. Kemudian guru bertanya lagi mengenai bagaimana
mekanismenya serta gangguan apa saja yang bisa mengganggu kesehatan sistem
koordinasi manusia. Pertanyaan ini dijawab oleh siswa bernama Cornelia dengan
jawaban bahwa dalam mengatur integrasi tubuh dilakukan dengan tiga cara yaitu
melalui sistem hormon, sistem saraf, dan sistem indra, sistem hormon mengatur
aktivitas tubuh dengan menggunakan hormon yang mengalir pada aliran
pembuluh darah, sedangkan sistem saraf dan sistem indra dilakukan dengan cara
perambatan impuls saraf. Sedangkan pertanyaan mengenai gangguan pada sistem
koordinasi dijawab dengan tepat oleh siswa bernama Adi, ia memberikan contoh-
contoh kelainan dari sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormon. Contoh
gangguan pada sistem saraf dicontohkan dengan penyakit ayan atau yang dikenal
sebagai epilepsi akibat muatan listrik pada sel saraf di otak yang tidak stabil
sehingga membuat penderitannya mengalami kehilangan kontrol tubuh, gangguan
sistem indra dicontohkan dengan gangguan rabun jauh, sedangkan pada gangguan
sistem hormon dicontohkan dengan gangguan kekerdilan akibat kurangnya
produksi hormon pertumbuhan.
Dengan adanya kegiatan review singkat ini diharapkan dapat membuka ingatan
siswa dengan materi yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya sebagai
persiapan untuk mengikuti kegiatan games tournament. Setelah kegiatan review
selesai guru memberikan penjelasan terkait tata cara dalam melaksanakan
turnamen. Kegiatan turnamen dimulai dengan menyuruh salah satu siswa dalam
masing-masing kelompok untuk maju dan duduk pada kursi turnamen yang telah
disiapkan di depan kelas. Siswa nampak sangat antusias dalam mengikuti
48
Pemberian opsi bantuan ternyata justru membuat situasi kelas menjadi tidak
kondusif. Siswa banyak yang melakukan kecurangan dengan melihat jawaban
pada LKS. Melihat situasi ini guru segera mengumukan bila terjadi kecurangan
maka peserta mendapatkan hukuman berupa tidak mendapatkan point pada sesi
tersebut sehingga siswa tidak berani lagi melakukan kecurangan dan kelas
menjadi kondusif kembali. Setelah waktu yang diberikan oleh guru telah usai,
maka guru mengambil kertas jawaban siswa dan guru memberikan skor yang
kemudian skor tersebut ditulis pada papan skor. Setelah menuliskan skor, guru
memberikan penjelasan terkait kunci jawaban soal turnamen. Guru juga
melibatkan siswa dalam pembahasan soal tersebut, sehingga antusias siswa
terhadap proses pembelajaran tetap terjaga. Pemberian pembahasan singkat terkait
soal turnamen sangat membantu siswa untuk memahami skor yang diberikan oleh
guru, dengan demikian terbukti tidak ada siswa yang protes terkait skor yang
diberikan oleh guru. Sesi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dengan
turnamen pada sesi pertama. Siswa turnamen pada sesi 2 menuju meja turnamen
dan bertanding seperti pada sesi pertama. Setelah turnamen selesai guru
menghitung perolehan skor yang dikumpulkan oleh anggota kelompok. Turnamen
siklus 1 berhasil dimenangkan oleh kelompok dua. Guru mengumumkan
49
4. Data Siklus 1
a) Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru
Pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dilakukan dengan
memperhatikan kesesuaian antara kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
dengan RPP yang telah direncanakan. Data keterlaksanaan pembelajaran oleh
guru diperoleh melalui kegiatan observasi yang dilakukan oleh observer, guru
model dan siswa dengan menggunakan lembar observasi. Berikut ini adalah
Tabel 4.1 yang menjelaskan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran siklus I.
Tabel 4.1 Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I
Perte Observer Guru Siswa Total Total Keterlaksanaan Kriteria
muan skor max (%)
1 2
1 12 12 12 13 49 56 87,50 Sangat
Baik
2 11 11 11 12 42 45 93,33 Sangat
Baik
3 12 - 12 12 12 36 100,00 Sangat
Baik
Rerat 93,61% Sangat
a Baik
50
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa motivasi belajar biologi di kelas
XI Lintas-minat 3 pada siklus I sudah dalam kategori baik. Data selengkapnya
terdapat pada Lampiran 19.
6. Siklus 2
a. Perencanaan Tindakan Siklus 2
Hasil belajar Ketuntasan klasikal siswa Guru harus memberikan penguatan materi
Kognitif masih rendah yang lebih terstruktur.
Guru harus lebih santai ketika
menerangkan suatu konsep
Alokasi waktu pada pertemuan 1 yaitu 2X45 menit. Siswa yang hadir sejumlah 25
siswa dalam arti seluruh siswa hadir. Pada langkah pembuka guru memulai
dengan kegiatan apersepsi berupa pertanyaan mengenai pengertian narkoba. Guru
menuliskan perbedan antara narkotika dengan zat psikotropika di papan tulis dan
menanyakan “apakah ada yang tau perbedaan dari kedua istilah tersebut?”. Salah
satu siswa atas nama Adi dengan penuh percaya diri segera mengacungkan tangan
dan guru mempersilahkan siswa tersebut untuk menjelaskan jawabannya di depan
kelas. Adi menjelaskan perbedaan tersebut dengan sangat baik. Ia mengatakan
bahwa zat narkotika merupakan zat berbahaya yang efeknya dapat merusak
sistem saraf tepi dan dapat mematikan fungsi saraf tepi walau tubuh sedang
disakiti. Sedangkan zat psikotropika merupakan zat berbahaya yang lebih
menyerang psikis penggunanya. Ia pun menjelaskan bahwa zat narkotika dan zat
psikotropika dapat berguna bagi bidang kesehatan yaitu untuk keperluan
pembiusan, ia menjelaskan bahwa zat narkotika berguna untuk keperluan bius
lokal, sedangkan zat psikotropika berguna untuk keperluan bius total ketika pasien
hendak melakukan operasi besar.
Siswa lain sangat antusias dalam mendengarkan penjelasan yang disampaikan
oleh Adi Septian, sebab Adi Septian memberikan penjelasan pendapatnya secara
lugas namun dengan diselingi sedikit humor. Setelah Adi septian selesai
memberikan penjelasannya guru memberikan pujian kepada Adi Septian atas
keberanian dan kepercayaan diri Adi untuk menelaskan pendapatnya di hadapan
seluruh siswa. Guru juga meminta siswa lain untuk berpendapat, namun tidak ada
yang bersedia untuk memberikan tanggapan. Selanjutnya guru memberikan
penguatan atas jawaban yang telah disampaikan oleh siswa dan sekaligus
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pertemuan ini.
Kegiatan selanjutnya mulai memasuki pada kegiatan inti. Guru memberikan
penjelasan terkait tata cara pembelajaran yang akan dilaksanakan serta
memberikan motivasi melalui penjelasan manfaat yang bisa didapat dari
pembelajaran Jigsaw dipadu TGT serta pentingnya materi tersebut bagi siswa.
Guru juga menyampaikan bahwa kelompok yang dibentuk merupakan kelompok
yang telah dibentuk pada pembelajaran di siklus 1, kemudian guru mulai
membagikan LKS kepada setiap siswa. Setelah seluruh siswa menerima LKS guru
54
Iwan Maulana dan Mega Inochi. Siswa bersangkutan memang sangat sulit untuk
berbaur dengan teman yang lainnya. Dalam kegiatan diskusi mereka hanya
terdiam dan mendengarkan penjelasan temannya saja tanpa berkomentar atau
memberikan pendapat.
Setelah soal dalam LKS telah terjawab seluruhnya guru berkeliling
kembali untuk membimbing siswa dalam memahami isi dari jawaban siswa
sebagai persiapan dalam menerangkan materi pada tahap berikutnya yakni pada
tahap diskusi kelompok asal. Pada tahap diskusi dengan kelompok asal
dilaksanakan pada pertemuan berikutnya, sehingga setelah siswa menyelesaikan
diskusi kelompok ahli guru segera melakukan kegiatan penutup. Guru
mempersilahkan beberapa siswa untuk menyampaikan kesimpulan sementara
terkait materi pembelajaran yang telah dilakukan hari ini dan guru meberikan
penguatan atas simpulan yang diberikan siswa. Pada akhir kegiatan guru menutup
kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam.
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 17 Mei 2017. Pada
pertemuan seluruh siswa hadir untuk mengikuti proses pembelajaran. Observer
yang bertugas untuk mengamati proses pembelajaran yaitu saudari Rizka
Permatasari. Kegiatan pembuka dimulai dengan guru memberi salam kepada
siswa dan menanyakan kabar hari ini kepada siswa. Siswa menjawab salam dan
pertanyaan guru dengan sangat antusias. Guru tak lupa pula dalam memeriksa
kehadiran siswa. Kegiatan apersepsi dilakukan dengan cara mengulang materi
yang telah dipelajari di pertemuan sebelumnya untuk membuka ingatan siswa
terkait materi yang telah dipelajari. Kegiatan pembuka hanya menghabiskan
sekitar 5 menit saja kemudian guru segera memulai dengan kegiatan inti.
bertanya lagi “apakah zat psikotropika dapat hilang dari tubuh jika seorang sudah
tidak lagi menggunakan zat psikotropika? Guru menjawab “ zat tersebut bisa
hilang dalam tubuh namun memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuang
zat siswa yang terdapat dalam tubuh seiring dengan proses fisiologis tubuh maka
zat psikotropika akan dapat dikeluarkan dari tubuh seperti melalui proses ekskresi,
dengan demikian setiap pecandu zat psikotropika masih memiliki kesempatan
untuk normal kembali”.
Setelah pertanyaan siswa dijawab oleh guru seluruh siswa merasa puas. Setelah
tidak ada yang bertanya lagi guru menunjuk beberapa siswa untuk memberi
kesimpulan tentang pelajaran hari ini dan guru juga memberikan penguatan terkait
kesimpulan yang diberikan oleh siswa. Kegiatan pembelajaran diakhiri oleh guru
dengan salam.
3) Pertemuan Ke-tiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19 Mei 2017 dengan
alokasi waktu sebanyak 2x 45 menit dengan dibantu oleh seorang observer
bernama Rizka Permatasari. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan sapa
salam kepada siswa dan memeriksa kehadiran siswa. Pada pertemuan ini seluruh
siswa hadir. Setelah seluruh siswa telah dipresensi, guru segera menyuruh siswa
untuk berkumpul sesuai dengan kelompok asal. Pada kegiatan pendahuluan ini
guru juga sedikit mengulang ingatan siswa terkait materi yang telah dipelajari
pada pertemuan sebelumnya. Dengan adanya kegiatan review singkat ini
diharapkan dapat membuka ingatan siswa dengan materi yang dipelajari pada
pertemuan sebelumnya sebagai persiapan untuk mengikuti kegiatan games
tournament. Setelah kegiatan review selesai guru memberikan penjelasan terkait
tata cara dalam melaksanakan turnamen.
kemungkinan siswa berlaku curang serta agar siswa lebih mandiri dalam
menjawab soal turnamen.
Setelah waktu yang diberikan oleh guru telah usai, maka guru mengambil
kertas jawaban siswa dan guru memberikan skor yang kemudian skor tersebut
ditulis pada papan skor. Setelah menuliskan skor, guru memberikan penjelasan
singkat mengenai jawaban yang benar agar siswa menerima skor yang diberikan
oleh guru, dengan demikian terbukti tidak ada siswa yang protes terkait skor yang
diberikan oleh guru. Pada sesi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama
dengan turnamen pada sesi pertama. Setelah turnamen selesai guru menghitung
perolehan skor yang dikumpulkan oleh anggota kelompok.
c. Data Siklus II
2) Motivasi belajar
Motivasi belajar diperoleh dari analisis data angket motivasi ARCS oleh
siswa dan data observasi motivasi yang dilakukan oleh observer dan guru pada
tiap siklus. Ringkasan hasil motivasi belajar yang diperoleh dari kegiatan
pemberian angket disajikan pada Tabel 4.3 berikut.
Data hasil belajar kognitif siklus II diperoleh dari tes yang diberikan
kepada siswa pada akhir siklus II. Jumlah siswa yang tuntas hasil belajar kognitif
60
adalah sejumlah 24 siswa sedangkan siswa yang tidak tuntas belajar kognitif
sebanyak 1 siswa saja. Ketuntasan belajar siswa pada siklus II adalah sebesar
96%. Keseluruhan data hasil belajar kognitif dapat dilihat pada lampiran 23.
d. Refleksi 2
Hasil observasi siklus 2 menunjukan bahwa pada pembelajaran siklus 2
terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan yang akan dijadikan acuan dalam
perencanaan siklus 2. Refleksi siklus 1 terdapat pada Tabel 4.7 berikut.
B. Temuan Penelitian
1. Keterlaksanaan Pembelajaran
Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa siklus II mengalami
peningkatan keterlaksanaan tindakan sebesar 3, 61% dibandingkan siklus I.
Diagram yang menjelaskan perbandingan keterlaksanaan penerapan model
pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT pada siklus I dan siklus II dapat dilihat
pada Gambar 4.9. Gambar 4.9 menunjukan keterlaksanaan pembelajaran oleh
guru pada siklus I mencapai 93,61% dengan kriteria sangat baik sedangkan pada
siklus II mencapai 97,22%, dengan kriteria sangat baik. Kegiatan yang belum
terlaksana dengan optimal pada siklus I yaitu tahap menuliskan topik
pembelajaran dan pemberian tugas. Peningkatan persentase kerterlaksanaan
pembelajaran terjadi karena adanya perbaikan dari hasil refleksi siklus I.
61
98 97.22
97
96
Persentase 95
94 93.61
93
92
91
Siklus I Siklus II
2. Motivasi Belajar
Data motivasi siswa yang didapatkan dari analisis perhitungan angket
motivasi belajar yang diisi oleh siswa. Diagram perbandingan motivasi belajar
siswa dapat dilihat pada gambar 4.10 yang menjelaskan perbandingan aspek
motivasi (attention, relevance confidence, dan satisfaction) siswa pada pra-siklus,
siklus I, dan siklus II.
90
80
70 78.83
72.75 75.5176.3475.33
69.82 68.1171.77
60
62 64.37
Persentase
61.5559.83
50
40
30
20
10
0
Pra-siklus Siklus I Siklus II
meningkat dari 72,75% pada siklus I menjadi 76,34% pada siklus II dengan
peningkatan 3,59%. Aspek confidence meningkat dari 68,11% pada siklus I
menjadi 75,33% pada siklus II dengan peningkatan 7,22%. Aspek satisfaction
meningkat dari 71,77% pada siklus I menjadi 78,83% pada siklus II dengan
peningkatan 7,06%. Secara klasikal nilai motivasi belajar pada pra-siklus sebesar
61,94%, meningkat pada siklus I menjadi sebesar 70,61%, dan mengalami
peningkatan lagi menjadi 76,50% pada siklus II. Perbandingan motivasi secara
klasikal dapat dilihat pada gambar 4.11 berikut.
100
76.5
80 70.61
61.94
Persentase
60
40
20
0
Motivasi Belajar Siswa
60
40 28
20
0
Ketuntasan Kognitif
85 84.12
80
Persentase
74.4
75
70
65
Rata-rata Hasil Belajar Kognitif
Siklus I Siklus II
PEMBAHASAN
1. Tahap Pendahuluan
Proses pendahuluan pada siklus 1 terlaksana dengan baik, siswa sangat
antusias ketika guru menayangkan video mengenai gerak refleks yang sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Siswa aktif ketika dilakukan proses tanya
jawab setelah siswa menyaksikan video. Sedangkan pada siklus 2 kegiatan
pendahuluan dilaksanakan tanpa menggunakan media video karena disebabkan
oleh ketersediaan LCD yang terbatas. Kendati demikian guru tetap mengisi
kegiatan pendahuluan dengan menyajikan fenomena unik guna menarik perhatian
siswa. Hal ini sesuai dengan peryataan Keller (1987) bahwa strategi yang dapat
64
65
dilakukan oleh guru untuk menarik perhatian siswa adalah memberikan contoh
atas masing-masing konsep atau prinsip secara praktik penting. Setelah guru
memberikan kegiatan apersepsi dan motivasi guru juga menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan harapan agar siswa mengerti tentang pentingnya materi yang
akan dipelajari.
5. Tahap Turnamen
Tahap ini merupakan sintaks yang berasal dari model TGT. Tahap
turnamen berfungsi untuk mengulas kembali materi pelajaran yang telah dipelajari
dan menciptakan suasana kompetisi antar siswa agar berlomba dalam
menunjukkan kemampuan diri dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan
sebelumnya. Melalui tahap ini diharapkan agar siswa dapat meningkatkan aspek
attention, confidence, satisfaction, serta kemampuan kognitif siswa. Pada tahap
ini setiap siswa dalam kelompok bertanding melawan salah satu perwakilan dari
kelompok lain.
Suasana pertandingan inilah yang dapat membangun attensi siswa
terhadap proses pembelajaran, aspek confidence terbangun dari keberhasilan siswa
menjawab pertanyaan turnamen, sedangkan aspek satisfaction terbangun akibat
68
rasa puas siswa terhadap ulasan materi yang disajikan secara menarik dan rasa
puas setelah siswa berkompetisi siswa menjadi tahu akan kemampuan dirinya.
Dalam kegiatan kompetisi ini siswa dapat dapat bersaing secara sehat
untuk menunjukan kemampuannya serta menilai kemampuan diri sendiri agar
harapannya dapat melakukan evaluasi diri untuk pembenahan yang lebih baik
untuk menghadapi proses pembelajaran kedepannya. Melalui kegiatan review
dalam turnamen ini dinilai dapat mengingatkan kembali materi yang terlewat dari
kegiatan sebelumnya, dengan demikian kemampuan kognitif siswa dapat
berkembang seiring dengan semakin matangnya konsep yang dikuasai oleh siswa.
6. Tahap Penghargaan
Tahap ini merupakan sintaks yang berasal dari model TGT. Kegiatan
pemberian penghargaan ini bertujuan untuk meningkatkan aspek satisfaction dan
kemampuan kognitif siswa melalui pemberian penghargaan atas kinerja siswa
dalam belajar. Dengan memberikan penghargaan pada akhir sesi pembelajaran
diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi siswa serta kebanggaan bagi siswa
yang telah menjadi pemenang turnamen, sedangkan bagi siswa yang belum
memenangkan turnamen diharapkan dapat memacu semangatnya untuk terus
belajar agar memenangkan turnamen berikutnya dengan cara belajar lebih giat.
Dalam konsep pendidikan reward merupakan salah satu alat untuk meningkatkan
motivasi para peserta didik. Metode ini bisa dapat mengasosiasikan perbuatan dan
kelakuan (Kompri, 2016).
1. Attention
Hasil analisis data nilai motivasi belajar diketahui bahwa indikator aspek
attention meningkat dari 69,82% pada siklus I menjadi 75,51% pada siklus II
dengan peningkatan 5,69%. Peningkatan attention sebesar 5,69% karena adanya
tahap apersepsi serta penggunaan model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT
terutama pada tahap diskusi kelompok ahli. Pada tahap apersepsi siswa disajikan
tayangan video terkait fenomena yang sering ditemui dalam kegiatan sehari-hari
siswa. Hal ini sesuai dengan peryataan Keller (1987) bahwa strategi yang dapat
dilakukan oleh guru untuk menarik perhatian siswa adalah memberikan contoh
atas masing-masing konsep atau prinsip secara praktik penting.
70
2. Relevance
Hasil analisis data nilai motivasi belajar indikator relevance menunjukkan
adanya peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Aspek relevance meningkat dari
72,75% pada siklus I menjadi 76,34% pada siklus II dengan peningkatan 3,59%.
Peningkatan nilai relevance sebesar 3,59% ini karena pada metode pembelajaran
Jigsaw dipadu TGT terutama pada tahap diskusi kelompok ahli dan kelompok
asal.
Pada tahap diskusi kelompok ahli siswa mempelajari fenomena-fenomena
unik yang disajikan dalam soal LKS. Fenomena yang disajikan pada LKS
merupakan fenomena yang kontekstual yang harus didiskusikan bersama
kelompok ahli sehingga siswa tertarik dalam mempelajari materi biologi. Hal ini
didukung oleh pernyataan Uno (2011) menggunakan materi yang telah diketahui
oleh siswa akan lebih mudah diterima dan merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Memberikan contoh
penggunaan materi juga sangat dibutuhkan oleh siswa agar siswa tertarik dengan
pembelajaran yang guru berikan.
3. Confidence
Hasil analisis nilai motivasi belajar indikator confidence menunjukan
adanya peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Aspek confidence meningkat dari
68,11% pada siklus I menjadi 75,33% pada siklus II dengan peningkatan sebesar
7, 22%. Peningkatan ini dapat dikarenakan penggunaan model pembelajaran
Jigsaw dipadu dengan TGT terutama pada langkah diskusi kelompok asal. Dalam
kegiatan diskusi kelompok asal siswa diharuskan untuk menjelaskan materi yang
telah diperoleh dari diskusi kelompok ahli materi. Pada tahap ini siswa secara
bergantian menjelaskan materi yang dikuasainnya. Dengan memberikan
kesempatan siswa untuk melakukan tutor sebaya berdampak sekali pada rasa
kepercayaan diri siswa.
Tahap diskusi secara klasikal juga dapat meningkatkan kepercayaan diri
siswa. Pada tahap diskusi klasikal siswa secara sukarela menjawab soal yang
terdapat pada LKS dan menjelaskannya di depan kelas. Dalam memberikan
penjelasan siswa diperkenankan untuk menggunakan media papan tulis sebagai
71
media bagi siswa yang menjelaskan suatu konsep kepada siswa lain. Siswa dilatih
mengkomunikasikan konsep yang dimiliknya, secara otomatis siswa juga dilatih
untuk mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi. Keterampilan dan
kemampuan siswa inilah yang dapat dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa
dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Uno (2011) bahwa teknik yang
dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di
depan umum. Pemberian kesempatan tersebut dapat meningkatkan rasa percaya
diri akan kemampuan dalam diri siswa.
Selain dari aplikasi sintaks model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan
TGT teknik dalam mengajar juga dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa
seperti pemberian pujian kepada siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran
dan memberikan kesempatan bagi siswa yang tidak aktif untuk untuk ikut
berpartisipasi dalam pembelajaran dengan memberikannya pertanyaan yang relatif
mudah. Dengan demikian siswa menjadi tidak merasa takut untuk bertanya dan
menyampaikan suatu pendapat dalam pembelajaran.
4. Satisfaction
Hasil analisis nilai motivasi belajar indikator satisfaction menunjukkan
adanya peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Aspek satisfaction meningkat dari
71,77% pada siklus I menjadi 78,83% pada siklus II dengan peningkatan 7,06%.
Peningkatan ini dapat dikarenakan penggunaan model pembelajaran Jigsaw
dipadu dengan TGT terutama pada langkah pemberian penghargaan. Pada
kegiatan pemberian penghargaan guru memberikan penghargaan kepada siswa
dalam kelompok yang memenangkan turnamen. Dengan adanya pemberian
penghargaan bagi siswa yang berprestasi dalam proses pembelajaran, maka akan
menimbulkan rasa kepuasan bagi siswa atas usaha dan kemampuannya.
Teknik dalam mengajar juga mampu meningkatkan rasa kepuasan bagi
siswa semisal pemberian pujian maupun pemberian hadiah pada siswa yang
berhasil memberikan kesimpulan dan refleksi pembelajaran. Menurut Keller
(1987) dengan memberikan umpan balik yang relevan selama proses
pembelajaran semisal pemberian pujian atas partisipasi siswa, memberi tuntunan
72
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dalam melaksanakan PTK
menggunakan observer dengan orang yang sama agar data yang diperoleh
lebih akurat.
2. Bagi guru yang mengajar materi biologi di kelas non-IPA dapat menerapkan
pembelajaran yang menarik dan menantang seperti model pembelajaran
Jigsaw dipadu TGT untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
dikelas.
75
DAFTAR RUJUKAN
Anam, K. 2000. Implementasi Eratif Learning Adaptasi Model Jigsaw dan Field
Study. Jakarta: Dirjen Dinasmen.
Filsaime, D.K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis & Kreatif. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya
Hamid, S., Mas’ud, A., Ahmad, H. 201. Penerapan Model Pembelajaran Team
Game Tournament (TGT) dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Biologi
Siswa Di MTS Negeri Dowora. Jurnal Bioedukasi, (Online), 2 (2): 221-
228,
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=338546&val=7064&
title=PENERAPAN%20MODEL%20PEMBELAJARAN%20TEAM%20
GAME%20TOURNAMENT%20(TGT)%20DALAM%20MENINGKAT
KAN%20HASIL%20BELAJAR%20IPA%20BIOLOGI%20SISWA%20D
I%20MTs%20NEGERI%20DOWORA), Diakses pada tanggal 7 Mei
2018.
Hermayani, A. Z., Dwiastuti, S., & Marjono. 2015. Peningkatan Motivasi Belajar
dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Ekosistem Melalui
Penerapan Model Inkuiri Terbimbing. Bioedukasi Jrnal Pendidikan
Biologi, (Online), 6 (2): 1-7,
(https://www.google.co.id/?gws_rd=cr&ei=WN9hWN2cGIfWvATS9J3g
DA#), diakses Desember 2016.
Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Media
Utama.
Keller, J.M. 2010. Motivation Design for Learning and Performance The ARCS
models Approach. USA: Florida State University.
Keller, J.M. 1987. Motivation Design for Learning and Performance The ARCS
models Approach. USA: Florida State University.
Kesnajaya, I.K., Dantes, N., & Dantes, G.D. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas V pada SD Negeri 3 Tianyar Barat. Jurnal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesa, (Online), 5 (1)
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24410/1/ANGG
A), diakses tanggal 15 September 2016.
Pebruanti, L. 2015. Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran
Pemograman Dasar Menggunakan Modul Di SMKN 2 Sumbawa. Jurnal
Pendidikan Vokasi, (Online), 5 (3)
(http://journal.uny.ac.id/index.php/jpv/article/download/6490/5588 )
diakses tanggal 15 September 2015.
Purwanti, L.A. 2015. Studi Awal Persepsi Guru Terhadap Penerapan Model
Kooperatif Tipe TGT dan Kendala Dalam Pelaksanaan Kegiatan
Pembelajaran Pada Mata Pelajaran IPA di MTsN Semerah Kerinci Jambi.
Makalah disajikan dalam Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan
Pembelajaran Sains, Bandung, 8 dan 9 Juni 2015 (Online)
(http://portal.fi.itb.ac.id/snips2015/files/snips_2015_lina__purwanti_66c60
685e5ce5f71e7fc9b15f25016e9.pdf ), diakses tanggal 15 September 2016.
Rochmah, S N., Widayati,S., Arif, M. 2009. Biologi SMA/MA Kelas XI. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Slavin, R.E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Slavin, R.E. 2010. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Slavin, R.E. 2016. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Susilo, H., Chotimah, H., & Sari, Y. D. 2011. Penelitian Tindakan Kelas, sebagai
Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang:
Bayumedia.
Tenzer, A., Lestari U., Gofur., Rahayu, S.E., Masjhudi., Handayani, N.,
Wulandari, N., & Maslikah, S.I. 2013. Struktur Perkembangan Hewan (SPH
1) Bagian 2. Malang: Universitas Negeri Malang.
Uno B.H. 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.