Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses dinamis dan berkelanjutan yang


bertugas memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan minat mereka masing-masing.
Salah satu pendidik paling berpengaruh pada awal abad kedua puluh adalah
seorang filsuf yakni John Dewey, ia meyakini bahwa pendidikan memiliki
tanggung-jawab untuk meningkatkan minat siswa, memperluas dan
mengembangkan horizon keilmuan mereka, dan membantu mereka agar mampu
menjawab tantangan dan gagasan baru di masa mendatang (Huda, 2011:3).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan harus dapat
menciptakan suasana senang dengan hal yang dipelajari serta harus mendapatkan
kecakapan dari kegiatan belajar.
Proses pembelajaran di sekolah harus mengacu pada kurikulum yang
berlaku saat ini, yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mempunyai tujuan untuk
mendorong siswa agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya,
bernalar, dan mengomunikasikan dari apa yang diperoleh atau diketahui setelah
menerima materi pelajaran (Mulyasa, 2013). Pembelajaran sebaiknya harus selalu
diupayakan untuk mengembangkan kecakapan hidup abad 21, sehingga siswa
mampu menghadapi kehidupan abad 21 yang kompetitif dan menuntut sumber
daya manusia yang berkualitas serta memiliki kompetensi dalam berbagai bidang
kehidupan (Mardiana, 2016).
Proses pembelajaran di kelas telah diatur dalam Peraturan Mendikbud
Nomor 22 Tahun 2016. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Melalui peraturan ini dapat diartikan bahwa pendidikan di Indonesia

1
2

mengharapkan terlaksanakannya pembelajaran aktif yang berpusat kepada siswa


guna mewujudkan ketercapaian suatu standar kompetensi lulusan.
Kenyataan yang terjadi dalam pembelajaran mata pelajaran Biologi di
sekolah, guru sering menerapkan proses pembelajaran monoton. Pelajaran Biologi
dianggap sebagai materi yang dapat dihafalkan saja, sehingga guru cenderung
mengajar dengan menerapkan pembelajaran konvensional dimana guru
berceramah dan siswa sebagai pendengar. Proses pembelajaran seperti ini dapat
menyebabkan kegiatan belajar menjadi pasif dan bersifat wacana secara verbal
saja, dengan demikian hasil belajar biologi tidak dapat diperoleh secara optimal.
Permasalahan tersebut ternyata terjadi pula di kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama pelaksanaan KPL
(Kajian Pengalaman Lapangan) pada bulan Agustus-September 2016 di kelas X1
IPS 3 SMA Negeri 1 Gondanglegi diketahui bahwa guru masih menerapkan
metode pembelajaran yang konvensional. Proses pembelajaran dilaksanakan
dengan cara guru memberikan ceramah sedangkan siswa mencatat apa yang
disampaikan oleh guru. Guru juga jarang menggunakan media seperti power-point
untuk menerangkan materi yang bersifat abstrak, akibatnya proses pembelajaran
menjadi pasif dan siswa kurang tertarik dalam belajar biologi. Program Lintas-
minat di kelas XI SMA Negeri 1 Gondanglegi ternyata bukan merupakan suatu
program yang bebas dipilih oleh siswa, namun merupakan program yang harus
ditempuh oleh setiap siswa, baik program IPA, IPS, maupun Bahasa. Bagi
sebagian besar siswa program IPS pelajaran Biologi masih dianggap sebagai
pelajaran yang tidak diperlukan, sehingga siswa merasa kurang tertarik untuk
mempelajari materi biologi. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran salah satunya adalah motivasi
belajar siswa. Semakin besar motivasi belajar siswa, maka semakin besar pula
keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar yang maksimal (Hermayani,
dkk., 2015).
Berdasarkan wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran Biologi
kelas XI Lintas-minat 3 yang dilaksanakan di depan teras kelas pada tanggal 24
April 2017 diketahui bahwa metode yang sering digunakan guru dalam proses
3

pembelajaran di kelas adalah metode diskusi, presentasi dan kuis. Kemampuan


siswa secara klasikal dalam menerima pelajaran Biologi cukup baik, namun
terkadang siswa cepat melupakan materi yang telah diajarkan pada pertemuan
sebelumnya. Bahan ajar dan media yang digunakan guru dalam mengajar
pelajaran Biologi dikelas yakni dengan menggunakan buku teks, LKS, serta media
realia. Terdapat dua siswa yang mengalami kesulitan belajar akibat permasalahan
pribadi siswa yang menyebabkan siswa sulit fokus terhadap pelajaran di kelas.
Dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut, guru
memberikan intruksi khusus pada siswa terkait dengan harapan agar siswa tidak
ketinggalan materi pelajaran. Kendala yang dihadapi guru dalam mengajar mata
pelajaran Biologi dikelas XI Lintas-minat 3 yakni: (1) respon siswa terhadap
pelajaran masih rendah, (2) minat siswa terhadap pelajaran Biologi rendah, (3)
literatur yang terbatas, dan (4) pengetahuan tentang biologi masih sangat kurang.
Menurut hasil wawancara dengan siswa kelas XI Lintas-minat 3 yang
dilaksanakan pada tanggal 24 April 2017 di kanopi taman SMAN 1 Gondanglegi,
diketahui bahwa guru sering menggunakan metode diskusi melalui kegiatan
berkelompok dalam mengerjakan soal-soal LKS. Guru sangat jarang memberikan
penjelasan yang menguatkan jawaban dari siswa. Siswa mengaku sangat bosan
dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru, mereka merasa bahwa tugas
yang diberikan oleh guru sangat memberatkan baginya, serta evaluasi yang
diberikan oleh guru sering tidak sesuai dengan apa yang dipelajari oleh siswa.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru maupun siswa dapat diartikan bahwa
siswa kelas XI Lintas-minat 3 membutuhkan proses pembelajaran yang
bermakna, menyenangkan, serta menantang untuk dapat meningkatkan motivasi
siswa dalam belajar.
Keller (2010:47) menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang
dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yang disebut sebagai model ARCS.
Melalui prinsip model ARCS ukuran suatu motivasi belajar siswa dapat terukur.
Model ARCS mencakup perhatian (Attention), relevansi (Relevance), kepercayaan
diri (Confidence), dan kepuasan (Satisfaction). Attention (perhatian) diartikan
sebagai perhatian yang menunjukan pada rasa tertarik pada suatu masalah yang
sedang dipelajari, relevance (ketertarikan) diartikan sebagai keterkaitan atau
4

kesesuaian antara materi pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar


siswa, confidence (percaya diri) diartikan sebagai rasa yakin pada diri siswa yang
berhubungan dengan harapan untuk berhasil, sedangkan satisfaction (kepuasan)
diartikan sebagai perasaan gembira yang timbul jika seseorang mendapatkan
penghargaan terhadap dirinya atas ketercapaiannya.
Berdasarkan data pra-penelitian melalui pemberian angket motivasi ARCS
kepada siswa XI Lintas-minat 3 yang dilaksanakan pada tanggal 24 April 2017
didapatkan nilai motivasi belajar Biologi siswa sebesar 61,94%, dengan rincian
attention 62,00%, relevance 64,37%, confidence 61,55%, dan satisfaction
59,83%, dengan demikian dapat diartikan bahwa motivasi belajar siswa terhadap
pelajaran Biologi rendah. Permasalahan rendahnya motivasi belajar yang dialami
siswa kelas XI Lintas-minat 3 ternyata berdampak pula pada rendahnya nilai hasil
belajar Biologi siswa. Berdasarkan data rekapitulasi nilai ulangan harian pada
materi jaringan tumbuhan menunjukkan hasil belajar yang tidak optimal, dari
sebanyak 25 siswa dalam satu kelas, diketahui hanya ada 7 siswa atau 28% siswa
yang mencapai nilai KKM, 73% siswa lainnya dinyatakan belum tuntas. Nilai
KKM (Ketuntasan Kriteria Minimum) yang ditentukan sekolah yakni sebesar 70.
Berdasarkan fakta tersebut, perlu dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa di kelas XI Lintas-minat 3
SMAN 1 Gondanglegi.
Strategi pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif dan
memfasilitasi seluruh siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan
penuh percaya diri serta dapat meningkatkan hasil belajar perlu diterapkan.
Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan sebagai solusi dalam mengatasi
permasalahan ini. Menurut Slavin (2016) Pembelajaran kooperatif bukan hanya
sebuah teknik pengajaran yang bertujuan untuk meningkatkan pencapaian prestasi
para siswa, melainkan juga cara untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang
pro-sosial di dalam kelas yang penting untuk memperluas perkembangan
interpersonal dan keefektifan dalam belajar.
Model pembelajaran kooperatif yang sering digunakan untuk mengatasi
masalah kurangnya minat belajar siswa adalah Jigsaw. Model pembelajaran
Jigsaw memiliki keuntungan yaitu dapat menciptakan situasi belajar aktif serta
5

memberi kesempatan semua siswa untuk menjadi ahli dalam setiap bidang materi.
Menurut Susilo (2005) model pembelajaran Jigsaw dipandang dapat
meningkatkan rasa tanggung-jawab terhadap kemampuan menguasai materi
pelajaran secara mandiri karena setelah siswa berdiskusi pada kelompok ahli,
maka berkewajiban menyampaikan informasi hasil diskusi kepada teman pada
kelompok asal, dengan menganggap setiap siswa sebagai ahli diharapkan
pembelajaran ini dapat membuat siswa lebih percaya diri dan hasil belajar siswa
dapat meningkat. Menurut Lela, dkk., (2012), model pembelajaran Jigsaw
ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar biologi siswa
kelas VIII-3 pada siklus I diperoleh rata-rata nilai sebesar 67,03 berubah menjadi
71,25 pada siklus II, dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan model
pembelajaran jigsaw efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran Jigsaw juga memiliki kelemahan, diantaranya
pengalaman belajar siswa menjadi tidak sama, serta informasi yang disampaikan
oleh siswa yang kurang percaya diri akan menjadi hambatan bagi pemahaman
konsep suatu materi (Susilo, 2005). Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka
perlu dipadukan dengan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
Menurut Purnamasari (2014) berdasarkan temuan di lapangan menunjukkan
bahwa model pembelajaran TGT dapat membuat peserta didik merasa lebih
tertantang dan bersemangat untuk mempelajari materi pelajaran sehingga melatih
kemandirian belajar peserta didik. Perpaduan model ini perlu dilakukan agar
kegiatan pembelajaran menjadi aktif, menarik dan menantang, sehingga dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar Biologi siswa di kelas XI Lintas-minat 3
SMA Negeri 1 Gondanglegi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Apakah model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMA Negeri 1 Gondanglegi ?

2. Apakah model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat meningkatkan


hasil belajar siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMA Negeri 1 Gondanglegi ?
6

C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa, diharapkan siswa mendapatkan pengalaman baru dalam belajar
biologi sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
2. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan dalam
memilih model pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa.
3. Bagi sekolah, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi
dan model pembelajaran yang dapat diterapkan, yang mampu meningkatkan
kualitas proses pembelajaran di sekolah.
4. Bagi peneliti, diharapkan dapat memperoleh pengalaman dalam penerapan
model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT untuk meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa.
5. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan digunakan sebagai referensi untuk
mengembangkan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Jigsaw
dipadu dengan TGT lebih lanjut.

D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Supaya permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas maka ruang
lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dalam penelitian ini motivasi siswa yang diteliti dan ditingkatkan adalah
motivasi ekstrinsik (motivasi yang lahir dari pengaruh lingkungan) yang
meliputi 4 indikator, yaitu : attention, relevance, confidence, dan satisfaction
yang diukur dengan menggunakan lembar angket motivasi model ARCS.
2. Hasil belajar pada penelitian ini yang akan diukur hanya berfokus pada ranah
kognitif. Ranah kognitif diukur berdasarkan hasil test di setiap akhir siklus.
3. Materi yang diajarkan pada penelitian ini yaitu materi pada KD 3.10, 3.11,
4.10, dan 4.11mengenai sistem koordinasi dan zat psikotropika.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
7

1. Model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT adalah pembelajaran yang


menggabungkan antara sintaks model Jigsaw dengan sintaks model TGT.
Pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT diukur
menggunakan lembar keterlaksanaan pembelajaran yang diisi oleh observer.
2. Motivasi belajar siswa adalah suatu keadaan yang mendorong, merangsang
atau menggerakan keinginan siswa untuk belajar dalam usaha memperoleh
ilmu dari kegiatan pembelajaran. Motivasi belajar yang diukur adalah motivasi
ekstrinsik yang meliputi indikator attention, relevance, confidence, dan
satisfaction selama proses pembelajaran berlangsung. Motivasi belajar diukur
dengan menggunakan lembar angket motivasi ARCS.
3. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif
yang diukur dengan menggunakan soal tes akhir siklus.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku


tertentu sehingga siswa akan berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang
oleh manfaat atau keuntungan yang diperoleh. Dalam pembelajaran, motivasi
akan nampak melaui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses,
motivasi juga ditunjukkan melalui kemampuan untuk bekerja dalam melakukan
suatu tugas (Kesnajaya, dkk., 2015).
Menurut Yulaikah (2012) Suasana yang kurang termotivasi akan menjadi
kendala serius dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru harus
menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai kondisi pembelajaran
kearah tujuan. Motivasi sangat penting bagi siswa karena dapat mempengaruhi
perilaku dalam pembelajaran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Motivasi
dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), dan
selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa untuk
mengerjakan tugas berikutnya (Kesnajaya, dkk., 2015).
Menurut Purwanti (2015) ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi tinggi
adalah (1) merasa senang dalam belajar; (2) ingin mendalami lebih jauh materi
yang dipelajari; (3) mempunyai semangat untuk berprestasi; (4) menyadari
pentingnya belajar; (5) memiliki ketekunan dalam belajar; (6) mempunyai cita-
cita untuk masa depan. Menurut Keller (2010:47) motivasi belajar yang dapat
diukur pada penelitian meliputi 4 komponen ARCS antara lain :
1. Attention (Perhatian)
Perhatian adalah bentuk pengarahan untuk dapat berkonsultasi/pemusatan
pikiran dalam menghadapi siswa dalam peristiwa proses belajar mengajar di
kelas. Perhatian dapat pula menunjukan pada rasa tertarik pada suatu masalah
yang sedang dipelajari.

8
9

2. Relevance (Ketertarikan)
Relevance diartikan sebagai keterkaitan atau kesesuaian antara materi
pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar siswa. Relevance
(keterkaitan) ini otomatis dapat menimbulkan motivasi belajar dalam diri siswa
karena siswa merasa bahwa materi pelajaran yang disajikan mempunyai manfaat
langsung secara pribadi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Motivasi belajar siswa
akan bangkit dan berkembang apabila mereka merasakan bahwa apa yang
dipelajari itu memenuhi kebutuhan pribadi, bermanfaat serta sesuai dengan nilai
yang diyakininya.
3. Confidence (Percaya Diri)
Confidence yaitu menumbuhkan rasa yakin (percaya diri) pada siswa.
Komponen ini kaitannya dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang
berhubungan dengan harapan untuk berhasil. Sikap seseorang yang merasa yakin,
percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka dalam
bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Siswa yang memiliki sikap
percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan
prestasi yang baik secara terus menerus.
4. Satisfaction (Kepuasan)
Kepuasan yang dimaksud adalah perasaan gembira, perasaan ini dapat
menjadi positif yaitu timbul kalau orang mendapatkan penghargaan terhadap
dirinya. Perasaan ini dapat meningkat kepada perasaan percaya diri siswa nantinya
dengan membangkitkan semangat belajar, diantaranya dengan mengucapkan
“baik”, “bagus”, dan seterusnya bila peserta didik menjawab atau mengajukan
pertanyaan, memuji dan memberi dorongan, dengan senyuman, anggukan dan
pandangan yang simpatik atas partisipasi siswa, memberi tuntunan pada siswa
agar dapat memberi jawaban yang benar dan memberi pengarahan sederhana agar
siswa memberi jawaban yang benar.
Menurut Kompri (2016) Motivasi berfungsi sebagai berikut.
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
10

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus


dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisih perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujua tersebut.

B. Hasil Belajar Kognitif


Hasil belajar dapat ditinjau dari 2 sudut pandang yaitu dsari sisi siswa dan
dari sudut pandang guru. Dilihat dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar.
Sedangkan dari sisi guru hasil belajar adalah saat terselesaikannya bahan pelajaran
(Dimyati & Mudjiono, 2006). Sedangkan menurut Hamalik (2006:30) hasil
belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku
pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan hasil definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia
menerima proses pembelajaran atau pengalaman belajarnya.

Guru dalam mengevaluasi hasil belajar umumnya meliputi ranah kognitif,


afektif, dan psikomotor. Aspek afektif diperoleh dari aktivitas menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Aspek kognitif
diperoleh dari aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta. Sedangkan aspek psikomotor diperoleh dari aktivitas
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Ketiga aspek
pembelajaran tersebut diterapkan secara langsung dan saling berkaitan satu sama
lain. Ketiga aspek tersebut diyakini sebagai inti pokok pembelajaran saintifik
yang diberikan dengan porsi seimbang dari ketiganya. Keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia (soft skill) dengan kecakapan dan
kemampuan untuk menjadi manusia (hard skill) sebagai hasil akhir dari
pembelajaran (Pebruanti, 2015).
11

Teknik penilaian terhadap pengetahuan dalam konteks Ranah Kognitif


dikembangkan dalam tes tertentu. Ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom
yang telah direvisi (Krathwohl dan Anderson, 2010) terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:
1. Remember (C1), mengingat pengetahuan yang didapat. Mengingat merupakan
proses pengolahan pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang.
Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan hasil mengingatnya dengan
peristiwa lain untuk membangun pengetahuan baru atau memecahkan masalah
baru agar pembelajaran lebih bermakna.
2. Understadand (C2), menjelaskan atau memahami sebuah pengertian.
Mengerti merupakan proses membangun makna dari informasi yang diberikan
melalui komunikasi lisan tertulis, gambar, dan grafik.
3. Apply (C3), menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi baru.
Mengaplikasikan merupakan kemampuan menggunakan konsep atau prosedur
yang dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari atau pemecahan masalah.
4. Analyze (C4), menguraikan informasi, menemukan asumsi, membedakan fakta
dan opini, serta menemukan hubungan sebab akibat.
5. Evaluate (C5), melakukan keputusan terhadap hasil analisis untuk membuat
kebijakan atau tindakan.
6. Create (C6) membuat sebuah produk. Mengkreasi merupakan proses kognitif
yang melibatkan kemampuan mewujudkan suatu konsep ke dalam suatu
produk.
Keberhasilan dan kegagalan dalam proses belajar mengajar tidak dapat
dilihat dari satu faktor saja tetapi perlu memandang dari berbagai segi atau faktor
yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi
2 golongan yaitu sebagai berikut.
1. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis
meliputi kondisi fisik, kondisi panca indera, sedangkan faktor psikologis
meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.
2. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dan instrumental. Faktor
lingkungan meliputi alam dan sosial sedangkan faktor instrumental yaitu
kurikulum/bahan ajaran, guru, sarana dan fasilitas, dan
administrasi/manajemen (Purwanto, 2007).
12

C. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan partisipasi


siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Siswa bekerja sama
dengan anggota yang lainnya dimana mereka memiliki dua tanggung jawab, yaitu
belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk
belajar (Rusman, 2012:203). Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan suasana
ruang kelas yang terbuka (inclusive). Hal ini disebabkan pembelajaran ini mampu
membangun keberagaman dan mendorong koneksi antar siswa. Jadi pembelajaran
kooperatif cocok diterapkan bagi siswa yang berkemampuan rendah maupun bagi
siswa-siswa yang diidentifikasi “beresiko gagal” (at risk), “berdwibahasa”
(bilingual), “berbakat (gifted), dan “normal” (normal) (Huda, 2011).
Ciri-ciri dalam pembelajaran kooperatif menurut Purwanti (2015) adalah:
1. setiap anggota memiliki peran,
2. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa,
3. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman
dalam sekelompoknya,
4. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok,
5. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

D. Model Pembelajaran Jigsaw

Model pembelajaran Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran


kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai
materi untuk mencapai prestasi yang maksimal. Huda (2011) menjelaskan bahwa
saat melaksanakan model pembelajaran Jigsaw, siswa bekerja kelompok selama
dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri dan dalam kelompok ahli.
Perkumpulan siswa yang memiliki bagian informasi yang sama dikenal dengan
istilah kelompok “ahli”. Dalam kelompok “ahli” ini masing-masing siswa saling
berdiskusi dan mencari cara terbaik bagaimana menjelaskan bagian informasi itu
kepada teman-teman satu kelompoknya yang semula. Setelah diskusi selesai,
semua siswa dalam kelompok “ahli” ini kembali ke kelompoknya yang semula,
dan masing-masing dari mereka mulai menjelaskan bagian informasi tersebut
13

kepada teman-teman satu kelompoknya. Jigsaw merupakan strategi yang menarik


untuk digunakan, materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa
bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian.

E. Keunggulan Model Pembelajaran Jigsaw

Menurut Putra (2014) keunggulan dari model pembelajaran Jigsaw yaitu:


1. meningkatkan hasil belajar,
2. meningkatkan daya ingat,
3. dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi,
4. mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu),
5. meningkatkan hubungan antara manusia yang heterogen,
6. meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah,
7. meningkatkan sifat positif terhadap guru,
8. meningkatkan harga diri anak,
9. meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif,
10. meningkatkan keterampilan hidup dalam bergotong-royong.
Menurut Susilo (2005) model pembelajaran Jigsaw dipandang dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kemampuan menguasai materi
pelajaran karena setelah siswa berdiskusi pada kelompok ahli, maka berkewajiban
menyampaikan informasi hasil diskusi kepada teman pada kelompok asal.

F. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw


Langkah model pembelajaran Jigsaw secara umum terdiri dari tahap,
yaitu: (1) pembentukan kelompok asal, (2) pembentukan kelompok ahli, (3)
diskusi kelompok ahli, dan (4) diskusi kelompok asal. Menurut Aronson (2010),
langkah-langkah pembelajaran jigsaw dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sedangkan
menurut Johnson (2007) langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
menerapkan model pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut.
1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4–6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok
ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan
dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai
14

dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap
siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut.
Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam
kelompok yang disebut kelompok ahli .
2. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang
sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya
jika kembali ke kelompok asal.
3. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan
informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun
kelompok asal.
4. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
Tabel 2.1 Langkah Pembelajaran Jigsaw
Tahap Kegiatan Keterangan
1 Membentuk kelompok asal Guru membagi siswa dalam kelompok asal
yang heterogen yang berjumlah 4-6 siswa
2 Memberi Tugas/materi Guru/siswa membagi tugas /materi yang
berbeda pada tiap siswa dalam kelompok
3 Membentuk kelompok ahli Siswa dari masing-masing kelompok asal
bergabung dengan siswa lain yang memiliki
segmen materi yang sama
4 Diskusi kelompok ahli Siswa berdiskusi dalam kelompok
berdasarkan persamaan materi masing-masing
5 Diskusi kelompok asal Siswa kembali ke kelompok asalnya dan
bergiliran mengajarkan materi kepada anggota
kelompok lain
6 Evaluasi Guru melakukan penilaian
Diadaptasi dari: Aronson (2010)

G. Pengertian Teams Games Tournament (TGT)


Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, kegiatannya berpusat kepada siswa tanpa
memandang adanya perbedaan status, melibatkan siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement (penguatan). Para siswa dibagi
15

dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda
tingkat kemampuannya. Guru menyampaikan pelajaran,lalu siswa bekerja dalam
tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota telah menguasai materi
pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, dimana siswa memainkan game
akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya
(Slavin, 2009). Melalui pembelajaran tersebut siswa akan menikmati bagaimana
suasana turnamen dan arena kompetisi dengan kelompok-kelompok yang
memiliki komposisi kemampuan yang setara, maka kompetisi dalam TGT terasa
lebih fair dibandingkan kompetisi dalam pembelajaran-pembelajaranlain (Huda,
2011). Aktivitas belajar siswa pada TGT dapat membentuk karakter siswa
(Purwanti, 2015).
Menurut Slavin (2010) model TGT terdiri atas lima komponen utama.
Deskripsi dari setiap komponen dijelaskan sebagai berikut.
1. Presentasi kelas (Presentation)
Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti diskusi pelajaran yang
dipimpin oleh guru, atau dapat juga dengan menggunakan presentasi audiovisual.
2. Kelompok (Team)
Kelompok terdiri dari 3 sampai 5 siswa yang memiliki komposisi kelompok
berdasarkan kemampuan akademik, ras, etnik, dan gender.
Keberhasilan kelompok sangat dipengaruhi oleh keberhasilan setiap individu
dalam kelompok. Belajar dalam tim biasanya berupa pembahasan permasalahan
bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman
apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
3. Permainan (Games)
Pertanyaan dalam permainan dirancang dari materi yang relevan dengan materi
yang telah disampaikan guru pada presentasi kelas untuk menguji pengetahuan
siswa yang telah diperoleh. Permainan dilakukan di atas meja dengan 3 atau 4
orang siswa (sesuai jumlah kelompok), perwakilan setiap kelompok.
4. Pertandingan (Tournament)
Pertandingan adalah susunan beberapa permainan yang dipertandingkan di meja
turnamen. Pertandingan dilakukan setelah guru memberikan presentasi kelas dan
kelompok melaksanakan kerja kelompok, biasanya dilaksanakan pada akhir
16

minggu atau akhir unit. Saat pertandingan, guru menempatkan beberapa siswa
berkemampuan tinggi dari setiap kelompok pada meja turnamen 1, siswa
berkemampuan sedang di meja turnamen 2 atau 3, dan siswa berkemampuan
rendah pada meja turnamen 4.
5. Penghargaan (Reward)
Kelompok yang mencapai skor rata-rata berdasarkan kriteria tertentu akan
mendapatkan penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik atau
menempatkan foto anggota tim mereka di ruang kelas.

H. Keunggulan Model Pembelajaran TGT


Purwanti (2015) berpendapat bahwa dalam TGT teman satu tim akan saling
membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari
lembar kegiatan dan menjelaskan masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa
sedang mengikuti permainan (game), temannya tidak boleh membantu. Hal ini
untuk memastikan telah terjadi tanggung jawab individual. Model pembelajaran
TGT ini diharapkan dapat menciptakan suasana baru dalam pembelajaran yang
menyenangkan dan dapat meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan
berpikir.
Menurut Purnamasari (2014) berdasarkan temuan di lapangan menunjukkan
bahwa model pembelajaran Kooperatif TGT menjadikan peserta didik merasa
lebih tertantang dan bersemangat untuk mempelajari materi pelajaran sehingga
melatih kemandirian belajar peserta didik. Oleh karena itu, maka disarankan agar
guru menerapkan model pembelajaran TGT sebagai salah satu alternatif
pembelajaran dalam pembelajaran, dengan tujuan untuk dapat meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

I. Langkah-langkah Model Pembelajaran TGT


Langkah-langkah model TGT dituliskan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran TGT
Tahap Deskripsi
Tahap 1: Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
memotivasi siswa secara umum yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa untuk belajar
17

Tahap Deskripsi
Tahap 2: Pembentukan kelompok Guru membagi siswa menjadi kelompok
heterogen secara heterogen, setiap kelompok terdiri atas
4-5 orang
Tahap 3: Menyajikan materi Guru menyajikan materi pelajaran secara
pembelajaran umum kepada siswa dengancara demonstrasi
lewat bahan bacaan atau LKS
Tahap 4: Turnamen Guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnamen kemudian membagi
perangkat pertandingan kepada setiap
kelompok.
Tahap 5: Penghargaan kelompok Guru memberikan penghargaan kepada
kelompok yang memiliki poin tertinggi
(Sumber: Slavin, 2010)
Menurut (Purwanti, 2015) langkah-langkah utama dalam pelaksanaan
model pembelajaran TGT secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan
ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik
materi yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang
bersangkutan. Pada kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat
mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase
ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor
kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.
2. Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)
Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan
4-6 orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang.
Fungsi kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk
belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu
anggota yang kemampuan akademiknya kurang sehingga mereka secara tim
nantinya siap untuk mengikuti kuis. Kekompakkan kerjasama tim akan mampu
meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan
keakraban antar siswa.
3. Tahap Permainan (Games Tournament)
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan. Materinya terdiri
dari sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan
18

oleh guru pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa
setelah memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di
kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi meja turnamen diatur sebagai
berikut.
4. Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok
Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota
setiap kelompok, kemudian dicari rata-rata skor turnamennya. Dari skor Rata-
rata kelompok ini guru dapat memberikan penghargaan kepada kelompok
pemenang turnamen.

J. Hasil Penelitian Model Pembelajaran Jigsaw dan Teams Games


Tournament (TGT) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang telah dilakukan oleh
Suparman, dkk., (2014) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
pada materi pencemaran lingkungan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa kelas VII SMPN I Sahu tahun pelajaran 2013/2014 pada materi
pencemaran lingkungan. Presentase aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar
51,82% meningkat menjadi 83,32% pada siklus II. Sedangkan presentase
ketuntasan belajar pada siklus I di peroleh nilai rata-rata 16,85 % kemudian
meningkat dengan nilai rata-rata tes siklus II yaitu 81,45%. Sedangkan nilai
presentase aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan model jigsaw
pada siklus I mencapai 90,47% dan siklus II mencapai 100%. Hasil penelitian
yang dilakukan Lela, dkk., (2012), bahwa model pembelajaran Jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar biologi siswa kelas VIII-3
pada siklus I diperoleh rata-rata nilai sebesar 67,03 meningkat menjadi 71,25
pada siklus II.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2014) menunjukan bahwa
setelah menerapkan model pembelajaran Jigsaw siswa kelas IX SMP Negeri 16
Banda Aceh mengalami peningkatan prestasi belajar pada siklus I dan siklus II
pada materi penggunaan mikroorganisme dalam pembuatan tape. Penguasaan
konsep rata-rata kelas IX putra pada siklus I dari 60,38 naik menjadi 78,46,
sedangkan siswa putri mengalami kenaikan dari 62,42 menjadi 76,67. Prestasi
19

belajar pada siklus II penguasaan konsep rata-rata kelas IX putra naik menjadi
88,27, sedangkan siswa putri naik menjadi 86,8.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kesnajaya (2015) diketahui bahwa
motivasi belajar siswa Kelas V SD Negeri 3 Tianyar Barat yang mengikuti model
pembelajaran Jigsaw hasilnya lebih baik daripada motivasi belajar siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional (kelompok kontrol) pada mata
pelajaran IPA. Berdasarkan data hasil analisis multivariat dengan bantuan SPSS
17.00 for windows diperoleh nilai F sebesar 30,107 df = 1, dan Sig = 0,000. Nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan
motivasi belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran
Jigsaw dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Pada penelitian yang dilakukan Hamid (2014) penerapan model
pembelajaran Team Games Tournament dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa
antara siklus I dan siklus II. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I diperoleh
presentasi 47,83% sedangkan ketuntasan belajar siswa pada siklus II diperoleh
presentase 86,96. Penelitian lain yang dilakukan Pangestuti (2014) bahwa model
pembelajaran Biologi berbasis Reading – Concept Map – Teams Games
Tournaments dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas X IPA 4 SMA
Laboratorium UM. Berdasarkan hasil analisis tes akhir siklus siswa, diketahui
bahwa pada siklus I memiliki rata-rata nilai kelas 49,74 sedangkan pada siklus II
memiliki rata-rata nilai kelas 69,69.

K. KD 3.10 tentang Sistem Koordinasi dan KD 3.11 tentang Zat Psikotropika


1. Sistem Koordinasi
Sistem koordinasi manusia merupakan suatu sistem tubuh yang berperan
dalam mengatur integrasi tubuh. Sistem koordinasi terdiri atas sistem endokrin
dan sistem saraf yang merupakan pengendali utama dan pusat integrasi tubuh dan
sistem indera yang merupakan organ yang berperan dalam menghubungkan antara
lingkungan luar dengan lingkungan dalam tubuh.
a. Sistem Saraf
20

Secara umum sistem saraf berperan dalam (1) orientasi terhadap


lingkungan luar, yaitu menerima rangsang, menterjemahkan, dan mengadakan
respon, (2) regulasi yaitu mengatur lingkungan internal tubuh dan kesesuaian
kerja seluruh sistem organ, dan (3) sebagai tempat penyimpan informasi. Dengan
kata lain, sistem saraf merupakan suatu sistem dari bentuk reaksi tubuh dalam
beradaptasi dengan lingkungan dan pengaturan kegiatan seluruh organ tubuh.
Sistem saraf terdiri atas tiga unsur dasar, yaitu: (1) sel saraf (neuron), (2) sel
intertisial, yang meliputi neuroglia, sel neurilema dan sel satelit, dan (3) jaringan
pengikat. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi (Tenzer, 2013).
1) Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat tubuh kita terdiri atas otak dan sumsum tulang
belakang. Dua bagian tubuh inilah yang menjadi sentral pusat koordinasi tubuh
kita. Pada manusia, otak dan sumsum tulang belakang dilindungi oleh suatu
tulang. Tulang yang melindungi otak adalah tulang tengkorak, sedangkan sumsum
tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Kedua organ penting
ini juga dilindungi oleh suatu lapisan pembungkus yang tersusun dari jaringan
pengikat yang disebut meninges. Meninges terbagi menjadi tiga lapisan, meliputi
lapisan dalam disebut piameter; lapisan tengah disebut arachnoid; dan lapisan
dalam disebut durameter.
a) Otak
Otak merupakan pusat integrasi tubuh. Jutaan saraf menghubungkannya
dengan seluruh tubuh, syaraf tersebut membawa pesan baik menuju otak atau dari
otak. Berat otak manusia dewasa kurang lebih 1.300 g, di dalamnya terkandung
kurang lebih 100 milyar neuron dan 100 milyar neuroglia. Otak dapat dibagi
menjadi empat bagian pokok, yaitu: batang otak, diensefalon, serebrum, dan
serebelum. Batang otak terdiri atas: medula oblongata, pons, dan otak tengah.
Otak dibagi menjadi bagian korteks (kulit) dan medula (sum-sum). Bahan putih
terdapat pada bagian medula, sedangkan bahan kelabu terdapat pada bagian
korteks. Medula otak juga mengandung bahan kelabu, yang berupa bentukan
seperti pulau-pulau kecil yang tersusun atas kumpulan perikarion, disebut nuklei
(inti) atau pusat-pusat saraf. Dalam otak terdapat bahan kelabu luar dan bahan
21

kelabu dalam. Otak terbagi atas 3 bagian yaitu otak depan (prosensefalon), otak
tengah (mesensefalon), dan otak belakang (rombensefalon).
b) Sum-sum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang atau tali spinal merupakan tali putih kemilau
berbentuk tabung dari dasar otak menuju ke tulang belakang. Pada irisan
melintangnya, tampak ada dua bagian, yakni bagian luar yang berpenampakan
putih dan bagian dalam yang berpenampakan abu-abu dengan berbentuk kupu-
kupu. Bagian luar sumsum tulang belakang berwarna putih, karena tersusun oleh
akson dan dendrit yang berselubung mielin. Sedangkan bagian dalamnya
berwarna abu-abu, tersusun oleh badan sel yang tak berselubung mielin dari
interneuron dan neuron motorik. Apabila sumsum tulang belakang diiris secara
vertikal, bagian dalam berwarna abu-abu terdapat saluran tengah yang disebut
ventrikel dan berisi cairan serebrospinal.
2) Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi dinamakan pula sistem saraf perifer. Sistem saraf tepi
merupakan bagian dari sistem saraf tubuh yang meneruskan rangsangan (impuls)
menuju dan dari sistem saraf pusat. Karena itu, di dalamnya terdapat serabut saraf
sensorik (saraf aferen) dan serabut saraf motorik (saraf eferen). Serabut saraf
sensorik adalah sekumpulan neuron yang menghantarkan impuls dari reseptor
menuju sistem saraf pusat. Sedangkan serabut saraf motorik berperan dalam
menghantarkan impuls dari sistem saraf pusat menuju efektor (otot dan kelenjar)
untuk ditanggapi. Berdasarkan asalnya, sistem saraf tepi terbagi atas saraf kranial
dan saraf spinal yang masing-masing berpasangan, serta ganglia (tunggal:
ganglion).
b. Sistem Hormon
Hormon merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh suatu bagian dalam
tubuh. Organ yang berperan dalam sekresi hormon dinamakan kelenjar endokrin.
Disebut demikian karena hormon yang disekresikan diedarkan ke seluruh tubuh
oleh darah dan tanpa melewati saluran khusus. Di pihak lain, terdapat pula
kelenjar eksokrin yang mengedarkan hasil sekresinya melalui saluran khusus.
Jumlah hormon yang diperlukan tubuh hanya sedikit, namun keberadaan
sangatlah penting. Contoh fungsi hormon dalam tubuh yakni membantu dalam
22

proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh, proses reproduksi, metabolisme


zat, dan lain sebagainya. Hormon akan dikeluarkan oleh kelenjar endokrin bila
ada rangsangan (stimulus). Hormon tersebut akan diangkut oleh darah menuju
kelenjar yang sesuai. Akibatnya, bagian tubuh tertentu yang sesuai akan
meresponnya. Sebagai contoh, hormon insulin disekresikan pankreas saat ada
rangsangan gula darah yang tinggi, hormon adrenalin disekresikan medula adrenal
oleh stimulasi saraf simpatik, dan lain-lain.
c. Sistem Indra
1) Indra Penglihat
Secara struktural, ada beberapa lapisan yang menyusunnya, yakni lapisan
luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam. Lapisan luar bola mata manusia tersusun
atas jaringan ikat berwarna putih, keras dan serat berlapis yang dinamakan sklera.
Bila dilihat dari depan, sklera tampak berwarna putih. Sementara pada lapisan
tengahnya, bola mata manusia tersusun oleh lapisan koroid. Di dalam lapisan ini
terdapat pembuluh kapiler darah yang menyuplai makanan pada mata. Pigmennya
amat tipis dan berwarna hitam. Fungsi lapisan koroid yakni menjaga pembelokan
cahaya.
Di depan koroid, terdapat bagian yang berbentuk lingkaran dan berwarna,
yang disebut iris. Bagian tengah iris memiliki sebuah lubang sebagai tempat
masuknya cahaya yang disebut pupil. Jumlah cahaya yang masuk ke dalam pupil
dapat diatur dengan mengubah ukuran iris. Di belakang iris terdapat lensa mata.
Lensa mata melekat pada otot-otot bersilia dan ditahan oleh ligamen suspensori.
Adanya otot-otot bersilia menjadikan lensa mampu berubah bentuk baik rata
ataupun hampir bulat. Kemampuan mata yang demikian ini disebut akomodasi.
Lensa mata membagi mata menjadi dua rongga, yakni aqueous humor dan
vitreous humor. Aqueous humor merupakan rongga mata berisi cairan bening
yang berada pada bagian depan lensa. Sementara, vitreous humor merupakan
bagian belakang lensa yang berisi cairan transparan seperti jeli.
Pada bagian belakang mata, tepatnya bagian dalam koroid mata terdapat
sel-sel fotoreseptor. Bagian ini disebut retina. Sesuai bentuknya, di dalam retina
terdapat dua sel fotoreseptor yang peka terhadap cahaya, yakni sel batang
(basilus) dan sel kerucut (konus). Sel batang mengandung pigmen rodopsin, yang
23

dikhususkan untuk penglihatan hitam-putih dalam cahaya redup, serta untuk


membedakan gelap dan terang, tetapi tidak dapat menghasilkan penglihatan yang
berwarna. Sedangkan sel kerucut mengandung pigmen iodopsin, yang
dikhususkan untuk melihat benda yang berwarna dan dapat menghasilkanb
bayangan yang tajam, dalam cahaya terang.
2) Indra Peraba
Permukaan meja yang kasar, permukaan kulit yang halus, rasa panas dapat
kita rasakan karena adanya suatu indra. Indra yang berperan ialah kulit. Sentuhan,
tekanan lemah, getaran, dan gerakan diterima oleh reseptor khusus. Saraf-saraf
yang berperan merespon berbagai rangsangan dan terletak pada bagian epidermis
dan dermis kulit meliputi: korposkula Pacini, merupakan ujung saraf perespon
tekanan kuat; korpuskula Ruffini merupakan ujung saraf sekeliling rambut sebagai
penerima respon berupa rabaan; korpuskula Meissner dan lempeng (diskus)
Merkel, sebagai ujung saraf sentuhan dan tekanan ringan; korpuskula Krause,
yakni penerima respons rangsangan dingin; dan rasanyeri yang direspons oleh
ujung saraf selaput. Berbagai saraf ini berperan sebagai saraf sensorik yang akan
menghantarkan impuls menuju sistem saraf pusat. Letak berbagai saraf ini juga
tidak tersebar merata pada seluruh bagian kulit kita. Oleh karenanya,
kemungkinan bagian tubuh yang satu kemungkinan akan lebih peka terhadap
rangsangan tertentu dibandingkan bagian lainnya. Semisal, ujung jari kita akan
lebih peka terhadap sentuhan daripada kulit lutut.
3) Indra Pendengar
Suara musik dan penyanyi yang merdu, suara pesawat yang bising, hingga
suara jangkrik yang menghiasi malam dapat kita dengarkan karena ada organ
tertentu pada tubuh yang berperan. Organ yang berperan yakni telinga.
Gelombang suara yang merambat melalui udara dan masuk ke telinga membuat
suara tersebut terdengar. Di dalam telinga, gelombang suara akan diubah menjadi
getaran yang selanjutnya diterima oleh fonoreseptor. Berikut akan disampaikan
struktur, fungsi dan mekanisme penghantaran impuls pada telinga. Secara
struktural, telinga manusia terbagi menjadi tiga bagian, meliputi telinga bagian
luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian dalam. Telinga bagian luar terdiri
atas daun telinga, liang telinga, dan gendang telinga (membran timpani).
24

4) Indera Pembau
Bau farfum yang harum dan bau masakan yang nikmat dapat kita rasakan
karena adanya indra pembau. Organ yang berperan sebagai indra pembau ialah
hidung. Hidung memiliki reseptor khusus yang disebut kemoreseptor. Bagian
yang berperan sebagai kemoreseptor pada hidung yakni sel olfaktori yang terletak
pada jaringan epitel olfaktori di langit-langit rongga hidung. Setiap epitel olfaktori
pada kedua rongga hidung mempunyai ukuran luas kurang lebih 250 mm2. Udara
yang masuk ke dalam rongga hidung tentu akan melaluinya. Di dalam sel-sel
olfaktori terdapat sekumpulan rambut mikro atau silia. Silia akan mendeteksi
partikel-partikel pembawa bau tertentu dari udara, yang melewati hidung sehingga
mendarat pada silia. Partikelpartikel ini larut dalam lapisan mukus. Silia
berhubungan dengan sel saraf olfaktori yang membawa impuls saraf menuju otak.
Berikut adalah gambar anatomi hidung manusia.
5) Indera Pengecap
Kita bisa mengatakan bahwa gula berasa manis, sedangkan obat terasa
pahit. kemudian, kita juga bisa mengatakan bahwa makanan itu enak atau
sebaliknya. Ini dapat kita ketahui karena di rongga mulut kita terdapat organ
pengecap. Organ demikian disebut lidah. Rasa berasal dari partikel-partikel kecil
dalam makanan dan minuman. Partikel kecil ini terlarut dalam ludah, sehingga
membentuk rangsangan kimia yang menyebar ke seluruh permukaan lidah.
Rangsangan direspon oleh reseptor kimia atau biasa disebut kemoreseptor.
Kemoreseptor berbentuk tunas pengecap atau kuncup rasa. Sebagian besar kuncup
rasa berada pada permukaan lidah. Sementara yang lainnya, terletak pada langit-
langit lunak tinggi di belakang mulut. Secara struktural, kuncup rasa terletak pada
epitel lidah dan bersanding dengan tonjolan-tonjolan kecil yang dinamakan papila.
Pada lidah, papila memiliki jumlah yang amat banyak, yakni sekitar 2.000 buah.
Bentuk papila ada yang besar dan kecil.
Selain ciri tersebut, kuncup rasa tersusun atas sel pendukung dan
pengecap. Pada bagian permukaan sel pengecap terdapat mikrovilus yang
merespon rangsangan berbagai rasa. Selanjutnya, sel pengecap ini berhubungan
dengan banyak sel saraf yang akan mengirimkan impuls menuju otak untuk
ditanggapi. Ada ratusan rasa yang berbeda. Namun, semuanya merupakan
25

campuran dari empat rasa pengecap dasar, yakni manis, asam, asin, dan pahit.
Berbagai rasa ini dapat dikecap oleh bagian lidah yang berbeda. Bagian depan
lidah digunakan mengecap rasa manis; bagian samping depannya berfungsi
mengecap rasa asin; bagian samping belakang pada kedua sisi lidah digunakan
sebagai pengecap rasa asam; dan bagian pangkal lidah sebagai pengecap rasa
pahit (Rochmah, 2009).

2. Psikotropika
a. Pengertian
Menurut UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika,
definisi psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah atau sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat
adiktif ini berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku.
b. Efek Samping Penggunaan Psikotropika
Psikotropika dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan
syaraf pusat, menimbulkan kelainan perilaku, yang disertai dengan timbulnya
halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan,
dan menyebabkan kertergantungan, serta mempunyai efek stimulasi (merangsang)
bagi para pemakainya.
c. Contoh Zat Psikotropika
1) Ecstasy
Ecstasy dikenal dengan nama inex, I, dan kancing. Biasanya berbentuk
tablet dan kapsul. Jenis ecstasy yang populer beredar di masyarakat, yaitu alladin,
apel, electric, dan butterfly.Efek penggunaan ecstasy mengakibatkan tubuh
berenergik, tetapi mata sayu dan pucat, berkeringat, tidak bisa diam, susah tidur,
kerusakan saraf otak, dehidrasi (kurang cairan), gangguan lever, tulang dan gigi
lepas, kerusakan saraf mata, tidak nafsu makan, mual, dan muntah–muntah.
Gejala pecandu yang putus obat akan cepat marah, tidak tenang, cepat lelah, tidak
besemangat, dan ingin tidur terus.
26

2) Sabu–sabu
Nama aslinya methamphetamine, berbentuk kristal seperti gula atau
bumbu penyedap masakan. Jenisnya, gold river, coconut, dan kristal. Ditemukan
dalam bentuk kristal, tidak mempunyai warna, dan bau. Dikenal dengan julukan
glass, quartz, dan hirropon. Sabu–sabu dikonsumsi dengan cara membakarnya di
atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain.
Kemudian, asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa
yang didalamnya berisi air). Air bong tersebut berfungsi sebagai filter karena asap
kering pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih
membakar sabu–sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang
mungkin ditimbulkan aluminium foil yang tertutup. Efek yang ditimbulkan bagi
penggunanya seperti menjadi, tidak tenang, cepat lelah, tidak bersemangat, dan
ingin tidur terus. Gejala pecandu yang putus obat ini, yaitu cepat marah, tidak
tenang, cepat lelah, dan tidak bersemangat.
d. Penggolongan Zat Psikotropika
Penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif tanpa pengawasan dan
petunjuk dokter dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi sistem saraf
manusia. Obat yang digunakan manusia atas petunjuk dokter mempunyai indikasi,
kerja ikutan, dan kontra indikasi. Indikasi, artinya petunjuk yang menyatakan
khasiat obat tersebut, misalnya indikasi untuk menyembuhkan batuk, asma, pilek,
dan menambah nafsu makan. Kerja ikutan menjelaskan pengaruh yang
ditimbulkan obat di samping khasiat obat. Misalnya, membuat mulut menjadi
kering atau mengantuk. Kontra indikasi menjelaskan waktu dan kondisi,
bagaimana suatu obat tidak boleh digunakan. Misalnya, dilarang digunakan untuk
perempuan yang sedang hamil atau tidak dianjurkan untuk mereka yang lemah
jantung.Dalam pemberian obat-obatan tersebut, ada batasan yang dikenal dengan
ADI (Acquared Dailiy Intake), yaitu batas pemberian obat dalam sehari dengan
satuan mg. Ketiga jenis bahan di atas mempunyai pengaruh berbeda sehingga
digolongkan sebagai berikut.
1) Obat psikoaktif
Obat psikoaktif adalah obat yang digunakan di bidang ilmu kedokteran jiwa
untuk mengobati penyakit mental dan syaraf.
27

2) Stimulan
Stimulan adalah golongan obat yang dapat membuat orang lebih aktif, lebih
kuat bekerja, menghilangkan kantuk, menggugah semangat, dan memberikan
perasaan tersedianya tenaga tanpa batas.
3) Depresan
Depresan adalah jenis obat penenang, yaitu obat yang dapat menurunkan
ketegangan saraf manusia. Biasanya digunakan pada pengobatan penyakit
kejiwaan.
4) Halusinogen
Halusinogen adalah jenis obat yang menimbulkan halusinasi pada
pemakainya. Orang yang terkena halusinasi akan merasa ringan seolah-olah
melayang dan diikuti oleh perasaan yang penuh kenikmatan.
5) Euforia
Euforia adalah obat yang memberi rasa gembira pada pemakai zaat
psikotropika.
e. Dampak Personal dan Sosial Penggunaan Zat Psikotropika Berbahaya
Dampak sosial yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan zat adiktif dan
psikotropika oleh manusia, yakni:
1) susah dalam bersosialisasi,
2) tidak percaya diri,
3) sulit pengendalian diri,
4) susah menyambung pembicaraan,
5) berpikiran negatif pada diri sendiri,
6) bergembira secara berlebihan,
7) lebih banyak berdiam diri,
8) dikucilkan dalam masyarakat dan orang terdekat,
9) kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah atau
perguruan tinggi,
10) tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba akan
gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal,
11) dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta menjalani
kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya,
28

12) bisa dijebloskan ke dalam tembok derita / penjara yang sangat menyiksa lahir
batin,
13) mendorong pemakainya untuk melakukan tindak kriminal karena harganya
mahal dan sudah ketergantungan terhadap obat itu sehingga pemakai akan
memaksakan diri untuk mengkonsumsi obat itu.
f. Dampak Ekonomi Penggunaan Zat Psikotropika
Berikut ini beberapa dampak dalam bidang ekonomi akibat dari penggunaan zat
adiktif dan zat psikotropika oleh manusia.
1) Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan
kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun.
2) Masalah keuangan. Obat-obatan yang dikonsumsi biasanya mahal.Namun, bila
sudah kecanduan maka pengguna akan melakukan apa saja untuk
mendapatkannya. Mereka bisa menjual barang pribadi atau mengambil milik
orang lain dan keluarga.
3) Pemakai tidak akan dapat menabung dan memenuhi kebutuhan pokoknya
sebagai manusia biasa,karena pemakai akan lebih mementingkan obat itu
daripada kebutuhan pokoknya.
f. Tindak Pidana Psikotropika dan Zat Adiktif
1) Menggunakan untuk diri sendiri atau terhadap orang lain dikenakan ancaman
pidana mulai dari maksimal 15 tahun minimal 2 tahun dan denda maksimal 5
milyar minimal 25 juta (pasal 78).
2) Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan atau menguasai
narkotika golongan II ancaman pidana mulai dari maksimal 12 tahun minimal
5 tahun dan denda maksimal 3 milyar - minimal 100 juta (pasal 79).
3) Memproduksi, Mengolah, Mengekstraksi, Mengkonversi, Merakit Atau
Menyediakan Narkotika Golongan I, Golongan II Dan Golongan III
Dikenakan Ancaman Pidana Mulai Dari Maksimal Pidana Mati Minimal 4
Tahun Dan Denda Maksimal 7 Milyar Minimal 200 Juta (Pasal 80).
4) Mengimport, mengeksport, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual,
membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau
menukar narkotika golongan I, atau golongan II atau golongan III dikenakan
29

ancaman pidana mulai dari maksimal pidana mati minimal 4 tahun dan denda
maksimal 7 milyar minimal 200 juta (pasal 82).
5) Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan
narkotika golongan I, atau golongan II atau golongan III dikenakan ancaman
pidana mulai dari maksimal 20 tahun minimal 5 tahun dan denda maksimal
750 juta minimal 250 juta (pasal 84).
6) Menggunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri , atau golongan II atau
golongan III dikenakan ancaman pidana mulai dari maksimal 5 tahun minimal
2 tahun (pasal 85).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif. Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengkaji tentang
penerapan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan model pembelajaran TGT.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki
pembelajaran di dalam kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu upaya
untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok siswa dengan memberikan sebuah
tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan. Proses pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas ini didesain dari model Kemmis & Mc. Taggart yang
perangkatnya terdiri atas empat tahapan, yaitu planning (perencanaan), acting
(tindakan), observing (pengamatan), dan reflecting (refleksi). Proses tersebut
secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 3.1 yang menjelaskan mengenai
tahapan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini akan dilaksanakan
dalam beberapa siklus hingga terjadi peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.

Gambar 3.1. Desain Model PTK Model Kemmis & McTaggart (Sumber: Susilo,
dkk., 2011)

30
31

B. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan


Pada penelitian ini, peneliti terlibat langsung dalam proses pembelajaran
yaitu sebagai pemberi perlakuan atau sebagai guru model. Pada penelitian ini
peneliti akan bekerja sama dengan guru mata pelajaran Biologi di kelas XI Lintas-
minat 3 SMAN 1 Gondanglegi Kabupaten Malang dan juga 2 teman dari jurusan
Biologi FMIPA UM dalam pelaksanaan kegiatan, dan pengumpulan data. Selain
itu, peneliti juga bertindak sebagai pelapor hasil kegiatan.

C. Kancah Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi yang berlokasi di Desa Ketawang No.2 Kecamatan Gondanglegi,
Kabupaten Malang pada bulan Mei tahun 2017 pada KD 3.10, 3.11, 4.10, dan
4.11 dengan materi sistem koordinasi dan zat psikotropika.

D. Subjek Penelitian
Subjek yang akan diteliti adalah siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi Kabupaten Malang yang berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 12
siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

E. Data, Sumber Data dan Instrumen


Data, sumber data, dan instrumen penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada
tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Data, Sumber Data dan Instrumen Penelitian
No Data Sumber Data Instrumen Penelitian
1 Keterlaksanaan model Guru Lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran Jigsaw dipadu pembelajaran model pembelajaran
dengan TGT Jigsaw dipadu dengan TGT. (Dapat
dilihat pada Lampiran 13)

2 Motivasi Belajar Siswa Angket motivasi belajar siswa.


(Dapat dilihat pada Lampiran 15)

3 Hasil Belajar Siswa Soal tes akhir siklus. (Dapat dilihat


pada Lampiran 6 dan 11)
32

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode seperti wawancara, observasi, dan


tes. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dijelaskan dalam uraian
berikut.
1. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui proses pembelajaran dan kendala
yang dihadapi di kelas XI Lintas-minat 3. Wawancara dilakukan kepada guru
pengampu mata pelajaran Biologi dan 3 siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMAN
1 Gondanglegi.
2. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati keterlaksanaan model pembelajaran
Jigsaw dipadu dengan TGT yang dilakukan oleh guru serta untuk memperoleh
data motivasi belajar siswa. Observasi ini dilakukan oleh sebanyak 2 observer
(dengan kriteria mahasiswa jurusan Biologi FMIPA UM yang telah menempuh
mata kuliah Kajian Pengalaman Lapangan (KPL).
3. Angket
Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui tingkat motivasi belajar
siswa pada siklus I dan siklus II. Angket Motivasi belajar yang digunakan
merupakan angket motivasi belajar ARCS yang dikembangkan oleh Keller
meliputi empat indikator, yaitu Attention, Relevance, Confidence, dan
Satisfaction. Dari masing-masing indikator tersebut akan di kembangkan menjadi
beberapa item pernyataan dalam bentuk pernyataan positif dan negatif yang
nantinya responden dapat memberikan pernyataan Sangat Setuju (SS) , Setuju (S),
Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan positif akan diberi
poin 4 jika sangat setuju (SS), poin 3 jika setuju (S), poin 2 jika tidak setuju, dan
poin 1 jika sangat tidak setuju (STS), sedangkan pada butir pernyataan yang
bersifat negatif berlaku sebaliknya.
4. Tes Akhir Siklus
Pada penelitian ini akan dilakukan tes pada tiap akhir siklus untuk mengetahui
terjadinya peningkatan atau penurunan hasil belajar kognitif siswa dengan cara
membandingkan hasil tes siklus I dengan hasil tes siklus II.
33

5. Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan instrumen yang dikerjakan oleh observer
untuk mencatat segala hal yang terjadi dalam catatan singkat. Catatan ini meliputi
seluruh aktivitas siswa yang belum tercatat ketika diberi tindakan. Catatan
lapangan ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang tidak terekam
dalam lembar observasi selama proses pembelajaran berlangsung (Dapat dilihat
pada Lampiran 12).
6. Dokumentasi
Pada penelitian yang akan dilakukan, dokumentasi berupa foto-foto yang
dibutuhkan sebagai bukti keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Jigsaw
dipadu dengan TGT (Teams Games Tournament) yang dilakukan selama
penelitian.

G. Analisis Data
1. Keterlaksanaan Tindakan
Keterlaksanaan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat diukur
melalui lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Data yang diperoleh yakni dari hasil observasi oleh observer, siswa, dan guru.
Persentase keterlaksanaan tindakan dapat dihitung dengan rumus :
∑ Tindakan yang terlaksana
Keterlaksanaan tindakan = x 100%
∑ Tindakan yang seharusnya terlaksana

Adapun kategori keberhasilan tindakan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 3.2
berikut ini.
Tabel 3.2 Tabel Presentase Keterlaksanaan Pembelajaran
Persentase Penilaian (%) Taraf Keberhasilan Nilai dengan
huruf
81 – 100 Sangat Baik A
61 – 80 Baik B
41 – 60 Cukup C
21 – 40 Kurang D
0 – 20 Gagal E
Sumber: (Arikunto, 2012)
2. Hasil Motivasi Belajar Siswa
Data motivasi belajar siswa diperoleh melalui pemberian angket motivasi
belajar ARCS kepada siswa meliputi empat indikator, yaitu Attention, Relevance,
Confidence, dan Satisfaction. Dari masing-masing indikator tersebut akan di
34

kembangkan menjadi beberapa item pernyataan dalam bentuk pernyataan positif


dan negatif yang nantinya responden dapat memberikan pernyataan Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan-
pernyataan tersebut nantinya akan diubah dalam bentuk angka untuk dapat
dilakukan perhitungan. Untuk mengetahui persentase tiap-tiap indikator dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
∑ skor setiap indikator
Motivasi tiap indikator = x 100%
∑ skor maksimal

Untuk mengetahui Motivasi Belajar Klasikal diperoleh dengan menggunakan


rumus sebagai berikut.
∑ skor MBS keseluruhan
Motivasi Belajar Klasikal = x 100%
∑ siswa keseluruhan

Keterangan:
MBS = Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh data tentang persentase ketercapaian secara
klasikal. Kemudian data persentase tersebut dikelompokkan dalam taraf tindakan
seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kategori Penentuan Taraf Keberhasilan Motivasi Belajar Siswa
Keterlaksanaan (%) Taraf Keberhasilan Nilai dengan
huruf
85 – 100 Sangat Baik A
70 – 84 Baik B
55 – 69 Cukup C
25 – 54 Kurang D
(Sumber Islami, 2013).

3. Hasil Belajar Kognitif Siswa

Hasil belajar siswa yang dianalisis dalam penelitian ini adalah ranah
kognitif.Hasil belajar kognitif siswa dapat diukur dengan hasil tes pada tiap akhir
siklus PTK. Indikator ketuntasan belajar siswa apabila mendapatkan skor sama
atau lebih besar dari nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 70.
Keberhasilan belajar kognitif individu siswa dapat diukur dengan rumus sebagai
berikut.
35

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒h


Hasil Belajar Kognitif Individu = x 100
skor maksimal
Sedangkan ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎h 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟
Ketuntasan Klasikal = x 100
jumlah seluruh siswa

Pembelajaran dikatakan berhasil jika ketuntasan pembelajaran mencapai 85%.

H. Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari
empat tahap yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (implementing),
observasi (observating), dan refleksi (reflecting). Rincian prosedur penelitian
adalah sebagai berikut.
1. Pra Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian terlebih dahulu dilaksanakan kegiatan pra
penelitian yang terdiri dari tahapan berikut ini.
a. Observasi ke sekolah
b. Mengurus surat ijin penelitian
c. Membuat Instrumen penelitian, yakni lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran, format catatan lapangan, lembar observasi motivasi belajar siswa,
lembar observasi hasil belajar ranah afektif dan psikomotor.
2. Siklus I
a. Perencanaan (Planning)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut.
1) Menyusun jadwal penelitian
2) Menyiapkan silabus pembelajaran
3) Menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus 1 yang
mengacu pada penerapan model Jigsaw dipadu dengan model TGT. Sintaks
model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT dapat dilihat pada Tabel 3.4.
4) Menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dan kunci jawaban
5) Menyusun kisi-kisi soal tes akhir siklus I untuk mengukur hasil belajar
kognitif siswa.
36

6) Menyusun soal tes siklus I berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun


sebelumnya

Tabel 3.4 Sintaks Pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT


Sintaks Jigsaw Sintaks TGT Sintaks Jigsaw dipadu TGT
1. Membentuk Tahap 1: 1. Guru membentuk kelompok yang
kelompok asal yang Menyampaikan heterogen
heterogen tujuan dan
memotivasi siswa
2. Memberi Tahap 2: 2. Guru memberi pengarahan,
Tugas/materi Pembentukan memotivasi siswa dan memberi LKS
kelompok heterogen kepada masing-masing siswa
3. Membentuk Tahap 3: Menyajikan 3. Guru membentuk Kelompok Ahli
kelompok ahli materi pembelajaran
4. Diskusi Tahap 4: Turnamen 4. Guru membimbing siswa untuk
kelompok ahli diskusi dengan kelompok ahli
5. Diskusi Tahap 5: 5. Guru membimbing siswa untuk
kelompok asal Penghargaan diskusi dengan kelompok asal
kelompok
6. Evaluasi 6. Mempresentasikan hasil diskusi
kelompok asal melalui diskusi secara
klasikal
7. Turnamen
8. Penghargaan
9. Evaluasi
Dimodifikasi dari: Aronson (2010) dan Slavin (2010)
Sebelum perangkat pembelajaran digunakan dalam proses pembelajaran,
perangkat seperti Silabus, RPP, LKS, dan Soal tes telah divalidasi terlebih dahulu
oleh validator ahli perangkat pembelajaran dengan hasil valid dan layak
digunakan.
b. Pelaksanaan Tindakan (Implementing)
Pada tahap pelaksanaan tindakan (implementing), dilakukan penerapan
rencana kegiatan pembelajaran yang dibuat yang berupa langkah-langkah model
pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru model.
c. Observasi
Observasi dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung oleh observer
yaitu guru mata pelajaran Biologi Kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1 Gondanglegi
Kabupaten Malang dan 3 mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA UM. Observasi ini
37

dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran Jigsaw dipadu


dengan TGT. Hasil observasi dicatat dalam lembar observasi yang telah dibuat.
d. Refleksi (Reflecting)
Pada tahap refleksi, peneliti beserta observer melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran. Dalam tahap ini, dapat diketahui kelebihan dan
kekurangan dalam pembelajaran selama siklus I. Berdasarkan siklus I dapat
diketahui ketercapaian tujuan pembelajaran dan dapat menjadi acuan untuk tahap
perencanaan siklus II.
3. Siklus II
Kegiatan pada siklus II pada dasarnya sama seperti pada tahapan siklus I. Pada
siklus II dilaksanakan perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Langkah-
langkah tahapan pada siklus II adalah sebagai berikut.
a. Perencanaan (Planning)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut.
1) Menyusun jadwal penelitian
2) Menyiapkan silabus pembelajaran
3) Menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II yang
mengacu pada penerapan model Jigsaw dipadu dengan model TGT
berdasarkan hasil refleksi siklus I.
4) Menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dan kunci jawaban
5) Menyusun kisi-kisi soal tes akhir siklus I untuk mengukur hasil belajar
kognitif siswa.
6) Menyusun soal tes siklus I berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun
sebelumnya
e. Pelaksanaan Tindakan (Implementing)
Pada tahap pelaksanaan tindakan (implementing), merupakan penerapan
dari rencana kegiatan pembelajaran yang dibuat yang berupa langkah-langkah
model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dari hasil refleksi siklus I.
f. Observasi
Observasi dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung oleh observer
yaitu guru mata pelajaran Biologi Kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1 Gondanglegi
Kabupaten Malang dan 2 mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA UM. Observasi ini
38

dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran Jigsaw dipadu


dengan TGT. Hasil observasi dicatat dalam lembar observasi yang telah dibuat.
g. Refleksi (Reflecting)
Pada tahap refleksi, peneliti beserta observer melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran. Dalam tahap ini, dapat diketahui kelebihan dan
kekurangan dalam pembelajaran selama siklus II.
BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data

1. Temuan Pra Penelitian

Hasil yang diperoleh peneliti pada saat observasi dan wawancara sebagai
berikut.
a. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama pelaksanaan KPL (Kajian
Pengalaman Lapangan) pada bulan Agustus-September 2016 di kelas X1 IPS 3
SMA Negeri 1 Gondanglegi diketahui bahwa program Lintas-minat di kelas
XI SMA Negeri 1 Gondanglegi bukan merupakan suatu program yang bebas
dipilih oleh siswa, namun merupakan program yang harus ditempuh oleh
setiap siswa, baik program IPA, IPS, maupun Bahasa. Dalam kelas XI Lintas-
minat 3 siswa terlihat tidak minat dengan pembelajaran biologi, terdapat sekitar
6 siswa yang mengganggu proses pelajaran dengan bergurau, 3 siswa tertidur
dan tidak mendengarkan penjelasan guru, 2 siswa berkeliling saat guru
menerangkan, dan sekitar 8 siswa bermain smartphone. Krisis motivasi
terhadap mata pelajaran Biologi yang terjadi pada kelas X1 IPS 3 menjadi
suatu permasalahan yang harus dipecahkan agar diperoleh hasil belajar yang
optimal. Proses pembelajaran mata pelajaran Biologi di kelas XI Lintas-minat
3 dilaksanakan dengan menggunakan metode diskusi dan ceramah.
b. Berdasarkan data dokumentasi berupa rekapitulasi nilai ulangan harian pada
materi jaringan tumbuhan menunjukkan hasil belajar yang tidak optimal. Dari
sebanyak 25 siswa dalam satu kelas, diketahui hanya terdapat sejumlah 7 siswa
atau 28% siswa yang mencapai nilai KKM. Nilai KKM (Ketuntasan Kriteria
Minimum) yang ditentukan sekolah yakni sebesar 70. Berdasarkan data
tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar mata pelajaran biologi di kelas XI
Lintas-minat 3 rendah.
c. Berdasarkan hasil pemberian angket pada tanggal 24 April 2017 diketahui
bahwa motivasi belajar siswa adalah 61,94%, dengan rincian attention
62,00%, relevance 64,37%, confidence 61,55%, dan satisfaction 59,83%.

39
40

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi belajar siswa terhadap


pelajaran Biologi rendah.

d. Berdasarkan wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran Biologi kelas


XI Lintas-minat 3 yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 April 2017 di
teras kelas XI Lintas-minat 3 diketahui bahwa metode yang sering digunakan
guru dalam proses pembelajaran di kelas adalah metode diskusi, presentasi dan
kuis. Sedangkan kendala yang dihadapi guru dalam mengajar mata pelajaran
Biologi dikelas XI Lintas-minat 3 yakni: (1) respon siswa terhadap pelajaran
biologi yang masih rendah, (2) minat siswa terhadap pelajaran Biologi rendah,
(3) literatur yang terbatas, dan (4) pengetahuan tentang biologi masih sangat
kurang. Guru juga mengaku memberikan porsi materi yang lebih ringan
dibandingkan dengan siswa program IPA. Guru mengaku bahwa terdapat 2
siswa yang mengalami kesulitan belajar karena lemahnya kemampuan kognitif
siswa bersangkutan.

e. Menurut hasil wawancara dengan sejumlah 3 siswa pada hari Senin 24 April
2017 yang dilaksanakna di kanopi taman SMAN 1 Gondanglegi, mereka
sepakat bahwa dalam pembelajaran di kelas guru sering menerapkan
pembelajaran melalui kegiatan diskusi berkelompok, ceramah, mencatat, dan
merangkum materi. Setelah siswa selesai mengerjakan siswa disuruh
menjelaskan didepan kelas, namun menurut pengakuan siswa guru sangat
jarang sekali memberikan penjelasan yang menguatkan jawaban dari siswa
sehingga siswa kurang yakin dengan konsep yang didapat dari kegiatan
pembelajaran. Siswa mengaku sangat bosan terhadap pembelajaran yang
diterapkan oleh guru, mereka merasa bahwa tugas yang diberikan guru sangat
memberatkan baginya, evaluasi yang diberikan guru sering tidak sesuai dengan
apa yang dipelajari oleh siswa. Siswa menyatakan bahwa mereka bosan dengan
metode pembelajaran yang diterapkan guru di kelas. Siswa mengaku
menyukai pembelajaran yang berbasis games dan praktik.

2. Refleksi Temuan Pra Tindakan

Kegiatan refleksi dilakukan untuk perbaikan proses pembelajaran


berdasarkan temuan pra tindakan. Berdasarkan hasil temuan pra-tindakan nilai
41

motivasi dan hasil belajar siswa masih rendah sehingga perlu dilakukan perbaikan
proses pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas
XI Lintas-minat 3. Salah satu upaya dalam memperbaiki proses pembelajaran
adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa dalam
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Sehubungan dengan pernyataan
tersebut dipilihlah model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1
Gondanglegi. Pelaksanaan PTK ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus
terdiri atas 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

3. Siklus 1
a) Perencanaan Tindakan 1

Tahap perencanaan tindakan siklus 1 yang dilakukan adalah menyiapkan


perangkat pembelajaran berupa silabus, RPP siklus I, Penyusunan LKS siklus I
beserta kunci jawaban, kisi-kisi soal tes, dan soal tes akhir siklus I. Perangkat
pembelajaran yang disiapkan mengacu pada model pembelajaran Jigsaw dan
bersifat kontekstual agar dapat meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran
biologi. Perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini yang
meliputi silabus, RPP, LKS, dan soal tes telah divalidasi terlebih dahulu oleh
validator ahli perangkat pembelajaran dan evaluasi dengan hasil valid. Selain
perangkat pembelajaran guru juga menyiapkan instrumen penelitian yang meliputi
angket motivasi belajar beserta kisi-kisinya, lembar observasi motivasi dan rubrik
observasi motivasi, penyusunan lembar catatan lapangan dan lembar observasi
keterlaksanaan tindakan.

b) Pelaksanaan Tindakan I
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Mei 2017 dengan dua observer
yaitu Luluk Faricha (Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester 8) dan Maria
Fransisca ( Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester 8). Alokasi waktu pada
pertemuan 1 yaitu 2X45 menit. Siswa yang hadir sejumlah 25 siswa dalam arti
seluruh siswa hadir atau nihil. Guru memulai pembelajaran dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu beserta observernya serta menyampaikan
42

kepentingan guru dalam mengajar di kelas XI Lintas-minat 3. Guru juga


menyampaikan harapannya kepada siswa agar siswa dapat bekerja sama dalam
proses pembelajaran. Pada langkah pembuka guru menayangkan video tentang
fenomena gerak refleks yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh siswa
nampak antusias saat menyaksikan tayangan video tersebut, guru secara berkala
juga memberikan penjelasan terkait video yang sedang ditayangkan.
Setelah video selesai ditayangkan, guru memberi pertanyaan kepada siswa “
menurut kalian mana saja peristiwa yang menunjukkan gerak refleks berdasarkan
pada video yang telah kalian saksikan tadi? “ siswa menjawab dengan tepat yakni
peristiwa ketika seseorang menghindari bola yang mengarah pada dirinya dengan
spontan, ketika seorang kiper menepis bola secara spontan, ketika seorang ayah
dengan spontan memegangi anaknya yang hampir terjatuh. Guru kembali bertanya
“ apa pentingnya mekanisme gerak refleks bagi kehidupan manusia? “ salah satu
siswa menjawab untuk menghindari bahaya, kemudian ada yang menjawab agar
jika kita terluka semisal tertusuk paku tidak semakin tertusuk lebih dalam. Guru
sangat setuju dengan jawaban siswa namun guru tetap memberikan penjelasan
bahwa peristiwa gerak refleks merupakan bentuk iritabilita tubuh kita dengan
kondisi diluar lingkungan melalui kerja sistem saraf yang tujuan utamanya untuk
pertahanan diri dari bahaya lingkungan luar. Siswa nampak puas dengan
penjelasan guru dan kemudian guru menjelaskan tujuan pelajaran hari ini. Siswa
nampak antusias untuk memulai proses pembelajaran inti.
Sebelum berlanjut pada kegiatan inti guru memberikan penjelasan terkait tata
cara pembelajaran yang akan dilaksanakan serta memberikan motivasi melalui
penjelasan manfaat yang bisa didapat dari pembelajaran Jigsaw dipadu TGT.
Siswa nampak bersemangat untuk memulai kegiatan inti namun ketika guru
membacakan nama anggota kelompok terjadi kegaduhan dimana siswa merasa
tidak setuju dengan kelompok yang dibentuk oleh guru. Menghadapi kondisi ini
guru tetap pada pendiriannya serta memberikan penjelasan bahwa kelompok yang
dibentuk merupakan kelompok yang terdiri atas 5 siswa yang heterogen. Setelah
siswa dapat menerima pembagian kelompoknya guru mulai membagikan LKS
kepada setiap siswa. Guru mengintruksikan agar siswa dalam kelompok membagi
tugas untuk perwakilan sebagai ahli materi. Setelah seluruh siswa mendapatkan
43

tugasnya guru mempersilahkan siswa agar berkumpul sesuai dengan materi ahli
yang dipilih.

Gambar 4.1 Proses diskusi kelompok ahli Siklus I

Dalam kelompok ahli materi siswa berdiskusi untuk menjawab pertanyaan


yang terdapat pada LKS. Guru mempersilahkan siswa untuk membuka buku teks
dan mempersilahkan siswa untuk menggunakan akses internet untuk menjawab
soal LKS. Kegiatan diskusi kelompok ahli ini cukup memakan banyak waktu.
Kelompok Ahli Materi A dan B nampak kesulitan dalam memahami soal yang
bersifat analisis. Pengetahuan siswa tentang materi sangat terbatas sehingga guru
harus memberi terus membimbing menuju kelompok-kelompok yang
membutuhkan bimbingan. Dalam kelompok Ahli Materi C yang melakukan
percobaan fungsi Indra merasa sangat senang dapat mempelajari materi melalui
kegiatan praktik sederhana. Mereka melakukan percobaan dengan saling bekerja-
sama, namun dalam menganalisis data mereka masih sangat mengalami kesulitan.
Guru memberi bimbingan dan arahan terkait informasi yang harus dicari guna
menjelaskan data yang diperoleh dari kegiatan percobaan yang telah dilakukan.
Dalam kelompok ahli materi D dan E juga mengalami kesulitan dalam
menganalisis artikel terkait gangguan yang terjadi pada sistem koordinasi untuk
dijadikan bahan pembuatan poster. Setelah soal dalam LKS telah terjawab
seluruhnya guru berkeliling kembali untuk memastikan bahwa seluruh siswa telah
memahami isi dari jawaban sebagai persiapan dalam menerangkan materi pada
44

tahap berikutnya yakni pada tahap diskusi kelompok asal. Pada tahap diskusi
dengan kelompok asal dilaksanakan pada pertemuan berikutnya, sehingga setelah
siswa menyelesaikan diskusi kelompok ahli guru segera meminta salah satu siswa
untuk memberikan kesimpulan serta refleksi pembelajaran dan guru memberi
penguatan atas kesimpulan yang diberikan oleh siswa. Kegiatan akhir ditutup guru
dengan mengucapkan salam.

2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 5 Mei 2017 yang
dihadiri oleh 25 siswa. Pertemuan ini hanya dihadiri oleh 2 observer yaitu saudari
Maria Fransisca dan Rizka Permatasari (Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester
8). Pembelajaran dimulai oleh guru dengan memberian salam kepada siswa dan
menanyakan kabar siswa hari ini. Siswa menjawab salam dan pertanyaan guru
dengan sangat antusias. Guru tak lupa pula dalam memeriksa kehadiran siswa.
Kegiatan apersepsi dilakukan dengan dilakukannya review singkat untuk
mengingatkan materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Kegiatan
pembuka hanya menghabiskan sekitar 8 menit, kemudian guru segera memulai
dengan kegiatan inti.

Kegiatan inti dimulai dengan menyuruh siswa untuk berkumpul dengan


kelompok asal. Siswa pun segera bergegas untuk menuju kelompok asal walau
dalam hal ini kondisi kelas menjadi gaduh karena siswa banyak yang lupa dengan
kelompok asalnya. Melihat hal ini guru segera membacakan kembali daftar
anggota dari masing-masing kelompok, kemudian siwa segera bergegas menuju
kelompok masing-masing dan segera mengkondisikan bangku dan meja agar
setiap siswa dapat melakukan diskusi secara optimal. Guru segera menyuruh
siswa untuk menjelaskan materi yang telah didapat pada saat diskusi dengan
kelompok ahli kepada teman dalam satu kelompoknya secara bergantian. Ketika
siswa menjelaskan materi nampak mereka sangat berantusias, namun dalam
menjelaskan ada beberapa siswa yang masih terbata-bata dalam menyampaikan
materi. Dalam sesi ini guru berkeliling dan membimbing siswa yang mengalami
kesulitan dalam menjelaskan dan berusaha agar mengurangi kemungkinan
kesalahan konsep yang dijelaskan oleh siswa.
45

Gambar 4.2 Proses Diskusi Kelompok Asal Siklus I

Setelah seluruh siswa selesai dalam menjelaskan materi, guru segera


mengkondisikan kelas untuk kegiatan diskusi secara klasikal. Diskusi dilakukan
dengan mempersilahkan siswa untuk menjelaskan jawaban terkait soal yang
terdapat dalam LKS di depan kelas. Siswa nampak bersemangat dalam
mengacungkan tangan untuk menjawab soal, namun guru memilih siswa yang
mengacungkan tangan lebih dulu atau mementingkan bagi siswa yang kurang
aktif. Setelah siswa menyampaikan jawabannya guru terlebih dahulu memberi
kesempatan bagi siswa lain untuk melengkapi atau berpendapat lain, kemudian
guru memberikan penjelasan terkait jawaban yang benar. Ketika guru
memberikan penjelasan terkait soal LKS siswa disuruh menlengkapi atau
membenarkan jawaban pada masing-masing naskah LKS siswa.

Setelah kegiatan diskusi selesai, kemudian guru memberikan kesempatan bagi


siswa untuk bertanya. Salah satu siswa bernama Adi bertanya “bagaimana
seseorang dapat mengalami kehilangan fungsi mata sejenak ketika seseorang yang
berada di tempat yang terang kemudian berpindah menuju ruang yang gelap?”.
Sebelum guru menjawab pertanyaan tersebut, guru memberi pujian kepada
penanya atas pertanyaanya serta memberikan kesempatan terlebih dahulu bagi
siswa lain untuk menjawab. Siswa lain nampak bingung dan tidak ada seorang
pun yang bersedia memberikan jawaban. Guru segera memberikan jawaban
dengan disertai gambar ilustrasi pada papan tulis yang menerangkan bahwa dalam
retina mata terdapat 2 jenis sel fotoreseptor yang berbeda fungsi kerjannya, ketika
46

dalam kondisi terang yang berfungsi optimal adalah fotoreseptor sel kerucut yang
berperan dalam menerima rangsangan cahaya terang dan berwarna, sedangkan
pada kondisi gelap dilakukan oleh sel batang yang berfungsi untuk menerima
rangsangan cahaya hitam putih. Dalam kondisi seseorang yang baru saja melihat
cahaya terang diluar dan kemudian masuk kedalam ruangan yang gelap maka
terjadi proses transisi fungsi dari sel kerucut yang berfungsi dominan saat kondisi
terang berganti dengan sel batang yang berfungsi dominan pada ruang gelap,
dimana sel kerucut mulai menurunkan fungsinya dan sel batang sedang mulai
untuk aktif. Pada kondisi inilah yang menyebabkan mata kita tidak berfungsi
dengan baik pada beberapa saat. Dengan jawaban ini siswa penanya dan seluruh
siswa merasa puas dan setelah tidak ada lagi yang menyampaikan pertanyaan,
kemudian guru menunjuk beberapa siswa untuk memberi kesimpulan tentang
pelajaran hari ini dan guru memberikan penguatan setelah beberapa siswa
memberikan kesimpulan. Kegiatan penutup ditutup guru dengan salam.

Gambar. 4.3 Proses diskusi secara klasikal siklus I

3) Pertemuan Ketiga

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 Mei 2017 dengan
alokasi waktu 2x 45 menit. Observer yang bertugas pada hari ini yakni saudari
Rizka Permatasari. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan sapa salam
kepada siswa dan memeriksa kehadiran siswa. Pada pertemuan ini seluruh siswa
hadir namun terdapat sebanyak 4 siswa yang terlambat selama 10 menit dalam
mengikuti pelajaran dikarenakan sedang mengikuti kegiatan UKS. Setelah guru
47

memeriksa kehadiran siswa, guru segera menyuruh siswa untuk berkumpul sesuai
dengan kelompok asal.
Sebelum memasuki kegiatan inti guru terlebih dahulu untuk mengulang ingatan
siswa terkait materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Guru
menanyakan kepada siswa tentang peran sistem koordinasi pada manusia dan
dijawab dengan baik oleh siswa bernama Ahmad Maghfur dengan jawaban bahwa
sistem koordinasi berfungsi untuk mengintegrasikan aktivitas tubuh manusia.
Ketika siswa menjawab benar guru memberikan pujian kepada siswa yang
bersangkutan dengan tujuan agar siswa tersebut merasa puas dengan usahanya
dalam menjawab benar. Kemudian guru bertanya lagi mengenai bagaimana
mekanismenya serta gangguan apa saja yang bisa mengganggu kesehatan sistem
koordinasi manusia. Pertanyaan ini dijawab oleh siswa bernama Cornelia dengan
jawaban bahwa dalam mengatur integrasi tubuh dilakukan dengan tiga cara yaitu
melalui sistem hormon, sistem saraf, dan sistem indra, sistem hormon mengatur
aktivitas tubuh dengan menggunakan hormon yang mengalir pada aliran
pembuluh darah, sedangkan sistem saraf dan sistem indra dilakukan dengan cara
perambatan impuls saraf. Sedangkan pertanyaan mengenai gangguan pada sistem
koordinasi dijawab dengan tepat oleh siswa bernama Adi, ia memberikan contoh-
contoh kelainan dari sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormon. Contoh
gangguan pada sistem saraf dicontohkan dengan penyakit ayan atau yang dikenal
sebagai epilepsi akibat muatan listrik pada sel saraf di otak yang tidak stabil
sehingga membuat penderitannya mengalami kehilangan kontrol tubuh, gangguan
sistem indra dicontohkan dengan gangguan rabun jauh, sedangkan pada gangguan
sistem hormon dicontohkan dengan gangguan kekerdilan akibat kurangnya
produksi hormon pertumbuhan.
Dengan adanya kegiatan review singkat ini diharapkan dapat membuka ingatan
siswa dengan materi yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya sebagai
persiapan untuk mengikuti kegiatan games tournament. Setelah kegiatan review
selesai guru memberikan penjelasan terkait tata cara dalam melaksanakan
turnamen. Kegiatan turnamen dimulai dengan menyuruh salah satu siswa dalam
masing-masing kelompok untuk maju dan duduk pada kursi turnamen yang telah
disiapkan di depan kelas. Siswa nampak sangat antusias dalam mengikuti
48

kegiatan turnamen. Kegiatan turnamen dilakukan dengan memberikan soal kepada


peserta turnamen dan harus dijawab siswa pada kartu jawaban yang disediakan
oleh guru dalam waktu 2 menit. Jika siswa kesulitan dalam menjawab siswa
memiliki kesempatan untuk meminta bantuan kepada kelompok sebanyak 2 kali.

Gambar 4.4 Proses kegiatan turnamen Siklus I

Pemberian opsi bantuan ternyata justru membuat situasi kelas menjadi tidak
kondusif. Siswa banyak yang melakukan kecurangan dengan melihat jawaban
pada LKS. Melihat situasi ini guru segera mengumukan bila terjadi kecurangan
maka peserta mendapatkan hukuman berupa tidak mendapatkan point pada sesi
tersebut sehingga siswa tidak berani lagi melakukan kecurangan dan kelas
menjadi kondusif kembali. Setelah waktu yang diberikan oleh guru telah usai,
maka guru mengambil kertas jawaban siswa dan guru memberikan skor yang
kemudian skor tersebut ditulis pada papan skor. Setelah menuliskan skor, guru
memberikan penjelasan terkait kunci jawaban soal turnamen. Guru juga
melibatkan siswa dalam pembahasan soal tersebut, sehingga antusias siswa
terhadap proses pembelajaran tetap terjaga. Pemberian pembahasan singkat terkait
soal turnamen sangat membantu siswa untuk memahami skor yang diberikan oleh
guru, dengan demikian terbukti tidak ada siswa yang protes terkait skor yang
diberikan oleh guru. Sesi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dengan
turnamen pada sesi pertama. Siswa turnamen pada sesi 2 menuju meja turnamen
dan bertanding seperti pada sesi pertama. Setelah turnamen selesai guru
menghitung perolehan skor yang dikumpulkan oleh anggota kelompok. Turnamen
siklus 1 berhasil dimenangkan oleh kelompok dua. Guru mengumumkan
49

pemenang turnamen dan memanggil nama peserta kelompok pemenang untuk


maju dan menerima penghargaan yang diberikan oleh guru. Pada sesi ini siswa
nampak senang puas dengan pembelajaran yang diterima. Setelah kegiatan
turnamen selesai guru segera mengkondisikan tempat duduk siswa untuk
dilakukannya post test dengan durasi waktu 45 menit. Setelah post-test selesai
dilaksanakan guru menutup kegiatan pembelajaran dengan salam.

Gambar 4.5 Proses pemberian penghargaan pemenang turnamen siklus I

4. Data Siklus 1
a) Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru
Pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dilakukan dengan
memperhatikan kesesuaian antara kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
dengan RPP yang telah direncanakan. Data keterlaksanaan pembelajaran oleh
guru diperoleh melalui kegiatan observasi yang dilakukan oleh observer, guru
model dan siswa dengan menggunakan lembar observasi. Berikut ini adalah
Tabel 4.1 yang menjelaskan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran siklus I.
Tabel 4.1 Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I
Perte Observer Guru Siswa Total Total Keterlaksanaan Kriteria
muan skor max (%)
1 2
1 12 12 12 13 49 56 87,50 Sangat
Baik
2 11 11 11 12 42 45 93,33 Sangat
Baik
3 12 - 12 12 12 36 100,00 Sangat
Baik
Rerat 93,61% Sangat
a Baik
50

d. Data Motivasi Belajar


Berdasarkan hasil analisis data dari pemberian angket motivasi belajar
sebelum penerapan tindakan, diketahui bahwa motivasi belajar Biologi siswa pada
adalah 61,94%. Pembelajaran yang kurang menarik menyebabkan rendahnya
tingkat motivasi belajar siswa di kelas XI Lintas-minat 3 SMAN 1 Gondanglegi.
Setelah diterapkan model pembelajaran Jigsaw yang dipadu dengan TGT tingkat
motivasi belajar siswa meningkat menjadi 70,61% pada siklus I. Berikut adalah
rincian motivasi belajar siswa pada siklus I.

Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Motivasi Belajar Siswa Siklus I

Angket Observer Guru Rata-rata


No Indikator siswa (%) (%) Motivasi
1 Attention 66,07 72,40 71,00 69,82%
2 Relation 73,75 72,50 72,00 72,75%
3 Convident 69,33 66,50 68,50 68,11%
4 Satisfaction 68,83 72,50 74,00 71,77%
Klasikal 70,61%

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa motivasi belajar biologi di kelas
XI Lintas-minat 3 pada siklus I sudah dalam kategori baik. Data selengkapnya
terdapat pada Lampiran 19.

e. Hasil Belajar Kognitif


Hasil belajar kognitif diperoleh dari nilai tes setiap akhir siklus. Jumlah
siswa yang tuntas hasil belajar kognitif adalah sejumlah 19 siswa sedangkan siswa
yang tidak tuntas belajar kognitif sebanyak 6 siswa. Ketuntasan belajar siswa pada
siklus 1 adalah 76%, sedangkan rata-rata nilai pada siklus I adalah 74,40, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hasil belajar pada siklus I belum mencapai
kriteria ketuntasan klasikal. Keseluruhan data hasil belajar kognitif dapat dilihat
pada Lampiran 21.
5. Refleksi 1
Hasil observasi siklus 1 menunjukkan bahwa pada pembelajaran siklus 1
terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan yang akan dijadikan acuan dalam
perencanaan siklus 2. Refleksi pada siklus I penting dilakukan untuk memperbaiki
proses pembelajaran pada siklus II agar motivasi dan hasil belajar kognitif siswa
dapat mengalami peningkatan. Hasil refleksi pada siklus 1 dapat dilihat pada
Tabel 4.3 berikut.
51

Tabel 4.3 Refleksi siklus 1

Poin yang Kelebihan Kekurangan


diamati
Kegiatan  Guru sering memuji siswa  Pendahuluan terlalu lama
pembelajaran yang aktif dalam belajar  Guru tidak mengkondisikan tata kursi
untuk kerja kelompok
 Pada tahap pembagian kelompok siswa
gaduh
 Perhatian guru lebih condong pada
siswa laki-laki
 Pada tahap diskusi dengan kelompok
ahli terlalalu lama.
 Pada sesi turnamen dengan
diberikannya opsi bantuan justru
membuat kondisi kelas menjadi tidak
kondusif
Motivasi  Tingkat motivasi belajar lebih Beberapa aspek motivasi belajar masih
belajar tinggi dibandingkan dengan dalam kategori cukup.
data pra penelitian. Sebagian  Aspek attention sebesar 69,82%
siswa khususnya pada siswa  Aspek confidence sebesar 68,11%
laki-laki antusias dalam
mengemukakan pendapat,
menjawab, dan bertanya.
 Aspek relevance dan
satisfaction sudah baik.
Hasil Belajar  Ketuntasan klasikal siswa  Siswa belum bisa bekerja kelompok
Kognitif mengalami peningkatan setelah dengan baik
diterapkannya tindakan siklus I  Beberapa siswa belum aktif dalam
mengerjakan tugas
 Sebagian siswa masih sering bergurau
saat guru memberikan penjelasan
 Jumlah ketuntasan klasikal masih
sebesar 76%, belum mencapai minimal
ketuntasan yaitu 85%.

6. Siklus 2
a. Perencanaan Tindakan Siklus 2

Perencanaan tindakan yang akan dilakukan pada siklus 2 merupakan perbaikan


dari hasil refleksi siklus 1. Perencanaan tindakan siklus 2 berdasarkan perbaikan
pada siklus 2 yang tercantum pada Tabel 4.4 . Perencanaan tindakan siklus 2
dilakukan sama dengan perencanaan pada siklus 1 yaitu dengan menyiapkan
perangkat pembelajaran berupa silabus, RPP siklus 2, Penyusunan LKS siklus 2,
penyusunan instrumen penelitian yang meliputi lembar observasi motivasi, serta
rubrik observasi motivasi, soal tes siklus 2 beserta kunci jawaban, penyusunan
lembar catatan lapangan dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.
52

Tabel 4.4 Perencanaan Tindakan Siklus II

Poin yang Kekurangan Perbaikan


diamati
Kegiatan  Pendahuluan terlalu lama  Guru harus lebih memperhatikan alokasi
pembelajaran waktu yang terdapat pada RPP.
 Guru tidak mengkondisikan  Guru mengkondisikan tempat duduk siswa
tata kursi untuk kerja sebelum memulai kegiatan pembelajaran
kelompok
 Pada tahap pembagian  Guru tidak mengubah anggota kelompok
kelompok siswa gaduh untuk siklus 2 dan guru harus lebih tegas
dalam memberikan instruksi ketika
dilakukan pembagian kelompok.

 Perhatian guru lebih  Guru harus lebih adil dalam


condong pada siswa laki- memperhatikan setiap siswa baik siswa
laki perempuan maupun laki-laki.

 Guru harus menjelaskan alokasi waktu


 Pada tahap diskusi dengan pada kegiatan diskusi kelompok ahli agar
kelompok ahli terlalalu siswa berdiskusi secara efektif dan guru
lama. harus mengikuti alokasi yang telah
ditetapkan.
 Guru menghapus pemberian opsi bantuan
 Pada sesi turnamen dengan untuk turnamen di siklus 2.
diberikannya opsi bantuan
justru membuat kondisi
kelas menjadi tidak
kondusif

Motivasi  Aspek attention dan  Guru harus menyajikan fenomena yang


belajar confidence masih dalam lebih menarik dan lebih kontekstual. Guru
kategori cukup. harus lebih tegas dalam menegur siswa
yang mengganggu proses pembelajaran.
Memberikan penjelasan materi yang lebih
terstruktur agar siswa mampu menangkap
lebih baik materi yang diajarkan dan guru
harus lebih sering memberikan pujian
kepada siswa sebagai upaya meningkatkan
rasa percaya diri siswa.

Hasil belajar  Ketuntasan klasikal siswa  Guru harus memberikan penguatan materi
Kognitif masih rendah yang lebih terstruktur.
 Guru harus lebih santai ketika
menerangkan suatu konsep

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus 2


1) Pertemuan Pertama

Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Jum’at, 12 Mei 2017 dengan seorang


observer yaitu Rizka Permatasari (Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester 8).
53

Alokasi waktu pada pertemuan 1 yaitu 2X45 menit. Siswa yang hadir sejumlah 25
siswa dalam arti seluruh siswa hadir. Pada langkah pembuka guru memulai
dengan kegiatan apersepsi berupa pertanyaan mengenai pengertian narkoba. Guru
menuliskan perbedan antara narkotika dengan zat psikotropika di papan tulis dan
menanyakan “apakah ada yang tau perbedaan dari kedua istilah tersebut?”. Salah
satu siswa atas nama Adi dengan penuh percaya diri segera mengacungkan tangan
dan guru mempersilahkan siswa tersebut untuk menjelaskan jawabannya di depan
kelas. Adi menjelaskan perbedaan tersebut dengan sangat baik. Ia mengatakan
bahwa zat narkotika merupakan zat berbahaya yang efeknya dapat merusak
sistem saraf tepi dan dapat mematikan fungsi saraf tepi walau tubuh sedang
disakiti. Sedangkan zat psikotropika merupakan zat berbahaya yang lebih
menyerang psikis penggunanya. Ia pun menjelaskan bahwa zat narkotika dan zat
psikotropika dapat berguna bagi bidang kesehatan yaitu untuk keperluan
pembiusan, ia menjelaskan bahwa zat narkotika berguna untuk keperluan bius
lokal, sedangkan zat psikotropika berguna untuk keperluan bius total ketika pasien
hendak melakukan operasi besar.
Siswa lain sangat antusias dalam mendengarkan penjelasan yang disampaikan
oleh Adi Septian, sebab Adi Septian memberikan penjelasan pendapatnya secara
lugas namun dengan diselingi sedikit humor. Setelah Adi septian selesai
memberikan penjelasannya guru memberikan pujian kepada Adi Septian atas
keberanian dan kepercayaan diri Adi untuk menelaskan pendapatnya di hadapan
seluruh siswa. Guru juga meminta siswa lain untuk berpendapat, namun tidak ada
yang bersedia untuk memberikan tanggapan. Selanjutnya guru memberikan
penguatan atas jawaban yang telah disampaikan oleh siswa dan sekaligus
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam pertemuan ini.
Kegiatan selanjutnya mulai memasuki pada kegiatan inti. Guru memberikan
penjelasan terkait tata cara pembelajaran yang akan dilaksanakan serta
memberikan motivasi melalui penjelasan manfaat yang bisa didapat dari
pembelajaran Jigsaw dipadu TGT serta pentingnya materi tersebut bagi siswa.
Guru juga menyampaikan bahwa kelompok yang dibentuk merupakan kelompok
yang telah dibentuk pada pembelajaran di siklus 1, kemudian guru mulai
membagikan LKS kepada setiap siswa. Setelah seluruh siswa menerima LKS guru
54

mengintruksikan agar ketua kelompok membagi tugas anggotanya untuk


perwakilan sebagai ahli materi. Setelah seluruh siswa mendapatkan tugasnya guru
mempersilahkan siswa agar berkumpul sesuai dengan materi ahli yang dipilih.
Dalam kelompok ahli materi siswa berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang
terdapat pada LKS. Guru mepersilahkan siswa untuk membuka buku paket serta
memperbolehkan menggunakan akses internet untuk kepentingan literasi.

Gambar 4.6 Proses diskusi kelompok ahli Siklus II

Kegiatan diskusi kelompok ahli ini cukup memakan banyak waktu.


Kelompok Ahli Materi A menjawab soal LKS tentang “Pengaruh Zat Psikotropika
Terhadap Kesehatan Sistem Koordinasi”, pada ahli materi B menjawab soal
mengenai “Penggunaan Zat Psikotropika”, pada ahli materi C menjawab soal
mengenai “dampak penggunaan senyawa psikotropika terlarang terhadap
kelangsungan hidup dalam lingkungan keluarga dan pergaulan teman sebaya”,
pada ahli materi D menjawab soal mengenai “Dampak Psikotropika Terlarang
Dalam Kehidupan Bermasyarakat”, sedangkan ahli materi E menjawab soal
tentang “Cara Menghindari Diri Dari Penggunaan Zat Psikotropika “. Materi yang
dipelajarai pada kegiatan pembelajaran ini merupakan materi yang bersifat umum
dan menuntut kemampuan siswa dalam mengevaluasi pemahaman diri terkait
materi zat psikotropika. Siswa terlihat tidak mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal LKS. Saat siswa sedang berdiskusi dalam mengerjakan soal
LKS guru berkeliling dan memastikan bahwa seluruh siswa mengikuti kegiatan
diskusi kelompok dengan baik. Dari data Observer menjelaskan bahwa terdapat 2
siswa yang sangat pasif dalam kegiatan diskusi, yakni siswa dengan atas nama
55

Iwan Maulana dan Mega Inochi. Siswa bersangkutan memang sangat sulit untuk
berbaur dengan teman yang lainnya. Dalam kegiatan diskusi mereka hanya
terdiam dan mendengarkan penjelasan temannya saja tanpa berkomentar atau
memberikan pendapat.
Setelah soal dalam LKS telah terjawab seluruhnya guru berkeliling
kembali untuk membimbing siswa dalam memahami isi dari jawaban siswa
sebagai persiapan dalam menerangkan materi pada tahap berikutnya yakni pada
tahap diskusi kelompok asal. Pada tahap diskusi dengan kelompok asal
dilaksanakan pada pertemuan berikutnya, sehingga setelah siswa menyelesaikan
diskusi kelompok ahli guru segera melakukan kegiatan penutup. Guru
mempersilahkan beberapa siswa untuk menyampaikan kesimpulan sementara
terkait materi pembelajaran yang telah dilakukan hari ini dan guru meberikan
penguatan atas simpulan yang diberikan siswa. Pada akhir kegiatan guru menutup
kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam.

2) Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 17 Mei 2017. Pada
pertemuan seluruh siswa hadir untuk mengikuti proses pembelajaran. Observer
yang bertugas untuk mengamati proses pembelajaran yaitu saudari Rizka
Permatasari. Kegiatan pembuka dimulai dengan guru memberi salam kepada
siswa dan menanyakan kabar hari ini kepada siswa. Siswa menjawab salam dan
pertanyaan guru dengan sangat antusias. Guru tak lupa pula dalam memeriksa
kehadiran siswa. Kegiatan apersepsi dilakukan dengan cara mengulang materi
yang telah dipelajari di pertemuan sebelumnya untuk membuka ingatan siswa
terkait materi yang telah dipelajari. Kegiatan pembuka hanya menghabiskan
sekitar 5 menit saja kemudian guru segera memulai dengan kegiatan inti.

Kegiatan inti dimulai dengan menyuruh siswa untuk berkumpul dengan


kelompok asal untuk melaksanakan kegiatan diskusi. Sebelum kegiatan diskusi
guru mengintruksian kepada siswa agar mengatur meja dan bangku terlebih
dahulu agar kegiatan kerja kelompok dapat berjalan dengan optimal. Setelah
tempat duduk telah dikondisikan, maka guru segera menyuruh siswa untuk
menjelaskan materi yang telah didapat pada sesi kelompok ahli.
56

Ketika siswa menjelaskan materi nampak mereka sangat berantusias namun


masih terdapat beberapa siswa yang terbata-bata dalam memberikan penjelasan.
Dalam tahap ini guru berkeliling dan membimbing siswa yang mengalami
kesulitan dalam menjelaskan dan berusaha untuk mengurangi kemungkinan
kesalahan konsep yang dijelaskan oleh siswa. Dalam tahap ini menghabiskan
waktu sekitar 30 menit. Setelah seluruh siswa selesai dalam menjelaskan materi,
guru segera mengkondisikan kelas untuk kegiatan diskusi secara klasikal.

Gambar 4.7 Proses diskusi secara klasikal

Diskusi klasikal dilakukan dengan mempersilahkan siswa untuk menuju ke depan


kelas dalam menjawab pertanyaan yang terdapat dalam LKS. Siswa nampak
berantusias dalam mengacungkan tangan untuk menjawab soal, namun guru
memilih siswa yang mengacungkan tangan lebih dulu atau mementingkan bagi
siswa yang kurang aktif. Setelah siswa menyampaikan jawabannya guru terlebih
dahulu memberi kesempatan bagi siswa lain untuk melengkapi atau berpendapat
lain, kemudian guru memberikan penjelasan terkait jawaban yang benar. Ketika
guru memberikan penjelasan, siswa dianjurkan untuk melengkapi atau
membenarkan jawaban pada masing-masing naskah LKS siswa. Kegiatan diskusi
secara klasikal dapat dilihat pada gambar 4.7. Setelah kegiatan diskusi selesai,
guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanya. Salah satu siswa
bernama Diah Nur Indahwati bertanya “apakah seorang pecandu narkoba dan zat
psikotropika diperbolehkan untuk melakukan donor darah?”. Guru menjawab
tentu saja tidak diperkenankan sebab dalam darah seorang pecandu narkoba atau
zat psikotropika juga terkandung narkoba dan zat psikotropika yang justru akan
membahayakan resipien bila tetap dilakukan transfusi darah. Kemudian siswa
57

bertanya lagi “apakah zat psikotropika dapat hilang dari tubuh jika seorang sudah
tidak lagi menggunakan zat psikotropika? Guru menjawab “ zat tersebut bisa
hilang dalam tubuh namun memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuang
zat siswa yang terdapat dalam tubuh seiring dengan proses fisiologis tubuh maka
zat psikotropika akan dapat dikeluarkan dari tubuh seperti melalui proses ekskresi,
dengan demikian setiap pecandu zat psikotropika masih memiliki kesempatan
untuk normal kembali”.
Setelah pertanyaan siswa dijawab oleh guru seluruh siswa merasa puas. Setelah
tidak ada yang bertanya lagi guru menunjuk beberapa siswa untuk memberi
kesimpulan tentang pelajaran hari ini dan guru juga memberikan penguatan terkait
kesimpulan yang diberikan oleh siswa. Kegiatan pembelajaran diakhiri oleh guru
dengan salam.

3) Pertemuan Ke-tiga

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19 Mei 2017 dengan
alokasi waktu sebanyak 2x 45 menit dengan dibantu oleh seorang observer
bernama Rizka Permatasari. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan sapa
salam kepada siswa dan memeriksa kehadiran siswa. Pada pertemuan ini seluruh
siswa hadir. Setelah seluruh siswa telah dipresensi, guru segera menyuruh siswa
untuk berkumpul sesuai dengan kelompok asal. Pada kegiatan pendahuluan ini
guru juga sedikit mengulang ingatan siswa terkait materi yang telah dipelajari
pada pertemuan sebelumnya. Dengan adanya kegiatan review singkat ini
diharapkan dapat membuka ingatan siswa dengan materi yang dipelajari pada
pertemuan sebelumnya sebagai persiapan untuk mengikuti kegiatan games
tournament. Setelah kegiatan review selesai guru memberikan penjelasan terkait
tata cara dalam melaksanakan turnamen.

Turnamen dimulai dengan menyuruh satu siswa dari masing-masing


perwakilan kelompok untuk maju dan duduk pada kursi turnamen yang telah
disiapkan di depan kelas untuk mengikuti turnamen pada sesi pertama. Siswa
nampak sangat antusias dalam mengikuti kegiatan turnamen. Kegiatan turnamen
dilakukan hampir sama dengan turnamen yang dilakukan pada siklus 1, hanya saja
pada turnamen di siklus 2 guru tidak memberikan opsi bantuan untuk mengurangi
58

kemungkinan siswa berlaku curang serta agar siswa lebih mandiri dalam
menjawab soal turnamen.

Gambar 4.8 Proses pemberian penghargaan kelompok pemenang turnamen

Setelah waktu yang diberikan oleh guru telah usai, maka guru mengambil
kertas jawaban siswa dan guru memberikan skor yang kemudian skor tersebut
ditulis pada papan skor. Setelah menuliskan skor, guru memberikan penjelasan
singkat mengenai jawaban yang benar agar siswa menerima skor yang diberikan
oleh guru, dengan demikian terbukti tidak ada siswa yang protes terkait skor yang
diberikan oleh guru. Pada sesi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama
dengan turnamen pada sesi pertama. Setelah turnamen selesai guru menghitung
perolehan skor yang dikumpulkan oleh anggota kelompok.

Guru mengumumkan pemenang turnamen dan memanggil nama peserta


kelompok pemenang untuk maju dan menerima penghargaan yang diberikan oleh
guru. Kegiatan pemberian penghargaan dapat dilihat pada gambar 4.8. Pada tahap
ini siswa nampak senang dan puas dengan pembelajaran yang telah diterima.
Setelah kegiatan turnamen selesai guru segera menunjuk beberapa siswa untuk
memberikan kesimpulan pembelajaran dan setelah siswa memberikan kesimpulan
guru juga memberikan penguatan terkait simpulan yang disampaikan oleh siswa.
Sebelum guru mengakhiri proses pembelajaran, guru mengkondisikan tempat
duduk siswa untuk dilakukannya post test siklus 2 dengan durasi waktu
mengerjakan selama 45 menit. Setelah post test selesai guru menutup kegiatan
pembelajaran dengan salam.
59

c. Data Siklus II

1) Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru


Pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dilakukan dengan
memperhatikan kesesuaian antara kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
dengan deskriptor pada lembar observasi keterlaksanaan tindakan. Berikut adalah
Tabel 4.5 yang menjelaskan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran oleh
observer pada siklus II.
Tabel 4.5 Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru Siklus II
Pertem Observer Guru Siswa Point Point Persentase Kriteria
uan yang max Keterlaksanaa
dicapai n (%)
1 2
1 14 14 14 14 42 42 100,00 Sangat
Baik
2 11 11 11 11 33 36 91,67 Sangat
Baik
3 12 - 12 12 36 36 100,00 Sangat
Baik
Rerata 97,22% Sangat
Baik

2) Motivasi belajar
Motivasi belajar diperoleh dari analisis data angket motivasi ARCS oleh
siswa dan data observasi motivasi yang dilakukan oleh observer dan guru pada
tiap siklus. Ringkasan hasil motivasi belajar yang diperoleh dari kegiatan
pemberian angket disajikan pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.6 Ringkasan Hasil Motivasi Belajar Siswa Siklus II


Angket Observer Guru Rata-rata
No Indikator siswa (%) (%) Motivasi
1 Attention 74,31 75,40 76,84 75,51%
2 Relation 77,06 75,60 76,37 76,34%
3 Convident 74,67 76,50 74,82 75,33%
4 Satisfaction 76,33 80,50 79,67 78,83%
Klasikal 76,50%
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa motivasi belajar biologi di kelas
XI Lintas-minat 3 dalam kategori baik.

3) Hasil Belajar Kognitif siklus II

Data hasil belajar kognitif siklus II diperoleh dari tes yang diberikan
kepada siswa pada akhir siklus II. Jumlah siswa yang tuntas hasil belajar kognitif
60

adalah sejumlah 24 siswa sedangkan siswa yang tidak tuntas belajar kognitif
sebanyak 1 siswa saja. Ketuntasan belajar siswa pada siklus II adalah sebesar
96%. Keseluruhan data hasil belajar kognitif dapat dilihat pada lampiran 23.

d. Refleksi 2
Hasil observasi siklus 2 menunjukan bahwa pada pembelajaran siklus 2
terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan yang akan dijadikan acuan dalam
perencanaan siklus 2. Refleksi siklus 1 terdapat pada Tabel 4.7 berikut.

Tabel 4.7 Refleksi siklus II


Poin yang diamati Kelebihan Kekurangan
Kegiatan  Guru sering memuji siswa yang  Sebagian siswa masih
pembelajaran aktif dalam belajar sering bergurau saat guru
 Guru sudah mengkondisikan memberikan penjelasan.
bangku sebelum dilakukannya kerja
kelompok

Motivasi belajar  Motivasi belajar siswa sudah dalam -


kategori baik.
 Sebagian besar siswa antusias
dalam mengemukakan pendapat,
menjawab, dan bertanya.
Hasil Belajar  Ketuntasan klasikal siswa  Beberapa siswa belum
Kognitif meningkat apabila dibandingkan aktif dalam mengerjakan
dengan data siklus 1. tugas
 2 siswa belum tuntas
dalam belajar

B. Temuan Penelitian

1. Keterlaksanaan Pembelajaran
Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa siklus II mengalami
peningkatan keterlaksanaan tindakan sebesar 3, 61% dibandingkan siklus I.
Diagram yang menjelaskan perbandingan keterlaksanaan penerapan model
pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT pada siklus I dan siklus II dapat dilihat
pada Gambar 4.9. Gambar 4.9 menunjukan keterlaksanaan pembelajaran oleh
guru pada siklus I mencapai 93,61% dengan kriteria sangat baik sedangkan pada
siklus II mencapai 97,22%, dengan kriteria sangat baik. Kegiatan yang belum
terlaksana dengan optimal pada siklus I yaitu tahap menuliskan topik
pembelajaran dan pemberian tugas. Peningkatan persentase kerterlaksanaan
pembelajaran terjadi karena adanya perbaikan dari hasil refleksi siklus I.
61

98 97.22
97
96
Persentase 95
94 93.61
93
92
91
Siklus I Siklus II

Keterlaksanaan Tindakan (%)

Gambar 4.9 Perbandingan Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I dan II

2. Motivasi Belajar
Data motivasi siswa yang didapatkan dari analisis perhitungan angket
motivasi belajar yang diisi oleh siswa. Diagram perbandingan motivasi belajar
siswa dapat dilihat pada gambar 4.10 yang menjelaskan perbandingan aspek
motivasi (attention, relevance confidence, dan satisfaction) siswa pada pra-siklus,
siklus I, dan siklus II.

90
80
70 78.83
72.75 75.5176.3475.33
69.82 68.1171.77
60
62 64.37
Persentase

61.5559.83
50
40
30
20
10
0
Pra-siklus Siklus I Siklus II

Attention Relevance Confidence Satisfaction

Gambar 4.10 Rincian Perbandingan Motivasi Siswa


Gambar 4.10 menjelaskan bahwa aspek attention, relevance, confidence,
dan satisfaction siklus II lebih tinggi daripada siklus I maupun pra-siklus
sehingga dapat diartikan bahwa motivasi belajar siswa pada siklus II telah
mengalami peningkatan. Aspek attention meningkat dari 69,82% pada siklus I
menjadi 75,51% pada siklus II dengan peningkatan 5,69%. Aspek relevance
62

meningkat dari 72,75% pada siklus I menjadi 76,34% pada siklus II dengan
peningkatan 3,59%. Aspek confidence meningkat dari 68,11% pada siklus I
menjadi 75,33% pada siklus II dengan peningkatan 7,22%. Aspek satisfaction
meningkat dari 71,77% pada siklus I menjadi 78,83% pada siklus II dengan
peningkatan 7,06%. Secara klasikal nilai motivasi belajar pada pra-siklus sebesar
61,94%, meningkat pada siklus I menjadi sebesar 70,61%, dan mengalami
peningkatan lagi menjadi 76,50% pada siklus II. Perbandingan motivasi secara
klasikal dapat dilihat pada gambar 4.11 berikut.
100
76.5
80 70.61
61.94
Persentase

60
40
20
0
Motivasi Belajar Siswa

Pra-siklus Siklus I Siklus II

Gambar 4.11 Perbandingan Motivasi Belajar Pra-siklus, Siklus I dan Siklus I

3. Hasil Belajar Kognitif Siswa


Hasil belajar kognitif diperoleh dari rata-rata nilai tes akhir siklus dan nilai
mind map. Hasil analisis menunjukkan terdapat peningkatan pada siklus II
dibandingkan siklus I. Diagram perbandingan motivasi belajar dapat dilihat pada
Gambar 4.12 yang menjelaskan peningkatan hasil belajar kognitif siswa sebagai
berikut.
100 92
76
80
Persentase

60

40 28
20

0
Ketuntasan Kognitif

Pra-siklus Siklus I Siklus II

Gambar 4.12 Perbandingan Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Kognitif


63

Berdasarkan Gambar 4.12 dapat diketahui perbandingan ketuntasan hasil


belajar kognitif dari pra-siklus sampai dengan siklus II. Ketuntasan klasikal pada
pra-siklus sebesar 28,00%, siklus I sebesar 76,00%, dan ketuntasan klasikal pada
siklus II sebesar 92,00%. Dari data tersebut diketahui peningkatan hasil belajar
dari pra-siklus ke siklus I yakni sebesar 48,00%, dan terus meningkat sebanyak
16% pada siklus II. Rata-rata nilai pada siklus I adalah 74,40, sedangkan pada
siklus II adalah 84, 12. Sedangkan diagram perbandingan nilai rata-rata klasikal
siklus I dan siklus II dapat dilihat pada gambar 4.13 berikut.

85 84.12

80
Persentase

74.4
75

70

65
Rata-rata Hasil Belajar Kognitif

Siklus I Siklus II

Gambar 4.13 Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siswa


BAB V

PEMBAHASAN

A. Keterlaksanaan Penerapan Model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT

Penelitian ini menerapkan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan


TGT. Keterlaksanaan model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT diketahui dari hasil
observasi pada saat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi
keterlaksanaan pembelajaran. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran
berisi kegiatan-kegiatan pembelajaran yang termasuk dalam sintaks model
pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT yakni, pembentukan kelompok asal,
pengarahan dan pemberian lembar kerja, pembentukan kelompok ahli, diskusi
kelompok ahli, diskusi kelompok asal, diskusi secara klasikal, turnamen , dan
pemberian penghargaan.
Berdasarkan hasil temuan penelitian pada siklus 1 dan siklus 2, dapat
diketahui bahwa seluruh tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Jigsaw dipadu TGT dapat dilaksanakan dengan baik, meskipun
terdapat beberapa indikator dalam tahapan pembelajaran yang kurang terlaksana
secara maksimal. Berikut adalah penjelasan tahap pokok pembelajaran selama
menerapkan pembelajaran dengan menggunkan model pembelajaran Jigsaw
dipadu dengan TGT.

1. Tahap Pendahuluan
Proses pendahuluan pada siklus 1 terlaksana dengan baik, siswa sangat
antusias ketika guru menayangkan video mengenai gerak refleks yang sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Siswa aktif ketika dilakukan proses tanya
jawab setelah siswa menyaksikan video. Sedangkan pada siklus 2 kegiatan
pendahuluan dilaksanakan tanpa menggunakan media video karena disebabkan
oleh ketersediaan LCD yang terbatas. Kendati demikian guru tetap mengisi
kegiatan pendahuluan dengan menyajikan fenomena unik guna menarik perhatian
siswa. Hal ini sesuai dengan peryataan Keller (1987) bahwa strategi yang dapat

64
65

dilakukan oleh guru untuk menarik perhatian siswa adalah memberikan contoh
atas masing-masing konsep atau prinsip secara praktik penting. Setelah guru
memberikan kegiatan apersepsi dan motivasi guru juga menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan harapan agar siswa mengerti tentang pentingnya materi yang
akan dipelajari.

2. Tahap Diskusi Kelompok Ahli


Kegiatan diskusi kelompok ahli dilaksanakan siswa dengan cara berdiskusi
dengan teman satu kelompoknya untuk mengerjakan soal dalam Lembar Kegiatan
Siswa (LKS). Dalam mengerjakan soal siswa dipersilahkan untuk membuka buku
teks dan ditunjang dengan referensi dari internet. Pemberian LKS tersebut
dimaksudkan agar siswa memiliki kesempatan untuk membaca dalam
mengkonstruksi pemahamannya. Zubaidah (2013) menyatakan bahwa, sebagian
besar pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa disajikan dalam bentuk bahasa
tulis, baik dalam bentuk buku teks, modul ataupun buku penunjang lainnya.
LKS yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model
pembelajaran Jigsaw yang terdapat 5 sub materi yang harus dipelajari oleh
masing-masing kelompok ahli materi. Dalam kegiatan ini siswa dituntut untuk
menguasai materi ahli secara mandiri. Menurut Ibrahim (2000) dalam pelaksanaan
diskusi kelompok ahli setiap anggota kelompok harus menguasai materi yang
diberikan dan harus bisa menjadi ekspert untuk mengajarkan materi tersebut pada
anggota kelompoknya. Dengan memberikan kepercayaan kepada siswa untuk
menjadi ahli dibidang materi, siswa akan merasakan percaya diri dalam belajar.
Secara tidak disadari oleh siswa, kepercayaan diri yang timbul dalam diri akan
menyebabkan siswa bersemangat untuk menghadapi setiap tantangan dalam
belajar. Kegiatan mencari data bersama-sama dalam kelompok dapat
menciptakan relevance antara data yang diperoleh siswa dan pengalaman yang
dimiliki oleh tiap-tiap anggota kelompok untuk membangun pengetahuan baru
yang lebih terstruktur dan bermakna. Pendapat lain disampaikan oleh Silverman
dan Smith (2002) dalam Filsaime (2008:89), yang menyatakan bahwa “interaksi
di antara para siswa, dalam bentuk-bentuk diskusi-diskusi kelompok yang
tersusun rapi memainkan peran utama di dalam merangsang daya berpikir kritis”.
66

Melalui kegiatan tersebut siswa dapat melatih aspek attention, relevance,


confidence serta meningkatkan kemampuan kognitif siswa.

3. Tahap Diskusi Kelompok Asal


Dalam kegiatan diskusi kelompok asal masing-masing siswa berkewajiban
dalam menjelaskan materi yang telah dipelajari kepada anggota kelompoknya.
Kegiatan ini sangat melatih kepercayaan diri siswa dalam menyampaikan
informasi kepada teman sebaya. Menurut Uno (2011) menyatakan bahwa teknik
yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di
depan umum. Pemberian kesempatan tersebut dapat meningkatkan rasa percaya
diri siswa akan kemampuan dalam dirinya.
Kegiatan menyampaikan suatu informasi kepada teman sebaya, juga
melatih kemampuan berpikir siswa dalam mengasosiasikan apa yang telah
diketahui kedalam bentuk verbal. Konsep yang telah diubah kedalam bentuk
verbal akan memberikan suatu ingatan yang lebih dalam bagi siswa, sehingga
konsep akan tertanam lebih dalam pada ingatan siswa. Menurut Nurhadi (2003)
dengan siswa ditugasi untuk menyampaikan informasi hasil penguasaan
materinnya kepada teman yang lain yang dilakukan melalui kegiatan berbicara,
otomatis siswa melatih kemampuan dalam transfer informasi dan melatih
kemampuan verbalnya, sedangkan siswa yang berperan sebagai pendengar
berlatih untuk menghargai kinerja teman dan toleransi dengan sesama yang dapat
menjalin hubungan antar pribadi siswa. Dalam kegiatan ini sangat diharapkan
agar siswa melatih aspek confidence serta kemampuan kognitifnya.
Dalam tahap ini dapat menghabiskan banyak waktu jika siswa yang
berkewajiban untuk menjelaskan kurang menguasai konsep atau bermasalah
dalam berkomunikasi. Hal yang perlu diperhatikan lagi jika salah satu siswa tidak
dapat menyampaikan materi dengan baik maka teman dalam satu kelompoknya
akan mengalami kerugian pengetahuan maupun waktu. Proses diskusi kelompok
ahli harus dilaksanakan seoptimal mungkin agar tidak menjadi halangan pada
tahap diskusi kelompok asal nantinya. Guru dapat mengoptimalkan proses
67

pembelajaran dengan aktif berkeliling menuju kelompok kecil dan memberikan


arahan bagi siswa yang mengalami kesulitan.

4. Tahap Diskusi Klasikal


Pada tahap ini merupakan tahap yang bertujuan untuk menyatukan konsep
yang dimiliki oleh masing-masing siswa serta memfasilitasi untuk membenarkan
konsep yang masih salah pada tahap sebelumnya. Siswa secara sukarela atau
ditunjuk oleh guru untuk maju kedepan kelas untuk menjelaskan jawaban atas
soal yang terdapat pada LKS.Dari jawaban siswa tersebut maka selanjutnya
dibuka diskusi secara klasikal. Siswa berhak menyampaikan tanggapan dan
pertanyaan dalam kegiatan ini. Aktifitas siswa tersebut sangat memfasilitasi siswa
dalam melatih keberanian dan kepercayaan diri dalam mengkomunikasikan suatu
informasi. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Anam (2000) bahwa kegiatan
diskusi klasikal dalam model pembelajaran Jigsaw dapat menyediakan
kesempatan berlatih berbicara dan mendengar untuk melatih kognitif siswa dalam
menerima dan menyampaikan informasi. Melalui kegiatan diskusi klasikal ini
siswa diharapkan untuk dapat melatih aspek confidence serta kemampuan
kognitifnya melalui kegiatan menyampaikan dan mendengarkan.

5. Tahap Turnamen
Tahap ini merupakan sintaks yang berasal dari model TGT. Tahap
turnamen berfungsi untuk mengulas kembali materi pelajaran yang telah dipelajari
dan menciptakan suasana kompetisi antar siswa agar berlomba dalam
menunjukkan kemampuan diri dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan
sebelumnya. Melalui tahap ini diharapkan agar siswa dapat meningkatkan aspek
attention, confidence, satisfaction, serta kemampuan kognitif siswa. Pada tahap
ini setiap siswa dalam kelompok bertanding melawan salah satu perwakilan dari
kelompok lain.
Suasana pertandingan inilah yang dapat membangun attensi siswa
terhadap proses pembelajaran, aspek confidence terbangun dari keberhasilan siswa
menjawab pertanyaan turnamen, sedangkan aspek satisfaction terbangun akibat
68

rasa puas siswa terhadap ulasan materi yang disajikan secara menarik dan rasa
puas setelah siswa berkompetisi siswa menjadi tahu akan kemampuan dirinya.
Dalam kegiatan kompetisi ini siswa dapat dapat bersaing secara sehat
untuk menunjukan kemampuannya serta menilai kemampuan diri sendiri agar
harapannya dapat melakukan evaluasi diri untuk pembenahan yang lebih baik
untuk menghadapi proses pembelajaran kedepannya. Melalui kegiatan review
dalam turnamen ini dinilai dapat mengingatkan kembali materi yang terlewat dari
kegiatan sebelumnya, dengan demikian kemampuan kognitif siswa dapat
berkembang seiring dengan semakin matangnya konsep yang dikuasai oleh siswa.

6. Tahap Penghargaan
Tahap ini merupakan sintaks yang berasal dari model TGT. Kegiatan
pemberian penghargaan ini bertujuan untuk meningkatkan aspek satisfaction dan
kemampuan kognitif siswa melalui pemberian penghargaan atas kinerja siswa
dalam belajar. Dengan memberikan penghargaan pada akhir sesi pembelajaran
diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi siswa serta kebanggaan bagi siswa
yang telah menjadi pemenang turnamen, sedangkan bagi siswa yang belum
memenangkan turnamen diharapkan dapat memacu semangatnya untuk terus
belajar agar memenangkan turnamen berikutnya dengan cara belajar lebih giat.
Dalam konsep pendidikan reward merupakan salah satu alat untuk meningkatkan
motivasi para peserta didik. Metode ini bisa dapat mengasosiasikan perbuatan dan
kelakuan (Kompri, 2016).

B. Pemaduan Model pembelajaran Jigsaw dan TGT dapat Meningkatkan


Motivasi Belajar Siswa
Motivasi belajar merupakan tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku
tertentu, siswa akan berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh
manfaat atau keuntungan yang diperoleh. Dalam pembelajaran, motivasi akan
nampak melaui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses,
motivasi juga ditunjukkan melalui kemampuan untuk bekerja dalam melakukan
suatu tugas (Kesnajaya, 2015). Tingkat motivasi siswa akan sangat menentukan
tingkat hasil belajar yang optimal.
69

Melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT dapat


menciptakan kenyamanan dan ketertarikn siswa dalam mempelajari materi. Salah
satu siswa mengaku menjadi rajin mempelajari materi yang akan dipelajari pada
pertemuan berikutnya yang semula sangat malas untuk belajar. Berdasarkan
pernyataan tersebut membuktikan bahwa dengan adanya motivasi yang tumbuh
dari dalam diri siswa akan dapat menggerakkan perilaku belajar yang timbul tanpa
paksaan dari orang lain. Hal ini didukung oleh pernyataan Kompri (2016) yang
menyatakn bahwa hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi.
Motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar siswa. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa semakin tinggi motivasi siswa dalam belajar
maka makin besar pula intensitas siswa dalam belajar, sehingga motivasi belajar
yang tinggi dapat meningkatkan pula hasil belajar siswa.
Motivasi belajar yang diamati pada penelitian ini meliputi empat indikator
yaitu, attention, relevance, confidence, dan satisfaction. Hasil analisis data nilai
motivasi belajar siswa setiap indikator pada Gambar 4.9 menunjukan adanya
peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Hal ini dikarenakan tahap-tahap model
pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT memberikan kesempatan bagi siswa
untuk meningkatkan masing-masing indikator motivasi belajar sebagai berikut.

1. Attention
Hasil analisis data nilai motivasi belajar diketahui bahwa indikator aspek
attention meningkat dari 69,82% pada siklus I menjadi 75,51% pada siklus II
dengan peningkatan 5,69%. Peningkatan attention sebesar 5,69% karena adanya
tahap apersepsi serta penggunaan model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT
terutama pada tahap diskusi kelompok ahli. Pada tahap apersepsi siswa disajikan
tayangan video terkait fenomena yang sering ditemui dalam kegiatan sehari-hari
siswa. Hal ini sesuai dengan peryataan Keller (1987) bahwa strategi yang dapat
dilakukan oleh guru untuk menarik perhatian siswa adalah memberikan contoh
atas masing-masing konsep atau prinsip secara praktik penting.
70

2. Relevance
Hasil analisis data nilai motivasi belajar indikator relevance menunjukkan
adanya peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Aspek relevance meningkat dari
72,75% pada siklus I menjadi 76,34% pada siklus II dengan peningkatan 3,59%.
Peningkatan nilai relevance sebesar 3,59% ini karena pada metode pembelajaran
Jigsaw dipadu TGT terutama pada tahap diskusi kelompok ahli dan kelompok
asal.
Pada tahap diskusi kelompok ahli siswa mempelajari fenomena-fenomena
unik yang disajikan dalam soal LKS. Fenomena yang disajikan pada LKS
merupakan fenomena yang kontekstual yang harus didiskusikan bersama
kelompok ahli sehingga siswa tertarik dalam mempelajari materi biologi. Hal ini
didukung oleh pernyataan Uno (2011) menggunakan materi yang telah diketahui
oleh siswa akan lebih mudah diterima dan merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Memberikan contoh
penggunaan materi juga sangat dibutuhkan oleh siswa agar siswa tertarik dengan
pembelajaran yang guru berikan.

3. Confidence
Hasil analisis nilai motivasi belajar indikator confidence menunjukan
adanya peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Aspek confidence meningkat dari
68,11% pada siklus I menjadi 75,33% pada siklus II dengan peningkatan sebesar
7, 22%. Peningkatan ini dapat dikarenakan penggunaan model pembelajaran
Jigsaw dipadu dengan TGT terutama pada langkah diskusi kelompok asal. Dalam
kegiatan diskusi kelompok asal siswa diharuskan untuk menjelaskan materi yang
telah diperoleh dari diskusi kelompok ahli materi. Pada tahap ini siswa secara
bergantian menjelaskan materi yang dikuasainnya. Dengan memberikan
kesempatan siswa untuk melakukan tutor sebaya berdampak sekali pada rasa
kepercayaan diri siswa.
Tahap diskusi secara klasikal juga dapat meningkatkan kepercayaan diri
siswa. Pada tahap diskusi klasikal siswa secara sukarela menjawab soal yang
terdapat pada LKS dan menjelaskannya di depan kelas. Dalam memberikan
penjelasan siswa diperkenankan untuk menggunakan media papan tulis sebagai
71

media bagi siswa yang menjelaskan suatu konsep kepada siswa lain. Siswa dilatih
mengkomunikasikan konsep yang dimiliknya, secara otomatis siswa juga dilatih
untuk mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi. Keterampilan dan
kemampuan siswa inilah yang dapat dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa
dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Uno (2011) bahwa teknik yang
dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di
depan umum. Pemberian kesempatan tersebut dapat meningkatkan rasa percaya
diri akan kemampuan dalam diri siswa.
Selain dari aplikasi sintaks model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan
TGT teknik dalam mengajar juga dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa
seperti pemberian pujian kepada siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran
dan memberikan kesempatan bagi siswa yang tidak aktif untuk untuk ikut
berpartisipasi dalam pembelajaran dengan memberikannya pertanyaan yang relatif
mudah. Dengan demikian siswa menjadi tidak merasa takut untuk bertanya dan
menyampaikan suatu pendapat dalam pembelajaran.

4. Satisfaction
Hasil analisis nilai motivasi belajar indikator satisfaction menunjukkan
adanya peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Aspek satisfaction meningkat dari
71,77% pada siklus I menjadi 78,83% pada siklus II dengan peningkatan 7,06%.
Peningkatan ini dapat dikarenakan penggunaan model pembelajaran Jigsaw
dipadu dengan TGT terutama pada langkah pemberian penghargaan. Pada
kegiatan pemberian penghargaan guru memberikan penghargaan kepada siswa
dalam kelompok yang memenangkan turnamen. Dengan adanya pemberian
penghargaan bagi siswa yang berprestasi dalam proses pembelajaran, maka akan
menimbulkan rasa kepuasan bagi siswa atas usaha dan kemampuannya.
Teknik dalam mengajar juga mampu meningkatkan rasa kepuasan bagi
siswa semisal pemberian pujian maupun pemberian hadiah pada siswa yang
berhasil memberikan kesimpulan dan refleksi pembelajaran. Menurut Keller
(1987) dengan memberikan umpan balik yang relevan selama proses
pembelajaran semisal pemberian pujian atas partisipasi siswa, memberi tuntunan
72

hingga siswa menjawab dengan benar, serta memberikan penghargaan sederhana


atas pencapaian siswa dapat meningkatkan kepuasan belajar bagi siswa.

C. Model Pembelajaran Jigsaw dipadu TGT dapat Menigkatkan Hasil


Belajar
Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena belajar
merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar adalah hasil dari proses
pembelajaran. Hasil analisis data nilai hasil belajar kognitif menunjukan bahwa
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Jigsaw dipadu dengan TGT
dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Jigsaw dipadu degan TGT mendorong siswa
untuk aktif dalam belajar. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan perpaduan
model tersebut dapat memfasilitasi siswa untuk belajar secara aktif dalam suasana
yang menyenagkan.
Proses belajar yang mendalam pada tahap diskusi kelompok ahli, diskusi
kelompok asal, dan diskusi klasikal yang berasal dari sintaks model pembelajaran
Jigsaw yang disempurnakan dengan adanya turnamen dan penghargaan dari
sintaks model pembelajaran TGT yang berfungsi untuk mereview materi dapat
menciptakan suasana belajar yang inovatif dan menarik. Melalui proses diskusi
dan kerja kelompok akan memberikan manfaat yang lebih banyak kepada setiap
siswa dalam kelompok. Pada kelompok heterogen terdapat siswa yang
berkemampuan tinggi, sedang, dan ada yang kurang. Menurut Slavin (2016) siswa
yang paling banyak memperoleh manfaat dari kegiatan kelompok adalah siswa
yang dapat memberikan penjelasan secara terperinci.
Sebuah analisis terpisah membuktikan bahwa sepuluh persen teratas dan
lima persen teratas menemukan pengaruh positif yang sangat besar dari
pembelajaran kooperatif terhadap siswa ini. Adanya kegiatan pembelajaran sebaya
memfasilitasi siswa yang memiliki kemampuan tinggi untuk lebih
mengembangkan kemampuannya dalam menjelaskan suatu materi, sedangkan
pada siswa yang kurang dalam aspek materi akan mendapat keuntungan
penjelasan konsep yang belum dipahaminnya. Adanya pengulangan materi
membuat siswa lebih matang dalam memahami konsep yang telah dipelajari.
73

Dalam LKS juga memuat materi yang berhubungan dengan kehidupan


sehari-hari sehingga siswa merasa butuh untuk memahami materi yang
dipelajarinnya. Menurut Rusman, 2012 pembelajaran yang kontekstual dapat
mengembangkan pemikiran siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri
dan dapat menciptakan rasa ingin tahu siswa terhadap materi. Kegiatan praktik
yang diintegrasikan kedalam LKS juga membuat siswa lebih tertantang dalam
mempelajari suatu materi.
Dengan suasana belajar nyaman dan menyenangkan maka membuat siswa
termotivasi untuk mempelajari materi pelajaran. Adanya Motivasi belajar yang
tinggi dalam diri siswa akan membuat siswa lebih bersemangat untuk mempelajari
suatu materi serta sehingga hasil belajar siswa dapat mengalami peningkatan.
Sanjaya (2011:54) menyatakan keberhasilan belajar siswa dapat ditentukan oleh
motivasi belajar yang dimilikinya. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi
cenderung memiliki hasil belajar yang lebih tinggi, sebaliknya siswa yang
motivasi belajarnya rendah, hasil belajarnya juga rendah.
Dalam penelitian ini diketahui masih terdapat siswa yang belum tuntas
atas hasil belajar kognitifnya. Nilai yang diperolah dari hasil tes siklus II hanya
sebesar 67 dan belum mencapai nilai KKM yang harus dicapai. Siswa yang
bersangkutan memang mengalami masalah dalam belajarnya, ia kesulitan dalam
mengolah informasi karena lemahnya daya ingat siswa yang bersangkutan dengan
materi pelajaran. Dalam menghadapi kondisi ini guru memberikan perlakuan
khusus terhadap siswa yang bersangkutan. Setelah guru memberikan penjelasan
secara klasikal guru berinisiatif untuk memberikan penjelasan khusus kepada
siswa tersebut secara personal. Menurut Slavin (2016) siswa yang kinerja
akademiknya secara signifikan berada di belakang siswa yang taraf
perkembangannya normal perlu diberikan perhatian khusus oleh guru dan perlu
mendapatkan pengajaran individualistik.
74

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT dapat meningkatkan


motivasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa aspek
attention meningkat dari 69,82% pada siklus I menjadi 75,51% pada siklus II
dengan peningkatan 5,69%. Aspek relevance meningkat dari 72,75% pada
siklus I menjadi 76,34% pada siklus II dengan peningkatan 3,59%. Aspek
confidence meningkat dari 68,11% pada siklus I menjadi 75,33% pada siklus
II dengan peningkatan 7,22%. Aspek satisfaction meningkat dari 71,77% pada
siklus I menjadi 78,83% pada siklus II dengan peningkatan 7,06%. Secara
klasikal nilai motivasi mengalami peningkatan dari 70,61% pada siklus I
menjadi 76,50 % pada siklus II.
2. Penerapan model pembelajaran Jigsaw dipadu TGT dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 76,00%, mengalami
peningkatan sebesar 16,00% menjadi 92,00% pada siklus II. Rata-rata nilai
hasil belajar kognitif pada siklus I adalah 74,80, mengalami peningkatan
menjadi 84, 12 pada siklus II.

B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dalam melaksanakan PTK
menggunakan observer dengan orang yang sama agar data yang diperoleh
lebih akurat.
2. Bagi guru yang mengajar materi biologi di kelas non-IPA dapat menerapkan
pembelajaran yang menarik dan menantang seperti model pembelajaran
Jigsaw dipadu TGT untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
dikelas.
75

DAFTAR RUJUKAN

Anam, K. 2000. Implementasi Eratif Learning Adaptasi Model Jigsaw dan Field
Study. Jakarta: Dirjen Dinasmen.

Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk


Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen (Revisi Taksonomi Pendidikan
Bloom). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi
Aksara.

Aronson, E. 2010. The Jigsaw Classroom, (Online),


(http:/www.jigsaw.org/#steps), diakses tanggal 8 Februari 2017

Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar Dan Pembelajara. Bandung: Alfabeta.

Filsaime, D.K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis & Kreatif. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya

Hamalik, O. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamid, S., Mas’ud, A., Ahmad, H. 201. Penerapan Model Pembelajaran Team
Game Tournament (TGT) dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Biologi
Siswa Di MTS Negeri Dowora. Jurnal Bioedukasi, (Online), 2 (2): 221-
228,
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=338546&val=7064&
title=PENERAPAN%20MODEL%20PEMBELAJARAN%20TEAM%20
GAME%20TOURNAMENT%20(TGT)%20DALAM%20MENINGKAT
KAN%20HASIL%20BELAJAR%20IPA%20BIOLOGI%20SISWA%20D
I%20MTs%20NEGERI%20DOWORA), Diakses pada tanggal 7 Mei
2018.

Hartati, E. 2014. Penerapan Model Pembelajaran dengan Metode Pembelajaran


Jigsaw dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Materi Penggunaan
Mikroorganisme Dalam Pembuatan Tempe pada Siswa Kelas IX SMP
Negeri 16 Banda Aceh. (Online), 2 (5): 112-131,
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=293332&val=6353&
title=Penerapan%20Model%20Pembelajaran%20dengan%20Metode%20P
embelajaran%20Jigsaw%20dalam%20Meningkatkan%20Prestasi%20Bela
jar%20Materi%20Penggunaan%20Mikroorganisme%20dalam%20Pembua
tan%20Tempe%20pada%20Siswa%20Kelas%20IX%20SMP%20Negeri%
2016%20Banda%20Aceh) diakses pada tanggal 7 Mei 2018.
76

Hermayani, A. Z., Dwiastuti, S., & Marjono. 2015. Peningkatan Motivasi Belajar
dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Ekosistem Melalui
Penerapan Model Inkuiri Terbimbing. Bioedukasi Jrnal Pendidikan
Biologi, (Online), 6 (2): 1-7,
(https://www.google.co.id/?gws_rd=cr&ei=WN9hWN2cGIfWvATS9J3g
DA#), diakses Desember 2016.

Huda, M. 2011. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model


Penerapan.Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press

Islami, S. N. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning


Dipadu dengan Pembelajaran Kooperatif Model Student Teams-
Achivement Divisions Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas XC SMA Tamansiswa (Taman Madya) Malang.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang

Johnson, E.B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Media
Utama.

Keller, J.M. 2010. Motivation Design for Learning and Performance The ARCS
models Approach. USA: Florida State University.

Keller, J.M. 1987. Motivation Design for Learning and Performance The ARCS
models Approach. USA: Florida State University.

Kesnajaya, I.K., Dantes, N., & Dantes, G.D. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas V pada SD Negeri 3 Tianyar Barat. Jurnal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesa, (Online), 5 (1)
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24410/1/ANGG
A), diakses tanggal 15 September 2016.

Kompri. 2016. Motivasi Pembelajaran Prespektif Guru dan Siswa. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya
Lela, T.R, Triasianingrum, A. 2012. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan
Teknik Mind Mapping, (Online),
(http://ejournal.unpak.ac.id/download.php?file=mahasiswa&id=609&nam
e=LELA%20(036108079).pdf), diakses tanggal 15 September 2016.

Mardiana. 2016. Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Kognitif melalui


Penerapan PBL dipadu Mind Map Berbasis Lesson Study pada Mata
Kuliah Pengantar Pendidikan Mahasiswa S1 Pendidikan Biologi
Universitas Negeri Malang Tahun 2015. Jurnal Pendidikan Hayati, 2 (1):
7-16, (http://download.pendidikan-hayati.org/article.php?article.pdf)
Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.
77

Mulyasa, H.E. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Pangestuti, A.A., Susilo, H., Zubaidah., S.2014. Penerapan Model Pembelajaran
Biologi Berbasis Reading – Concept Map –Teams Games Tournaments
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar
Kognitif Siswa Kelas X IPA 4 SMA Laboratorium UM. Makalah disajikan
dalam Prosiding Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS,
Surabaya, Juni 2014 (Online),
(http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/article/view/4985/3494)
Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.

Pebruanti, L. 2015. Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran
Pemograman Dasar Menggunakan Modul Di SMKN 2 Sumbawa. Jurnal
Pendidikan Vokasi, (Online), 5 (3)
(http://journal.uny.ac.id/index.php/jpv/article/download/6490/5588 )
diakses tanggal 15 September 2015.

Purnamasari, Y. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams


Games Tournament (TGT) Terhadap Kemandirian Belajar Dan
Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematik Peserta
Didik SMPN 1 Kota Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan dan Keguruan,
(Online), 1 (1),
(http://pasca.ut.ac.id/journal/index.php/JPK/article/viewFile/3/3) diakses
tanggal 15 September 2016.

Purwanti, L.A. 2015. Studi Awal Persepsi Guru Terhadap Penerapan Model
Kooperatif Tipe TGT dan Kendala Dalam Pelaksanaan Kegiatan
Pembelajaran Pada Mata Pelajaran IPA di MTsN Semerah Kerinci Jambi.
Makalah disajikan dalam Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan
Pembelajaran Sains, Bandung, 8 dan 9 Juni 2015 (Online)
(http://portal.fi.itb.ac.id/snips2015/files/snips_2015_lina__purwanti_66c60
685e5ce5f71e7fc9b15f25016e9.pdf ), diakses tanggal 15 September 2016.

Purwanto, N. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Putra, D S. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Terhadap Hasil Belajar Chest Pass Pada Permainan Bolabasket (Studi
Pada Siswa Kelas Vii Smp Negeri 5 Sidoarjo). Jurnal Pendidikan
Olahraga dan Kesehatan, (Online) 2 (3): 526 – 531,
(http://ejournal.unesa.ac.id/article/13076/68/article.pdf ) diakses tanggal 15
September 2016.

Rochmah, S N., Widayati,S., Arif, M. 2009. Biologi SMA/MA Kelas XI. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sanjaya. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.


78

Slavin, R.E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.

Slavin, R.E. 2010. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.

Slavin, R.E. 2016. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.

Suparman., Wondal, R., & Djamrud, S. 2014. Penerapan Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
IPA pada Konsep Pencemaran Lingkungan. Jurnal Bioedukasi, (Online),
1 (3): 293-298,
(http://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/viewFile/1681/1133),
Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.

Susilo, H. 2005. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw II sebagai Strategi


Pemberdayaan berpikir dalam Pembelajaran IPA Biologi. Makalah
disajikan dalam rangka Pelatihan Pemberdayaan Berpikir pada
Pembelajaran IPA Biologi dalam rangka RUKK VA di Malang, 25 Juli
2005.

Susilo, H., Chotimah, H., & Sari, Y. D. 2011. Penelitian Tindakan Kelas, sebagai
Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang:
Bayumedia.

Tenzer, A., Lestari U., Gofur., Rahayu, S.E., Masjhudi., Handayani, N.,
Wulandari, N., & Maslikah, S.I. 2013. Struktur Perkembangan Hewan (SPH
1) Bagian 2. Malang: Universitas Negeri Malang.

Uno B.H. 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Yulaikah, M. 2012. Penerapan Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa


Sekolah Dasar. E- Journal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, (Online), 6
(1): 1–8,
(http://dispendik.surabaya.go.id/surabayabelajar/jurnal/199/6.7.pdf)
diakses 15 September 2016.

Zubaidah, S. 2013. Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Teams Achievement


Divisions). Makalah dipresentasikan pada Seminar dan Lokakarya
Persiapan PTK PHK A2 Setting wilayah Pertanian, Jurusan Biologi
FMIPA UM, Malang, 16 Juli 2006.

Anda mungkin juga menyukai