Anda di halaman 1dari 2

Farah Dwita Angelina

131711133141 / A1-2017

Perkembangan intervensi pada epilepsi

Epilepsi merupakan salah satu penyakit dalam bidang neurologi yang insidensi dan
prevalensinya terus meningkat. Penyakit epilepsi atau ayan adalah gangguan sistem saraf pusat
akibat pola aktivitas listrik otak yang tidak normal, sehingga menimbulkan keluhan kejang,
sensasi dan perilaku yang tidak biasa, hingga hilang kesadaran. Bangkitan epilepsi adalah suatu
tanda atau gejala sepintas yang disebabkan oleh aktivitas neuronal di otak yang bersifat sinkron
dan berlebihan atau abnormal. Epilepsi adalah suatu gangguan fungsi otak yang dicirikan oleh
kecenderungan predisposisi untuk menimbulkan bangkitan epileptik beserta konsekuensinya
yang bersifat neurobiologik, kognitif, psikologik, dan sosial.Salah satu konsekuensi penting
pada epilepsi adalah penurunan fungsi kognitif. Beberapa penelitian menunjukkan banyak
pasien justru mengeluhkan penurunan fungsi kognitif lebih menyengsarakan dibandingkan
epilepsi itu sendiri.

Beberapa diagnosa ditegakkan dalam asuhan keperawatan dengan penyakit epilepsi. Dimana
salah satu dari diagnosa itu adalah Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan
perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme
perlindungan diri. Dari diagnosa tersebut didapatkan intervensinya yaitu kaji karakteristik
kejang, jauhkan pasien dari benda tajam/ atau membahayakan pasien, segera letakkan sendok
di mulut pasien yaitu diantara rahang pasien, dan kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang.

Sebagian besar penderita epilepsi terutama penderita sindrom epilepsi tertentu akan mengalami
gangguan kognitif. Prevalensi gangguan kognitif pada epilepsi berkisar antara 20-
50%.Perkembangan dari intervensi yang didapat dari intervensi kejang yaitu terapi epilepsi
baik terapi farmakologis maupun nonfarmakologis terbukti sangat mempengaruhi munculnya
gangguan/penurunan fungsi kognitif pada penderita epilepsi. Bromida, benzodiazepin dan
fenobarbital memiliki efek negatif yang lebih besar dibandingkan dengan fenitoin,
karbamazepin, atau asam valproat walaupun fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat juga
memiliki efek negatif terhadap fungsi kognitif. Obat-obatan antiepilepsi yang memiliki
mekanisme aksi pada kanal natrium memiliki efek samping terhadap fungsi kognitif yang lebih
kecil, di mana risiko yang lebih besar terkait dengan obat-obatan yang bersifat GABAergik.
Obat-obatan yang memblok kanal natrium seperti lamotrigin dan oxcarbazepin memiliki efek
positif terhadap kognitif yakni peningkatan kecepatan belajar dan psikomotor. Efek ini lebih
jelas terlihat pada obat yang spesifik bekerja pada reseptor N-methyl-D-Aspartic
Acid(NMDA). Obat-obatan antiepileptik memiliki efek psikotropik positif dan negatif pada
kognisi dan perilaku. Obat-obatan antiepileptik generasi lama seperti fenobarbital, fenitoin,
karbamazepin, dan asam valproat lebih sering dikaitkan dengan problem kognitif dibandingkan
dengan obat antiepilepsi generasi baru seperti lamotrigin, gabapentin, levetirasetam, topiramat,
zonegran, dll. Domain utama yang seringkali terkena dampak negatif dari penggunaan obat
anti epilepsi adalah atensi dan fungsi eksekutif, namun domain memori dan bahasa juga dapat
terlibat dalam beberapa studi yang pernah dilaporkan. Terapi bedah merupakan pilihan terapi
yang cukup menjanjikan pada pasien dengan epilepsi simtomatik fokal dan digunakan untuk
menangani epilepsi refrakter/farmakoresisten. Terapi bedah sendiri memiliki dampak positif
dan negatif terhadap fungsi kognitif. Risiko terjadinya penurunan fungsi kognitif pasca operasi
sangat bergantung pada karakteristik masing-masing pasien.

http://bikdw.ukdw.ac.id/index.php/bikdw/article/view/10

Nanda

Nic

Askep praktis

Anda mungkin juga menyukai