Anda di halaman 1dari 67

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketuban pecah dini

1. Anatomi fisiologi reproduksi

Anatomi organ reproduksi wanita terdiri dari organ internal dan

eksternal.Organ internal terdiri atas ovarium, oviduct (tuba fallopi), uterus

(rahim), leher Rahim (serviks), dan vagina.Organ eksternal wanita adalah

vulva yang terdiri dari klitoris, labia mayor, dan labia minora.

Oragan-organ reproduksi pada wanita merupakan seperangkat alat yang

berfungsi untuk menghasilkan sel telur serta nutrisi yang diperlukan untuk

menghasilkan keturunan sarana penerima sperma, dan tempat

membesarkan janin.

Sementara pria menghasilkan jutaan sperma setiap harinya. System

reproduksi wanita biasanya hanya bias menghasilkan sebuah sel telur

setiap bulannya. Dalam kehidupannya, seorang wanita bias mengasilkan

sekitar 400 sel telur. Sel telur matang disebut ovum.

Telur dihasilkan di dalam dua buah ovarium. Sekitar setiap 28 hari, telur

yang matang akan keluar dari ovarium, peristiwa ini disebut ovulasi. Telur

yang matang akan masuk ke dalam salah satu dari lubang berotot atau tuba

fallopii yang berhubungan dengan uterus. Bila ovum tidak subur,

alternative lainnya akan di besarkan di dalam uterus.

8
9

Leteinizing Hormone (LH) dan Fpllicle Stimulating Hormone (FSH)

adalah hormone yang mengatur haid dan ovulasi pada wanita. LH dan

FSH akan meningkat dan menurun secara bersamaan sepanjang siklus

mentruasi. Sementara itu, estrogen dan progesterone adalah hormone

wanita berpengaruh penting dalam perkembangan sifat wanita (Gunawan,

2010).

Untuk bias melihat seorang wanita hamil, dibutuhkan sperma yang normal

dan sehat serta seluruh alat reproduksi wanita harus berfungsi dengan baik.

Berikut ini adalah penjelasan dari organ reproduksi wanita:

a. Organ reproduksi wanita bagian dalam

Berikut ini organ penting dalam system reproduksi wanita.

Organ reproduksi wanita bagian dalam.Terdiri atas tuba fallopi,

ovarium, uterus, dan vagina.

1) Saluran telur (oviduct atau tuba fallopi)

Saluran telur atau tuba fallopi merupakan sepasang saluran

sepanjang 10 cm yang terletak di kanan dan kiri uterus.Saluran ini

menghubungkan uterus dengan ovarium melalui fimbria. Ujung

pangkal dari tuba fallopi bermuara di uterus, sedangkan ujung yang

lain merupakan ujung bebas dan terhubung ke dalam rongga

abdomen (perut). Ujung yang bergerak bebas ini disebut fimbria,

bentuknya seperti rumbai-rumbai.Fimbria berfungsi untuk

menangkap sel telur pada saat dilepaskan oleh ovarium. Dari

fimbria, selanjutnya sel telur akan digerakkan oleh rumbai-rumbai


10

halus dalam saluran telur menuju ke dalam uterus (Gunawan,

2010).

2) Indung telur (ovarium)

Indung telur atau ovarium adalah kelenjar yang memproduksi

estrogen dan progesterone.Terletak di rongga panggul bagian

kanan dan kiri, tepatnya di ujung tuba atau fimbria. Ovarium

mempunyai panjang 3 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 1 cm. setiap

ovarium mengandung 150-200 ribu folikel primodial. Sejak

pubertas, setiap bulan dari folikel de graaf (folikel yang matang).

Peristiwa inilah yang disebut ovulasi.

Satu buah ovum setiap bulam secara bergantian akan dilepaskan

dari ovarium. Sel telur yang telah dilepaskan akan berjalan menuju

uterus melalui saluran telur atau tuba fallopi (Gunawan, 2010).

3) Rahim (uterus)

Rahim atau uterus merupakan organ reproduksi wanita yang

mempunyai peranan peting. Mulai dari proses menstruasi, hingga

proses melahirkan. Bentuk uterus menyerupai buah pir, berongga,

dan berotot. Berat uterus sebelum hamil adalah 30-50 gram dengan

panjang 9 cm dan lebar 6 cm. namun saat hamil, uterus dapat

membesar hingga mencapai berat satu kilogram. Uterus disusun

oleh tiga lapisan, sebagai berikut:

a) Lapisan parametrium, lapisan terluar ang berhubungan dengan

rongga perut.
11

b) Lapisan myometrium, lapisan otot yang berfungsi

menghasilkan kontraksi untuk mendorong bayi agar keluar

pada proses persalinan.

c) Lapisan endometrium, lapisan dalam uterus sebagai tempat

menempelnya sel telur yang sudah dibuahi (zigot). Lapisan ini

terdiri dari lapisan kelenjar yang kaya akan pembuluh darah.

d) Di dalam uterus terjadi proses penting yaitu menstruasi,

kehamilan, hingga melahirkan. Berat uterus dapat menjadi datu

kilogram saat hamil.

(Gunawan, 2010)

4) Serviks (leher rahim)

Leher Rahim atau serviks merupakan bagian terdepan dari Rahim

yang menonjol dan berhubungan langsung dengan vagina. Daluran

yang berdinding tebal ini akan menipis dan membuka saat proses

persalinan dimulai.

Serviks menghasilkan cairan berlendir yang disebut dengan mucus

atau lender. Normalnya menjelang dan saat ovulasi, jumlah mucus

akan meningkat, lebih elastis, dan licin, sehingga membantu

sperma mencapai uterus dalam usahanya membuahi sel telur

(Gunawan, 2010).
12

5) Vagina

Vagina merupakan sebuah liang yang berakhir di bagian Rahim.

Panjang sekitar 8-10 cm. vagina terbentuk dari otot yang bersifat

elastis, dapat melebar, dan menyempit.Fungsi vagina sebagai jalan

kelahiran dan keluarnya darah pada saat menstruasi.

Bagian ujung terluar vagina ditutupi oleh sebuah selaput tipis yang

disebut selaput dara.Bentuk dari selaput dara setiap wanita

berbeda-beda. Biasanya selaput ini akan robek pada saat senggama.

Namun, bias juga robek akibat kecelakaan, olahraga, atau

menstruasi yang terlalu dalam.

Lendir yang dihasilkan leher Rahim dapat membantu pergerakkan

sperma mencapai uterus (Gunawan, 2010).

Gambar 2.1 Sumber: (Gunawan, 2010)

Gambar 2.1 Sumber: (Gunawan, 2010).

b. Organ reproduksi wanita bagian luar (vulva)

Vulva merupakan organ reproduksi wanita bagia luar.Fungsinya

seperti kantong zakar pada pria.Vulva terrdiri atas mons pubis, labia

mayor, labia minora, dan klitoris. Berikut penjelasannya:


13

1) Mons pubis adalah tonjolan berisi jaringan lunak di bagian bawah

perut dan ditumbuhi rambut pada wanita dewasa.

2) Labia mayor adalah lipatan berbentuk seperti bibir yang terletak di

kanan dan kiri kemaluan. Labia mayor berada di bagian luar dan

eih tebal.

3) Labia minor adalah lipatan berbentuk seperti bibir yang lebih tipis

dibandingkan labia mayor dan merupakan pintu masuk ke vagina

4) Klitoris adalah organ kecil seperti kacang hijau yang terletakn pada

pertemuan antara kedua labia minor dan mons pubis. Klitoris

berfungsi seperti kepela penis pada pria. Klitoris dibungkus oleh

kulit yang disebut preputium yang berfungsi seperti kulit pada

ujung penis pria yang tidak disunat.

Klitoris dipenuhi oleh saraf sensorik dan pembuluh darah, sehingga

sangat sensitive dan mudah terangsang bila tersentuh.Klitoris

mempunyai peran besar dalam seksual wanita.

Robeknya selaput dara pada wanita tidak hanya diakibatkan oelh

senggama, tetpi bias juga disebabkan oleh kecelakaan atau

olahraga (Gunawan, 2010).

Gambar 2.2 Sumber: (Gunawan, 2010)


14

c. Amnion

Amnion adalah membrane transparan berwarna abu-abu yang melapisi

korion. Selaput ini menutup pars fetal plasenta dan talipusat. Kantung

amnion berisi cairan amnion dan janin berada dalam cairan tersebut.

Selaput Amnion terdiri dari 5 lapisan yaitu :

1) Lapisan seluler

2) Membrane basalis

3) Stratum fibroblast

4) Stratum spongiosum dibagian paling luar dan melekat dengan

lapisan seluler korion.

Korion adalah membrane bagian paling luar dan menempel pada

dinding uterus serta menempel pada tepi plasenta. Histology korion

terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

1) Lapisan seluler

2) Lapisan retikuler padat

3) Pseudo-basement membrane

4) Trofoblas

Gambar 2.3 anatomi amnion (Gunawan, 2010)


15

Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi

rahim. Cairan ini ditampung didalam kantung amnion yang disebut

kantung ketuban atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh

buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah

dengan produksi cairan janin, yaitu seni janin. Pada pertengahan

kehamilan jumlahnya sekitar 400ml dan pada kehamilan 36-38 minggu

mencapai 1000ml setelah itu volume terus menurun dan penurunan

berlanjut terus sampai kehamilan postmatur.

Warna cairan dalam kondisi normal pucat dan berwarna seperti jerami

dan dapat mengandung serpihan verniks kaseosa. Apabila cairan

amnion berwarna cokelat kehijauan janin biasanya mengalami episode

hipoksia yang menyebabkan relaksasi singterani dan keluarnya produk

sampingan pencernaan janin didalam uterus, yang disebut mekonium.

Cairan amnion yang kekuningan menunjukkan adanya hipoksia janin

yang terjadi 36 jam atau lebih sebelum ketuban pecah. Cairan amnion

yang bercampur mekonium dapat merupakan hal yang normal pada

presentasi sungsang akibat tekanan pada rectum selama proses

penurunan.

Komposisi cairan amnion :

1) Air (98%-99%)

2) Karbohidrat (glukosa dan fruktosa), protein (albumin dan

globulin), lemak, hormone (esterogen dan progesterone), enzim

(alkali fosfate).
16

3) Mineral (natrium, kalium dan klorida)

4) Material lain (vernix caseosa, rambut lanugo, sel, epitel)

Beberapa fungsi dari cairan amnion yaitu :

1) Mempertahankan suhu yang merata dalam uterus

2) Memungkinkan gerakan bagian-bagian janin secara bebas

3) Melindungi janin,cairan amnion berfungsi sebagai peredam kejutan

(jika terjadi trauma atau terjatuh)

4) Membilas saluran genetalia bawah ketika terjadi rupture membrane

amnion.

Cairan amnion dalam keadaan normal mempunyai konsistensi seperti

air dan baunya tidak menyengat. Apabila cairan menjadi kental atau

berbau tidak enak maka perlu dicurigai adanya infeksi. Volume cairan

amnion berkisar antara 500-1200 ml. kebanyakan cairan amnion ini

berasal dari aliran darah ibu ditambah urin janin (Pearce, 2009)

2. Definisi ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada

tanda-tanda persalinan (Ratnawati, 2017).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggusatu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian besar

ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu,

sedangkn kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009)


17

3. Penyebab ketuban pecah dini

a. Serviks inkompeten.

Kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada

serviks uteri (akibat persalinan, curettage)

b. Overdistensi uterus.

Tekanan intrauterine yang meningkat secara berlebihan atau

overdistensi uterus misalnya karena hidroamnion, gemelli dan

trauma.Trauma yang di dapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan

dalam, menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

c. Factor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan

genetik).

d. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia,

meningkatnya enzim proteolitik).

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya

KPD

e. Kelainan Letak

Kelainan letak, misalnya sungsangsehingga tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi

tekanan terhadap membrane bagian bawah.

(Yuli, 2017)
18

4. Manisfestasi ketuban pecah dini

Manisfestasi klinis KPD menurut (Ratnawati, 2017)yaitu:

a. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau tau

keclokatan sedikit-sedikit atau sekaligus.

b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.

c. Janin sudah diraba.

d. Para periksa dalam selaput ketubn tidak ada, air ketuban sudah kering.

e. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada

dan air ketuban sedah kering.

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada KPD menurut (Yuli, 2017) yaitu:

a. Pemeriksaaan leukosit darah

Untuk menentukan ada tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang

digunakan adalah adanya leukosit maternal (lebih dari 15.000/uL).

b. Tes lakmus merah berubah menjadi biru.

Prinsip tes ini adalah dengan menggunakan kertas nitrazin yang

berubah warna pada keadaan pH yang berbeda.sekret vagina pada

wanita hamil mempunyai pH antara 4,5 – 5,5 sedangkan cairan amnion

7,0-7,2. Cairan ketuban yang bersifat basa akan merubah lakmus

menjadi biru.
19

c. Amniosentesis

Amnionsintesis adalah prenatal dengan mengambil sampel dari cairan

ketuban yakni cairan yang mengelilingi janin di dalam rahim. Tes

dapat melihat atau memeriksa apakah janin memiliki kelainan genetik

tertentu atau terdapat kemungkinan adanya kelainan kromosom.

d. USG: menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri.Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah

cairan ketuban yang sedikit.

6. Komplikasi

Komplikasi pada KPD menurut (Manuaba, 2009) yaitu :

a. Sindrom gawat Napas bagi bayi

Sindrom gawat napas bayi adalah sindrom gawat napas yang

disebabkan difisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir

dengan masa gestasi kurang atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan

dalam paru.

b. Penekanan Tali Pusat

Tali pusat berfungsi untuk mengangkut oksigen dan makanan ke janin,

sehingga penekan tali pusat dapat menyebabkan bayi kekurangan

nutrisi dan oksigen.


20

c. Plasenta terlepas lebih awal

Solusio plasenta yaitu terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta dari

dinding rahim sebelum proses persalinan terjadi.

d. Persalinan Preterm

Persalian preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum genap usia

kehamilan 37 minggu.

e. Infeksi intrapartum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke

intrauterine.

Ketika ketuban pecah, kuman dapat bermigrasi kedalam kantung

ketuban hingga menyebabkan infeksi dalam rahim.Gejalanya termasuk

suhu tubuh panas.

f. Karena cairan ketuban berkurang/kering sehingga peran cairan ketuban

sebagai tempat aktivitas gerak janin tidak ada lagi akibatnya badan

bayi tetap dalam posisi kontraktur (terdesak) pada satu posisi.


21

7. Patofisiologis dan pathway

Patofisiologi (Manuaba, 2009; Ratnawati, 2017; Yuli, 2017)

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum

ada tanda-tanda persalinan (Ratnawati, 2017).Biasanya KPD ditandai

dengan keluarnya air dari vagina warna putih keruh, jernih, kuning,

hijau/kecokelatan sedikit-dikit atau bahkan sekaligus.Dapat disertai

dengan demam bila sudah ada infeksi. KPD dapat menyebabkan sindrom

gawat napas pada bayi, terjadi penekanan tali pusat, plasenta terlepas lebih

awal, infeksi intra partum atau bahkan kelahiran premature, badan bayi

juga dapat tetap dalam posisi kontraktur karena cairan berkurang/kering

sehingga peran cairan ketuban sebagai tempat aktivitas gerak janin tidak

ada lagi.

Ketuban pecah dini disebabkan karena karena adanya serviks yang

inkompenten sehingga mengakibatkan dilatasi serviks yang berlebihan

yang menyebabkan selaput ketuban menonjol dan mudah pecah. Ketuban

percah dini juga dapat disebabkan karena tekanan intrauteri meningkat,

gemelli, hidroamnion dan trauma yang mengakibatkan ketegangan uterus

secara berlebihan sehingga serviks tidak dapat menahan tekanan

intrauterus dan terjadi Ketuban pecah dini. Selain itu juga infeksi atau

inflamasi juga dapat mempengaruhi terjadinya KPD karena infeksi dapat

menyebabkan inhibisi interleukin dan prostaglandin meningkat dan

menyebabkan kolagenasi pada jaringan kolagen dan selaput korion

sehingga ketuban tipis, lemah dan mudah pecah dengan spontan.


22

Dalam kasus KPD saat usia kehamilan kurang dari 32 minggu/paru

janin imatur, maka pasien akan dirawat dirumah sakit, untuk diobservasi

ada tidaknya infeksi dan janin dipertahankan sampai air ketuban tidak lagi

keluar, kemudian dilakukan Sectio Caesarea. Selain itu Ketuban Pecah

Dini juga dilakukan penanganan aktif yang dilakukan pada kehamilan

lebih dari 37 minggu adalah Induksi oxytiksin bila induksi gagal maka

akan dilakukan section caesarea, dapat pula diberikan misoprotol 50 mg

intra vaginal tiap 6 jam. Dapat pula dilakukan Induksi/akselerasi

persalinan atau dilakukan sectio histerektomi bila tanda-tanda infeksi

uterus berat ditemukan. Saat induksi berhasil maka akan dilakukan

persalinan secara pervaginam, namun saat induksi persalinan gagal maka

pasien akan dilakukan tindakan Sectio Caesarea.

Dari penanganan dengan tindakan Sectio Caesarea tersebut dapat

menyebabkan Luka/insisi setelah pembedahan, yang mengakibatkan

jaringan terputus sehingga merangsang area sensorik dan motorik dan

menyebabkan timbul diagnosa nyeri akut. Selain itu Sectio Caesarea juga

dapat menyebabkan jaringan terbuka, jika proteksi diri pasien terhadap

luka atau jaringan terbuka tersebut kurang maka akan menyebabkan invasi

bakteri meningkat dan timbul diagnose resiko infeksi. Pada Ibu masa nifas

khususnya setelah pembedahan Sectio Caesarea akan diobservasi

kontraksi uterusnya setiap 15menit pada 2jam pertama setelah kelahiran,

karena kontraksi uterus yang tidak baik akan menyebabkan perdarahan

akibat lokhea keluar berlebihan.


23

Pathway (Manuaba, 2009; Ratnawati, 2017; Yuli, 2017)


Faktor predisposisi KPD

Infeksi/inflamas Serviks inkompeten Tekanan intrauteri


i meningkat, gemelli,
hidroamnion, trauma
Terjadi peningkatan Dilatasi serviks berlebih
aktivitas iL-1 dan
prostaglandin Ketegangan
uterus berlebih
Kolagenase jaringan Selaput ketuban
menonjol dan mudah
pecah

Kelainan kolagen
pada selaput korion

Ketuban tipis, lemah Serviks tidak bisa


dan mudah pecah menahan tekanan intra
uterus.
KETUBAN PECAH DINI

Antibiotik, batasi
pemeriksaan dalam,
observasi tanda infeksi

Paru janin matur Paru janin imatur

Induksi Observasi & rawat di RS

Berhasil Gagal Pertahankan janin sampai


air ketuban tidak lagi
keluar
Sectio caesarea

Luka post SC Jaringan terbuka Kontraksi uterus


Lemah
Jaringan terputus Proteksi kurang
Pengeluaran lokhea
Merangsang area Invasi bakteri berlebihan
sensorik dan motorik

Nyeri Akut Resti Infeksi Resiko Perdarahan


24

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPD menurut (Manuaba, 2009; Yuli, 2017), yaitu:

a. Penanganan konservatif

1) Rawat di rumah sakit

2) Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak

tahan ampisilin dan metronidazole 2x500 mg selama 7 hari). Jika

umur kehamilan < 32-34 minggu, di rawat selama air ketuban

masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

3) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi

tes busa negative beri dexametason.

4) Observasi tanda-tanda infeksi, jika kehamilan 34-37 minggu tidak

ada tanda-tanda infeksi berikan tokolitik, induksi sesudah 2 jam.

5) Jika umur kehamilan 34-37 minggu ada infeksi berikan antibiotic

dan lakukan induks.

b. Penanganan aktif

1) Kehamilan lebih dari 37 minggu. Induksi oxytiksin bila gagal

sectiocaesarea dapat pula diberikan misoprotol 50 mg intra vaginal

tiap 6 jam.

2) Induksi/akselerasi persalinan

3) Lakukan sectio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat

ditemukan

4) Lakukan sektiocaesarea bila induksi/akselerasi persalinan

mengalami kegagalan.
25

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak

lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & R.Forte,

2010). Perlahiran sesarea (juga dikenal dengan istilah Sectio

Caesarea atau seksio C) adalah perlahiran janin melalui insisi yang

di buat pada dinding abdomen dan uterus. Tindakan ini di

pertimbangkan sebagai pembedahan abdomen mayor (Reeder,

Martin, & Koniak-Griffin, 2011a).

a) Klasifikasi Sectio Caesarea(Kennedy, Ruth, & Martin, 2014)

(1) Insisi Klasik

Dibuat dibagian atas uterus pada garis tengah vertical.Insisi

klasik ini jarang digunakan, kecuali dalam keadaan darurat

yang memerlukan akses segera yang ekstrem ke janin atau

jika akses alternatif ke janin di perlukan.

(2) Insisi sesarea segmen rendah (segmen bawah)

Dapat dilakukan dengan insisi transversal rendah atau insisi

vertical rendah. Insisi transversal rendah merupakan insisi

yang paling populer untuk ibu karena jaringan parut dapat

tertutup rambut tipis, insisi lebih mudah untuk dilakukan

dan diperbaiki (dijahit), resiko rupture uterus lebih rendah

pada kehamilan selanjutnya (segmen uterus bagian bawah

kurang kontraktil), kehilangan darah dan infeksi

pascapartum lebih minimal.


26

b) Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi Sectio Caesarea bisa di indikasi absolut atau

relative.Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan

lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolut

untuk sectio abdominal, diantaranya adalah kesempitan

panggul yang sangat berat, plasenta previa, toxemia gravidarum

dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi

relative, kelahiraan lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan

sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat Sectio Caesarea

akan lebih aman bagi ibu, anak maupun keduanya (Oxorn &

R.Forte, 2010).

c) Risiko Sectio Caesarea(Chapman & Charles, 2013)

Bedah sesar menghadirkan sejumlah risiko bagi Ibu dan bayi,

terutama pada kala dua persalinan. Dibandingkan dengan

perlahiran vagina, bedah sesar lebih mungkin menyebabkan hal

berikut

Bagi Ibu :

(1)Nyeri abdomen karena terjadi perubahan kontinuitas

jaringan akibat adanya pembedahan pada abdomen.Beberapa

ibu yang gagal mengalami perlahiran instrumental juga

mengalami nyeri perineum karena adanya laserasi atau luka

pada perineum.

(2) Cedera kandung kemih dan ureter, histerektomi.


27

(3) Penyakit tromboflebiti, perawatan di unit intesif

(4) Perdarahan yang meningkat

(5) Pembentukan gumpalan darah.

(6) Komplikasi pascaoperasi lainnya (misalnya adhesi)

(7) Waktu pemulihan pascapersalinan yang lebih lama.

Bagi Bayi

(1) Masalah Pernapasan : bayi mungkin akan mengalami

pernapasan yang buruk, terutama setelah bedah sesar

elektif.

(2) Kadar gula darah yang rendah dan pengaturan suhu tubuh

yang buruk.

(3) Nilai Apgar yang rendah akibat anestesi.

d) Proses Persalinan dengan Sectio Caesarea(Molika, 2015)

Pada persalinan secara Caesar dimulai dengan mencukur

rambut dibagian bawah garis kemaluan dan Ibu akan diberikan

suntikan epidural. Lalu, cairan infus di suntikkan ke pembuluh

vena. Ibu juga akan diberikan antibiotik untuk mencegah

terjadinya infeksi. Detak jantung dan tekanan darah juga selalu

di pantau melalui monitor khusus selama jalannya operasi dan

kateter juga dipasang untuk mengosongkan kandung kemih

selama operasi berlangsung. Setelah ibu berada dibawah

pengaruh obat bius, barulah tindakan penyayatan dilakukan.


28

Paling sering dibuat sayatan mendatar (horizontal) pada

kulit diperut bagian bawah.Kadang dilakukan sayatan vertical,

tergantung situasi dan kesulitan saat operasi dilakukan,

biasanya otot perut tidak perlu dipotong.Selanjutnya dilakukan

sayatan pada Rahim, cairan amnion diisap, dan bayi ditarik

keluar dengan hati-hati.Operasi ini dilakukan oleh dua orang

dokter, seorang dokter ahli obstetric dan seorang dokter

asisten.Ketika bayi keluar, tali pusat dijepit dan dipotong, lalu

plasenta dikeluarkan, dan Rahim diperiksa secara menyeluruh.

Setelah bayi dan plasenta lahir, dokter akan menjahit jaringan

yang dipotong tadi (Molika, 2015).

e) Komplikasi Sectio Caesarea (Andalas, 2014)

Meskipun Sectio Caesarea merupakan salah satu upaya

menurunkan kematian/komplikasi Ibu dari proses persalinan,

akan tetapi operasi caesar dapat menimbulkan komplikasi bagi

ibu akibat proses operasi tersebut ataupun efek pembiusan.

Komplikasi yang terjadi berupa :

(1) Trauma pada jaringan sekitar daerah operasi seperti terkena

sayatan pada saluran kencing dan usus

(2) Perdarahan banyak akibat robekandari luka operasi atau

jahitan pembuluh darah


29

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500cc

yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari

1000cc setelah persalinan abdominal (Sectio Caesarea).

Perdarahan pasca persalinan sangat beresiko tinggi terhadap

kematian ibu sehingga perlu ditangani. Perdarahan biasanya

disebabkan karena adanya kontraksi uterus yang tidak baik

atau lemah, kontraksi rahim seharusnya baik/kuat sehingga

pembuluh darah terjepit oleh otot-otot rahim. Baik/tidaknya

kontraksi uterus dapat diketahui oleh penolong persalinan

dengan memegang perut pasien. Resiko yang bisa muncul jika

masalah tidak diatasi akan menyebabkan perdarahan pervagina

berat yang cepat dan seterusnya menyebabkan tanda dan

gejala shock hipovolemik. Selain itu dengan perdarahan yang

terus menerus selama beberapa jam dan jumlahnya tampak

sedang dapat mengakibatkan hipovolemia yang berat dan

anemia. Menurut perdarahan post partum bisa menyebabkan

perubahan tanda vital seperti pasien mengeluh lemah,

berkeringat dingin,menggigil, tekanan darah sistolik < 90

mmHg, nadi > 100x/menit, kadar Hb < 8gr%, terutama terjadi

pada perdaharan yang tidak jelas. Namun, nilai tanda-tanda

vital tersebut kadang-kadang bisa menyesatkan karena

mempunyai bacaan normal, sehingga dapat menimbulkan

hipovolemia berat pada pasien (Lusiana, 2015).


30

(3) Infeksi pada luka operasi

Resiko yang bisa muncul jika masalah tidak diatasi akan

menyebabkan abses yaitu jaringan tubuh yang mati

menyebabkan jaringan tersebut bernanah atau infeksi

sehingga dapat menyebar ke seluruh tubuh. Adapun

pengertian lain jika masalah ini tidak diatasi akan

menyebabkan timbulnya infeksi yang akan memperburuk

kondisi klien dan menimbulkan banyak komplikasi

penyakit lain yang dapat memperparah keadaan pasien.

Prinsipnya, luka dapat digambarkan sebagai ganggaun

dalam kontinuitas sel-sel kemudian diikuti dengan

penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas

tersebut. Asepsis yang cermat adalah faktor yang penting

untuk meminimalkan komplikasi dan meningkatkan

keberhasilan perawatan luka (Carpenito, 2009).

(4) Merasakan Nyeri/ketidaknyamanan berupa perut merasa

tegang akibat benang yang digunakan saat operasi belum

terserap
31

B. Asuhan Keperawatan Pasien post Sectio Caesarea

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi

data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan (Kozier, 2016).

Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan data tentang

individu, keluarga, dan kelompok yang sistematis (Efendy, 2009)

Proses pengkajian menurut (Kozier, 2016)adalah sebagai berikut :

a. Mengumpulkan data

Proses memperoleh data menurut (Dinar dan Mulyanti, 2017) adalah

sebagai berikut :

1) Komunikasi efektif

Komunikasi dalam pengkajian keperawatan lebih dikenal dengan

komunikasi terapeutik yang merupakan upaya mengajak pasien dan

keluarga untuk bertukar pikiran dana perasaan. Untuk dapat

memperoleh data yang akurat perawat perlu menjadi pendengar

aktif terhadap keluhan pasien, adapun unsur yang menjadi

pendengar yang aktif adalah dengan mengurangi hambatan dalam

berkomunikai, memperhatikan keluhan yang disampaikan oleh

pasien dan memhubungkannya dengan keluhan yang dialami oleh

pasien, mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikeluhkan

pasien, memberikan kesempatan pasien untuk memyelesaikan

pembicaraanya, bersikap empati dan hindari untuk intrupsi, berikan

perhatian penuh pada saat berbicara dengan pasien.


32

Data yang lengkap memerlukan upaya pengkajian yang focus dan

lebih komprehensif. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar

data yang diperoleh menjadi data yang baik adalah menjaga

kerahasian, memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan wawancara,

pertahankan kontak mata serta mengusahakan agar saat pengkajian

tidak tergesa-gesa.

2) Observasi

Observasi merupakan tahap kedua dari pengumpulan data.Pada

pengumpulan data ini perawat mengamati perilaku dan melakukan

observasi perkembangan kondisi kesehatan pasien.Kegiatan

observasi meliputi sight, smell, hearing, feeling, dan taste.Kegiatan

tersebut mencakup aspek fisik, mental, sosial dan spiritual

3) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan bersama dengan wawancara, yang

menjadi focus perawat pada pemeriksaan ini adalah kemampuan

fungsional pasien.Tujuan dari pemeriksaan fisik ini adalah untuk

menentukan status kesehatan pasien, mengidentifikasi masalah

kesehatan dan mengambil data dasar untuk menentukan rencana

tindakan perawatan.

b. Mengatur Data/Pengorganisasian Data

Pengorganisasian data adalah mengelompokkan data berdasarkan

kerangka kerja yang dapat membantu mengidentifikasi masalah

keperawatan.
33

Selama pengelompokkan data, perawat mengorganisasikan data dan

memfokuskan pada fungsi klien yang membutuhkan dukungan dan

bantuan untuk pemulihan. Langkah selanjutnya adalah untuk

membentuk diagnosa keperawatan dari data yang telah dikelompokkan

untuk mengembangkan intervensi keperawatan spesifik.

Metode pengorganisasian data berdasarkan hirarki kebutuhan

“Maslow”. Maslow membagi kebutuhan dasar manusia kedalam lima

tingkat yaitu

1) Kebutuhan fisiologis

Fisiologis yang merupakan kebutuhan paling dasar dan memiliki

prioritas tertinggi dalam kebutuhan Maslow. Kebutuhan fisiologis

merupakan hal yang mutlak dan harus terpenuhi oleh manusia untuk

bertahan hidup. Kebutuhan tersebut terdiri dari pemenuhan oksigen

dan pertukaran gas, kebutuhan cairan (minuman), nutrisi

(makanan), eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan

suhu tubuh, dan kebutuhan seksual.

2) Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan rasa aman dengan perlindungan yang dibagi menjadi

dua yaitu pelindungan fisik dan perlindungan psikologis.

Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap

tubuh atau hidup seperti penyakit, kecelakaan, bahaya dari

lingkungan dan sebagainya.


34

Sedangkan perlindungan psikologis yaitu perlindungan atas

ancaman dari pengalaman yang baru dan asing misalnya

kekawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama

kali, karena merasa terancam oleh keharusan harus berinteraksi

dengan orang lain dan sebagainya.

3) Kebutuhan rasa cinta dan kasih sayang

Yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki antara lain memberi

dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, mendapat

tempat dalam keluarga, kelompok sosial dan sebagainya.

4) Kebutuhan harga diri

Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang

lain merupakan kebutuhan yang terkait dengan keinginan untuk

mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri dan

kemerdekaan diri, selain itu orang juga memerlukan pengakuan dari

orang lain.

5) Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi dalam

hierarki Maslow yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada

orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.


35

Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan harga diri

Kebutuhan rasa cinta dan kasih sayang

Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Kebutuhan fisiologis (oksigen, makan, minum,


eliminasi, tidur, seks.

Gambar 2.4: Hierarki kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow

c. Memvalidasi data

Validasi data adalah kegiatan “double-checking” atau verifikasi data

untuk mengkonfirmasi kelengkapan, keakuratan, dan aktualisasi data.

Upaya untuk melakukan validasi data yang dapat dilakukan yaitu

dengan menggunakan skala yang akurat (misalnya bila pasien nyeri),

validasi data kembali dengan cara menanyakan kepada orang

tedekat/keluarga.

d. Mendokumentasikan data.

Dokumentasi data adalah bagian terakhir dari pengkajian yang lengkap.

Kelengkapan dan ke akuratan diperlukan ketika mencatat data.

Kelengkapan dalam dokumentasi penting untuk dua alasan yaitu

pertama semua data yang berkaitan dengan status klien dimasukkan

bahkan informasi yang tampaknya menunjukkan abnormalitas

sekalipun harus dicatat. Informasi tersebut mungkin akan berkaitan

nantinya dan berfungsi sebagai nilai dasar untuk perubahan dalam


36

status. Aturan umum yang berlaku adalah jika hal tersebut dikaji maka

harus dicatat. Kedua, pengamatan dan pencatatan status klien adalah

tanggung jawab legal dan professional. Undang-undang praktik perawat

disemua bagian negara bagian mewajibkan pengumpulan data dan

pencatatan sebagai fungsi mandiri esensial untuk peran perawat

professional.

Agar dokumentasi keperawatan yang dibuat dapat memenuhi

persyaratan diatas maka

1) Catatan dokumentasi harus dengan waktu (tanggal, bulan, tahun)

pada waktu tertentu diperlukan pula penulisan waktu yang lebih

mendetail (jam dan menit) serta diakhiri dengan tanda tangan dan

nama jelas

2) Catatan dokumentasi harus berisi fakta yang actual dan berkaitan

3) Catatan haruslah jelas, ditulis dengan tinta dalam bahasa yang lugas

dan dapat dibaca dengan mudah

4) Tidak diperbolehkan menhapus atau menutup tulisan yang salah

dengan cairan penghapus atau apapun, akan tetapi buatlah satu garis

mendatar pada bagian tengah tulisan yang salah, kemudian tulis

kata ‘salah’ lalu diparaf kemudian tulis catatan yang benar

disebelahnya atau diatasnya agar terlihat sebagai pengganti tulisan

yang salah.
37

Sifat-sifat proses keperawatan (Suara, Dalami, Rochimah, & Rusmiyati,

2013)

1) Dinamis

Dalam satu rangkaian asuhan keperawatan, seorang klien sewaktu-

waktu akan mengalami suatu perubahan ke arah lebih baik atau kea

rah negative

2) Siklikal

Proses keperawatan berjalan secara siklus yang berurutan dimulai

dari pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi.

3) Interdependen

Tahap-tahap proses keperawatan merupakan suatau tahapan yang

saling bergantung antara diagnose keperawatan dan pengkajian atau

rencana tindakan keperawatan dan diagnosa keperawatan.

4) Fleksibel

Proses keperawatan dapat dipakai pada klien sebagai individu,

kelompok, keluarga, maupun cakupan yang luas yaitu komunitas.


38

Pasien dengan post Sectio Caesarea akan diperoleh data sebagai berikut

menurut (Oktarina, 2016)

a. Biodata

Data ini meliputi nama klien dan suami, usia, suku bangsa, agama,

pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan serta alamat.

Mengenal biodata klien adalah langkah awal melaksanaan hubungan

interpersonal perawat-klien.

b. Keluhan utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian

Anamnesa yang perlu diarahkan untuk menggali keluhan utama ibu

dengan post Sectio Caesarea adalah keluhan yang paling mendominasi

pada pasien.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Data ini meliputi : penyakit keluarga, yang bersifat penyakit keturunan

(asma, diabetes mellitus, Hipertensi) dan penyakit kronis atau kelainan

genetik, karena kelainan genetic dapat mempengaruhi terjadinya

ketuban pecah dini.

d. Riwayat kesehatan Klien

Data yang perlu dikaji adalah penyakit yang di derita klien saat ini

yakni penyakit akibat kehamilan : perdarahan pervaginam, kontraksi

uterus, keadaan balutan jahitan.

e. Riwayat Obstetri dan Ginekologi

Data yang perlu yang dikaji meliputi riwayat menstruasi (menarche,

lama haid, siklus, jumlah darah haid, disminorrhae, keluhan haid, hari
39

pertama haid terakhir (HPHT), flour albus). Riwayat kehamilan,

riwayat persalinan,nifas dan KB yang lalu, serta masalah komplikasi

yang dialami selama periode hamil, bersalin,nifas yang lalu.

f. Riwayat Pola Hidup sehari-hari

Data yang perlu dikaji pemenuhan kebutuhan fisiologis dalam

kehidupan sehari-hari selama periode kehamilan meliputi : kebutuhan

nutrisi, eliminasi, seksualitas, aktivitas dan istirahat tidur, imunisasi dan

pola gaya hidup (Penggunaan zat-zat adiktif, alkhohol dan merokok).

g. Riwayat psikososial

Pengaruh praktek budaya yang dijalankan oleh keluarga/klien selama

periode kehamilan,penerimaan keluarga terhadap kehamilan saat ini,

perubahan gambaran diri sehubungan dengan peran baru sebagai Ibu.

h. Istirahat tidur

Pola tidur malam/hari, pola tidur siang/hari (terkait penggunaan obat

tidur).

i. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan kondisi fisik secara umum.

Tujuan dari pemeriksaan umum adalah untuk mengetahui kesehatan ibu

faktor fisik yang dapat mempengaruhi kesembuhan ibu saat ini,

meliputi :

1) Tanda-tanda vital : tekanan darah normalnya umur 20tahun

120/80mmHg, 20-30tahun 110/70mmHg.


40

Nadi dihitung selama 1menit penuh normalnya 60-100/menit,

observasi nadi dilakukan di pergelangan tangan.

Suhu tubuh, normalnya 36,50C s/d 37,50C secara axilla atau mulut.

Respirasi dihitung dari keteraturan pernapasan, normalnya 18-

24x/menit.

2) Berat Badan : pertambahan berat badan sampai hamil aterm kurang

lebih setiap minggu 0,5kg.

3) Lingkar lengan atas (LILA) normalnya kurang lebih 23,5cm

j. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan semua sistem organ tubuh

sehubungan dengan adanya perubahan fisiologis untuk semua sistem

organ tubuh (Ratnawati, 2017). Pemeriksaan fisik meliputi:

1) Thoraks dan Paru-paru : bentuk dada,pengembangan dinding

thorakal, suara napas (ronchi, wheezing), kebersihan jalan napas.

2) Jantung meliputi Heart Rate (hitungan detak jantung dalam satu

menit), perfusi jaringan perifer (conjungtiva anemis/hiperemis,

akral teraba dingin/hangat, lembab/kering, merah/pucat) oedema,

nyeri dada.

3) Abdomen meliputi : motilitas usus persatu menit, kontraksi uterus

kuat/lemah, hemoroid, kondisi gusi, karies pada gigi. Pada perut

harus dipalpasi apakah kontraksi uterus kuat atau lemah, tinggi

fundus uteri dibawah umbilicus/ diatas pusat, keadaan jahitan,

kondisi luka post operasi seperti adanya tanda-tanda infeksi pada


41

daerah sekitar luka kalor, dolor, rubor, gravidaru, linea gravidarum,

striae albican, tekstur kulit, spider nevi,

4) Pola Eliminasi : pola BAB, konsistensi feces, pola berkemih,

jumlah urine (0,5-1cc)/jam. Keluhan-keluhan berkemih : resistensi,

urgensi, inkontinensia urine, dan nyeri saat berkemih.

Musculoskeletal meliputi : penampilan postur tubuh

(lordosis,skifosis) cara berjalan, pergerakan sendi.

5) Payudara meliputi : bentuk payudara, kondisi aerola, kondisi

putting, kebersihan aerola, stimulasi colostrum.

6) Genetalia

Diamati pengeluaran pervaginam setiap hari berapa cc/hari, Lokhea

atau perdarahan meliputi lokhia rubra, warna merah terang, bau

biasa/bau busuk, tidak ada gumpalan-gumpalan darah, jumlah

perdarahan yang ringan atau banyak (Oktarina, 2016)

7) Anus dan Rektum : Hemoroid/tidak

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses

kehidupan actual dan potensial (Efendy, 2009).

Diagnosa keperawatan mengunakan sistem Taksonomi dari North

American Nursing Diagnosis Association(NANDA) dengan beberapa tipe

diagnosa yaitu diagnosa aktual, diagnosa resiko, diagnosa sejahtera,

diagnosa kemungkinan dan diagnosa sindrom(Kozier, 2016).


42

Menurut (Dinar dan Mulyanti,2017) proses diagnosis terdiri dari :

a. Menganalisa data dengan mengelompokkan data atau masalah yang

abnormal sesuai pola kebutuhan Gordon.

b. Mengidentifikasi masalah kesehatan, resiko dan kekuatan

berdasarkan data subjektif dan data objektif yang telah didapatkan.

c. Menetapkan prioritas

Merupakan upaya perawat untuk mengidentifikasi respons pasien

terhadap masalah kesehatannya, baik aktual maupun potensial

(Asmadi, 2009). Prioritas diagnose dibedakan dengan diagnose yang

penting sebagai berikut:

1) Prioritas diagnose merupakan diagnose keperawatan, jika tidak

diatasi saat ini akan berdampak buruk terhadap status fungsi

kesehatan pasien.

2) Diagnose penting adalah diagnose atau masalah kolaboratif

dimana intervensi dapat di tunda tanpa mempengaruhi status

fungsi kesehatan pasien.

3) Hierarki yang biasa dijadikan dasar untuk menetapkan prioritas

masalah adalah Hirarki Maslow; kegawatan msalah kesehatan

berupa ancaman kesehatan maupun ancaman kehidupan, tingkat

masalah berdasarkan actual, resiko, potensial dan sejahtera

sampai sindrom: keinginan pasien.

d. Merumuskan diagnosa

1) Memasukkan semua data ke dalam format analisa data


43

2) Temukan masalah dari data subjektif dan objektif

3) Tentukan etiologi dari data subjektif dan objektif

Dalam merumuskan diagnosa terdapat dua variasi yang pertama

dengan pernyataan dasar dua-bagian (PE) yang mencakup

masalah/problem (P): berupa pernyataan respon klien (judul NANDA),

etiologi (E): faktor yang berperan terhadap kemungkinan penyebab

respon. Yang kedua dengan pernyataan dasar tiga-bagian (PES) yang

mencakup, masalah/problem (P): berupa pernyataan respon klien (judul

NANDA), etiologi (E): faktor yang berperan terhadap atau kemungkinan

penyebab respon, dan tanda dan gejala/signs and symptoms (S): batasan

karakteristik yang ditunjukan oleh klien(Kozier, 2016). Perumusan

diagnosa berpengaruh pada jenis diagnosa, semua diagnose harus

didukung oleh data dimana menurut NANDA diartikan sebagai “defisini

karakteristik”. Definisi katrakteristik tersebut dinamakan ”tanda dan

gejala”. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi dan gejala adalah

sesuatu yang dirasakan oleh klien.


44

Diagnosa Keperawatan dengan klien post Sectio Caesarea menurut(Yuli,

2017).

a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agens Cedera Biologis

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan atau potensial

atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association

for Study of Pain ) awitan, yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau di

prediksi (Herdman & Kamitsuru, 2015). Nyeri akut pada kasus Sectio

Caesarea disebabkan karen penanganan dengan tindakan Sectio

Caesarea tersebut dapat menyebabkan Luka/insisi setelah pembedahan,

yang mengakibatkan jaringan terputus sehingga merangsang area

sensorik dan motorik dan menyebabkan timbul rangsang nyeri.

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri

adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berperan hanya terhadap

stimulus yang kuat secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga nociceptor, secara anatomis resptor nyeri ada yang bermielin dan

ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer (Prasetyo, 2010).

Berdasarkan letaknya, nociceptor dapat dikelompokkan dalam

beberapa bagian tubuh yaitu kulit (kutaneus), somatic dalam (deep

somatic), dan pada daerah vieral, karena letaknya yang berbeda-beda

inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Agens
45

Cedera biologis adalah penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ

atau jaringan tubuh (Zakiyah, 2015).

b. Resiko Infeksi berhubungan dengan invasi bakteri

Resiko infeksi adalah rentan mengalami invasi dan multiplikasi

organisme patogenik yang dapat menganggu kesehatan (Herdman &

Kamitsuru, 2015). Resiko infeksi pada kasus Sectio Caesarea dapat

menyebabkan jaringan terbuka, jika proteksi diri pasien terhadap luka

atau jaringan terbuka tersebut kurang maka akan menyebabkan invasi

bakteri meningkat dan timbul diagnose resiko infeksi.

Invasi bakteri menurut (Wijaya, 2018) invasi bakteri adalah proses

bakteri masuk kedalam jaringan dan menyebar keseluruh tubuh, akses

yang lebih mendalam dari bakteri sehingga bakteri dapat memulai

proses infeksi. Pada saat bakteri dalam tahap invasi, bakteri akan

mengeluarkan suatu zat berupa enzim pendegrasi jaringan yang

memfasilitasi peristiwa invasi, setelah invasi mikroba mampu bertahan

hidup dan berkembang biak dalam jaringan/sel inang.

c. Resiko Perdarahan Berhubungan dengan Kontraksi Uterus Lemah

Resiko Perdarahan adalah rentan mengalami penurunan volume darah

yang dapat menganggu kesehatan (Herdman & Kamitsuru, 2015). Pada

Ibu masa nifas khususnya setelah pembedahan Sectio Caesarea akan

diobservasi kontraksi uterusnya setiap 15menit pada 2jam pertama

setelah kelahiran, karena kontraksi uterus yang tidak baik akan

menyebabkan perdarahan akibat lokhea keluar berlebihan.


46

Sedangkan kontraksi uterus lemah adalah kontraksi uterus yang tidak

baik sehingga uterus saat diraba terasa lembek, Uterus yang

berkontraksi normal harus keras jika disentuh (Sursilah, 2010)

3. Perencanaan

Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh pertimbangan dan

sistematis mencakup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah.

Dalam perancanaan, perawat merujuk pada data pengkajian klien dan

pernyataan diagnosis sebagai petunjuk dalam merumuskan tujuan klien dan

merancang intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencegah,

mengurangi, atau menghilangkan masalah kesehatan pasien(Kozier, 2016).

Menulis program keperawatan (Kozier, 2016).

Menurut (Dinar dan Mulyanti, 2017) proses dalam menyusun rencana

asuhan klien yaitu sebagai berikut:

a. Menetapkan tujuan/hasil yang diharapkan pada klien berarti membuat

standar atau ukuran yang digunakan untuk melakukan evaluasi

terhadap perkembangan pasien dan keterampilan dalam merawat

pasien. Tujuan keperawatan yang baik adalah pernyataan yang

menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan

kemampuan dan kewenangan perawat.

1) Tujuan perawatan berdasarkan SMART yaitu:

a) S: Spesific (tidak memberikaan makna ganda)

b) M: Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba,

dirasakan ataupun dibantu)


47

c) A: Achievable (secara realistis dapat dicapai)

d) R: Reasonable (dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah)

e) T: Time (punya batasan waktu yang sesuai dengan kondisi

klien)

2) Kriteria hasil

Karakteristik kriteria hasil yang perlu mendapatkan perhatian

adalah:

a) Berhubungan dengan tujuan perawatan yang telah ditetapkan

b) Dapat dicapai, spesifik, nyata dan dapat diukur

c) Menuliskan data positif

d) Menentukan waktu dan menggunakan kata kerja

e) Hindari penggunaan kata-kata ‘normal, baik’, tetapi dituliskan

hasil batasan ukuran yang ditetapkan atau sesuai

f) Intervensiyang dilakukan meliputi (ONEC), Observasi adalah

tindakan yang dilakukan dengan pemeriksaan-pemeriksaan

lanjutan untuk mengetahui tingkat kesadaran penderita,

Nursing Planing adalah tindakan keperawatan yang dilakukan

sesuai dengna masalah yang di alami penderita, Education

adalah pendidikan megenai pengetahuan masalah yang sedang

dialami penderita, Colaboration adalah langkah untuk bekerja

sama dengan donter atau keluarga dalam pelaksanaan

pengobatan agar ppengobatan bias dilakukan dengan cepat

dan tepat.
48

b. Rencana tindakan keperawatan (nursing order)

Rencana keperawatan yang akan diberikan pada asien ditulis secara

spesifik, jelas dan dapat diukur. Rencana perawatan dibuat selaras

dengan rencana medis, sehingga saling melengkapi dalam

meningkatkan status kesehatan pasien.

Dalam merumuskan rencana tindakan yang perlu diperhatikan adalah:

1) Rencana tindakan keperawatan merupakan desain spesifik

intervensi yang membantu klien mencapai kriteria hasil

2) Dokumentasi rencana tindakan yang telah diimplementasikan

harus ditulis dalam sebuah format agar dapat embantu perawat

memproses informasi yang didapatkan selama tahap pengkajian

dan diagnose keperawatan

3) Perencanaan bersifat indivisual sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan pasien

4) Bekerjasama dengan pasien dalam merencanakan intervensi.

Menurut (Yuli, 2017) intervensi keperawatan pasien dengan post Sectio

Caesarea

a. Diagnosa 1 : Nyeri Akut berhubungan dengan Agens Cedera biologis

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x2jam, diharapkan

masalah nyeri pasien teratasi dengan Kriteria hasil :

1) Pasien tampak rileks

2) Pasien mengeluh skala nyeri dari 4 menjadi skala 3


49

3) Tanda-tanda vital dalam rentan normal

TD : 120/80mmHg

Suhu : 36,50C – 37,50C

Nadi : 60-100x/menit

RR : 18-24x/menit

Intervensi

1) Kaji skala nyeri pasien

Rasional : Mengetahui skala nyeri pasien

2) Observasi tanda-tanda Vital

Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien

3) Berikan posisi yang nyaman pada pasien

Rasional : Membuat pasien lebih rileks sehingga nyeri dapat

berkurang

4) Ajarkan teknik relaksasi genggam jari

Rasional : Teknik relaksasi genggam jari adalah cara yang mudah

untuk mengelola emosi dan mengembangkan kecerdasan emosional.

Di sepanjang jari-jari tangan terdapat saluran atau meridian energi

yang terhubung dengan berbagai organ dan emosi. menggenggam

jari sambil menarik napas dalam-dalam dapat mengurangi dan

menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi karena genggaman jari

akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada

meridian yang terletak pada jari tangan (Haniyah, Setyawati, &

Sholikhah, 2016).
50

Titik-titik refleksi pada tangan memberikan rangsangan secara

reflex (spontan) pada saat genggaman, rangsangan tersebut akan

mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik menuju otak.

Gelombang tersebut diterima otak dan diproses dengan cepat

diteruskan menuju saraf pada organ tubuh, yang mengalami

gangguan, sehingga sumbatan dijalur energi menjadi lancar. Dalam

keadaan relaksasi secara alamiah akan memicu pengeluaran

hormone endorphin, yaitu hormone analgetik alami dari tubuh

sehingga nyeri akan berkurang (Astutik & Kurlinawati, 2017).

Teknik relaksasi genggam jari adalah suatu tindakan penggabungan

antara relaksasi nafas dalam dengan menggenggam jari mulai dari

ibu jari sampai dengan kelima jari lain dengan waktu 3 menit setiap

jari tangan. Kemudian klien diminta menarik nafas dalam-dalam

lalu menghembuskan nafas secara perlahan dan lepaskan dengan

teratur (ketika menghembuskan nafas, hembuskan secara perlahan

sambil melepaskan semua perasaan-perasaan negatif dan pikiran

dan bayangkan emosi yang menganggu tersebut keluar dari pikiran)

(Haniyah et al., 2016)

5) Berikan obat analgetik sesuai advis dokter

Rasional : analgetik mampu mengurangi rasa nyeri pada pasien.


51

b. Diagnosa 2 : Resiko Infeksi berhubungan dengan invasi bakteri

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 2x24jam, diharapkan

klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil :

1) Monitor tanda-tanda vital

Rasional : mengetahui keadaan umum pasien

2) Kaji karakteristik luka post SC terkait tanda-tanda infeksi kalor,

dolor, rubor, fungsiolensa

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

3) Lakukan perawatan luka dengan NaCl setiap 3hari sekali

Rasional : mencegah penyebaran organism penyakit

4) Anjurkan pasien cuci tangan dengan teknik yang benar

Rasional : mencuci tangan dengan teknik yang benar mampu

membunuh bakteri atau kuman sehingga mengurangi resiko infeksi

5) Kolaborasikan dengan ahli gizi terkait pemberian diet tinggi kalori

tinggi protein (TKTP)

Rasional : Diet TKTP mempercepat proses penyembuhan luka

6) Berikan obat antibiotic sesuai advis dokter

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi


52

c. Diagnosa 3 : Resiko Perdarahan berhubungan dengan kontraksi uterus

lemah

Tujuan dan Kriteria hasil :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24jam diharapkan

tidak ada tanda-tanda perdarahan dengan kriteria hasil :

1) Tanda-tanda Vital dalam rentan normal

TD : 120/80mmHg

Suhu : 36,50C – 37,50C

Nadi : 60-100x/menit

RR : 18-24x/menit

2) Pengeluaran pervagina/lokhea tidak lebih 50cc/perhari

Intervensi :

1) Observasi tanda-tanda-tanda vital

Rasional : mengetahui keadaan umum pasien

2) Observasi kontraksi uterus setiap pergantian shift

Rasional : kontraksi uterus perlu diobservasi untuk mengetahui

perdarahan pada pasien

3) Observasi pengeluaran pengeluaran pervagina setiap 2jam

Rasional : memantau perdarahan

4) Ganti korteks/pembalut pada pasien setiap 6jam sekali

Rasional : memantau perdarahan pada pasien

5) Anjurkan pasien untuk belajar beraktivitas, duduk/berdiri secara teratur

Rasional : mobilisasi dini sangat membantu pengeluaran lokhea


53

6) Kolaborasikan dengan dokter terkait pemberian obat tablet tambah

darah

Rasional : tablet tambah darah mampu mengobati kadar zat besi

rendah dalam darah.

4. Pelaksanaan

Pada proses keperawatan, impementasi adalah fase ketika perawat

mengimplemenasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi

NIC.Implementasi meliputi melakukan dan mendokumentasikan yang

merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk

melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat

melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi

yang disusun dalam tehap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap

imlementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien

terhadap tindakan tersebut(Kozier, 2016).

a. Tipe implementasi

Terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan menurut

(Yuastina,2016), antara lain:

1) Cognitive Implementation, meliputi pengajaran/pendidikan,

menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup

sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi

komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim

keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta

menciptakan linglungan sesuai kebutuhan, dan lain-lain.


54

2) Interpersonal Implementation, meliputi koordinasi kegiatan-

kegiatan, meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi

terapeutik, menetapkan jadwal personal, peningkatan perasaan,

memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien,

role model, dan lain-lain.

3) Technical Implementation, meliputi pemberian perawatan

kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan,

menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir resons

klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri,

kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.

b. Pertimbangan dalam implementasi keperawatan

Dalam implementasi keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan

menurut (Yuastina,2016) antara lain:

1) Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari

suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.

2) Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki,

penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural,

pengertian terhadap penyakit dan intervensi.

3) Pencegahan terhadap komplikasi yang terjadi.

4) Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi parah

serta upaya peningkatan kesehatan.

5) Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi

kebutuhnannya.
55

6) Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang

dilakukan kepada klien.

c. Metode implementasi

Metode implementasi keperawatan menurut (Yuastina, 2016) antara

lain:

1) Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari

Adalah aktivitas yang biasanya dilakukan sepanjang hari/normal,

aktivitas tersebut mencakup: ambulasi, makan, mandi, menyikat

gigi dan berhias.

2) Konseling

Merrupakan metode implementasi yang membantu klien

menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengelani dan

menangani stress dan yang memudahkan hubungan interpersonal

diantara klien, keluarganya, dan tim perawatan kesehatan. Klien

dengan diagnose psikiatris membutuhkan terapi oleh perawat yang

mempunyai keahlian dalam keperawatan psikiatris oleh pekerha

sosial, psikiatris dan psikolog.

3) Penyuluhan

Digunakan menyajikan prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat

tentang perawatan kesehatan untuk klien dan untuk

menginformasikan klien tentang status kesehatnnya.


56

4) Memberikan asuhan keperawatan langsung

Untuk mencapai tujuan terapeutik klien, perawat melakukan

intervensi untuk mengurangi reaksi yang merugikan dengan

menggunakan tindakan pencegahan dan preventive dalam

memberikan asuhan.

d. Tahap dalam implementasi

Menurut (Yuastina, 2016) secara operasional hal-hal yang diperhatikan

perawat dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:

1) Tahap persiapan

Menggali perasaaan, analisis kekuatan dan keterbatasan

professional sendiri.

a) Memahami rencana keperawatan secara baik.

b) Menguasai keterampilan teknis keperawatan.

c) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.

d) Memahami kode etik dan aspek hokum yang berlaku dalam

pelayanan keperawatan.

e) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur

keberhasilan.

f) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin

muncul.

g) Penampilan perawat harus meyakinkan.


57

2) Tahap pelaksanaan

a) Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang

keputusan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh

perawat.

b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan

perasaannya terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh

perawat.

c) Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan

antar manusia dan kemampuan teknis keperawatan dalam

pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan oleh perawat.

d) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan

adalah energy klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi,

rasa aman, privasi, kondisi klien, respons klien terhadap

tindakan yang telah diberikan.

3) Tahap terminasi

a) Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah diberikan.

b) Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah

diberikan

c) Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi

d) Lakukan dokumentasian.
58

5. Evaluasi

a. Definisi Evaluasi

Mengevaluasi adalah menilai atau menghargai. Evaluasi adalah fase ke

lima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam konteks ini, evaluasi

adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika

klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju

pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.

Evaluasi adalah aspek penting dalam proses keperawatan karena

kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi

perawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah.

b. Proses evaluasi

Proses evaluasi memiliki lima komponen yaitu:

1) Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang

diharapkan (indikator NOC)

2) Membandingkan data dengan hasil

3) Menghubungkan tindakan keperawatan dengan hasil

4) Menarik kesimpulan tentang status masalah

5) Melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri rencana asuhan

keperawaan (Kozier, 2016).


59

c. Macam Evaluasi

1) Evaluasi Proses (Formatif)

Evaluasi yang dilakukan setiap selasai tindakan.Berorientasi pada

etiologi, dilakukan terus-menerus sampai tujuan yang telah

ditentukan tercapai.

2) Evaluasi Hasil (Sumatif)

Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan

secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan,

menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi dan

kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu

yang ditetepkan (Rohmah & Walid, 2014).

d. Metode evaluasi

Menurut (Yuastina, 2016) metode yang digunakan dalam evaluasi

antara lain:

1) Observasi langsung adalah mengamati secara langsung perubahan

yang terjadi dalam kelurga.

2) Wawancara keluarga, yang berkaitan dengan perubahan sikap,

apakah telah menjalankan anjuran yang diberikan perawat.

3) Memeriksa laporan, dapat dilihat dari rencan asuhan keperawatan

yang telah dibuat dan tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan

rencana.

4) Latihan stimulasi, berguna dalam menentukan perkembangan

kesanggupan melaksanakan asuhan keperawtan.


60

e. Komponen SOAP

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien, digunakan untuk komponen

SOAP.Penggunaannya tergantung dari kebijakan setempat. Pengertian

SOAP adalah sebagai berikut:

1) S: Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

2) O: Data Objektif

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang

dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

3) A: Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan objektif.Analisis merupakan

suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau

juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya

dalam subjektif dan objektif. Penentuan Keputusan pada tahap

evaluasi

Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini

a) Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan

atau masalah teratasi sehingga rencana dihentikan


61

b) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan atau

masalah belum teratasi sehingga perlu penambahan waktu,

resources, da intervensi sebelum tujuan belum berhasil

c) Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan, sehingga

perlu : mengkaji ulang masalah atau respon yang lebh akurat ,

Membuat outcome yang baru, jika outcome yang pertama tidak

realistis atau keluarga tidak menghendaki terhadap tujuan yang

disusun oleh perawat, intervensi keperawatan harus dievaluasi

dalam hal ketepatan untuk mencapai tujuan sebelumnya.

4) P: Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya.

(Rohmah & Walid, 2014).


62

C. Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensori yang dibawa oleh stimulus

sebagai akibat adanya ancaman atau kerusakan jaringan, dapat di simpulkan

bahwa nyeri adalah ketika seseorang terluka (secara fisik) (Prasetyo, 2010).

Nyeri adalah perasaan/sensasi tidak nyaman yang menandakan adanya

kerusakan sel dalam tubuh atau inflamasi (radang), Nyeri timbul karena

tubuh menerima stimulus/rangsang mekanik (trauma, terpukul, teiris,

cubitan) panas (matahari, api, listrik) dan kimia (makan/minuman terlalu

asam, penyakit), jadi nyeri adalah respons tubuh yang disebabkan adanya

salah satu atau beberapa rangsang yang mengenai bagian tubuh

(Puspitasari, 2010). Nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif, berbeda

antara satu orang dengan orang lain dan dapat juga berbeda pada orang

yang sama di waktu yang berbeda (Reeder, Martin, & Koniak-Griffin,

2011b). Nyeri yang terjadi pada pasien pasca operasi sectio

caesareadiketahui dalam kategori sedang dikarenakan luka akibat dari

bekas operasi yang menimbulkan trauma pada jaringan. Trauma tersebut

mengirimkan impuls syaraf yang kemudian di respon otak sehingga nyeri

yang terjadi dapat dirasakan (Astutik & Kurlinawati, 2017). Nyeri pada ibu

post sectio caesarea akan mengakibatkan mobilisasi ibu menjadi terbatas,

bonding attachment (ikatan kasih sayang) dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

tidak terpenuhi karena adanya peningkatan nyeri pada saat pasien bergerak

(Nurhayati, Andriyani, & Malisa, 2015).


63

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, perbedaan

yang ditemukan di antara kedua kelompok usia dapat mempengaruhi

cara bereaksi terhadap nyeri (misalnya anak-anak dan lansia). Anak

belum bisa mengungkapkan nyeri sehingga perawat harus mengkaji

respon nyeri pada anak.Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri

jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.Pada lansia

cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap

nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau

mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga turut mempengaruhi nyeri, secara umum pria dan

wanita tidak berbeda dalam berespons terhadap nyeri. Lebih

dipengaruhi oleh faktor budaya (contoh : tidak pantas kalau laki-laki

mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri) (Astutik & Kurlinawati,

2017).

c. Kecemasan

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.Ancaman dari sesuatu yang tidak

diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa yang

menyertai nyeri seringkali memperburuk persepsi nyeri.


64

d. Keletihan

Keletihan/kelelahan dapat meningkatkan nyeri karena banyak orang

lebih nyaman sewaktu istirahat.

e. Makna nyeri

Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien

lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai makna

nyeri tersebut. Seorang yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil

akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik.

3. Ekspresi Nyeri

Klien yang menunjukkan tanda nyeri akut, seperti perspirasi berkeringat,

ketegangan otot, atau merintih, jelas pada keadaan nyeri.

Ekpresi nyeri klien dapat diamati dalam satu atau lebih kategori respons

perilaku seperti fisiologis verbal, vocal, wajah, pergerakan tubuh, kontak

fisik dengan orang lain, dan respons umum terhadap lingkungan.

Cara individu berespons terhadap nyeri bergantung pada beragam faktor,

seperti budaya di tempat tinggalnya, makna nyeri secara pribadi, dan

intensitas nyeri. Oleh karena itu ekspresi nyeri mungkin tidak ada, minimal

atau tidak mudah di observasi (Reeder et al., 2011b).

4. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri mengacu pada tingkat keparahan sensasi nyeri itu

sendiri. Untuk menentukan tingkat nyeri, klien dapat diminta untuk menilai

intensitas nyeri pada sebuah skala numerik seperti nol sampai 10, dengan

nol berarti tidak mengalami nyeri sama sekali, 1-3 nyeri ringan,
65

4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri berat dan 10 adalah kemungkinan nyeri yang

terburuk. Selain menggunakan skala numeric, dapat juga dengan

menggunakan skala wajah (Wong-Baker Faces), atau menggunakan kata-

kata yang menilai intensitas nyeri seperti tidak sama sekali, ringan, sedang,

parah (Reeder et al., 2011b). penilaian nyeri :

a. Visual Analog Scale (VAS)/ skala analog visual

Skala ini bersifat satu dimensi yang banyak dilakukan pada orang

dewasa untuk mengukur intensitas nyeri pascabedah. Berbentuk

penggaris yang panjang 10cm atau 100mm. Titik 0 adalah tidak nyeri

dan titik 100mm jika nyeri nya tidak tertahankan. Disebut tidak nyeri

jika pasien menunjuk pada skala 0-4mm, nyeri ringan 5-44mm, nyeri

sedang 45-75mm, nyeri berat 75-100mm. sisi yang berkerangka pada

pemeriksa, sisi yang tidak berangka pada sisi penderita.

Gambar 2.5 Visual Analog Scale

Sumber : (Dixit, Dixit, Hedge, Sathe, & Jadhav, 2014).

b. Numeric Rating Scale(skala numerik angka)

Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0-10. Titik 0

berarti tidak nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri berat

dan 10 adalah nyeri yang tidak tertahankan.


66

NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai perubahan pada skala

nyeri, dan juga menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi

yang diberikan.Jika pasien mengalami disklesia, autisme, atau geriatri

yang dimensia maka ini bukan metode yang cocok.

Gambar 2.6 Numeric Rating Scale

c. Faces Scale(skala wajah)

Pasien diminta melihat skala gambar wajah.Gambar pertama tidak nyeri

(agak tenang), gambar kedua sedikit nyeri, dan selanjutnya lebih nyeri

dan gambar paling akhir adalah orang dengan ekspresi nyeri sangat

berat.Setelah itu, pasien disuruh menunjuk gambar yang cocok dengan

nyerinya.Metode ini digunakan untuk pediatric, tetapi juga dapat

digunakan pada geriatri dengan gangguan kognitif.

Gambar 2.7 Faces Scale


67

5. Pengkajian Nyeri (Prasetyo, 2010)

a. Provoking Incident

1) Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri?

2) Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat?

3) Apakah nyeri bertambah berat bila beraktivitas?

4) Faktor-faktor apa yang meredakan nyeri (misalnya : gerakan, kurang

bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, dan sebagainya) dan apa yang

dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.

b. Quality or Quantity of Pain

1) Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien.

2) Apakah nyeri bersifat tumpul, seperti terbakar, tertusuk-tusuk, tajam,

berdenyut.

c. Region, Radiation, Relief

1) Dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh pasien

2) Apakah rasa sakit bisa reda

3) Apakah rasa sakit menjalar atau menyebar dan

4) Dimana rasa sakit terjadi

5) Tekanan pada saraf atau akar saraf akan memberikan gejala nyeri

yang disebut radiating pain, misalnya pada skiatika dimana nyeri

menjalar mulai dari bokong sampai anggota gerak bawah sesuai

dengan distribusi saraf.


68

d. Severity (Scale) of Pain

1) Seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian nyeri dengan

menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale misalnya 0 tidak

nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri Berat, 10 nyeri

yang tak tertahankan.

2) Kemudian perawat membantu pasien untuk memilih secara subjektif

tingkat skala nyeri yang dirasakan pasien.

e. Time

1) Berapa lama nyeri berlangsung (apakah bersifat akut atau kronik)

2) Kapan? Apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah rasa

nyeri.

6. Manajemen nyeri farmakologis pada persalinan (Baston & Hall, 2013)

Berdasarkan penggolongan :

a. Analgesia perifer (non-narkotik)

Terdiri atas obat-obatan yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja

sentral.Analgesia perifer yaitu analgesia yang merintangi terbentuknya

rangsangan pada reseptor perifer.

b. AINS (Anti-Inflammatory Non-Steroid)

Kerjanya menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang mengkonversi

asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan, dimana

prostaglandin merupakan salah satu mediator nyeri dan inflamasi. Ada

2 macam AINS yakni AINS non-selektif menginhibisi baik enzim

COX-1 maupun COX-2 contohnya ketorolac, diclofenac, ibuprofen,


69

asam mefenamat, piroxicam, dan meloxicam. Dalam pemakaian jangka

panjang dapat menimbulkan efek samping berupa iritasi lambung,

gangguan ginjal dan gangguan pembekuan darah.Jenis yang kedua

adalah AINS selektif yang hanya menginhibisi enzim COX-2, berfungsi

meredakan nyeri dan inflamasi tetapi tidak menganggu mukosa

lambung, ginjal maupun fungsi trombosit.Contoh AINS selektif adalah

selekosib dan palekosib.

Anakgesik AINS bersifat “celling effect” artinya efek anakgesiknya

terbatas.Kenaikan dosis tidak dapat menambah analgesiknya namun

efek sampingnya yang bertambah.

c. Analgesia opioid

Opioid adalah suatu obat yang melekatkan dirinya pada reseptor-

reseptor opioid dalam tubuh yaitu reseptor yang merespons endorphin

dan enkefalin. Opioid yang digunakan dalam praktik kebidanan

meliputi : petidin, diamorfin, dan meptazinol. Cara pemberian obat ini

diberikan melalui injeksi intramuskular selama persalinan.

d. Analgesia epidural

Anestesi epidural dalam persalinan adalah suatu bentuk analgesia yang

melibatkan injeksi anestetik local kedalam ruang epidural.


70

7. Manajemen nyeri non farmakologis pada persalinan (Baston & Hall, 2013;

Reeder et al., 2011b)

Metode non farmakologis bukan merupakan pengganti obat-obatan,

tindakan ini diperlukan untuk mempersingkat nyeri yang berlangsung

beberapa detik atau menit. Manajemen non-farmakologis yang sering

diberikan untuk mengurangi nyeri antara lain :

a. Relaksasi distraksi

Relaksasi distraksi merupakan pengalihan klien ke hal lain dengan

demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Muttaqin, 2009).

b. Teknik Relaksasi Napas dalam

Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat digunakan untuk

menurunkan kecemasan dan ketegangan otot (muscle tension)(Zakiyah,

2015). Relaksasi meredakan nyeri dengan menganggu lingkaran proses

nyeri dan ansietas yang kompleks. Oleh karena itu respons perilaku

relaksasi, bertentangan dengan respons nyeri dan kecemasan. Relaksasi

sangat penting karena dapat membantu seseorang merasa lebih tenang

dan stress berkurang. Teknik tercepat dan termudah untuk

meningkatkan relaksasi adalah menarik napas dalam dan kemudian

relaks saat menghembuskan napas. Teknik relaksasi ini dapat di

tingkatkan dengan memberikan posisi yang nyaman dan sedikit

memfleksikan ekstermitas (Reeder et al., 2011b).


71

c. Masase

Massase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum yang dipusatkan

pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat klien lebih nyaman

karena masase membuat otot berelaksasi (Muttaqin, 2009).

d. Aroma Terapi

Aroma terapi adalah terapi atau pengobatan menggunakan bau-bauan

yang berasal dari tumbuhan, bunga, pohon yang berbau harum dan

enak. Aroma terapi adalah teknik pengobatan atau perawatan dengan

bau-bauan yang menggunakan minyak essensial aroma terapi (Dewi,

2011).

e. Relaksasi autogenik

Relaksasi autogenik merupakan teknik atau usaha yang sengaja

diarahkan pada kehidupan individu baik psikologis maupun somatik

menyebabkan perubahan dalam kesadaran melalui auto sugesti

sehingga tercapilah keadaan rileks (Nurhayati et al., 2015).

f. Teknik relaksasi genggam Jari

Teknik relaksasi genggam jari adalah suatu tindakan penggabungan

antara relaksasi nafas dalam dengan menggenggam jari, mulai dari ibu

jari sampai dengan kelima jari lain dengan waktu 3 menit setiap jari

tangan
72

D. Teknik relaksasi Genggam Jari

1. Pengertian

Teknik relaksasi genggam jari adalah suatu tindakan penggabungan

antara relaksasi nafas dalam dengan menggenggam jari, mulai dari ibu jari

sampai dengan kelima jari lain dengan waktu 3 menit setiap jari tangan.

Teknik relaksasi genggam jari adalah cara yang mudah untuk mengelola

emosi dan mengembangkan kecerdasan emosional(Haniyah et al., 2016). Di

sepanjang jari-jari terdapat saluran meridian energi yang terhubung dengan

berbagai organ dan emosi. Menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-

dalam (relaksasi) dapat mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik

dan emosi, karena genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan

masuknya energi pada meridian yang terletak pada jatri-jari tangan

(Haniyah et al., 2016).

Titik-titik refleksi pada tangan memberikan rangsangan secara reflex

(spontan) pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan

semacam gelombang kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut di

terima otak dan di proses cepat diteruskan menuju saraf pada organ tubuh

yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan dijalur energi menjadi

lancar. Teknik relaksasi genggam jari membantu tubuh, pikiran dan jiwa

untuk mencapai relaksasi. Dalam keadaan relaksasi secara alamiah tubuh

akan memicu pengeluaran hormon endorphin, hormone ini merupakan


73

analgesik alami dari tubuh sehingga nyeri akan berkurang. (Astutik &

Kurlinawati, 2017).

2. Teknik Prosedur teknik relaksasi genggam jari

a. Posisikan pasien dengan duduk/berbaring lurus ditempat tidur

b. Minta pasien untuk mengatur nafas dengan menghirup nafas melaui

hidung dan menghembuskan melalui mulut, instruksikan pasien untuk

rileks.

c. Perawat berada disamping pasien, relaksasi dimulai dengan

menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam hingga

nadi pasien terasa berdenyut.

d. Pasien diminta untuk mengatur napas dengan hitungan teratur

e. Genggam ibu jari selama kurang lebih 3menit dengan bernapas secara

teratur, kemudian seterusnya satu persatu beralih ke jari selanjutnya

dengan rentang waktu yang sama.

f. Setelah kurang lebih 15menit, alihkan tindakan untuk ke tangan yang

lain.

g. Rapikan pasien

3. Manfaat Teknik relaksasi genggam jari

a. Memberikan rasa damai, focus dan nyaman

b. Memperbaiki aspek emosi

c. Menurunkan kecemasan dan depresi

d. Menurunkan nyeri
74

Anda mungkin juga menyukai