Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PENGARUH PENERAPAN

TEORI SELF CARE OREM TERHADAP KETERAMPILAN


IBU POST PARTUM DALAM MENYUSUI

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Riset Keperawatan

OLEH :

DANIK DWI WARDANI


2017.1603

AKADEMI KEPERAWATAN NGESTI WALUYO


PARAKAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan beberapa hal yang berkaitan

dengan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian sebagai bahan rujukan dalam membantu

memecahkan masalah penelitian.

A. Latar Belakang

Teori Orem menjelaskan bahwa perawat berfungsi sebagai pelayanan,

membantu merawat orang sakit dengan baik. Bertujuan untuk mencapai

kemandirian yang maksimal dan baik (Jarossova, 2014 dalam Aini, 2018).

Menurut Basford & Slevin (2013) teori orem merupakan teori model

konseptual yang sering dipakai di dalam keperawatan, pelayanan keperawatan

sangat penting pada saat pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis,

psikologis, perkembangan atau sosial. Seorang perawat harus mencari tahu

kenapa pasien tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut, termasuk hal apa saja

yang harus dilakukan supaya klien mendapatkan kebutuhannya dan seberapa

banyak perawatan diri yang harus dilakukan pasien. Dengan cara memberikan

petunjuk dan pengarahan, memberikan dukungan fisik dan psikologis,

memberikan dan memelihara lingkungan yang mendukung pengembangan

personal serta dengan pendidikan kesehatan yang tepat untuk meningkatkan

kebutuhan pengetahuan pasien.

Masa nifas merupakan masa paling rentan terjadinya angka kesakitan. Salah

satu penyebab kesakitan pada ibu nifas yaitu masalah pada proses laktasi
(Hamilton, 2012). Dalam masa nifas, pengetahuan tentang tehnik menyusui sangat

penting untuk diketahui. Cara menyusui yang salah dapat menyebabkan ASI tidak

keluar optimal sehingga dapat mengakibatkan bendungan ASI (Nurhayati &

Suratni, 2017)

Cakupan ASI Eksklusif di Indonesia mengalami penurunan dan masih jauh

dari capaian yang ditetapkan. Pada tahun 2013 cakupan ASI Eksklusif mencapai

38% dan pada tahun 2016 turun menjadi 29.5%. Cakupan ASI Eksklusif di Jawa

Tengah sendiri mencapai 42,7%. Penyebab kegagalan pemberian ASI Eksklusif

salah satunya adalah pengetahuan ibu. Faktor pengetahuan ibu maupun keluarga

sangat mendukung proses pemberian air susu ibu (Meyliya & Evi, 2018).

Berdasarkan data di atas, maka studi kasus tentang penerapan teori self care

orem terhadap ibu post partum penting untuk dilaksanakan guna mengetahui

tingkat keterampilan nya dalam menyusui.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran asuhan

keperawatan dengan penerapan teori self care orem terdahap peningkatan

keterampilan ibu post partum dalam men ?.

C. Tujuan Studi Kasus

Penelitian ini bertujuan untuk Menggambarkan asuhan keperawatan dengan

penerapan teori self care orem terdahap peningkatan keterampilan ibu post partum

dalam ibu menyusui.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Profesi
Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu keperawatan dalam

penerapan teori self care orem untuk meningkatkan keterampilan ibu post partum

dalam menyusui.

2. Penulis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengalaman dalam

mengaplikasikan hasil riset keperawatan, khususnya studi kasus tentang

penerapan teori self care orem untuk meningkatkan keterampilan ibu post partum

dalam menyusui.

3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah keterampilan ibu post

partum dalam menyusui.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan beberapa hal yang berkaitan

dengan tinjauan pustaka sebagai dasar rujukan dan membantu dalam pemecahan

problematika penelitian yang terdiri dari konsep teori self care orem, cara

penerapan teori self care orem, tehnik menyusui pada ibu post partum, ASI

eksklusif, kerangka teori dan hipotesis.

A. Teori Self Care Orem

1. Konsep Teori Self Care Orem

Teori self care adalah tindakan yang matang dan mementingkan orang lain

yang mempunyai potensi untuk berkembang, serta mengembangkan kemampuan

yang dimiliki agar dapat menggunakan secara tepat, nyata dan valid untuk

mempertahankan fungsi dan berkembang dengan stabil dalam perubahan

lingkungan. Self Care digunakan untuk mengontrol atau faktor eksternal dan

internal yang mempengaruhi aktifitas seseorang untuk menjalankan fungsinya dan

berperanan untuk mencapai kesejahteraannya (Mardiatun & Sentana, 2019).

Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa

setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga

membantu individu memenuhi kabutuhan hidup, memelihara kesehatan dan

kesejahteraannya, oleh karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan

diri) atau Self Care Defisit Teori (Pieter, 2017).

Pada dasarnya semua manusia mempunyai kebutuhan untuk melakukan

perawatan diri dan mempunyai hak untuk melakukan perawatan diri secara
mandiri, kecuali bila orang itu tidak mampu. Self care menurut Orem adalah

kegiatan memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan kehidupan,

kesehatan dan kesejahteraan individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit

yang dilakukan oleh individu itu sendiri (Muhlisin, 2017).

Teori defisit perawatan diri (Deficit Self Care) Orem dibentuk menjadi 3 teori

yang saling berhubungan (Rahmayanti, 2017):

a. Teori perawatan diri (self care theory): menggambarkan dan menjelaskan

tujuan dan cara individu melakukan perawatan dirinya.

b. Teori defisit perawatan diri (deficit self care theory): menggambarkan

dan menjelaskan keadaan individu yang membutuhkan bantuan dalam melakukan

perawatan diri, salah satunya adalah dari tenaga keperawatan.

c. Teori sistem keperawatan (nursing system theory): menggambarkan dan

menjelaskan hubungan interpersonal yang harus dilakukan dan dipertahankan oleh

seorang perawat agar dapat melakukan sesuatu secara produktif.

Setiap orang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan perawatan

diri secara mandiri, tetapi ketika seseorang tersebut mengalami ketidakmampuan

untuk melakukan perawatan diri secara mandiri, disebut sebagai Self Care Deficit.

Defisit perawatan diri menjelaskan hubungan antara kemampuan seseorang dalam

bertindak/beraktivitas dengan tuntunan kebutuhan tentang perawatan diri,

sehingga ketika tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka seseorang akan

mengalami penurunan/defisit perawatan diri. Orem memiliki metode untuk proses

penyelesaian masalah tersebut, yaitu bertindak atau berbuat sesuatu untuk orang

lain, sebagai pembimbing orang lain, sebagai pendidik, memberikan support fisik,
memberikan support psikologis dan meningkatkan pengembangan lingkungan

untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik orang lain

(Purwandari, 2010).

2. Penerapan teori Self Care Orem Pada Klien

Penyuluhan kesehatan atau pengajaran yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan kepada pasien atau sasaran menggunakan teori self care orem yang

dikendaki tidak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang

disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat

mempelajari pesan tersebut sampai memutuskan untuk mengadopsi perilaku yang

positif (Notoatmojo, 2010). Terdapat beberapa media cetak yang dapat di gunakan

dalam memberikan bimbingan dan pengajaran kepada ibu post partum/nifas yaitu

leaflet, buku panduan, lembar balik (flip chart), flyer (selebaran), poster, brosur,

majalah kesehatan, spanduk, booklet dll. Pemilihan booklet sebagai media dalam

memberikan bimbingan dan pengajaran memiliki peran dapat memuat informasi

relatif lebih banyak dan lebih spesifik serta dapat menimbulkan minat sasaran

pendidikan (Nursalam, 2010).

Penggunaan buku panduan menyusui sebagai media yang informatif dapat

membantu perawat dalam memberikan bimbingan dan pengajaran tentang tehnik

menyusui bayi agar mencapai asuhan nifas yang optimal. Hal ini dapat di berikan

baik selama perawatan maupun saat ibu akan pulang sebagai bekal untuk

melanjutkan asuhan nifas selama di rumah (Maryunani, 2019).

Peran supportif dan edukatif perawat sangat dibutuhkan oleh pasien yang

memerlukan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu melakukan


tehnik menyusui yang benar. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu melakukan

tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran (Damai, 2011). Salah satu

metode bantuan yang diberikan menurut Orem adalah dengan memberikan

Guidence and Teaching untuk memfasilitasi kemampuan klien dalam memenuhi

kebutuhan secara mandiri yang berguna untuk membantu proses penyelesaian

masalah serta mendorong perawatan preventif (Pitriani & Iraiyanti, 2014) .

B. ASI Eksklusif

1. Definis ASI Eksklusif

ASI eksklusif merupakan salah satu program pemerintah yang dicanangkan

untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas bayi. ASI Eksklusif dapat

meningkatkan status gizi bayi yang secara langsung berpengaruh pada

peningkatan status gizi di masyarakat (Wahyuningsih, 2019).

Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi pada awal

kehidupannya, tidak hanya karena ASI mengandung cukup banyak gizi tapi ASI

juga mengandung antibodi yang melindungi bayi dari infeksi. Pemberian ASI

sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan

kecerdasan bayi, oleh karena itu pemberian ASI perlu mendapatkan perhatian

pada ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat berjalan dengan baik.

Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja dan tanpa tambahan

makanan lain sampai bayi berusia 6 bulan, agar zat gizi yang dibutuhkan sampai

umur tersebut dapat terpenuhi hanyadari ASI saja (Jumiyati & Simbolon, 2015).
a. Manfaat ASI

Menurut Sembiring ( 2019) manfaat ASI adalah: 1) ASI sebagai nutrisi, 2)

ASI meningkatkan daya tahan tubuh, 3) ASI meningkatkan kecerdasan, 4)

Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang.

b. Manfaat lain pemberian ASI bagi bayi (Monika, 2014) adalah: 1) Sebagai

makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai

usia 6 bulan, 2) Meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung berbagai zat

anti – kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga akan mengurangi

terjadinya mencret, sakit telinga dan infeksi saluran pernapasan, 3) Melindungi

anak dari serangan alergi, 4) Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk

pertumbuhan otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai, 5)

Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara, 6) Membantu

pembentukan rahang yang bagus, 7) Mengurangi resiko terkena penyakit kencing

manis, kanker pada anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita

penyakit jantung, 8) Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI

eksklusif akan lebih cepat bisa jalan, 9) Menunjang perkembangan kepribadian,

kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik

c. Manfaat pemberian ASI bagi ibu

1) Aspek kontrasepsi

Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang ujung syaraf sensorik

sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk ke

indung telur, menekan produksi estrogen akibatnya tidak ada ovulasi.

Memberikan ASI eksklusif mampu menjarangkan kehamilan, pemberian ASI


memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama

sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi

menstruasi kembali (Damayanti, 2010).

2) Aspek kesehatan ibu

Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh

kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya

perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca

persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma

mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah disbanding yang tidak menyusui.

Mencegah kanker hanya dapat diperoleh ibu yang menyusui anaknya secara

eksklusif. Penelitian membuktikan ibu yang memberikan ASI secara eksklusif

memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium 25 % lebih kecil

dibanding yang tidak menyusui secara eksklusif (Milah, 2019)

3) Aspek penurunan berat badan

Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih cepat kembali

ke berat badan semula seperti sebelum hamil. Pada saat hamil, badan bertambah

berat, selain karena ada janin, juga karena penimbunan lemak pada tubuh,

cadangan lemak ini sebetulnya memang disiapkan sebagai sumber tenaga dalam

proses produksi ASI. Dengan menyusui, tubuh akan menghasilkan ASI lebih

banyak lagi sehingga timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga

akan terpakai. Logikanya, jika timbunan lemak menyusut, berat badan ibu akan

cepat kembali ke keadaan seperti sebelum hamil (Soetomo, 2015).

4) Aspek psikologis
Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga

untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh

semua manusia (Jannah, 2012)

d. Manfaat pemberian ASI bagi keluarga

1) Aspek ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk

membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu,

penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit

sehingga mengurangi biaya berobat (Jauhari & Fitriani, 2018).

2) Aspek psikologi

Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga

suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan

keluarga (Yuliana, 2019)

3) Aspek kemudahan

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan

saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus

dibersihkan serta minta pertolongan orang lain (Wulandari & Praborini, 2018).

e. Manfaat pemberian ASI bagi Negara

Menurut Wulandari & Praborini (2018) manfaat ASI bagi negara adalah: 1)

Menurunukan angka kematian dan kesakitan bayi : Kandungan ASI yang berupa

zat protektif dan nutrien di dalam ASI yang sesuai dengan kebutuhan bayi,

menjamin status gizi bayi menjadi baik serta kesakitan dan kematian anak

menurun, 2) Menghemat devisa negara : ASI dapat dianggap sebagai kekayaan


nasional. Dengan memberikan ASI maka dapat menghemat devisa sebesar Rp 8,6

milyar/ tahun yang seharusnya dipakai membeli susu formula, 3) Mengurangi

subsidi untuk rumah sakit : Rawat gabung akan memperpendek lama perawatan

ibu dan bayi di rumah sakit, sehingga mengurangi subsidi/ biaya rumah sakit.

Selain itu, mengurangi infeksi nosokomial, mengurangi komplikasi persalinan dan

mengurangi biaya perawatan anak sakit di rumah sakit. , 4) Peningkatan kualitas

generasi penerus: anak yang mendapatkan ASI, akan mengalami tumbuh kembang

secara optimal sehingga akan menjamin kualitas generasi penerus bangsa.

2. Tehnik menyusui

Teknik menyusui, merupakan suatu peristiwa disaat ibu menyusui bayi nya

dengan benar dan bayi mengisap secara naluriah yang nantinya tidak merugikan

antara ibu dan si bayi (Marshella & Rusmiyati, 2017). Teknik menyusui yang

baik dan benar harus dipahami oleh semua ibu agar tidak terjadi kesalahan dalam

memosisikan dan meletakkan bayi (Prajogo, 2015). Teknik menyusui merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI, bila teknik dilakukan dengan

tidak benar dapat menyebabkan puting menjadi lecet sehingga ibu merasakan

perih dan enggan menyusui (Monika, 2014).

Ibu yang baru pertama melahirkan mungkin mengalami berbagai masalah,

karena tidak mengetahui cara-cara yang sederhana seperti cara menaruh bayi pada

payudara ketika menyusui, isapan bayi yang menyebabkan puting terasa nyeri dan

masalah lainnya. Seorang ibu sangat memerlukan seseorang yang bisa

membimbingnya dalam merawat bayi dengan baik, termasuk dalam menyusui.

Untuk mencapai keberhasilan menyusu ibu memerlukan pengetahuan mengenai


teknik-teknik menyusui dengan benar. Ada berbagai macam teknik menyusui,

antara lain duduk, berdiri atau berbaring (Bahiyatun, 2019).

Pada saat menyusui usahakan memberi minum dalam suasana yang santai

bagi ibu dan bayi. Buatlah kondisi ibu senyaman mungkin. Selama beberapa

minggu pertama, bayi perlu diberi ASI setiap 2,5 – 3 jam sekali. Menjelang akhir

minggu keenam, sebagian besar kebutuhan bayi akan ASI setiap 4 jam sekali.

Jadwal ini baik sampai bayi berumur antara 10 –12 bulan. Pada usia ini sebagian

besar bayi tidur sepanjang malam sehingga tak perlu lagi memberi makanan di

malam hari (Puji & Rahayu, 2016).

Langkah – langkah menyusui yang benar menurut Lailia & Utami (2018)
akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada

puting. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga

kelembaban puting susu.

b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara: 1) Ibu duduk atau

berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah

agar kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran

kursi, 2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi

terletak pada lengkung siku ibu/kepala tidak boleh menengadah,dan bokong bayi

ditahan dengan telapak tangan, 3)Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan

ibu, dan yang satu didepan, 4) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi

menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi), 5) Telinga dan

lengan bayi terletak pada satu garis lurus, 6) Ibu menatap bayi dengan kasih

sayang.
c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menipang

dibawah, jangan menekan puting susu.

d. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek) dengan

cara: 1) Menyentuh pipi dengan puting susu, 2) Menyentuh sisi mulut bayi.

e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke

payudara ibu serta areola payudara dimasukkan ke mulut bayi: 1) Usahakan

sebagian besar kalang payudra dapat masuk ke mulut bayi, sehingga puting susu

berada di bawah langit – langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari

tempat penampungan ASI yang terletak di bawah puting payudara. Posisi salah,

yaitu apabila bayi hanya menghisap pada putting susu saja, akan mengakibatkan

masukan ASI yang tidak adekuat dan puting lecet, 2) Setelah bayi mulai

menghisap payudara tak perlu dipegang atau disangga.

f. Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya

diganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi

(Soetjiningsih, 2011) adalah: 1) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi

melalui sudut mulut atau, 2) Dagu bayi ditekan kebawah.

g. Menyusui berikutnya dimulai pada payudara yang belum terkosongkan

(yang dihisap terakhir).

h. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan

pada putting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.

i. Menyendawakan bayi bertujuan untuk mengeluarkan udara dari lambung

supaya bayi tidak muntah (gumoh dalam bahasa jawa) setelah menyusu. Cara

menyendawakan bayi (Suririnah, 2009): 1) Bayi digendong tegak dengan


bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan – lahan. 2)

Dengan cara menelengkupkan bayi diatas pangkuan ibu, lalu usap –usap

punggung bayi sampai bayi bersendawa.

Gambar 2.1 Teknik Menyusui Dengan Benar


Sumber: Waji, (2013)

Pada hari pertama, biasanya ASI belum keluar, bayi cukup disusukan

selama 4 – 5 menit, untuk merangsang produksi ASI dan membiasakan putting

susu dihisap oleh bayi. Setelah hari ke 4 – 5,boleh disusukan selama 10 menit.

Setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan selama 15 menit (jangan lebih

dari 20 menit). Menyusukan selama 15 menit ini jika produksi ASI cukup dan ASI

lancar keluarnya, sudah cukup untuk bayi. Dikatakaan bahwa, jumlah ASI yang

terisap bayi pada 5 menit pertama adalah ±112 ml, 5 menit kedua ±64 ml, dan 5

menit terakhir hanya ±16 ml (Aditya, 2014).


C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2013).

Kerangka konsep penelitian ini akan dijelaskan dalam gambar berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


Sumber : (Atava Rizema & Putra, 2009)

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah “terdapat pengaruh penerapan teori self care

Orem terhadap tingkat pengetahuan pada ibu post partum dalam teknik menyusui

agar terpenuhi kebutuhan ASI untuk bayinya.”


DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. (2018). Teori Model keperawatan (1st ed.; Belly, ed.). Malang:

Universitas Muhammadiyah Malang.

Basford, L., & Slevin, O. (2013). Theory and Practice Nursing (4th ed.; T.

Nelson, ed.). Jakarta: EGC.

Hamilton, P. M. (2012). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas (9th ed.; N. L. G.

Y. Asih, ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Meyliya, Q., & Evi, Z. (2018). Pengaruh Pengetahuan Ibu Menyusui Terhadap

Kecukupan Asi di Wilayah Kelurahan Margadana. Jurnal Siklus, 7(1).

Nurhayati, F., & Suratni, A. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu Post Partum

Tentang Tehnik Menyusui Dengan Terjadinya Bendungan ASI Di Wilayah

Kerja PKM Melong Asih Kota Cimahi. Jurnal Ilmiah Bidan, 2(1).

Aditya, N. (2014). Handbook For New Mom (1st ed.; H. Dewi, ed.). Yogayakarta:

Stiletto Book.

Atava Rizema, S., & Putra. (2009). Panduan Riset Keperawatan & Penulisan

Ilmiah (1st ed.; Surhadi, ed.). Yogayakarta: Nuha Medika.

Bahiyatun. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal (1st ed.; M. Ester,

ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Damai, Y. (2011). Asuhan Kebidanan Masa Nifas (1st ed.; A. Yulianti, ed.).

Bandung: CV Refika Aditama.

Damayanti, D. (2010). Asiknya Minum ASI (1st ed.; R. Ambarani, ed.). Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Jannah, W. (2012). Enjoy Your Pregnancy, Moms (1st ed.; I. Hamzah, ed.).
Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.

Jauhari, I., & Fitriani, R. (2018). Perlindungan Hak Anak Terhadap Pemberian

Air Susu Ibu (ASI) (1st ed.; Sulaiman, ed.). Yogyakarta: Cv Budi Utama.

Jumiyati, & Simbolon, D. (2015). Modul Pegangan Kader Kesehatan Dalam

Peningkatkan Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif (1st ed.; Nughraheni &

A. Margawati, eds.). Yogyakarta: Gosyen Publising.

Lailia, N., & Utami, W. (2018). Buku Ajar Keperawatan Anak (1st ed.; Idham,

ed.). Yogyakarata: PT Leutika Nouvalitera.

Mardiatun, Purnamawati, D., & Sentana, A. D. (2019). Aplikasi Model Orem

Dalam Meningkatkan Keterampilan Ibu Dalam Teknik Menyusui Bayi.

Jurnal Keperawatan Terpadu, 1(1). Retrieved from http://jkt.poltekkes-

mataram.ac.id/index.php/home/index

Maryunani. (2019). Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (1st ed.; Y. Rahayu,

ed.). Jakarta: Trans Info Media.

Milah, S. (2019). Nutrisi Ibu Dan Anaka (1st ed.; I. Rosidawati, ed.). Jawa Barat:

EDU Publisher.

Monika, B. (2014). Buku Pintar Asi dan Menyusui (1st ed.; S. Kiki, ed.).

Retrieved from http://noura.mizan.com

Muhlisin, A. (2017). Teori Self Care Dari Orem Dan Pendeketan Dalam Praktek

Keperawatan. Jurnal Riset Kesehatan, 27(2), 145–167.

Notoatmojo. (2010). lmu Perilaku Kesehatan (2nd ed.; A. Fadli, ed.). Jakarta:

Rineka Cipta.

Nursalam. (2010). Konsep & Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jurnal

Keperawatan Terpadu, 3(2), 143.

Pieter, H. Z. (2017). Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat (1st ed.; Suwita & I.

Fahmi, eds.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Pitriani, R., & Iraianti, B. (2014). Asuhan kebidanan masa nifas dan menyusui

(1st ed.; D. Ardiansyah, ed.). Bandung: Cendekia Publisher.

Prajogo, S. (2015). Upaya Mengefektifan Proses Menyusui Pada Ibu Nifas. Jurnal

Kesehatan Surya Medika Yogyakarta, 1(1), 13.

Puji, A., & Rahayu. (2016). Keperawatan Maternitas (1st ed.; H. Rahmadhani,

ed.). Yogyakarta: Grup Penerbitan CV Budi Utama.

Purwandari, A. (2010). Konsep Kebidanan, Sejarah & Profesionalisme (1st ed.;

M. Ester, ed.). Jakrta: Buku Kedokteran EGC.

Putri Marshella, M. A., & Rusmiyati. (2017). Pendidikan Kesehatan Tehnik

Terhadap Peningkatan Kemampuan Menyusui Pada Ibu Post Partum. Jurnal

Keperawatan Terpadu, 1(2).

Rahmayanti, R. (2017). Penerpan Teori Self Care Orem's Dan Teori Becoming A

Mother Mercer's Pada Ibu Post Seksio Sesaria Usia Remaja : Laporan Kasus.

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2(2), 19–56.

Sembiring, J. (2019). Buku Ajar Neonatus, Bayi Balita, Anaka Pra Sekolah (1st

ed.; R. Fadilah, ed.). Yogyakarta: Grup Penerbitan CV Budi Utama.

Setiadi. (2013). Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (2nd ed.).

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soetjiningsih. (2011). ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan (3rd ed.; G. Putra,
ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Soetomo. (2015). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam (2nd ed.; J. Santoso & G.

Soegiarto, eds.). Surabaya: Airlangga University Press (AUP).

Suririnah. (2009). Merawat Bayi 0-12 bulan (3rd ed.; J. Hadibroto, ed.). Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Wahyuningsih, S. (2019). Asuhan Keperawatan Post Partum (1st ed.; D.

Novidiantoko & C. Santono Moris, eds.). Yogyakarta: Cv Budi Utama.

Waji, N. (2013). ASI dan Panduan Ibu Menyusui (1st ed.; W. Hidana, ed.).

Yogayakarta: Nuha Medika.

Wulandari, R., & Praborini, A. (2018). Anti Stress Menyusui (1st ed.; Kawanita,

ed.). Jakarta: PT Kawan Pustaka.

Yuliana, W. (2019). Darurat Stunting dengan Melibatkan Keluarga (1st ed.; B.

Hakim, ed.). Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai