PBL SK 3
PBL SK 3
LO 1.1 Makroskopik
LO 1.2 Mikroskopik
LI 3 MM Ileus Obstruktif
LO 3.1 Definisi
LO 3.2 Etiologi
LO 3.3 Klasifikasi
LO 3.4 Patofisiologi
LO 3.7 Tatalaksana
LO 3.8 Komplikasi
LO 3.9 Prognosis
LO 3.10 Pencegahan
LI 4 MM Pemeriksaan Penunjang
LO 4.1 Radiologi
LO 1.1 Makroskopik
Terdiri dari
o Pars horizontalis
o Pars ascendens
Didalam dinding papilla doudeni major terdapat suatu rongga disebut ampulla yang
dindingnya terdapat suatu otot yaitu m.spinchter Oddi, yang melingkar. Bila berkonstraksi
dapat menutup muara bersama ductus tersebut
Selain duodenum, 2/5 proximal usus intestinum tenue merupakan bagian jejunum, 3/5
distal sisanya merupakan ileum
Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari N. Vagus dari plexus mesentricus
superior.
Intestinum Crassum (crasum = tebal) , dibagi dalam colon dan intestinum rectum
Colon ascendens, dimulai dari caecum. Pada ujujng caecum berbuara bagunan kecil
berupa pipa menyerupai cacing disebut appendix vermiformis
Colon transversum
Colon descendens
Colon sigmoideuim
Caecum
o Pada orang hidup dapat ditemukan semua type, karena caecum selalu
berkontraksi sehingga ujung appendix berubah-ubah, sedangkan pada
orang mati tetap
Diding caudal tidak ada alat yang melekat disebut taenia libera
RECTUM
Menempati bagian posterior cavitas pelvis superior dan merupakan lanjutan colon
sigmoideum dan berjalan ke bawah turun di depan os sacrum, meninggalkan pelvis dengan
menembus diaphragma pelvis. Melanjutkan diri sebagai canalis analis di dalam perineum.
PERDARAHAN
ARTERI
Aorta abdominalis bercabang menjadi :
1. A.coeliaca
a. A. gastric sinistra
b. A.lienalis
c. A. hepatica communis
- A. hepatica propria
- A. gastric dextra
- A. gastroduodenalis :
A. gastroduodenalis dextra
A. pancreaticoduodenalis superior (memperdarahi duodenum superior dan
caput pancreas bagian atas)
2. A. mesenterica superior
a. A. colica media (ke cranial di sebelah ventral pancreas masuk ke dalam
mesocolon transversum 2/3 proximal menuju ke colon transversum dan
memperdarahinya
b. A. pancreaticoduodenalis inferior (memperdarahi pancreas dan duodenum)
c. A. colica dextra (member cabang-cabang ke colon ascendens)
d. Aa. Jejenalis (masuk ked alma mesenterium member cabang-cabang ke jejunum,
jumlah 12-15, setiap arteri akan membelah menjadi dua dan bersatu dengan arteri
yang berdekatan membentuk arcade, kemudia bercabang lagi dan bersatu
membentuk arcade 2,3,4)
e. A. ileocolica (pergi ke kanan caudal member cabang ke colon ascendens dan
ileum)
- Ramus superior (beranastomosis dengan A.colica dextra)
- Ramus inferior :
A. caecalis anterior
A. caecalis posterior, bercabang lagi menjadi A. appendicularis
3. A. renalis
4. A. mesenterica inferior
a. A. colica sinistra (pergi ke kiri dan member cabang-cabang ke ramus ascendens :
1/3 distal colon transversum, flexura coli sinistra, ramus descendens
memperdarahi bagian atas colon descendens)
b. A. sigmoidea (member cabang-cabang ke colon descendens bagian bawah dan
colon sigmoideum)
c. A. hemorrhoidalis superior (rectalis superior) (memberi cabang-cabang ke dorsal
rectum dan anus)
Cabang-cabang a. colica media, a. colica dextra, aa. Jejenalis, aa.ileae, a. colica
sinistra dan a. sigmoidea berhubungan satu sama lain menjadi A.marginalis
(Drummon), sehingga terjadi lengkung-lengkung disebut arcades
VENA
1) V. mesenterica inferior
2) V. mesenterica superior : menerima darah balik dari :
- V. ileocolica
- Vv. Jejenalis
- Vv. Pancreaticoduodenalis (bersatu dulu dengan v. gastroepiploica dextra ke v.
mesenterica superior)
- V. gastroepiploica dextra
- Vv. Ileae
- V. colica dextra
- V. colica media
3) V. lienalis (bersatu dengan v. mesenterica superior menjadi V.portae)
PERSARAFAN
Oleh saraf otonom, yaitu :
a. Simpatis
Dikenal sepasang n.Splachnicus major dan minor dextra dan sinistra. Melewati
crus media dan intermedia pars lumbalis diafragmatica yang berpangkal di truncus
coeliacus
Serabut postganglionnya mengikuti a.mesenterica superior serta cabang-
cabangnya dan dari chorda posterior membentuk plexus mesentericus superior
Plexus mesentericus inferior di bentuk oleh neurit-neurit sel-sel yang ada di dalam
ganglion mesentericum inferius serta serabut-serabut rr.Visceralis plexus pudenda
Sifat simpatis efferent yang membawa impuls yang menyebabkan penghambatan
sekresi kelenjar, vasokonstriksi pembuluh darah, relaksasi pada otot-otot dinding
vesica felea, ventriculus dan usus.
b. Parasimpatis
N. vagus (X) sinistra
N.Vagus (X) dextra
- Menembus diafragma di belakang esophagus (chorda posterior)
- Menuju langsung ke pangkal truncus coeliacus dan plexus coeliacus untuk
menginervasi : intestinum tenue dan crassum, gaster, 2/3 colon
transversum, lien, pancreas, hepar
- 1/3 lateral colon transversum, colon desendens, colon sigmoid diinervasi
oleh sacral 2,3,4 (pusat parasimpatis)
LO 1.2 Mikroskopik
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan
membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai
10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm
(dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai
beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan
tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal
usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli.
Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot
longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini
menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum
yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih
tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus
lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel
goblet daripada usus halus
DUODENUM
• Usus 12 jari, panjang 25 cm
• Epitel berlapis sel silindris dengan mikrovili membentuk striated borders
• Kel Brunner nyata, didalam sub mukosa
• Di lamina propria mengandung kelenjar intestinal
• Lamina propria juga mengandung serat serat jaringan ikat halus dengan sel retikulum
, jaringan limfoid difus dan atau limfonoduli
• Banyak tonjolan mirip jari yang disebut vili
atlas di fiore histologi
• Serosa tak sempurna, sebagian diganti adventisia
• Tempat bermuara duktus empedu dan pankreas
JEJENUM-ILEUM
Tidak ada kelenjar duodenal ( brunner ) yang hanya terbatas pada bagian atas
duodenum
Dibagian akhir ileum terdapat kumpulan plaque peyeri dengan interval tertentu
Didalam lumen terdapat vilus
Epitel berlapis silindris dengan mikrovili dan sel goblet
Tampak sebuah limfonodulus meluas dari lamina propria mukosa ke dalam
submukosa , menerobos mukosa muskularis disekitarnya
Villi jari paling besar
Central lacteal berkembang sempurna, absorbsi maksimal
Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat
diantara lapisan otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis
eksterna
Di ileum terdapat sel khusus yang berfungsi untuk transport antigen dari lumen usus
ke lapisan bawah folikel limfoid, disebut Epitel asosiasi folikel (FAE)
USUS BESAR (KOLON DAN MESENTRIUM)
Kolon memiliki lapisan epitel,jaringan ikat, dan otot polos pada dindingnya seoerti
pada usus halus
Di mukosa terdiri atas sel epitel selapis silindris, kelenjar intestinal , lamina propria
dan muskularis mukosa.
Di submukosa dibawahnya mengandung sel dan jaringan ikat berbagai pembuluh
darah dan saraf
Tampak kedua lapisan otot polos di muskularis eksterna.
Serosa (peritoneum viseral dan mesentrium menutupi daerah kolon transversum dan
kolon sigmoid.
Kolon tidak memiliki plika sirkularis dan vili, akibatnya permukaan lumen tampak
licin.
Didalam lamina propria dan submukosa dinding kolon dapat dijumpai limfonduli
berbagai ukuran.
Lapisan sirkular dalam utuh , sedangkan lapisan longitudinal luar terbagi dalam tiga
untaian besar memanjang yang disebut taenia koli
Sel ganglion parasimpatis pleksus saraf mientericus (auerbach) terdapat diantara
kedua lapisan otot muskularis eksterna
Kolon transversum dan kolon sigmoid melekat ke tubuh oleh mesentrium
Serosa merupakan bagian terluar , menutupi kolon transversum dan kolon sigmoid ,
tetapi kolon ascendens dan descendens letaknya retroperitoneal dan lapisal luar
permukaan posteriornya adalah tunika adventitia
APPENDIKS
Epitel permukaan lumen dilapisi sel sel silindris dengan sel goblet
Kelenjar intestinal , sel lemak dan sebaran limfonoduli didalam lamina propria serupa
dengan yang ada di kolon, namun kelenjar yang ada lebih panjang dan rapat dan
terutama terdiri atas sel goblet
Dibawah lamina propria terdapat mukosa muskularis otot polos
Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat
diantara lapisan otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis
eksterna
Tunika adventitia menutupi bagian rektum dan serosa menutupi sisanya. Banyak
pembuluh darah terlihat di submukosa dan adventitia
ANAL CANAL
Usus halus mempunyai 2 fungsi utama pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air.
Semua akitivitas lainnya mengatur atau mempermudah berlangsungnya proses ini. Proses
pencernaan ini dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin
terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja
enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana.
dikeluarkan hormon lain, sekretin dan jumlah yang keluarkan sebanding dengan asam
yang mengalir melalui duodenum.
Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat dari pankreas, dan
empedu dari hati.
Sekretin memperbesar kerja CCK. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-
zat yang dimakan dengan sekret pankreas,hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakkan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinue isi lambung.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pengamatan karbohidrat, lemak dan
protein(gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dindirig
usus kesirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel- sel tubuh. Selain itu air,
elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.
Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang
sebagian besar kurang dimengerti. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam
duodenum dan abscrbsi kalsium memerlukan vitamin D, vitamin yang larut dalam
lemak (A, D, E dan K) diabsorbsi dalam duodenum dan memerlukan garam-garam
empedu. Asam folat dan vitamin-vitamin lain yang larut dalam air juga diabsorbsi di
duodenum. Absorbsi gula, asam-asam amino dan lemak sebagian besar diselesaikan
menjelang kimus mencapai jejunum.
Absorbsi vitamin B12 berlangsung pda ileum terminal melalui mekanisme transport
khusus yang memerlukan faktor intrinsik lambung.
Sebagian besar asam-asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam
duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan diabsorbsi pada ileum terminal
dan masuk kembali ke hati. Siklus ini dinamakan sirkulasi enterohepatik garam-garam
empedu dan sangat penting dalam mempertahankan cadangan empedu.
Dengan demikian asam-asam atau garam-garam empedu mampu bekerja mencerna
berkali-kali sebelum dikeluarkan dalam feses.
Penyakit atau reseksi ileum terminal dapat menyebabkan deifisiensi garam-garam
empedu dan mengganggu pencernaan lemak.
Masuknya garam- garam empedu dalam jumlah besar ke dalam kolon menyebabkan
iritasi kolon dan diare
Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang
sudah nampir lengkap pada kolon. bagian kanan.
Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung
Kolon mengabsorbsi sckitar 600 ml air per/ hari, bandingkan dengan usus halus
yangmengabsorbsi sekitar 8 000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 2000
ml/hari
Bila jumlah ini dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dan
ileum,maka akan terjadi diare.
Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air.
Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel yang
mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi.
Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri
dan bukan karena kerja enzim.
Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini
bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.
Bakteri usus besar mensintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh
bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih sederhana
seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas
seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon.
Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorpsi dan
diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah manjadi senyawa yang kurang toksik
dan diekskresikan melalui kemih. Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga
melepaskan CO2, H2 dan CH4 yang merupakan komponen flatus.
Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar 1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat
terjadi pada aerofagia (menelan udara secara berlebihan) dan pada peningkatan gas di
dalam lumen usus, yang biasanya berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan.
Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung banyak
karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah
lambat. Pergerakan usus besar yarg khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-
kantong atau haustra teregang dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontrasi
untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus
bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk
absorbsi.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif; (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak kedepan, menyumbat beberapa haustra, dan (2)
penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengakibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks
gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu
Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang reflex
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah control
volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula
spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul
dan bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu
rektum yang mengalami distensi -berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter intema dan ekstema
berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat
dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-
otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus- menerus dariotol-otot abdomen
(menuver ata'i peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-
otot sfingtcr ekstema dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan
keinginan untuk berdefekasi menghilang. Kelainan dari proses defekasi adalah konstipasi dan
diare. Konstipasi terjadi karena kegagalan pengosongan rektum saal terjadi peristaltik massa.
Bila defekasi tidak sempurna, rektum relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang. Air tetap
terus diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasis
selaniutnya lebih sukar. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yangabnormal
(lebih dari 3 kali/ hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dankonsistensi (feses
cair) hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan, ketidaknyamanan perianal,
inkontinensia atau kombinasi dari faktor-faklor ini.
Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsi mukosa atau
motilitas dapat menyebabkan diare. Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu
(penggantian hormone tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik kemoterapi dan antasida),
pemberian makanan per selang, gangguan metabolik dan endokrin (diabetes, addisnn,
tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigelosis, keracunan makanan).
Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan
malabsorbsi (sindrom usus peka, kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka)
deficit sfingter anal, sindrom, zollinger - ellison, paralitik ileus dan obstruksi usus. Frekuensi
defekasi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses. Pasien
mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia dan haus. Kontraksi
spasmodik vang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus), dapat terjadi
pada setiap defekasi. Feses berair adalah karakteristik dari penyakit usus halus, sedangkan
feses semi padat lebih sering dihubungkan dengan gangguan kolon. Feses yang sangat besar
dan berminyak menunjukkan malabsorbsi usus, dan adanya mukus dan pus dalam feses
menunjukkan enteritis inflamasi atau kolitis.
LI 3 MM Ileus Obstruktif
LO 3.1 Definisi
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa
disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan
kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus
tersebut..
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma
yang melingkari. Misalnya intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis,
obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normalisi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik,
partial atau total.Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma
dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus. Obstruksi total usush alus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
LO 3.2 Etiologi
1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum, atau pasca operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal
maupun multiple dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang
berbentuk pita. Pada operasi perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah berulang 3x,
resiko kambuhnya menjadi 50%. Pada kasus seperti ini diadakan pendekatan konservatif
karena walaupun pembedahan akan memperbaiki pasase, obtruksi kemungkinan beasar
akan kambuh lagi dalam waktu singkat.
2. Hernia inkarserata
Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat di kelola secara konseratif dengan
posisi tidur Trendelenburg. Jika tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan
herniotomi segera. Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat
tekanan intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui
defek itu. Misalnya : sebagian lambung dapat terdesak keluar ke rongga perut melalui
suatu defek pada diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia yang tidak tampak dari
luar disebut “internal hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang
tampak dari luar seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral.
Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan disebut
reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada keadaan ini terjadi
bendungan pembuluh-pembuluh darah yang disebut dengan strangulasi. Akibat gangguan
sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang disebut infark. Hernia yang
menunjukkan strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda incarcerata akan menimbulkan
gejala-gejala ileus.
3. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup diusus halus bagian yeyenum, jumlahnya
biasanya mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat terjadi di berbagai
tempat diusus halus, tetapi biasanya diileum terminal yang lumennya paling sempit.
Cacing menyebabkan terjadinya kontraksi local dinding usus yang disertai dengan reaksi
radang setempat yang tampak dipermukaan peritoneum.
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene
kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Lumen usus halus anak lebih sempit
disbanding usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi
umumnya disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan
ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Anak dapat menderita serangan kolik tanpa henti jika obstruksinya total. Terjadi
muntah sewaktu kolik, dan kadang keluar cacing dari mulut atau anus. Perut kembung,
dan peristaltis terlihat sewaktu kolik. Umumnya mengalami demam.
Pada pemeriksaan perut dapat diraba masa tumor yang berupa gumpalan cacing, masa
tidak berbatas jelas dan mungkin dapat digerakkan. Kadang, masa teraba seperti kantong
nelayang yang penuh cacing. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut apa bila ditekan.
Parsial Lengkap
Penyebab Masa terdiri atas gumpalan Masa terdiri atas cacing yang mati
cacing yang dikompresi oleh dan makanan, tidak dapat dilalui
spasme usus, masih dapat oleh gas dan cairan
dilalui oleh gas dan cairan
Keadaan umum Baik Sakit berat
Nyeri Kolik hilang timbul “kolik Kolik terus menerus
cacing”
Muntah Pada permulaan Terus menerus
Pemeriksaan perut Masa diperut berubah tempat, Gembung, peristaltic terlihat, massa
bentuk dan gerakan seperti sukar diraba, mungkin nyeri
cacing, nyeri sedikit setempat jelas
Foto RO Cacing mungkin kelihatan Gambaran obstruksi dengan batas
sedikit gambaran obstruksi cairan banyak, cacing jarang
dengan batas cairan terlihat
4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang
muda dan dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik. Kebanyakan
ditemukan pada usia 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki-laki. Serangan rhinitis
atau infeksi saluran nafas sering kali mendahului terjadinya invaginasi. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk dan naik kekolon asendens serta
mungkin sampai keluar dari rectum. Invaginasi dapat menyebabkan nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dari peritonitis. Anamnesis
memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang sehat dan eutrofis
sekonyong-konyong mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat
ditenangkan, sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang karena sudah capai
sekali.
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik, biasanya
keluar lender campur darah per anum yang berasal dari intususeptum yang tertekan,
terbendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu
serangan, dan pada pemeriksaan perut dapat teraba masa yg biasanya memanjang dengan
batas jelas seperti sosis.
Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur, ujung
invaginatum teraba seperti porsio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamai
“pseudoporsio” atau porsio semu. Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari
rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rektum, pada invaginasi
didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding anus.
Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral (proksimal) usus
menerobos masuk ke dalam rongga bagian anal (distal) seperti suatu teleskop. Ada
beberapa jenis bergantung pada lokasinya :
enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
entero-colics : ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini paling sering
ditemukan
colica : usus besar masuk ke dalam usus besar
prolapsus ani : rektum keluar melalui anus
Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya
intussusceptum. Mesentrium yang mengandung pembuluh darah intussusceptium akan ikut
tertarik dan pembuluh darah akan terjepit hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab
terjadinya pada anak-anak adalah ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya
jaringan limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan
antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum. Pada orang dewasa disebabkan karena
adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip) dan oleh gerakan peristaltik
didorong ke bagian distal dan dalam gerakan ini dinding usus ikut tertarik.
5. Volvulus
Kebanyakan volvulus dibagian ileum, didarahi arteri ileosekalis dan mudah mengalai
strangulasi. Gambaran klinis merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau
tanpa gejals dan tanda stangulasi.
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi dan
merupakan pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus melilit/memutar
sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat disebabkan oleh mesentrium yang terlalu
panjang, yang merupakan kelainan kongenital pada usus halus, pada obstisipasi yang
menahun, terutama pada sigmoid, pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia
menunjukkan tanda-tanda torsi; pada tumor dalam dinding usus atau tumor dalam
mesentrium. Akibat volvulus terjadi gejala-gejala strangulasi pembuluh darah dengan
infark dan gejala-gejala ileus.
6. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital dapat berbetuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan sebagian
saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Kelainan-
kelainan ini disebabkan oleh tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan dalam
perkembangan embrional dan keadaan ini dapat terjadi pada usus dimana saja.
Stenosis juga dapat terjadi akibat penekanan, misalnya oleh pankreas anulare atau
oleh atresia jenis membran dengan lubang ditengahnya.
Atresia ialah buntu sama sekali dengan tanda-tanda obstruksi total sedangkan stenosis
hanya merupakan penyempitan dengan gejala-gejala obstruksi yang tidak total. Atresia
adalah gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang
dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu.
Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada
sebahagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi usus
masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus.
Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus diduodenum bagian kedua.
Gejala dan tanda seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi usus. Bayi yang
mengalami gangguan pasase lambung akibat kelainan bawaan memiliki perut buncit,
tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila ada perforasi.
7. Radang kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena
udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik.
8. Tumor
Proses keganasan terutama karsinoma ovarium, dan kolon dapat menyebabkan
obstruksi usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis diperitoneum
atau di mesenterium yang menekan usus.
2. ILEUS NEUROGENIK
a. Adinamik/Ileus Paralitik: Ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit,
peritonitis umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.
b. Dinamik/Ileus Spastika: Ileus terjadi karena rangsangan saraf, keracunan,
histeri, neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu kuat saraf
parasimpatik di tunika muskularis yang berkontraksi bersamaan dimana
normalnya bergantian yang berakibat spasme dan makanan tidak bisa menuju
distal.
3. ILEUS VASCULAR
Ileus yang berhubungan dengan penyakit jantung, karena adanya thrombus/embolus
pada pembuluh darah sehingga timbul iskemik, gangren, nekrosis, bisa juga perforasi.
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok:
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005;Sabiston,1995) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksindari
jaringan gangrene
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi
LO 3.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada Gambar-2.3.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke
dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price & Wilson, 1995).
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis
melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan
nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik
lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di
didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang
menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan
berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.
Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan
mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan
muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium,
klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang
tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah
bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan
plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular,
hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik,
maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok
Ileus
Obstruksi usus
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran
air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Obstruksi Mekanik Simple.
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam
jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian
distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membran mukosa usus menurun, dan dinding usus
menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan
hernia inkarserata, volvulus, intususepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal
dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang
cepat pada dinding usus. Usus menjadi edema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene
dan perforasi.
Intususepsi
Pada intinya, etiologi intususepsi adalah gangguan motilitas usus terdiri dari 2
kkomponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian yang terfiksir/kurang
bebas dibandingkan bagian lainnya. Karena rah peristaltik adalah dari oral ke anal sehingga
bagian yang masuk ke lumen usus adalah yang arah oral atau proksimal. Keadaan lainnya
karena suatu disritmik peristaltik usus. Pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang
disebut retrogad intususepsi pada pasien pasca gatrojejunostomi. Akibat adanya segmen usus
yang masuk ke segmen usus yang lainnya akan menyebabkan dinding usus terjepit sehingga
mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis
dinding usus.
Perubahan patologi yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepient biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum
ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususipient, dan juga
karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesentrium.
Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapat terjadi sedemikian besarnya
sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir
dan darah ke dalam lumen usus. Ulserasi pada usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi
tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami
prolaps. Pembengkakan dari intususeptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak
jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi.
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partial maupun
total dan strangulasi. Hiperperisaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan
usus tersbut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima ini kemudian
berkonstraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal
sehingga terjadi invaginasi.
Patofisiologi
Berak berdarah lendir
Bagian atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya,
intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya.
Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik.
Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan
tinja berdarah, kadang-kadang mengandung lendir.
↑ tekanan intragastrik
Muntah cairan hijau (cairan hijau berasal dari kantong empedu)
LO 3.5 Manifestasi Klinis
Beberapa gejala dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe: obstruksi usus halus (tinggi ataupun
rendah), dan obstruksi usus besar.
1. Obstruksi usus halus tinggi: biasanya diawali dengan muntah-muntah hebat, dan dapat
menyebabkan dehadrasi dengan cepat. Distensi biasanya minimal, dan pada
pemeriksaan radiografi, hanya dapat ditemukan sedikit dilatasi usus halus
2. Obstruksi usus halus rendah: gejala yang dominan adalah nyeri, ditambah dengan
distensi sentral. Biasanya tidak langsung terjadi muntah-muntah. Pada radiografi,
terlihat dilatasi multipel dari usus halus.
3. Obstruksi usus besar: distensi menjadi gejala yang dominan. Nyeri dirasakan tidak
terlalu hebat; muntah dan dehidrasi merupakan gejala klinis yang terjadi beberapa hari
setelah onset. Pada radiografi, terlihat dilatasi dari colon proximal dari tempat
obstruksi. Usus halus dapat dilatasi apabila terdapat valvula ileocaecal incompetent.
(Bailey & Love, 2013)
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif
Nyeri abdomen
Muntah
Distensi
Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada :
Lokasi obstruksi
Lamanya obstruksi
Penyebabnya
Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang
dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat
kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi.
Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit
dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar.
Nyeri dari ileus obstruktif usus halusl demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di
dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan
nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga
gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda
dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen
menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata
harus dicurigai.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu. Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus
obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga
tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambatdan setelah
muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan
bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi
demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi.
Dehidrasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yanbg berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah
kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan
hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder. Hipokalemia bukan
merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan nilai potasium,
amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu
juga leukositosis atau leukopenia. Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit
kolik abdomen yang sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi
intensitasnya lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut
usia yang pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup
ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan
kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena
karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi
progresif, dan obstipasi dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut
dapat timbul setelah satu minggu
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltic terkadang dapat dilihat.
Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada
keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan
gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan
mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi
setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum
terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna
dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya,
jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi
sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi.
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yanbg
berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering,
pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan
hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder.
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai
pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan
tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung
gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan:
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat
penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin.
Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri
tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan
lokal yang berhubungan dengan kekakuan abdomen.
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness
menandakan perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap ada walaupun telah diterapi
konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus
didiagnosa.
Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel,
tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.
ANAMNESIS
Gejala Utama:
§ Nyeri-Kolik
o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
§ Muntah
o Stenosis Pilorus : Encer dan asam
o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
o Obstruksi kolon : onset muntah lama.
§ Perut Kembung (distensi)
§ Konstipasi
o Tidak ada defekasi
o Tidak ada flatus
PEMERIKSAAN
Inspeksi : Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007)
Palpasi : Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda
mulainya terapi yang segera.
Diagnosis Banding
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1. Carcinoid gastrointestinal
2. Penyakit Crohn
3. Intussuscepsi pada anak
4. Divertikulum Meckel
5. Ileus meconium
6. Volvulus
7. Infark Myocardial Akut
8. Malignansi, Tumor Ovarium
9. TBC Usus
10. Ileus paralitik
LO 3.7 Tatalaksana
Non-Farmako
Pre medikasi operasi dan tindakan operasi
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu:
a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c. Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam
pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4
macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.
Operasi:
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus
disayat. Kalau tidak terpaksa harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian
operatif tergantung dari penyebab obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian
yang mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami strangulasi dipotong.
Tergantung dari etiologi masing-masing :
Adhesi: pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali.
Hernia inkarserata: dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari
jepitan.
Neoplasma: operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
Askariasis: jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing,
tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian
usus yang bersangkutan.
Carsinoma Colon: operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik
regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan
Colostomi atau Sekostomi.
Divertikel: reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakansecara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan
dengan cara Hartman dengan colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk
menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka anastomosis yang dibuat
primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis
baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan
radang.
Volvulus: pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan
volvulus yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer,
yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi.Jika sekum dapat hidup
dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa
dicapai.Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya
flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80%
pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum
yang gangrenous yangdisertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung
bersama penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
Intusussepsi: sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus
halus.Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi
berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah.
Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari
intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat
direduksi atau usus tersebut ganggren.Intervensi bedah untuk obstruksi usus pasca
bedah harus direncanakan bila pasien mempunyai bukti obstruksi gelung tertutup atau
lengkap atau untuk kecurigaan volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi usus
pasca bedah yang lebih parah ini bisa karena herniasi interna melalui cacat
mesentrium atau karena perlekatan padat, keadaan yang tak mungkin beresolusi
spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis dengan demam, nyeri tekan lepas dan
leukositosis sering tampil.
Pasca Bedah:
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam
lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung
banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan
fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti
peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan
asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi
yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti
diperlukan sampai selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah
toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca
bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting.
Farmako
OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid
Antagonis reseptor H1
Hyoscine
Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
Puncak antiemetik : 1-2 jam
ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis reseptor dopamin
Metoklopramid
- Bekerja di CTZ
- P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
- ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2
dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
- Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
- Efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
- Antagonis reseptor D2
- Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
- ES : diare
Phenothiazine
- Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai
antiemetic
- Triethylperazine → hny sbg antiemetic
- Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
- Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
- Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin
dan muskarinik
- Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
Mekanisme kerja → blm diketahui
Sinergisme dg ondansetron
MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR
PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi
Bulk Laxative
Docusate sodium
Menghasilkan feses yg lebih lumak
Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
LO 3.8 Komplikasi
LO 3.10 Pencegahan
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum
memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan
atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan
melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam
menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti
mencegah terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan
pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
a) Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b) Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c) Diet Serat. Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan.
d) Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan didalam
perut dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah
rentan dinding perut.
Pencegahan sekunder
dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan
mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif
Pencegahan tertier
untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan menghindari
komplikasi yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi serta
melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.
LI 4 MM Pemeriksaan Penunjang
LO 4.1 Radiologi
BNO 3 posisi : pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya untuk melihat
kelainan yang ada di tractus digestivus. Posisi AP untuk melihat ada atau tidaknya penebalan
/ distensi pada kolon yang disebabkan massa atau gas, posisi setengah duduk untuk
menampakan udara bebas di bawh diaphragm dan LLD untuk memperlihatkan air fluid level
atau udara bebas
BNO 3 POSISI
1. ABDOMEN AP
Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di pertengahan
meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada
simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK mengalami rotasi
(terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya)
CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
3. ABDOMEN LLD
Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk (difleksikan), kedua
tangan diletakkan ditas kepala
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada
simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada dibelakang punggung.
CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
COLOK DUBUR
Umumnya dilakukan dengan sikap litotomi, dapat ditunjang dengan alat anoskop atau
sigmoidoskop. Posisi yang nyaman untuk pasien adalah posisi Sims, yaitu pasien tidur
terlentang pada sisi kiri dengan kedua lutut ditekuk. Buli-buli harus dikosongkan dahulu agar
tidak terdapat penilaian yang keliru.
1. Inspeksi pada daerah perianal dan sakrokoksigeal. Dapat dijumpai:
Lesi anal, dan perianal, seperti prolapse hemoroid, yang biasanya dijumpai pada
arah pukul 4,7,11 dan berwarna livid.
Prolaps rectum, dengan lipatan mukosa melingkar konsentris dan berwarna merah
Fisura ani, yang berupa lesi di anal-kanal yang nyeri bila ditekan biasanya
dijumpai arah pukul 6 dan disertai dengan skin tag
Kondoloma akuminata atau kondiloma lata
2. Memasukan jari telunjuk bersarung tangan yang telah dilumuri pelumas dengan
lembut melalui anus
Pada laki-laki dapat digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat disebelah ventral
Pada perempuan titik acuan serviks uteri disebelah ventral
3. Penilaian terhadap:
Tonus sfingter ani: jari telunjuk terjepit menunjukan kontraksi sfingter ani
Reflex bulbokavernosus: memencet glans penis
Ampula rectum: menganga seperti pada peritonitis atau kolaps seperti pada ileus
obstruktif
Mukosa dinding rectum: dinilai dengan melingkar memutar jari telunjuk menurut
arah jarum jam dan melawan arah jarum jam. Hemoroid interna tidak teraba, polip
rektuk teraba licin lunak dan mungkin bertangkai, karsinoma teraba keras
berbenjol dan tidak teratur
Pemeriksaan colok dubur
a. Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
b. Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
c. Feses yang mengeras : skibala
d. Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
e. Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
f. Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk kemaslatan
hidup disamping memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak negatif pada tubuh
dan ancaman kematian serta merubah sunnatullah.
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).